Lego Vidiyo Adalah Sistem Permainan AR yang Terinspirasi TikTok

Akhir Januari kemarin, Lego mengumumkan Vidiyo, sejenis permainan berbasis augmented reality (AR) yang sedikit banyak terinspirasi oleh TikTok. Premisnya cukup simpel: letakkan minifigure di atas meja, pilih lagu di aplikasi, lalu rekam video musik yang menarik dengan bantuan efek AR.

Namun tidak seperti set Lego standar, Vidiyo mempunyai set minifigure-nya sendiri. Juga sangat esensial adalah kotak kecil pipih yang Lego namai BeatBits. Setiap BeatBits mengemas gambar yang berbeda, dan gambar-gambar itulah yang pada akhirnya diterjemahkan oleh smartphone menjadi efek AR-nya (animasi minifigure, special effect, dan lain sebagainya).

Minifigure dan BeatBits ini Lego bundel dalam satu paket bernama BeatBox. Satu BeatBox dihargai $20, dan isinya mencakup satu minifigure dan 16 BeatBits. Kemasannya sendiri berperan sebagai panggung mini buat sang minifigure sekaligus wadah untuk menempatkan BeatBits. Urutan efek AR yang ditampilkan bakal bergantung pada urutan BeatBits-nya.

Alternatifnya, Lego juga menjual minifigure Vidiyo secara terpisah seharga $5, plus tiga BeatBit sebagai bonus. Sayangnya mengoleksi minifigure sekaligus BeatBits Vidiyo sampai lengkap tidak sekadar membutuhkan uang, tapi juga keberuntungan, sebab paket minifigure terpisah ini dikemas dalam wujud blind bag.

Untuk konten musiknya, Lego bekerja sama langsung dengan Universal Music Group. Sejauh ini katalognya baru mencakup sekitar 30 lagu, akan tetapi jumlahnya dipastikan bakal terus bertambah ke depannya. Juga akan ditambah jumlahnya seiring waktu adalah minifigure dan BeatBits. Untuk BeatBits, Lego punya target merilis setidaknya 130 BeatBits di tahun 2021 ini saja.

Selain membagikan hasil rekaman video musiknya ke media sosial, kita juga bisa memanfaatkan platform sosial milik Vidiyo sendiri. Lego memastikan bahwa timnya akan selalu memoderasi konten yang bersirkulasi di platform Vidiyo demi memastikan semuanya tetap family-friendly. Sekadar informasi, permainan ini ditujukan untuk anak-anak berusia 7 tahun atau lebih.

Di Amerika Serikat, Lego Vidiyo BeatBox kabarnya akan dijual mulai tanggal 1 Maret mendatang. Aplikasinya sendiri tersedia gratis untuk perangkat Android dan iOS, tanpa opsi in-app purchase sama sekali.

Sumber: SlashGear dan Wired.

Lego AR Playgrounds Ajak Kita Mengeksplorasi Set Lego Rakitan Secara Digital

Pada konferensi developer yang dihelat Apple Juni lalu, divisi Creative Play Lab dari Lego diberi kesempatan untuk mendemonstrasikan karya terbarunya di bidang augmented reality, sekaligus menyoroti sederet pembaruan yang dihadirkan pada platform AR bikinan Apple.

Kreasi mereka tersebut adalah Lego AR Playgrounds, yang baru saja dirilis untuk perangkat iOS 12. Premis utama Playgrounds adalah mengajak para pemain untuk berinteraksi dengan balok Lego secara fisik sekaligus elemen-elemen digital yang disajikan aplikasi.

Jadi ketika pengguna mengarahkan kamera iPhone atau iPad-nya ke set Lego yang kompatibel (sementara baru dari seri Lego Ninjago), mereka dapat melihat balok-balok tersebut menjadi ‘hidup’, lengkap dengan tambahan elemen digital lainnya.

Lego AR Playgrounds

Berkat Playgrounds, set Lego yang kita rakit pada dasarnya tidak sebatas menjadi pajangan saja. Pastinya ada kepuasan sendiri bermain-main secara interaktif selagi melibatkan set Lego kebanggaan kita. Lego tidak lupa melengkapinya dengan narasi yang menarik, sehingga anak-anak berusia 9 tahun atau lebih bisa semakin terpikat.

Playgrounds bisa dilihat sebagai tahap eksplorasi lebih lanjut atas set Lego yang kita rakit. Namun seandainya Anda belum mempunyai set Lego yang kompatibel, Playgrounds masih bisa dimainkan hingga lima level pertama; yang Anda butuhkan hanyalah permukaan datar seperti meja guna bermain dalam mode AR-only.

Lego AR Playgrounds saat ini sudah bisa diunduh secara cuma-cuma dari App Store. Lego memastikan bahwa tidak ada satu pun iklan atau opsi in-app purchase pada aplikasi. Masuk akal mengingat game ini mendorong kita untuk membeli set Lego demi mendapatkan kepuasan yang maksimal.

Sumber: Lego.

Nintendo Labo Tidak Harus Terbuat dari Kardus, Bisa Juga dari Lego

Di telinga orang awam, Nintendo Labo mungkin hanya terdengar sebagai aksesori dari kardus yang bisa menambah keseruan bermain Mario Kart 8. Pada kenyataannya, Labo juga merupakan platform untuk mengasah kreativitas, dan kalau sedang bicara soal kreativitas, sulit rasanya menjauhkan nama besar Lego.

Labo + Lego pada dasarnya bisa dilihat sebagai ajang demonstrasi kreativitas besar-besaran. Konsep ini coba diwujudkan oleh Vimal Patel, seorang desainer Lego yang sempat mencuri perhatian publik di bulan April lalu setelah menciptakan beragam aksesori untuk Nintendo Switch dari biji Lego.

Lego Toy-Con Piano

Baru-baru ini, Vimal kembali memamerkan kreasinya berupa controller Nintendo Labo (Toy-Con) yang ia buat dari Lego. Dari yang sederhana seperti controller untuk memainkan Switch dalam orientasi portrait, sampai yang kompleks seperti piano, tongkat pancing dan setang motor, yang semuanya sebenarnya tersedia dalam wujud kardus melalui Nintendo Labo Variety Kit.

Lego Toy-Con Motorbike

Berhubung yang digunakan adalah biji Lego, durabilitasnya jelas lebih terjamin ketimbang kardus. Fungsionalitasnya sama sekali tidak terpengaruh, sebab sensor infra-merah yang terdapat pada controller Joy-Con masih bisa beroperasi tanpa kendala; dan sebenarnya inilah kunci dari Labo sebagai platform, kardus itu hanyalah media bantuan saja.

Silakan tonton demonstrasi Toy-Con berbahan Lego pada video di bawah ini.

Sumber: The Verge dan Vimal Patel.

Lego Ciptakan Replika 1:1 Bugatti Chiron yang Bisa Dikemudikan

Juni lalu, Lego menciptakan miniatur supercar Bugatti Chiron berskala 1:8 dari 3.599 biji Lego Technic. Produsen mainan asal Denmark yang namanya selalu diasosiasikan dengan kreativitas itu tampaknya belum puas, sebab mereka baru saja memamerkan kreasi yang lebih gila lagi, yakni replika 1:1 dari Bugatti Chiron.

Tidak tanggung-tanggung, tim Lego menghabiskan lebih dari 13.000 jam untuk mewujudkannya. Total ada lebih dari satu juta biji Lego Technic yang digunakan, dan semuanya tanpa memanfaatkan perekat sama sekali. Namun yang paling mengejutkan, replika berbobot 1,5 ton ini ternyata dapat dikemudikan oleh manusia.

Tentu saja larinya tidak mungkin sengebut Bugatti Chiron aslinya. Kecepatan maksimum replika Lego-nya ini cuma 20 km/jam, jauh dari top speed Chiron yang tercatat di angka 420 km/jam. Kendati demikian, angka itu sudah cukup mengesankan mengingat ‘mesin’ yang diusung juga terbuat dari Lego, tepatnya dari ribuan motor penggerak dari platform Lego Power Functions yang sanggup menghasilkan tenaga 5,3 hp dan torsi 92 Nm.

Juga berbeda dari miniaturnya, replika ini tidak bisa dibeli oleh konsumen. Lego hanya bermaksud menjadikannya sebagai showcase, sekaligus membuktikan tagline Lego Technic yang berbunyi “Build for Real”. Lego bahkan berhasil membujuk test driver resmi Bugatti, Andy Wallace, untuk mengemudikan replika ini di sirkuit pengetesan tempat Bugati Chiron asli diuji.

Selagi kita menonton videonya di bawah, semoga saja tim Lego sedang mengerjakan replika Bugatti Divo sekaligus miniaturnya yang bisa konsumen beli ke depannya.

Tonton juga video pembuatannya yang tak kalah menarik.

Sumber: Lego.

Lewat Coding Express, Lego Ingin Ajarkan Konsep Dasar Coding ke Anak-Anak Sedini Mungkin

Sedini apa anak-anak bisa diajari coding? Untuk anak yang masih duduk di bangku preschool misalnya, rasanya terlalu berat kalau mereka dituntut untuk memahami barisan kode. Yang lebih masuk akal adalah mengajari mereka konsepnya terlebih dulu, mulai dari konsep urutan, pengulangan sampai sebab-akibat.

Anggapan ini diamini oleh Lego. Melalui divisi pendidikannya, mereka memperkenalkan Lego Coding Express, set permainan STEM (Science, Technology, Engineering, Math) yang dirancang untuk mengajarkan dasar-dasar pemrograman kepada anak-anak sedini mungkin. Biji Lego yang digunakan pun berasal dari seri Duplo yang lebih besar ukurannya dari Lego standar.

Coding Express dapat dimainkan tanpa bantuan komputer ataupun tablet, melainkan lewat sesi hands-on secara fisik. Usai dirakit, keretanya bisa berjalan di atas rel berkat sebuah motor kecilnya, dan dari situ anak-anak diminta untuk menentukan gerak-gerik sang kereta menggunakan biji oval warna-warni khusus yang dapat diselipkan ke tengah-tengah rel.

Lego Coding Express

Setiap warna mewakili aksi kereta yang berbeda: merah untuk berhenti, biru untuk membunyikan klakson, dan lain seterusnya. Total ada lima warna yang tersedia, dan sang kereta dapat mengenalinya menggunakan kamera yang tersemat pada bagian bawah motor kecilnya itu tadi. Anak-anak pun dituntut untuk memikirkan pergerakan kereta sebelum keretanya bergerak, dan ini kurang lebih sama saja seperti membuat program sederhana.

Satu hal yang disayangkan, Coding Express rupanya hanya akan ditawarkan ke sekolah-sekolah melalui portal Lego Education. Itulah mengapa paket penjualannya yang dihargai $200 turut mencakup sejumlah lesson plan yang bisa dimanfaatkan tenaga pengajar. Pemasarannya sendiri akan dimulai pada bulan Oktober untuk wilayah AS dan Tiongkok, lalu menyusul di musim semi untuk pasar global.

Sumber: Engadget dan Business Wire.

Lego Powered Up Adalah Lini Connected Toy Baru untuk Belajar Ilmu Dasar Coding

Tren connected toy memicu kemudahan belajar coding bagi anak-anak. Dibanding sepuluh tahun lalu misalnya, mempelajari ilmu dasar programming jauh lebih mudah diakses oleh banyak kalangan saat ini. Lego sebagai salah satu pemain besar di bidang ini pun terus menyempurnakan penawaran-penawarannya.

Pabrikan asal Denmark itu belum lama ini memperkenalkan lini connected toy baru bertajuk Lego Powered Up. Sebelum ini, mereka sebenarnya sudah punya lini Lego Boost, dan Powered Up sejatinya dimaksudkan untuk menjadi alternatif yang lebih sederhana selagi masih dibubuhi elemen edukasi.

Lego Powered Up Batmobile

Sederhananya, Lego Boost jauh lebih fleksibel, sedangkan Powered Up lebih terbatas. Salah satu produk pertama di lini Powered Up adalah sebuah Batmobile yang bisa dirakit lalu dikendalikan menggunakan aplikasi smartphone. Mainan ini rencananya akan dirilis pada bulan Agustus mendatang seharga $160.

Setelahnya, Lego berencana merilis update pada aplikasi pendampingnya yang memungkinkan anak-anak untuk melakukan coding sederhana, semisal mengubah kecepatan pergerakan maupun suaranya guna menciptakan manuver yang lebih bervariasi. Agar semua kalangan bisa dijangkau, termasuk anak-anak yang benar-benar antusias soal coding dan butuh tantangan lebih, Lego juga bakal merilis Batmobile yang sama, namun dalam versi Lego Boost yang lebih fleksibel.

Lego Powered Up

Menyusul Batmobile di masa yang akan datang adalah Lego City Passenger dan Lego City Cargo Train, yang pada dasarnya menyisipkan elemen pengendalian berbasis remote control pada versi klasiknya. Seri Lego Duplo untuk batita pun juga akan tersedia versi Powered Up-nya, yakni Lego Duplo Steam Train dan Lego Duplo Cargo Train, yang dilengkapi sejumlah sensor untuk mendeteksi rel kereta yang warna-warni.

Sumber: The Verge dan Engadget.

Lego Ingin Sesi Bermain Duplo Jadi Lebih Interaktif dengan Bantuan Alexa

Kegunaan asisten virtual Amazon Alexa ada banyak sekali. Namun dari sekian banyak, sebelumnya mungkin belum terbayang skenario di mana Alexa bisa menjadi pendamping bermain anak-anak. Tak usah dibayangkan, sebab Lego sudah mewujudkannya lewat skill Alexa baru bernama Lego Duplo Stories.

Sesuai namanya, skill Alexa yang satu ini dimaksudkan untuk menjadi pelengkap sesi bermain Lego Duplo, yang ditujukan buat anak-anak berusia 2 – 5 tahun. Lego Duplo Stories pada dasarnya bisa dilihat sebagai pengalaman interaktif yang memadukan aspek storytelling dan permainan fisik dengan balok-balok Lego Duplo.

Total ada 10 tema yang diangkat Duplo Stories; lima seputar binatang, dan lima sisanya seputar alat transportasi. Masing-masing tema sengaja dicocokkan dengan varian Lego Duplo yang ada, sehingga orang tua tidak perlu membeli set Duplo baru apabila hendak mengajak anaknya menikmati sesi interaktif ini.

Lego Duplo Stories

Cara kerjanya sederhananya begini: instruksikan Alexa untuk membuka Duplo Stories, lalu pilih tema cerita yang diinginkan. Dari situ Alexa akan mulai bercerita, dan anak-anak akan diajak untuk menyusun balok-balok Duplo seiring berjalannya cerita. Arah ceritanya pun tidak linear, melainkan ditentukan oleh pilihan sang anak.

Lego percaya bahwa Duplo Stories bisa membantu anak-anak mengasah sejumlah bakatnya, baik yang bersifat konstruktif, eksploratif maupun yang menyangkut roleplaying. Anak-anak akan diajak bermain sambil belajar angka, warna, artikulasi maupun tantangan menyusun balok-balok Duplo.

Lego Duplo Stories bisa diakses lewat perangkat apapun yang mengemas integrasi Alexa, termasuk halnya speaker kecil Echo Dot, yang baru-baru ini kedatangan versi khusus untuk anak-anak. Mengingat lini Amazon Echo sendiri belum tersedia di banyak negara, Lego untuk sekarang baru merilis Duplo Stories di Amerika Serikat dan Inggris Raya saja.

Sumber: Lego.

Lego AR-Studio Padukan Serunya Menikmati Mainan Fisik dan Digital via Augmented Reality

Di balik kesederhanaannya, Lego memberikan penikmatnya ruang imajinasi yang sangat luas, dan inilah pesona utama mainan legendaris buatan Denmark itu. Sudah lama para developer juga mencoba mengadopsinya ke ranah hiburan digital. Langkah terbesar yang dilakukan belum terlalu lama adalah upaya menggabungkan elemen mainan fisik dengan game lewat Lego Dimensions.

Sayangnya meskipun inovatif, Lego Dimensions tidak selaris yang Traveller’s Tales harapkan. Dan akhirnya, developer terpaksa menyetop perilisan produknya di bulan September 2017. Namun Lego sendiri belum menyerah dalam merealisasikan gagasan mereka untuk ‘menghidupkan mainan’. Belum lama ini, Lego Group meluncurkan Lego AR-Studio di iOS, yaitu app yang mempersilakan Anda mengombinasikan mainan fisik dengan konten digital.

Cara menikmatinya sangat mudah, dan penyajiannya juga lebih sederhana dibanding Dimensions karena memanfaatkan perangkat bergerak: Pertama, pemain hanya perlu memilih set Lego City dan Ninjago di smartphone; dan selanjutnya, kita bisa memunculkan naga penyembur api, truk pemadam kebakaran, hingga kereta. Dan uniknya lagi, tiap kejadian seru di sana dapat direkam menggunakan fungsi kamera di dalam app.

“Aplikasi ini menyuguhkan cara baru menikmati Lego dengan mengombinasikan aspek fisik dan digital,” ungkap Tom Donaldson selaku vice president of Creative Play Lab Lego Group via Wired. “Untuk menggunakannya, Anda cuma perlu menggenggam iPhone atau iPad di tangan. Lalu di layar, Anda dapat melihat ruangan kamar, meja, dan lain-lain. AR-Studio sanggup mendeteksi permukaan, dan di sana, Anda bisa menaruh mainan-mainan Lego.”

Hebatnya lagi, sistem AR-Studio bukan sekedar overlay, melainkan model tiga dimensi yang mampu memahami kondisi dunia nyata. Buat sekarang, aplikasi baru tersedia untuk platform iOS 11. Belum diketahui apakah ia akan tersedia di Android atau tidak – apalagi Lego AR-Studio memanfaatkan framework Apple ARKit.

Hal tersebut juga mengindikasikan kebutuhan hardware yang cukup tinggi. Agar bisa menangani app AR ini, handset setidaknya harus diotaki prosesor A9 atau A10, minimal iPhone 6s. Model iDevice lain yang siap menjalankannya meliputi iPad 2017, iPad Pro (varian 10,5-, 12,9- dan 9,7-inci) serta tentu saja iPhone X.

Kit Lego AR-Studio terdiri dari model klasik seperti kantor polisi, kereta, kantor pemadam kebakaran, serta bundel Ninjago plus naga. Mereka semua tak hanya disuguhkan secara virtual. Mainan fisiknya dapat dibeli di gerai Lego.

Anda tak perlu cemas Lego Group akan mengganti lineup mainan mereka dengan versi AR atau digital. Menurut Donaldson, AR-Studio hanyalah pelengkap dari pengalaman bermain Lego, didesain untuk membantu anak-anak berimajinasi lebih tinggi.

Via Engadget.

Sony Luncurkan Koov, Permainan Mirip Lego Sekaligus Medium Pembelajaran Coding

Sony, melalui divisi Global Education miliknya, baru saja mengumumkan produk yang cukup menarik. Dinamai Koov, sepintas ia terlihat seperti Lego dengan berbagai macam blok yang dapat disusun dan dirakit menjadi model apapun, yang tentunya ditujukan untuk mengasah kreativitas anak-anak.

Nyatanya tidak sesimpel itu. Koov justru lebih mirip dengan Lego Mindstorms, dirancang sebagai salah satu solusi komprehensif untuk metode pembelajaran berbasis STEM (science, technology, engineering, math). Sederhananya, Koov merupakan Lego yang bisa diprogram, menjadi salah satu medium pembelajaran coding yang menarik untuk anak-anak usia 8 tahun ke atas.

Koov

Koov datang dalam tujuh jenis blok yang berbeda dan dalam warna yang berbeda pula, disertai dengan sejumlah sensor macam accelerometer, sensor inframerah, actuator, dan lain sebagainya. Usai merakit model yang diinginkan dan menyambungkan sensor-sensornya, anak-anak bisa menggunakan aplikasi Koov di Windows, Mac atau iOS untuk memprogramnya menjadi robot yang ‘hidup’.

Mengikuti tren terkini, aplikasi coding-nya ini banyak memanfaatkan mekanisme drag-and-drop dan mudah sekali dipelajari. Sony tak lupa menyertakan konten dengan durasi lebih dari 30 jam untuk memperkenalkan anak-anak pada dunia coding.

Koov

Elemen sosial rupanya juga menjadi bagian penting dari Koov. Di sini anak-anak akan diajak untuk saling berbagi dengan codercoder muda lainnya, saling bertukar ‘resep’ robot dan secara tak langsung membiasakan diri dalam proses kolaborasi.

Uniknya, untuk sekarang Sony sedang memasarkan Koov melalui platform crowdfunding Indiegogo. Tujuannya adalah untuk menerima masukan dari para early adopter terlebih dulu sebelum merilisnya dalam skala besar. Buat yang tertarik, starter kit-nya bisa didapat dengan harga paling murah $287.

Sumber: Engadget.

Swift Playgrounds Kini Bisa Digunakan untuk Memprogram Robot, Drone dan Alat Musik

Sejak diluncurkan tahun lalu, aplikasi pembelajaran coding Swift Playgrounds sudah digunakan oleh lebih dari satu juta orang, baik tua maupun muda, berdasarkan klaim Apple. Menyambut konferensi developer tahunan WWDC, Apple telah merilis update yang menarik untuk aplikasi iPad tersebut.

Dalam Swift Playgrounds versi 1.5, pengguna dapat menggunakan baris demi baris kode ciptaannya untuk memprogram berbagai perangkat, mulai dari robot, drone sampai alat musik. Pembaruan ini sejatinya memungkinkan pengguna untuk melihat bagaimana kemampuan coding-nya bisa diterapkan dalam skenario dunia nyata.

Apple tampaknya tidak mau setengah-setengah dalam menjalankan inisiatifnya. Mereka telah menggandeng sejumlah mitra yang pastinya tidak asing lagi di telinga komunitas penggemar robot, yaitu Lego, Sphero dan Parrot.

Lego Mindstorms Education EV3 / Apple
Lego Mindstorms Education EV3 / Apple

Untuk Lego, Swift Playgrounds nantinya bisa digunakan untuk memprogram beragam robot DIY yang tergabung dalam lini Lego Mindstorms, spesifiknya seri Education EV3. Jadi selain menciptakan robotnya, anak-anak (orang dewasa juga tak ada yang melarang) bisa memanfaatkan Swift Playgrounds untuk memprogram pergerakan kreasinya.

Untuk Sphero, model robot yang didukung adalah SPRK+ serta BB-8, sayangnya bukan Ultimate Lightning McQueen yang baru dirilis. Dengan aplikasi ini, anak-anak dapat mengontrol ke mana robot berwujud bola tersebut akan bergulir maupun menyesuaikan kinerja sensornya.

Parrot Mambo MiniDrone / Apple
Parrot Mambo MiniDrone / Apple

Parrot di sisi lain sudah menyiapkan tiga drone untuk diprogram menggunakan Swift Playgrounds: Mambo, Airborne dan Rolling Spider. Selain gerakan sederhana seperti lepas-landas dan mendarat, anak-anak juga bisa memprogram manuver udara yang lebih kompleks.

Perangkat lain yang kompatibel mencakup Jimu Robot MeeBot Kit keluaran UBTECH, Wonder Workshop Dash Robot dan Skoogmusic Skoog 2.0. Update versi 1.5 ini sudah bisa diunduh sekarang juga melalui App Store.

Sumber: Apple dan TechCrunch.