Looyal Tutup Pendanaan Pra-Awal Dipimpin AsiaPay Capital

Startup pengembang solusi CRM Looyal menutup pendanaan pra-awal yang dipimpin oleh AsiaPay Capital, perusahaan modal ventura asal Hong Kong. Tidak disebutkan nominal investasi yang dikucurkan.

Looyal berencana menggunakan pendanaan baru ini untuk mendorong penetrasi pasar melalui pengembangan produk baru, seperti Dynamic CRM Report dan AI-Based Superselling.

Sebagai informasi, Looyal dibentuk oleh Kevin Susanto Goly dan Supriadhi Wicaksono di 2018. Solusi yang dikembangkan Looyal berupa program loyalitas (CRM) bagi pelaku UMKM.

Pelaku usaha dapat membuat CRM yang terintegrasi dengan berbagai modul kebutuhan usaha, seperti Automated Whatsapp Broadcast, Pembayaran Digital, Inventory Management, hingga POS.

Disampaikan CEO Looyal Kevin Susanto Goly, pelaku UMKM di Indonesia sudah saatnya memahami kekuatan data bisnis apabila ingin meningkatkan skala dan mempertahankan bisnisnya di tengah kompetisi yang dinilai semakin dinamis.

“Kami ingin UMKM paham betul kekuatan data bisnis. Mau skalanya kecil atau besar, kalau UMKM rajin membuat data pelanggan dan mengeksekusi promosi berdasarkan data, pasti pertumbuhan yang didapat juga sustainable. Kami menghadirkan sesuatu yang terkesan rumit dan mahal menjadi sesuatu yang mudah dipahami dan dapat dijangkau,” tutur Kevin dalam keterangan resmi.

Solusi CRM

CRM memiliki peran untuk membantu meningkatkan hubungan antara pelanggan dan perusahaan. Beberapa fungsinya adalah mengelola data dan komunikasi pelanggan, menganalisis data pelanggan, hingga menghadirkan layanan pelanggan yang lebih baik.

Selain Looyal, beberapa startup pengembang solusi CRM di Indonesia ada Qiscus dan Qontak (bagian dari grup Mekari). Qiscus mengintegrasikan solusi CRM ke berbagai platform pesan dalam satu dasbor, sedangkan solusi Qontak membidik pasar UKM, BUMN, hingga perusahaan di jajaran Fortune 500.

Di segmen UMKM, solusi CRM dinilai dapat membantu pelaku usaha yang ingin mendigitalisasi bisnisnya. Dari total 64 juta UMKM di 2022, baru sebanyak 20,7 juta yang tergabung dalam ekosistem digital. Selebihnya, masih menjalankan usaha secara konvensional.

Application Information Will Show Up Here

TARA Platform Hadirkan Aplikasi Program Loyalitas Berbasis Blockchain

Program loyalitas sudah banyak diterapkan oleh brand untuk mempertahankan retensi pengguna. Berbagai bentuk program ini pun sudah banyak dihadirkan, mulai dari sistem gamifikasi, poin, cashback, hingga voucher. Untuk memberikan pilihan baru dan berbeda dalam bentuk investasi, TARA Platform hadir memanfaatkan loyalty rewards dengan penggunaan mata uang kripto atau cryptocurrency.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO TARA Platform Isman Ramadhan Sitorus menyebutkan, layanannya secara khusus menerapkan tokenisasi kripto dengan cara mengonversikan nilai sebuah poin (cashback) dari brand atau merchant yang telah bekerja sama ke dalam token yang bernama XTRA.

“Berdasarkan hasil wawancara personal kepada 8 hingga 10 brand, kami memberikan sambutan yang baik dan positif terhadap program yang ditawarkan oleh TARA Platform. Sampai dengan saat ini sudah tercatat 20 brand besar yang akan siap dirilis ke dalam aplikasi TARA pada Januari 2022 mendatang.”

Saat ini TARA masih terus melakukan proses akuisisi merchant. Dengan memanfaatkan teknologi blockchain, mereka juga ingin memberikan pengalaman baru bagi konsumen dalam memanfaatkan loyalty rewards ketika bertransaksi di berbagai merchant.

Tidak perlu lagi membawa banyak kartu membership/loyalty jika ingin berkunjung ke mal atau kafe, ke depannya konsumen dapat mengatur transaksinya secara real-time dengan mudah hanya melalui satu aplikasi. Peluncuran aplikasi TARA Platform ini diharapkan bisa memperkaya ekosistem mata uang kripto yang semakin populer sebagai instrumen investasi di Indonesia.

“Kami berupaya agar masyarakat dapat menerima konsep ini melalui edukasi pemanfaatan benefit yang mereka dapatkan dari merchant serta menghindari edukasi yang bersifat teknis seperti ‘apa itu teknologi blockchain/ kripto’ sehingga memudahkan masyarakat untuk memahami program yang ditawarkan oleh TARA Platform,” kata Isman.

Ditambahkan olehnya investasi tidak perlu mengeluarkan uang, tapi bisa dilakukan dengan point rewards yang selama ini dikumpulkan dapat dikonversi jadi mata uang kripto. Ke depannya ada beberapa target yang masih ingin dicapai oleh perusahaan, di antaranya adalah pengembangan teknologi blockchain pada 2022. Tahun ini perusahaan juga merencanakan untuk fokus melakukan penggalangan dana melalui metode private investor.

“Kami sedang bersiap menghadapi masa di mana cryptocurrency menjadi sebuah alat tukar bukan hanya di negara kita sendiri tapi di seluruh dunia dan teknologi ini bukan hal yang dapat dihindari sehingga kita harus beradaptasi,” kata Isman.

Mengikuti aturan Bappebti

​Untuk memastikan teknologi yang diterapkan telah mengikuti aturan dari regulator, saat ini perusahaan tengah melakukan persiapan dokumen pengajuan proses validasi ke Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sebagai perusahaan yang mengembangkan blockchain dan memperdagangkan aset kripto, harus sesuai ketentuan Peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.

“Perusahaan juga telah melengkapi sejumlah dokumen salah satunya yang paling utama adalah NIB dengan KBLI #62014 (Aktivitas Pengembangan Blockchain). Selanjutnya, kami juga memproses pendaftaran TARA Platform ke dalam Asosiasi Blockchain Indonesia,” kata Isman.

Untuk membangun ekosistem yang seamless, perusahaan yang menaungi TARA Platform, yakni KDIGITAL, saat ini juga menyasar kerja sama dengan berbagai perusahaan besar untuk pengembangan jaringan melalui penjajakan kerja sama dengan LOTTE Shopping Indonesia. LOTTE mempunyai potensi pengembangan dan pengelolaan 1.700 kios kelontong dan 280 minimarket aktif di berbagai daerah. TARA Platform juga akan mulai melirik kerja sama dengan beberapa marketplace besar yang ada di Indonesia.

“Selain melakukan pengembangan baru untuk ekosistem loyalty program, TARA Platform juga menawarkan layanan penerimaan dan pengiriman kripto antar pengguna, serta layanan-layanan eksklusif lainnya bagi pengguna setia aplikasi TARA. Lebih jauh, akan banyak pengembangan fitur dan inovasi yang akan dilakukan sehingga dapat menjadi sebuah ekosistem yang berkesinambungan bagi konsumen,” ujar CTO TARA Platform Aldy Putra.

Merujuk pada laporan Kemendag RI, saat ini ada sekitar 2% atau setara dengan 6.500.000 dari total penduduk Indonesia telah bertransaksi kripto dengan total nilai Rp370 triliun dan diprediksi jumlah tersebut akan terus bertambah.

Lakukan Penyesuaian Akibat Pandemi, Platform Loyalitas GetPlus Gulirkan Fitur Baru

Salah satu upaya untuk memberikan layanan lebih kepada pelanggan adalah dengan menghadirkan rewards program. Sebagai platform yang dikembangkan untuk membantu bisnis ritel melalui program loyalitas koalisi (coalition loyalty), GetPlus mencatat saat ini menjadi waktu yang tepat bagi brand untuk melancarkan kegiatan tersebut.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO GetPlus Adrian Hoon mengungkapkan, era digital telah meningkatkan ekspektasi pelanggan, di sisi lain persaingan yang ketat juga menjadikan rewards program menjadi penting untuk menjaga loyalitas dan kepercayaan brand. Selain Adrian, co-founder GetPlus lainnya adalah Antonny Liem yang juga merupakan Partner dari GDP Venture yang juga memberikan investasi tahap awal ke GetPlus.

“Agar tetap relevan dan memenangkan loyalitas dalam ekonomi digital, brand harus memanfaatkan data konsumen untuk memberikan pengalaman pelanggan yang sangat relevan, sangat nyaman, dan dapat dipercaya. Ini akan membina hubungan yang lebih baik dengan basis pelanggan terbaik Anda,” kata Adrian.

Disinggung seperti apa pandemi mempengaruhi pertumbuhan bisnis dari GetPlus, sekitar 80% dari mitra merchant adalah ritel offline, F&B, dan bisnis travel yang sangat terpengaruh oleh penutupan sementara mal dan pergerakan terbatas. Meskipun semua proses belanja beralih ke online, namun jumlah transaksi terlihat menurun dan kebanyakan orang melakukan pembelian untuk barang yang tidak terlalu penting.

“Bisnis kami mengalami penurunan 60-70% selama tahap awal PSBB pada tahun 2020. Respons kami selanjutnya adalah dengan cepat meningkatkan teknologi Optical Character Recognition (OCR) untuk menerima tanda terima pembelian pengiriman rumah, memungkinkan pengguna kami untuk terus mendapatkan poin GetPlus saat berbelanja di rumah dan pada saat yang sama membantu meningkatkan beberapa bisnis mitra F&B kami,” kata Adrian.

GetPlus mengklaim telah mengelola tiga kali lipat kemitraan dengan merchant dan menggandakan basis keanggotaan melalui kerja sama strategis dengan 4 dari 5 operator telekomunikasi teratas dan beberapa layanan e-commerce. Masih banyak rencana yang bakal dilancarkan oleh GetPlus, salah satunya adalah ekspansi ke kota-kota besar di Indonesia. Rencana tersebut tergantung kepada besarnya permintaan dan kondisi pandemi di daerah tersebut.

Meluncurkan kanal baru

GetPlus meluncurkan kanal terbaru, memungkinkan pengguna mendapatkan poin dengan mengunggah struk pembelian. Harapannya pilihan ini bisa mempermudah lebih dari 300 ribu pengguna GetPlus menukarkan struk belanja dari supermarket dan minimarket apa pun di Jabodetabek menjadi Poin GetPlus.

“Model bisnis kami adalah membantu menghubungkan mitra merchant kami dengan konsumen (yang merupakan anggota kami) melalui program loyalitas koalisi kami. Perpanjangan ke minimarket dan supermarket memberi anggota kami jalan lain untuk mendapatkan poin GetPlus.”

Selain ritel bahan makanan, GetPlus juga memiliki CPG (consumer package goods) dalam kemitraan brand dengan untuk memberi penghargaan kepada pelanggan yang membeli produk mereka. Cara ini memungkinkan anggota untuk mendapatkan poin GetPlus dari ritel dan brand CPG secara bersamaan-penghasilan berlipat ganda dalam satu perjalanan belanja.

“Melalui brand CPG, kami menyadari pentingnya melibatkan pelanggan mereka secara langsung. Karena konsumen telah mengubah perilaku belanja mereka, model periklanan dan pemasaran tradisional tidak efektif seperti sebelumnya. Dengan memanfaatkan platform loyalitas koalisi GetPlus, brand CPG dapat memiliki ‘permulaan yang cepat’ tanpa investasi teknologi pemasaran, untuk mempromosikan langsung kepada konsumen dan memberi penghargaan atas pembelian mereka,” kata Adrian.

Application Information Will Show Up Here

User Loyalty Program: Between Loyalty and Temptation

When opening the GoPoints feature in Gojek’s app, You’ll no longer find spinner gamification with points that used to be popular. All transactions on Gojek platform will no longer gain points since last January. The remaining points can still be redeemed until 30 June 2020. Gojek is said to develop GoPoints with a different approach.

GoPoints, similar to Ovo Points, TokoPoints, or Shopee Coins. These programs were originally designed to maintain user loyalty, but in the long run, creates comparison variables that influence purchase decisions rather than price.

I tried to talk with several users of digital applications, millennials, and actually care for these points. Some are looking for more benefits such as discounts, some tend to love these points to be used for other things – balance top-up for example.

July Andrian uses and benefits from some loyalty program, such as GoPoint, GrabRewards, Ovo Points, TokoPoint, Shopee Coins, Ponta, and I-Pocket. Everything is collected in order to get other benefits.

“[User loyalty program] This is an advantage for me. Getting some feedback on our loyalty / the amount of money we spend. Therefore, we believe to gain more profit from the purchases we make,” Juli explained.

This opinion is also admitted by others. Including the existence of various points obtained, they become more selective of an item/merchant/service.

“Always, because [I am] very frugal and avoid many losses,” Galuh Intan added.

“[I am] very considering. Whenever I want to buy something, I’ll check which offers the biggest cashback,” Prilita Kamalia said.

Loyal to the points, cashback, and discounts

Indonesians are mostly price-sensitive people. The program should be an answer to loyalty, but vice versa. Most of the users now expecting “bonus” from every transaction they’ve made. Eventually, the brand constantly offers something to gain users.

This is not a very good deal for the sustainability of service/brand/trader. For those which offer no extra benefits for certain users. The benefits become an addictive habit that cannot be avoided to gain users. Being mistaken to implement a loyalty program.

GetPlus, a loyalty service provider program, agreed on this phenomenon. Everyone likes discounts/cashback/rewards/points. However, they still believe people who devoted or loyal to certain brands and traders are exist.

“Consumers [who like certain brands] value recognition, to get loyalty rewards from their purchases and enjoy the shopping experience through the offline store. This is the value proposition of the loyalty program, which is a well-designed program that will be as attractive as a discount offer,” GetPlus’ Co-Founder & COO, Adrian Hoon told DailySocial.

Andrian also explained that Indonesia currently has many loyalty programs by brands or merchants, however, some are not well designed in terms of technology, process, resources, marketing, and other investments. The management is not good enough, followed by poor user experience with a negative impact on the business.

Meanwhile, Co-founder & CEO Member.id Marianne Rumantir said, getting loyal customers is not only from the user loyalty program but through the company’s products and services.

She explained, there are such things as transactional loyalty and emotional loyalty. Transactional loyalty usually exists when a brand provides discounts or offer cheap prices, whereas emotional loyalty is a condition where customers remain loyal to a certain brand even though the price is increasing. It is because customers have trusted the brand, in terms of products and services.

“In terms of discount and cashback programs, this should be considered as an acquisition program, not for a retention program. Regular discounts and cashback usually [and should be] offered to get as many members/users as possible at first attempt, but there is a next customer journey where the loyalty program should be able to provide other benefits to reward its customers beyond discount/cashback. Here [we] offer the loyalty program as a retention program,” Marianne explained.

some loyalty program by platforms in Indonesia
some loyalty program by platforms in Indonesia

How should the loyalty program works

The user loyalty program is a long-term investment program that is related to good relationships between services or brands with users. In the system, besides being able to grow users, this program can be used to capture feedback, view demographics, and track user habits. This program should play an important role in the journey of business growth.

Marianne stated several challenges related to the loyalty programs in Indonesia. Two of them are less comprehensive program socialization and some user loyalty programs without a clear customer journey.

“The best loyalty program is the one with well-designed customer journey. If I were to describe, there are 4 phases, Aspiration, Earnings, Benefits, Rewards. Each phase has elements that must be designed and executed well depending on the brand of each industry,” Marianne said.

The point is, Marianne said, in order for user loyalty program to work well, it must be followed by the on-demand products, competitive price to the market, and well-developed service.

“Loyalty programs should run to complement products and improve existing services, therefore, they can provide consumer appreciation as well as helping brands to understand consumers thoroughly,” Marriane added.

loyalty

Redefining loyalty program

The most noticeable impact of the user’s selective habits on prices and points occurs in the SME business. At first, they intend to provide appreciation and experience for loyal customers but changed the habits of users instead. They become addicted.

Redefining user loyalty programs must be done to prevent misinterpretation. Marriane and Andrian said the key is in the well-designed loyalty program. Not only providing points and cashback, but also a clear system.

A well-designed loyalty program, as for Marriane, is user loyalty programs designed in stages and have their respective phases. Marriane calls it a customer journey or simply a user loyalty initiative built with full consideration of the whole experience.

Each stage is adjusted with its own role in the user relation. It manages time for points, cashback, and other forms of appreciation. The gamification model can also be an alternative, for example for customers who already have certain points.

Adrian took one good example of user loyalty programs in Indonesia. He explained a well-known restaurant group in Indonesia with a well-designed user loyalty program.

“The program they run is designed in such ways as to recognize consumers after making a reservation, reward points earned after making transactions without having to show membership ID, rewards offered based on transaction history, and other restaurant preferences. In addition, there are also occasional rewards. Well, such programs have an influence on brand preference, retention, meanwhile to increase spending driven by extraordinary experience to achieve challenges, bonus rewards, and others,” Adrian said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Program Loyalitas: Antara Kesetiaan dan Rayuan Poin

Ketika membuka GoPoints di aplikasi Gojek hari ini, Anda tak lagi menemukan gamifikasi berupa permainan spinner dengan poin yang sempat populer beberapa waktu lalu. Seluruh transaksi Gojek juga sudah tak lagi mendapat poin mulai akhir Januari lalu. Pengguna yang memiliki poin masih bisa menukarkan poinnya hingga 30 Juni 2020. Gojek dikabarkan ingin mengembangkan GoPoints dengan pendekatan berbeda.

GoPoints serupa dengan Ovo Points, TokoPoints, atau Koin Shopee. Program-program ini awalnya dirancang untuk menjaga loyalitas pengguna, tapi pada akhirnya menjadi salah satu variabel pembanding yang menentukan keputusan pembelian selain harga.

Saya mencoba berbincang dengan beberapa pengguna aplikasi digital, semuanya milenial, dan mereka sepakat bahwa mereka sangat mencintai poin-poin ini. Ada yang cinta karena mereka bisa mendapat keuntungan lebih berupa potongan harga, ada pula yang cinta karena poin ini bisa digunakan untuk hal lain–beli pulsa misalnya.

Juli Andrian menggunakan dan memanfaatkan poin dari banyak layanan, seperti GoPoint, GrabRewards, Ovo Point, TokoPoint, Koin Shopee, Ponta, dan I-Saku. Semuanya dikumpulkan sehingga bisa mendapatkan keuntungan lain.

“[Program loyalitas pengguna] Ini menjadi keuntungan buat saya. Dapat timbal balik dari loyalitas kita/banyaknya uang yang kita belanjakan. Jadi merasa dapat keuntungan lebih dari pembelian yang kita lakukan,” terang Juli.

Pendapat Juli ini diamini yang lain. Termasuk dengan adanya berbagai macam poin yang didapat mereka jadi lebih pemilih terhadap sebuah barang/merchant/layanan.

“Selalu, soalnya [saya] anaknya hemat dan ga mau rugi banget,” jelas Galuh Intan.

“[Kalau saya] sangat mempertimbangkan. Bahkan kalau aku mau beli sesuatu cek-cek dulu mana yang cashback paling gede,” timpal Prilita Kamalia.

Lebih setia pada poin, cashback, dan diskon

Masyarakat Indonesia masih sangat sensitif terhadap harga. Kehadiran program loyalitas pengguna seharusnya menjadi jawaban untuk sebuah kesetiaan, tapi justru sebaliknya. Banyak dari pengguna kini juga mempertimbangkan “bonus” dari setiap transaksi yang mereka lakukan. Efeknya, brand harus terus “menawarkan” sesuatu untuk tetap mendapatkan pengguna.

Kondisi ini tidak baik bagi keberlangsungan sebuah layanan/brand/merchant. Mereka yang tak lagi menawarkan benefit bakal keluar dari kelompok pilihan pengguna. Memberikan benefit menjadi sebuah ketergantungan yang tak bisa dihindarkan untuk bisa mendapat pengguna. Menjadi salah kaprah bagi implementasi program loyalitas.

GetPlus, sebuah penyedia layanan program loyalitas, tidak menampik fenomena ini. Mereka percaya bahwa semua konsumen menyukai diskon/cashback/rewards/poin yang diberikan secara gratis. Namun mereka masih percaya bahwa masih ada konsumen yang menyukai atau setia pada beberapa brand dan merchant tertentu.

“Konsumen [yang menyukai beberapa brand tertentu] ini menghargai recognition, bisa memperoleh loyalty rewards dari pembelanjaan mereka dan menikmati pengalaman berbelanja melalui offline store. Hal inilah yang merupakan value proposition dari loyalty program, yaitu sebuah program yang didesain dengan baik dan akan sama menarik layaknya penawaran diskon,” terang Co-Founder & COO GetPlus Adrian Hoon kepada DailySocial.

Adrian juga menjelaskan, saat ini di Indonesia banyak program loyalitas yang diterapkan oleh brand atau merchant, namun sayangnya banyak di antaranya tidak well designed dari segi investasi teknologi, proses, sumber daya, marketing, dan lainnya. Pengelolaannya juga kurang baik sehingga membuat pengalaman pengguna tidak baik dan berdampak negatif pada bisnis.

Sementara itu Co-founder & CEO Member.id Marianne Rumantir menilai, mendapatkan pelanggan yang loyal tak diperoleh dari program loyalitas pengguna, tetapi dari produk dan layanan perusahaan itu sendiri.

Ia menjelaskan, saat ini ada yang namanya transactional loyalty dan emotional loyalty. Transactional loyalty biasanya ada pada saat brand sedang ada diskon atau murah, sedangkan emotional loyalty adalah kondisi di mana pelanggan tetap loyal kepada brand tertentu meskipun harganya naik. Alasannya karena pelangan sudah percaya ke brand itu, dari segi produk dan layanan.

“Untuk program diskon dan cashback misalnya, ini seharusnya dianggap sebagai program akuisisi bukan untuk program retensi. Diskon dan cashback biasa [dan seharusnya] ditawarkan untuk mendapatkan member/user sebanyak-banyaknya di awal, namun setelah itu ada customer journey selanjutnya di mana seharusnya loyalty program bisa menyediakan benefit-benefit lain untuk menghargai konsumennya di luar diskon/cashback. Di sini loyalty program digunakan sebagai retention program,” jelas Marianne.

Beberapa platform dan program loyalitas pengguna
Beberapa platform dan program loyalitas pengguna

Bagaimana seharusnya program loyalitas bekerja

Program loyalitas pengguna merupakan program investasi jangka panjang yang berkaitan dengan hubungan baik layanan atau brand dengan pengguna. Di dalam sistemnya, selain bisa menumbuhkan pengguna, program ini bisa digunakan untuk menangkap feedback, melihat gambaran demografi, dan melacak minat pengguna. Seharusnya program ini mengambil peranan penting dalam perjalanan pertumbuhan bisnis.

Marianne berpendapat, ada beberapa tantangan terkait dengan program loyalitas pengguna yang ada di Indonesia saat ini. Dua di antaranya adalah sosialisasi soal program yang kurang menyeluruh dan banyaknya program loyalitas pengguna yang tidak memiliki customer journey yang jelas.

The best loyalty program is the one that has a well-designed customer journey. Customer journey ini kalo saya gambarkan ada 4 phase, Aspiration. Earning, Benefit, Rewards. Di masing-masing phase ada unsur-unsur yang harus dirancang dan dieksekusi dengan baik tergantung brand dari industri masing-masing,” ujar Marianne.

Pada intinya, menurut Marianne, untuk bekerja dengan baik program loyalitas pengguna harus diikuti dengan produk yang dibutuhkan, harga yang sesuai pasar, dan tingkat layanan.

Loyalty program lalu dijalankan untuk membantu melengkapi produk dan meningkatkan servis yang sudah ada sehingga dapat membantu menyediakan apresiasi kepada konsumen begitu juga membantu brand untuk mengerti konsumen nya lebih dalam,” imbuh Marriane.

Platform penyedia program loyalitas pengguna

Mendefinisikan ulang program loyalitas

Dampak paling kentara dari kebiasaan pengguna yang lebih selektif terhadap harga dan poin terjadi di bisnis UKM. Awalnya berniat memberikan penghargaan dan pengalaman bagi pelanggan setia mereka, tetapi malah mengubah kebiasaan penggunanya. Mereka menjadi ketergantungan.

Mendefinisikan ulang program loyalitas pengguna harus dilakukan untuk mencegah penyalahartiannya. Marriane dan Adrian menyebut kuncinya ada pada well-designed loyalty program. Tidak asal poin dan cashback, tetapi juga memiliki sistem yang jelas.

Well-designed loyalty program, menurut penjelasan Marriane, merupakan program loyalitas pengguna yang dirancang dengan bertahap dan memiliki fase masing-masing. Marriane menyebutnya sebagai customer journey atau secara sederhana sebuah inisiatif loyalitas pengguna yang dibangun dengan memperhatikan perjalanan pengalaman penggunaan.

Setiap tahap disesuaikan dan memiliki peran masing-masing dalam hubungan dengan pengguna. Seperti kapan harus memberikan poin, kapan harus memberikan cashback, dan bentuk penghargaan lainnya. Model gamifikasi juga bisa jadi alternatif, misalnya untuk pelanggan yang sudah memiliki poin tertentu.

Adrian turut mencontohan program loyalitas pengguna yang menurutnya bagus di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa ada salah satu grup restoran ternama di Indonesia yang sudah menerapkan program loyalitas pengguna dengan baik.

“Program yang mereka jalankan dirancang sedemikian rupa untuk mengenali consumer setelah melakukan reservasi, reward points didapatkan setelah bertransaksi tanpa harus menunjukkan membership ID, rewards bonus ditawarkan berdasarkan riwayat transaksi, dan preferensi restaurant lainnya. Selain itu, terdapat juga occasional surprise rewards. Nah, program seperti inilah yang memengaruhi preferensi terhadap brand, retention, sekaligus menambah pengeluaran yang didorong oleh experience yang luar biasa untuk mencapai tantangan, rewards bonus, dan lain-lain,” terang Adrian.

Advocado Ingin Bantu UKM Tingkatkan Pendapatan Melalui Program Loyalitas Pelanggan

Masih rendahnya pemahaman kalangan UKM tentang program loyalitas pelanggan menjadi salah satu alasan mengapa Advocado didirikan. Terlebih lagi, saat ini sudah banyak UKM di Indonesia yang sudah memanfaatkan teknologi, namun sayangnya belum banyak yang memanfaatkan layanan berbasis data dan program loyalitas tadi.

Kepada DailySocial, Bussiness Development Manager Advocado Indonesia Su Aidi mengungkapkan, kebanyakan program loyalitas yang hadir di Indonesia saat ini hanya sebatas sistem berbasis poin dan umumnya memerlukan software bertarif mahal untuk ukuran UKM. Advocado hadir sebagai software sekaligus konsultan bisnis untuk UKM dalam memahami bagaimana kampanye marketing dijalankan, memanfaatkan fitur loyalitas pelanggan.

Harapannya, dengan penerapan sistem loyalitas bisa meningkatkan omzet dan mendatangkan pelanggan baru yang lebih banyak dalam kurun waktu tiga hingga enam bulan. Sebelumnya Advocado telah terlebih dulu singgah di pasar Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Hongkong.

“Advocado didirikan untuk membantu sektor UKM meningkatkan omzet dan mengefisiensikan upaya pemasaran dengan mengenal lebih dekat pelanggan mereka melalui software CRM.”

Menambah jumlah UKM

Tim Advocado disebutkan bisa memberikan konsultasi kepada pelaku usaha dari pain point yang ada melalui strategi campaign yang ada di dalam software hingga membantu meregistrasikan UKM di software Advocado. Mereka dapat hadir dan melakukan on boarding dari UKM manapun di luar Jakarta, dengan hanya cukup menghubungi melalui WhatApp. UKM juga dapat menyediakan perangkat gadget tersendiri untuk pengoperasiannya di meja kasir hingga mengatur campaign marketing yang ada di dalam software.

Selain itu, mereka juga menawarkan fitur campaign yang berguna untuk menjaring pelanggan baru maupun meningkatkan resistensi pelanggan yang ada.

Saat ini Advocado telah memiliki sekitar 1000 lebih UKM terdaftar di Singapura, dengan jumlah pengguna sekitar 600 ribu orang. Di Indonesia sendiri sejak diluncurkan bulan Juli 2019, Advocado menargetkan bisa merangkul sekitar 1200 lebih UKM dalam waktu satu tahun ke depan.

“Kami optimis dapat membantu 1200 UKM dalam meningkatkan layanan mereka kepada pelanggan sekaligus membantu mereka meningkatkan pendapatan usaha. Dalam waktu dekat kami belum mengarah kepada fundraising, kami ingin fokus dengan sumber daya yang ada untuk mengeksekusi program Advocado dan berkolaborasi sebaik mungkin dengan UKM di Indonesia,” tutup Aidi.

Induk PayPro Luncurkan Unit Bisnis Layanan Loyalitas PoinPro

Digiasia Bios, induk usaha PayPro, merilis unit bisnis terbaru yang bergerak di layanan loyalitas, PoinPro. Layanan ini nantinya akan menghubungkan semua ekosistem yang dimiliki oleh Digiasia Bios beserta afiliasinya, termasuk PayPro, KasPro, KreditPro, RemitPro, dan lainnya.

“Program loyalitas ini dibuat sebagai kesatuan dari strategi marketing, acquisition, pricing, dan retention. Melalui ini, Digiasia memiliki tools yang tangkas untuk mempengaruhi pasar di luar variabel standar, seperti iklan, harga, outlet, dan sebagainya,” ucap CEO Digiasia Hermansjah Haryono kepada DailySocial.

Dia melanjutkan, model bisnis PoinPro adalah revenue sharing dengan unit bisnis lainnya. Setiap revenue dari tiap unit bisnis akan memiliki porsi masing-masing yang akan dibagikan ke PoinPro untuk didistribusikan ke pengguna melalui PoinPro. Semakin besar poin yang berhasil dikumpulkan, pengguna akan mendapat manfaat yang lebih besar.

Transaksi yang bernilai kecil pun tetap mendapatkan poin, sehingga tidak hanya dirasakan oleh pengguna yang bertransaksi bernilai tinggi atau pandangan ekstrem lainnya yang menyebut sekadar untung-untungan.

Untuk debut awalnya, sambung Hermansjah, PoinPro memulainya dengan program scan and win berbentuk gamification. Menantang pengguna mencari toko-toko yang memiliki sticker QR Code dan mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya. Langkah tersebut sekalian mengedukasi masyarakat soal kegunaan QR Code. Ada sejumlah hadiah untuk pengguna yang berhasil mengumpulkan poin terbanyak.

“Semakin engage dengan kami, semakin tinggi rewards-nya. Ini sekalian menghapus anggapan bahwa point reward itu hanya menguntungkan bagi orang yang transaksinya tinggi.”

Setidaknya ada lebih dari 10 ribu merchant PoinPro yang tersebar di Jakarta, Bandung, Malang, Yogyakarta, Bali, dan sejumlah kota besar lainnya.

Target bisnis

Menurut Hermansjah, ambisi terbesar dari program loyalitas adalah bagaimana mendorong masyarakat agar terbiasa dengan layanan cashless dan fintech sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Bukan soal menghadapi perusahaan yang bergerak di industri yang sama.

“Oleh karena itu target jangka pendek dan menengah adalah sosialisasi program ini sebagai satu kesatuan dari overall strategi perusahaan. Pada akhirnya pengguna aware dan enjoy dengan PoinPro.”

Application Information Will Show Up Here

Program Loyalitas Go-Points Siapkan Strategi Baru Jelang Dua Tahun Beroperasi

Go-Points, program loyalitas dari Go-Jek, mengumumkan bakal meningkatkan sejumlah fitur baru jelang memasuki usia kedua untuk mendongkrak pengguna agar tetap menggunakan layanan Go-Jek. Terhitung saat ini Go-Points telah berusia 1,5 tahun sejak pertama kali diperkenalkan pada Februari 2017.

VP Go-Points Michael Perera tidak begitu mendetailkan fitur apa saja yang ia maksud. Dia hanya memastikan enam bulan dari sekarang, atau kuartal pertama tahun depan, akan ada perubahan yang signifikan dalam Go-Points.

“Dalam enam bulan ke depan, atau lebih tepatnya di kuartal pertama tahun depan, akan ada peningkatan fitur dari Go-Points yang signifikan. Diharapkan bisa dorong loyalitas pengguna,” terangnya, Rabu (19/9).

Tak hanya segi fitur yang bakal diunggulkan. Pihaknya juga akan terus menambah jumlah merchant yang bergabung. Semakin banyak merchant, pengguna Go-Jek bakal diuntungkan karena bisa menikmati tambahan layanan. Merchant pun merasa diuntungkan karena memperoleh pengguna baru yang berkualitas, benar-benar memakai layanannya.

“Konsumen kami ada dua, pengguna Go-Jek dan merchant. Kami ingin pastikan setiap merchant yang bergabung itu tidak hanya bisa meningkatkan traffic, kami mau pastikan reward yang diberikan ke pengguna itu benar-benar butuh dan relevan dengan mereka.”

Pasalnya, tidak semua pengguna memiliki kesamaan kebutuhan sehingga setiap menawarkan suatu rewards baru harus selalu berdasarkan perilaku masing-masing agar tepat sasaran. Go-Points memiliki teknologi yang mampu menganalisa hal apa yang diminati konsumen.

Perjalanan Go-Points

Dalam perjalanannya, Go-Points diklaim telah bermitra dengan lebih dari 1.000 merchant dan menyediakan lebih dari 2 ribu rewards. Namun lagi-lagi, Michael enggan membeberkan lebih detail dampak kehadiran Go-Points terhadap loyalitas pengguna, misalnya apakah mendorong peningkatan transaksi.

“Kami mengutip dari hasil riset yang dilakukan suatu lembaga. Dikatakan sebanyak 72% pengguna menggunakan suatu transaksi karena ada loyalitas yang ditawarkan. Itu sangat terefleksikan dalam bisnis Go-Jek.”

Dia membeberkan sudah lebih dari 600 juta token telah dimainkan oleh pengguna Go-Jek selama 1,5 tahun dihadirkan. Dari total rewards yang ditawarkan Go-Points, sekitar 40% di antaranya dipakai untuk ditukar dengan voucher F&B. Segmen lainnya adalah voucher dari e-commerce dan OTA.

Sebagai gambaran, sebanyak 68 ribu pengguna menukarkan poinnya untuk layanan kecantikan. Lebih dari 1 juta pengguna menggunakan layanan Go-Ride secara gratis, ada lebih dari 10 ribu voucher F&B digunakan untuk kuliner selama 2018.

Menurutnya, Go-Points memiliki pendekatan yang berbeda dibandingkan program loyalitas lainnya. Lantaran pengguna bisa memanfaatkan berbagai keuntungan yang ditawarkan hanya dengan menukarkan poin dengan jumlah rendah.

“Tahun ini kita meningkat benar-benar sangat drastis, bisa lebih dari 3 kali lipat. Ini terjadi karena awalnya Go-Points hadir untuk pengguna Go-Pay saja. Tapi awal 2018 akhirnya dibuka untuk pengguna yang bayar tunai. Tentunya membuka peluang semua orang bisa dapat poin.”

Program undian Go-Lucky yang kini rutin diadakan Go-Points menjadi salah satu cara untuk memberikan apresiasi kepada pengguna Go-Jek. Sejak program ini diadakan pada akhir tahun lalu, telah menjaring lebih dari 2 juta orang untuk menukarkan poinnya dengan berbagai tawaran promo.

Application Information Will Show Up Here

Raih Pendanaan Pra-Seri A, Member.id Siapkan “Loyalty Wallet” Berbasis Blockchain di Awal 2019

Member.id mengumumkan perolehan dana Pra-Seri A dengan jumlah yang tak bisa disebutkan. Dalam keterangan resminya, perolehan pendanaan ini dipimpin oleh East Ventures, diikuti Ace Capital, dan beberapa angel investor yang tak bisa disebutkan namanya.

Sesuai komitmennya, dana tersebut akan digunakan untuk mengakselerasi pengembangan produk baru dalam meningkatkan pengalaman pelanggan dan membuka peluang bisnis lebih banyak di industri loyalitas Indonesia.

Chief Strategy Officer Member.id Robert Tedja mengatakan, kehadiran big data, machine learning, dan data science kini berpotensi besar dalam menciptakan nilai lebih bagi bisnis dan konsumen melalui program loyalitas kuat.

“Apalagi kemunculan blockchain telah membuka peluang besar dalam mengintegrasi lanskap loyalitas dan menekan inefisiensi pada sistem loyalitas yang sudah ada,” ujar Robert.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, hanya sedikit perusahaan di Indonesia yang investasinya efektif untuk mengetahui preferensi konsumen perilaku. Hal ini juga yang membuat loyalitas konsumen hanya sebatas mitos di Indonesia.

“Kami yakin Member.id telah memikirkan pendekatan yang tepat untuk membantu brand mengonstruksi dan mengeksekusi strategi loyalitas yang efektif untuk keuntungan yang lebih optimum bagi perusahaan dan individual,” tuturnya.

Sesuai rencana, Member.id akan melebarkan sayap bisnisnya ke Business-to-Consumer (B2C) dengan meluncurkan produk e-wallet berbasis blockchain.

Bukan sekadar e-wallet, Co-Founder dan CEO Member.id Marianne Rumantir kepada DailySocial mengungkapkan produk ini akan berfungsi sebagai dompet pengoleksi poin loyalitas yang dikumpulkan pelanggan. Poin-poin tersebut bahkan bisa menjadi “currency” karena dapat langsung ditukarkan.

”Pengguna bisa redeem dan track poin yang mereka kumpulkan dari semua transaksi, mau itu poin dari airline, e-commerce, atau travel. Mereka juga bisa transfer atau convert poin loyalitas dari merchant berbeda,” ujar Marianne.

Menurut Marianne, saat ini Indonesia masih minim informasi mengenai cara mengecek hingga menukarkan poin. Ia menilai saat ini belum ada aplikasi semacam itu di Indonesia. Ia mengklaim produk ini akan menjadi “loyalty wallet” pertama di Asia Tenggara.

Menariknya, wallet ini akan menggunakan teknologi blockchain untuk mendukung proses verifikasi dan restore informasi saat pengguna melakukan transfer atau convert poin ke merchant lain. Teknologi ini dipilih karena efisien dan dapat menekan potensi manipulasi poin pelanggan.

”Misal saya mau transfer poin dari Garuda ke Citibank, it may take five days. Verifikasinya jadi lama. Prosesnya lama karena bank itu tidak saling terkoneksi host-to-host-nya. Dengan blockchain, proses bisa lebih real time dan lebih aman,” jelasnya.

Model bisnisnya adalah setiap transaksi akan dikenakan fee. Sementara itu, pihaknya kini masih melakukan pengembangan produk. Ia menargetkan wallet ini tersedia secara komersial pada awal 2019.

Saat ini portfolio layanan Member.id masih bersifat Business-to-Business (B2B). Member.id membuat (design), mengembangkan (build), dan mengelola (operate) program loyalitas dari perusahaan klien.

Berbagai perusahaan yang ditangani Member.id juga bervariasi, mulai dari perusahaan berskala menengah hingga besar dengan perjanjian jangka panjang 3-5 tahun. Hingga saat ini, total transaksi Member.id kini telah mencapai lebih dari 45 juta poin.

“Sekarang kami juga banyak menarik [klien] dari small medium enterprise karena mereka menganggap loyalitas konsumen itu penting untuk semua ukuran bisnis. Dan ini bisa diraih dengan memiliki program loyalitas yang tepat,” tambah Marianne.

Luncurkan situs edukasi program loyalitas

Lebih lanjut, Marianne mengungkap bahwa tantangan terbesar dalam menjalankan bisnis ini ada pada edukasi pasar. Menurutnya, saat ini masyarakat Indonesia banyak yang belum mengetahui atau memahami keuntungan dan cara kerja program loyalitas pelanggan.

“Solusi dari kami adalah membantu menciptakan sarana dan sumber untuk mengedukasi masyarakat. Maka itu, kami meluncurkan website yang kami sebut bakal menjadi Indonesia’s first points-hacking source,” tuturnya.

Siapa saja dapat berkontribusi untuk menulis di situs tersebut. Tak hanya menulis tips mendapatkan poin, mereka juga dapat menyediakan tips tunggal dari setiap merchant, seperti penerbit kartu kredit dan perbankan di Indonesia.

Dengan kata lain, situs ini akan menjadi situs pertama di Indonesia yang menyediakan beragam informasi lengkap mengenai cara mendapatkan, mengumpulkan, dan menukarkan poin dari berbagai merchant, mulai dari perbankan, penerbangan, e-commerce, hingga penyedia jasa perjalanan.

“Di internet, belum ada (situs) yang menyediakan informasi lengkap seperti ini. Biasanya untuk cari tahu, pelanggan harus telepon ke customer service. Jadi lama dan tidak efisien,” kata Marianne.

Hingga kini, Member.id telah mengelola program loyalitas sejumlah perusahaan, termasuk di antaranya Ismaya Group, Djarum Group, Garuda Indonesia, The Union Group, Syah Establishment, Hotel Monopoli, hingga Artotel Group.

“Digital Voucher” Becomes Gilkor Innovation to Support Customer’s Loyalty

In an attempt to indulge the retail consumers, Gilkor creates an innovation using the Digital Voucher system. It’ll be in one integrated dashboard and aimed to accommodate the voucher’s management.

Sinartrus Sosrodjojo, Gilkor’s CEO, said that the loyalty program was previously issued as physical voucher or coupon to be redeemed through some steps. Now the Digital Voucher system will help simplify it, for both consumers and retails.

“Consumers no longer have to bring the loyalty program’s physical card and go to customer service, because they can now exchange points into a voucher using a mobile app developed by Gilkor. The transaction process in tenants wouldn’t be difficult, consumers only have to do a barcode scan mechanism. For the retails, this solution intends to help mall management to improve customer loyalty and increase visitors by monitoring what customers want and how to properly interact, based on data,” he explained.

The Digital Voucher system will be integrated with ELYS (Engagement & Loyalty Solutions), a system capable of capturing member’s spending data with point collection & redeem feature. It can be integrated to produce graphics and report for the benefit of management analysis.

As the mall, besides saving costs in printing and labor cost, the Digital Voucher system also helps in targeting users. Including to help with tracking and analysis.

Since May 2018, the Digital Voucher system by Gilkor has been implemented in one of the retail developers of Agung Sedayu Retail Indonesia. It is said to be Gilkor’s commitment to increase mall and retail productivity.

“As a technology company, we always listen to our partner’s aspirations and demands for us to continue with innovations in providing the best. We expect, with the Digital Voucher [system], we can help retail entrepreneurs to increase customer loyalty by providing the best shopping experience for consumers,” Sosrodjojo said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian