Renault Pamerkan Konsep Mobil Elektrik Megane eVision, Siap Diproduksi Tahun Depan

Renault kembali memperkenalkan sebuah mobil konsep yang cukup menarik bernama Megane eVision. Menarik karena ia pada dasarnya merupakan gambaran dari masa depan seluruh lini mobil elektrik yang tergabung dalam aliansi Renault-Nissan-Mitsubishi.

Sepintas, mobil ini tampak begitu futuristis, dengan sejumlah inspirasi desain yang diambil dari konsep Renault Morphoz, serta mobil listrik terbaru Nissan, Ariya. Meski demikian, Renault memastikan bahwa fisik versi konsepnya ini 95 persen sama seperti versi produksinya nanti, yang dijadwalkan hadir pada akhir 2021.

Secara teknis, Megane eVision dibangun di atas platform Common Module Family-Electric Vehicle (CMF-EV) yang sama seperti Nissan Ariya. Wujudnya sepintas kelihatan seperti SUV, tapi Renault bilang ukurannya lebih menyerupai sebuah compact crossover. Perkara dimensi ini penting mengingat Megane sendiri adalah lini hatchback yang sudah berusia dua dekade lebih.

Kecil di luar, lapang di dalam, kira-kira seperti itu motto yang dipegang oleh Megane eVision, dan itu dicapai lewat dua hal. Yang pertama adalah wheelbase yang cukup panjang, persisnya sepanjang 2,7 meter. Kedua, lantai kabinnya sangat rendah berkat modul baterai yang tebalnya tidak lebih dari 11 cm.

Sayang sejauh ini Renault belum membeberkan foto interiornya, sehingga agak sulit mendapat gambaran terkait seberapa lega kabin Megane eVision jika dibandingkan dengan hatchback pada umumnya. Seandainya mobil ini benar-benar satu DNA seperti Nissan Ariya, semestinya kabinnya akan terkesan seperti lounge dengan tampilan yang minimalis dan sejumlah bagian yang modular.

Lalu untuk baterainya sendiri, meskipun tipis, kapasitasnya ternyata masih cukup lumayan di angka 60 kWh, serta kompatibel dengan teknologi fast charging dengan daya maksimum 130 kW. Jarak tempuhnya sendiri diprediksi mencapai 450 km per charge, tapi kemungkinan besar versi produksinya nanti bakal hadir dalam beberapa varian kapasitas baterai.

Baterai tersebut memasok tenaga untuk motor elektrik bertenaga 215 hp, dengan klaim torsi sebesar 300 Nm dan akselerasi 0-100 km/jam dalam waktu 8 detik. Kalau melihat segmentasinya, Renault Megane eVision pada dasarnya bakal bersaing langsung dengan VW ID.3.

Sumber: Engadget dan Renault.

Mobil Konsep Renault Morphoz Bisa Memanjang untuk Menampung Baterai Ekstra Saat Dibutuhkan

Sasis mobil elektrik pada umumnya berbentuk seperti sebuah skateboard, dengan sederet modul baterai yang tertanam di tengah-tengahnya, di antara roda depan dan belakang. Semakin panjang sasisnya, semakin besar pula kapasitas baterai suatu mobil elektrik.

Namun tidak semua orang mau memiliki mobil yang kelewat panjang, bukan? Di perjalanan jauh boleh saja, tapi di dalam kota pasti akan terasa menyusahkan. Solusinya, kalau menurut Renault, adalah sasis yang bisa memanjang ketika dibutuhkan, sehingga bisa dipasangi baterai ekstra.

Ide gila ini mereka persembahkan lewat sebuah konsep bernama Renault Morphoz. Ibarat Transformers, Morphoz dapat berubah bentuk, meski jauh dari kata ekstrem – sasisnya bisa memanjang, diikuti oleh bagian pilar A-nya. Dalam posisi ini, sasisnya punya ruang ekstra sepanjang 20 cm untuk dijejali baterai tambahan berdaya 50 kWh, dan proses pemasangannya hanya memerlukan waktu beberapa detik di charging station khusus yang sudah disiapkan.

Secara total, Morphoz punya kapasitas baterai sebesar 90 kWh ketika dalam posisi memanjang ini – mode “Travel” kalau kata Renault – dan itu cukup untuk membawanya menempuh jarak 700 km. Sebaliknya, dalam posisi aslinya – mode “City” – Morphoz hanya mengemas baterai 40 kWh, dan cuma bisa menempuh jarak 400 km.

Selain ruang ekstra untuk baterai, mode Travel tentunya juga menghadirkan ruang ekstra pada kabin. Kebetulan kabinnya juga dirancang supaya bisa beradaptasi dengan kebutuhan; kursi penumpang depannya bisa dihadapkan ke belakang jika perlu, tapi tidak untuk kursi pengemudi, mengingat Morphoz hanya mendukung sistem kemudi otomatis Level 3 (paling tinggi Level 5).

Nuansa interiornya mungkin terasa kelewat futuristis, tapi wajar mengingat Morphoz merupakan mobil konsep. Kepada Autocar, perwakilan Renault bilang bahwa faktor keselamatan bakal menjadi tantangan tersulit untuk memproduksi mobil ini. Renault pada dasarnya harus melakukan uji tabrak dua kali pada Morphoz mengingat wujudnya memang ada dua.

Sumber: 1, 2, 3.

Sony Pamerkan Mobil Elektrik Konsep, Seriuskah Mereka Berkecimpung di Ranah Otomotif?

Sebagai perusahaan konglomerat raksasa, Sony mempunyai sayap bisnis yang sangat luas, di antaranya penyediaan perangkat elektronik, gaming dan hiburan, hingga jasa finansial. Sony menguasai bisnis musik serta jadi pemain besar di industri film dan TV. Dan sejak beberapa bulan silam, khalayak tengah menanti penyingkapan console game next-gen mereka setelah pengumuman nama resminya, ‘PlayStation 5’.

Terkait home console-nya, Sony hanya memperlihatkan logo PS5 di CES 2020. Kejutan terbesar dari mereka di pameran teknologi tahunan itu malah sesuatu yang tidak kita duga: sebuah mobil listrik. Sony memperkenalkan Vision-S, yaitu konsep sedan elektrik yang mengusung berbagai macam teknologi futuristis, kemungkinan dibangun demi memperlihatkan kesanggupan Sony untuk turut bermain di ranah otomotif.

Sony Vision-S mempunyai penampilan yang cukup sederhana. Desainnya tidak terlalu sporty ataupun eksperimental, ia tampak seperti sedan modern dengan empat kursi biasa. Zona depan kendaraan mungkin mengingatkan kita sedikit pada Porsche, lalu melengkapi windshield dan jendela samping, Vision-S juga memiliki sunroof yang lapang. Selain itu, saya melihat penggunaan modul tipis menggantikan kaca spion – boleh jadi bagian dari sistem kameranya.

Mobil konsep ini dibekali oleh tidak kurang dari 33 buah sensor, diposisikan di luar dan dalam. Di bagian interior, Anda akan menemukan layar lebar mengisi area dashboard. Layar juga ditempatkan di depan penumpang belakang (ditambatkan di bagian atas jok depan). Vision-S turut ditopang sistem audio 360 derajat dan konektivitas ‘always-on‘. Beberapa teknologi di sana merupakan persembahan nama-nama seperti BlackBerry dan Bosch.

Detail mengenainya masih sangat minim karena Vision-S dipamerkan di penghujung konferensi pers. Sony hanya membahas kapabilitasnya selama beberapa menit. Satu hal yang jelas adalah, Vision-S ditenagai ‘platform electric vehicle baru’ yang diramu oleh perusahaan pemasok produk otomotif Magna. Sony bilang bahwa platform ini dapat mentenagai jenis kendaraan lain, misalnya SUV. Di atas panggung, CEO Kenichiro Yoshida menyampaikan, “Mobil purwarupa ini merepresentasikan kontribusi perusahaan pada masa depan industri otomotif.”

Tentu saja satu pertanyaan besar yang masih belum terjawab ialah, apakah penyingkapan Vision-S menandai langkah awal perusahaan memasuki segmen otomotif, atau ia hanyalah sebuah pembuktian – bahwa ‘Sony juga bisa menyediakan mobil elektrik pintar jika mereka menginginkannya’? Kemudian soal platform EV tadi, apakah ia tersedia secara eksklusif untuk Sony atau dapat pula digunakan oleh brand lain?

Via The Verge. Header: Pocket-lint.

Mobil Konsep Baru Mercedes-Benz Terinsprasi dari Produk Otomotif Pertama Mereka

Secara legal, Mercedes-Benz berdiri di tahun 1926, namun salah satu pencetus brand ini – Karl Benz – sudah berkarya sejak 1886 dengan kendaraan berbahan bakar bensin pertama di dunia. Akhirnya, mobil Mercedes mulai dipasarkan pada tahun 1901 oleh Daimler Motors Corporation. Kata Mercedes sendiri diambil dari nama putri wirasusahawan otomotif Emil Jellinek yang mematenkan merek tersebut di 1902.

Kini hampir 120 tahun berlalu, perusahaan otomotif spesialis kendaraan mewah asal Jerman itu mencoba menghidupkan lagi produk pertamanya, ‘Mercedes 35 PS’ tapi tentu dengan sentuhan futuristis. Di acara Frankfurt Motor Show 2019, Mercedes-Benz memperkenalkan mobil konsep Vision Mercedes Simplex baru yang wujudnya terinspirasi dari 35 PS. Bedanya, ia mengusung berbagai macam elemen kendaraan masa depan.

Vision Mercedes Complex 5

Seperti pendahulunya itu, Vision Mercedes Simplex 35 PS ialah mobil dua penumpang dengan roda berukuran besar di bagian luar yang mengelilingi tubuh utama. Mesin dan segala macam komponen penggerak berada di depan, dimasukkan dalam chassis berwujud boks berdesain aerodinamis. Mercedes-Benz memilihkan kombinasi warna unik buat Simplex, yaitu putih di area depan dan peleknya, biru di zona pengemudi, serta hitam di belakang.

Vision Mercedes Complex 3

Selanjutnya, Mercedes-Benz membubuhkan warna emas di bagian depan Simplex, mengelilingi radiator. Uniknya lagi, grille di sisi depan yang dahulu ada di Mercedes 35 PS kini digantikan oleh layar lebar. Panel tersebut disiapkan untuk menampilkan animasi-animasi yang memperlihatkan status kendaraan. Menurut perusahaan, pemakaian layar ini mewakilkan transformasi brand Mercedes dari ranah otomotif tradisional ke era digital.

Vision Mercedes Complex 4

Area kokpit Simplex 35 PS boleh dibilang merupakan impian bagi mereka yang gemar mengemudi. Mercedes-Benz sengaja menerapkan display informasi secara minimal, difokuskan pada elemen-elemen krusial pendukung pengalaman berkendara. Sistem akan menampilkan info secara spesifik di waktu yang tepat – misalnya kecepatan, instruksi navigasi atau notifikasi penting terkait mesin. Tim desainer menyebut konsep ini sebagai ‘hyper analogue‘.

Vision Mercedes Complex 1

Vision Mercedes Simplex 35 PS punya wujud lebih mungil padat dibanding mobil modern, dan menilai dari wujudnya, ia juga memiliki tingkat center of gravity lebih rendah dari kendaraan di era lampau. Itu artinya, Simplex 35 PS akan sangat nyaman buat dikendarai. Produsen memang belum mengonfirmasi jenis mesin yang digunakan oleh kendaraan konsep ini, tapi saya menduga ia dibekali motor elektrik.

Karena statusnya sebagai mobil konsep, tentu saja belum dapat dipastikan apakah Vision Mercedes Simplex 35 PS akan diangkat menjadi produk komersial atau tidak. Bagi saya, langkah yang diambil Mercedes-Benz ini sangat unik, karena untuk membuat terobosan, kadang kita harus kembali ke awal.

Via The Verge.

VW Type 20 Concept Adalah VW Kombi Lawas yang Sudah Dimodifikasi Menjadi Mobil Elektrik

Lupakan sejenak VW I.D. Buzz, reinkarnasi modern VW Kombi yang dijadwalkan mengaspal di tahun 2022. VW punya bahan baru untuk dipamerkan, yakni VW Type 20 Concept, yang tidak lain merupakan VW Kombi lawas yang sudah dimodifikasi secara ekstrem hingga menjadi sebuah mobil elektrik.

Konsep ini dibuat dalam rangka merayakan pembukaan VW Innovation and Engineering Center California, sebuah fasilitas riset dan pengembangan terbesar VW di luar Jerman. Melalui konsep ini, VW sejatinya ingin publik bisa mengeksplorasi terobosan-terobosan teknologi apa saja yang sedang dikerjakan oleh tim di pusat R&D barunya.

VW Type 20 Concept

Seperti yang saya bilang, Type 20 Concept murni mengandalkan energi listrik. Ini berarti mesin bensin aslinya sudah dicabut, digantikan sepenuhnya oleh sebuah motor elektrik dengan output daya setara 120 tenaga kuda dan torsi sebesar 235 Nm, dan yang menerima suplai energi dari baterai berkapasitas 10 kWh.

Dapur pacu yang diubah total juga diikuti oleh perombakan di bagian suspensi. Type 20 Concept mengandalkan suspensi pneumatik hasil kolaborasi VW bersama Porsche, sehingga tinggi kendaraan dapat diatur melalui software.

VW Type 20 Concept

Juga menarik adalah penempatan kamera wide-angle pada Type 20 Concept, lengkap beserta teknologi pengenal wajah. Ini berarti Type 20 Concept dapat mengenali pengemudinya, lalu membukakan kunci pintunya saat sang pengemudi mendekati dirinya.

Di samping facial recognition, Type 20 Concept turut mengandalkan teknologi voice recognition melalui sejumlah mikrofon yang ditempatkan di tiga lokasi: di luar, di dekat pengemudi dan di kabin belakang. Dipadukan dengan AI assistant, sistem ini dapat mengenali sederet instruksi yang disampaikan menggunakan bahasa sehari-hari.

VW bilang bahwa kapabilitas natural language processing yang dimiliki Type 20 Concept lebih canggih ketimbang yang VW gunakan pada mobil-mobilnya sekarang. Sebagai contoh, sistem ini dapat merespon terhadap pertanyaan seperti “Are you ready to go?

VW Type 20 Concept

Daya tarik lain Type 20 Concept datang dari komponen-komponen dengan aksen warna oranye: velg, spion, lingkar kemudi, serta kaki jok belakangnya. Bentuknya yang mirip jaring laba-laba ini merupakan hasil eksperimen VW terhadap metode generative design, di mana VW hanya perlu menetapkan sejumlah paramater terkait wujud yang diinginkan, lalu membiarkan komputer mendesain sesuai dengan itu.

Hasil akhirnya memang kelihatan agak aneh, akan tetapi sesuai dengan tema modern yang diangkat. Elemen modern lain yang disematkan adalah display hologram di bagian panel instrumen yang dapat dilihat tanpa memerlukan kacamata khusus.

VW Type 20 Concept

Tentu saja VW tidak akan memproduksi Type 20 Concept secara massal. Kendati demikian, ini bukan berarti mereka tak bisa mengaplikasikan sejumlah teknologi yang diusung Type 20 Concept pada mobil-mobil produksinya, dan beberapa memang semestinya sudah mulai diterapkan oleh VW.

Sumber: CNET.

Aston Martin Ungkap SUV Elektrik Super-Mewah, Lagonda All-Terrain

Aston Martin membuat kejutan di ajang Geneva Motor Show tahun lalu dengan menyingkap rencananya untuk menghidupkan kembali sub-brand Lagonda kepunyaannya. Wacana tersebut turut dibarengi oleh sebuah mobil konsep yang mungkin terkesan terlalu canggih untuk standar sekarang.

Reinkarnasi Lagonda ini pada dasarnya akan berfokus pada segmen mobil elektrik, dan di ajang Geneva Motor Show tahun ini, mereka sudah menyiapkan mobil konsep lain bernama Lagonda All-Terrain. Tidak seperti sebelumnya, konsep ini terkesan lebih masuk akal untuk direalisasikan dalam waktu dekat.

Aston Martin Lagonda All-Terrain

Dari namanya sudah kelihatan bahwa Lagonda All-Terrain merupakan sebuah SUV segala medan, akan tetapi penampilannya sangat menipu. Buat saya, ia kelewat mewah untuk melahap medan berlumpur, tapi toh Rolls-Royce Cullinan juga demikian. Bedanya, tentu saja, Lagonda All-Terrain murni mengandalkan energi listrik.

Bentuknya juga mengingatkan saya pada Jaguar I-Pace, namun dengan sasis yang lebih panjang hingga nyaris menyerupai sebuah limusin. Aston Martin pada dasarnya banyak menerapkan prinsip desain Lagonda Vision Concept dalam merancang Lagonda All-Terrain, dan sebagai sebuah Lagonda, nuansa mewahnya sudah tercium bahkan dari luar.

Aston Martin Lagonda All-Terrain

Masuk ke dalam, aura mewahnya semakin pekat. Lantainya benar-benar rata dan berlapis karpet, sedangkan sasis yang begitu panjang membuat kabinnya terkesan begitu lapang. Kendati demikian, yang bakal menjadi pusat perhatian justru adalah kunci dari mobil ini.

Teknologi keyless entry sudah pasti ada di mobil ini, akan tetapi usai pemilik mobil masuk ke dalam, ia dipersilakan menempatkan kuncinya itu ke wadah membulat dengan desain bersirip di bagian tengah. Dari situ kuncinya akan melayang memanfaatkan teknologi levitasi, dan di titik itu kuncinya beralih fungsi menjadi kenop putar untuk mengoperasikan sistem infotainment.

Aston Martin Lagonda All-Terrain

Sungguh itu merupakan sebuah inovasi yang tidak perlu, akan tetapi kemewahan tidak pernah mengenal kata perlu atau tidak perlu. Beralih ke spesifikasi dan performa, sayangnya sampai sejauh ini Aston Martin masih enggan merincikannya.

Kita juga tidak boleh lupa bahwa Lagonda All-Terrain masih berstatus konsep. Meski begitu, Aston Martin sudah punya niatan untuk mulai memproduksinya pada tahun 2022.

Sumber: Aston Martin.

Mobil Konsep Piëch Mark Zero Hanya Perlu 5 Menit untuk Mengisi 80 Persen Baterainya

Kalau ditanya apa kelemahan terbesar mobil elektrik, mayoritas mungkin bakal menjawab waktu charging. Benar saja, bahkan teknologi fast charging yang dikembangkan Porsche sejauh ini hanya mampu mencatatkan waktu 15 – 20 menit untuk mengisi 80% dari total kapasitas baterai mobil.

Itu jelas jauh lebih lama ketimbang mengisi bensin. Namun itu tidak selamanya harus menjadi momok segmen mobil elektrik. Sebuah perusahaan baru bernama Piëch Automotive ingin membuktikan bahwa mobil elektrik juga bisa diisi ulang baterainya secepat mengisi tangki bensin mobil konvensional.

Piëch Mark Zero

Mobil debutan mereka, sebuah konsep bernama Piëch Mark Zero, diklaim hanya memerlukan waktu 4 menit 40 detik untuk mengisi 80% dari total kapasitasnya berkat penggunaan tipe sel baterai baru yang sanggup mengatasi arus listrik tinggi tanpa risiko overheating. Di bawah lima menit sejatinya sudah pantas disetarakan dengan waktu yang diperlukan untuk mengisi bensin.

Bukan cuma cepat waktu pengisian baterainya, efisiensinya pun tak kalah mengesankan, dengan klaim jarak tempuh 500 km dalam satu kali charging. Sektor performa juga tidak luput dari perhatian Piëch: Mark Zero mengemas tiga motor elektrik (satu di depan, dua di belakang) berdaya total 450 kW, mampu membawanya melesat dari 0 – 100 km/jam dalam 3,2 detik saja, dengan top speed di kisaran 250 km/jam.

Piëch Mark Zero

Juga menarik adalah prinsip modular yang diterapkan Piëch pada rancangannya. Ini berarti yang bisa di-update bukan sebatas software-nya saja, tapi juga hardware-nya, semisal unit-unit baterai yang sudah mulai berumur dan berkurang drastis kapasitasnya.

Arsitektur modular ini juga berarti Piëch dapat menawarkan rancangannya ke pabrikan mobil lain yang tertarik. Bisnis dengan konsumen mereka layani, bisnis dengan sesama pebisnis lain pun juga mereka lakoni.

Beralih ke fisik Mark Zero, di mata saya ia terlihat seperti hasil perkawinan Aston Martin dan Porsche. Namun Piëch tidak mau berfokus pada segmen mobil sport saja, mereka juga sudah punya rencana untuk mewujudkan sejumlah model lain, termasuk halnya sebuah SUV.

Piëch Mark Zero

Sejauh ini Anda mungkin bertanya-tanya, siapa sosok di balik Piëch Automotive, dan mengapa namanya terdengar begitu familier? Ini dikarenakan pendirinya, Toni Piëch, masih satu garis keturunan dengan Ferdinand Piëch, mantan bos Volkswagen Group yang juga merupakan salah satu cucu dari Ferdinand Porsche.

Rencananya, Piëch Mark Zero bakal diperkenalkan secara resmi pada ajang Geneva Motor Show sebentar lagi. Meski kedengarannya begitu potensial, visi ambisius Piëch Automotive ini akan sangat bergantung terhadap ketersediaan infrastruktur, dan infrastruktur inilah yang sejatinya berhasil menjadikan Tesla sebagai pemimpin di segmen mobil elektrik.

Sumber: Engadget dan PR Newswire.

VW I.D. Buggy Adalah Reinkarnasi Elektrik dari Tren Modifikasi VW Beetle di Era 80-an

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, dunia bakal melihat mobil elektrik pertama VW mengaspal di jalanan pada akhir tahun ini. Tahun depan, giliran SUV elektriknya yang mencuri perhatian publik, disusul oleh VW Kombi versi modern dan elektrik dan sedan berkemudi otomatis di tahun 2022.

Keempat mobil konsep itu dibangun menggunakan platform MEB (Modularer Elektrobaukasten) rancangan VW sendiri. Platform ini sangatlah fleksibel jika melihat perbedaan tipe mobil yang cukup drastis pada keempat konsep di atas, akan tetapi VW rupanya masih belum puas. Baru-baru ini, VW menyingkap gambar teaser atas sebuah konsep yang dinamainya I.D. Buggy.

Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar, ia merupakan sebuah dune buggy yang banyak terinspirasi oleh tren modifikasi VW Beetle di tahun 80-an. Berbagai elemen khas buggy tersirat jelas dari penampilannya yang siap melahap medan off-road, bahkan sampai ke bagian sampingnya yang tak dilengkapi pintu.

VW I.D. Buggy

Tipe mobil seperti ini jelas bukan untuk konsumsi semua orang, tidak seperti keempat konsep VW sebelumnya. Kendati demikian, platform yang digunakan masih tetap MEB; VW pada dasarnya ingin membuktikan bahwa platform ini juga dapat membantu pengembangan kendaraan yang masuk dalam kategori niche, dan yang hanya akan diproduksi dalam volume terbatas.

Sejauh ini belum ada detail lengkap mengenai VW I.D. Buggy. Konsep ini rencananya baru akan dipamerkan ke hadapan publik pada ajang Geneva Motor Show di bulan Maret mendatang.

VW sendiri belum mengungkapkan secara eksplisit terkait rencananya untuk memproduksi I.D. Buggy. Namun kalau keempat anggota keluarga I.D. lainnya bakal direalisasikan sebagai produk untuk konsumen, saya tidak melihat ada alasan untuk menjadikan mobil ini sebagai pengecualian.

Sumber: Electrek.

BMW Pamerkan Konsep Mobil Camper Hasil Kolaborasinya dengan The North Face

Pada event CES 2019 belum lama ini, BMW sempat memamerkan konsep mobil camper yang cukup menarik, hasil kolaborasinya bersama produsen pakaian outdoor, The North Face. Keistimewaannya terletak pada material yang menjadi kulit luarnya, yakni kain hasil eksperimen The North Face yang dinamai Futurelight.

Futurelight pada dasarnya merupakan kain yang tahan air, tapi istimewanya, ia juga breathable. Pencapaian ini dimungkinkan berkat teknologi Nanospinning yang diterapkan The North Face, di mana prosesnya berhasil menciptakan kain dengan lubang-lubang berukuran nano; bisa dilewati udara, tapi terlalu kecil untuk ditembus oleh air.

BMW camper concept

Futurelight jelas sangat ideal diproduksi menjadi pakaian, akan tetapi The North Face memilih BMW Designworks sebagai mitranya guna menunjukkan potensinya di luar ranah fashion. BMW sendiri bukan pertama kalinya merancang mobil konsep berbalut kain. Pada kenyataannya, konsep ini terinspirasi oleh BMW GINA Light Visionary Model yang diungkap di tahun 2008.

Sayangnya BMW tidak punya rencana untuk meneruskan konsep camper unik ini menjadi mobil produksi yang bisa dibeli konsumen. Sebaliknya, The North Face bakal memanfaatkan kain Futurelight pada deretan produk barunya yang diluncurkan pada musim semi nanti.

Sumber: SlashGear dan BMW.

BMW Vision iNext Demonstrasikan Teknologi Kabin yang Amat Canggih

Mobil konsep dulunya identik dengan pintu bergaya gullwing maupun elemen visual lain yang dapat menambah kesan keren secara instan. Zaman jelas sudah berubah. Sekarang, mobil konsep identik dengan interior minimalis ibarat sebuah lounge berjalan, maupun yang dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan.

Tema yang sama juga diangkat oleh BMW lewat konsep terbarunya, BMW Vision iNext. Melalui iNext, BMW sejatinya ingin mendemonstrasikan teknologi-teknologi yang bakal mendikte perkembangan mereka selama setidaknya sepuluh tahun ke depan.

BMW Vision iNext Concept

Motor elektrik sudah pasti menjadi atribut utama, demikian pula integrasi sistem kemudi otomatis. iNext masih mempunyai lingkar kemudi pada dashboard penuh layarnya, yang berarti Anda masih bisa memilih untuk menyetir sendiri. Namun saat mode otomatisnya aktif, setir akan bergerak mundur, mengindikasikan sistem telah mengambil alih.

Yang cukup janggal dari kabin ini adalah absennya tombol atau kenop kontrol fisik. Oke, memang sudah ada beberapa mobil produksi zaman sekarang yang mengandalkan interface sentuh sepenuhnya. Lalu apakah iNext juga demikian? Ya, tapi jauh lebih canggih dari yang kita bayangkan.

BMW Vision iNext Concept

Untuk mengatur volume audio misalnya, tidak perlu menyentuh slider di layar atau menerapkan gesture tangan tertentu. Cukup letakkan jari di permukaan jok di samping paha, lakukan gerakan seperti menggambar lingkaran, maka volume bakal membesar atau mengecil.

BMW menyebut teknologi ini dengan istilah “Shy Tech”. Maksudnya, teknologi ini akan hanya tersedia ketika kita membutuhkannya saja. Sebaliknya, teknologi bakal membaur dengan material-material dalam kabin ketika tidak diperlukan, sama sekali tidak mengganggu pengalaman berkendara semua penumpang.

BMW Vision iNext Concept

Sepintas kedengarannya memang seperti sihir, akan tetapi BMW memanfaatkan teknologi Jacquard hasil garapan Google untuk mewujudkannya. Teknologi itu pada dasarnya memungkinkan material kain untuk disulap menjadi panel kapasitif karena ditenun menggunakan benang induktif.

Contoh lain Shy Tech yang lebih ekstrem adalah proyektor sebagai sumber segala konten. Bukan cuma konten yang tampil di layar infotainment saja, tapi juga yang muncul di halaman buku; saat berada di dalam kabin iNext, Anda cuma perlu membawa satu buku kosong, lalu proyektor akan mendeteksi keberadaannya dan memproyeksikan bacaan ke atasnya.

BMW Vision iNext Concept

Apakah ini lebih efisien ketimbang membawa sebuah iPad? Entahlah, toh ini memang mobil konsep, jadi semua hal tidak harus terdengar rasional. Kendati demikian, harus diakui filosofi Shy Tech ini sangat menarik, terutama apabila BMW bisa menerapkannya guna mengatasi problem-problem yang nyata, bukan sebatas keren-kerenan seperti mengganti buku dengan hasil proyeksi itu tadi.

BMW Vision iNext Concept

Beralih ke luar, kelihatan sekali wajah SUV yang amat futuristis. Ciri khas BMW masih dipertahankan lewat grille depannya, meski kini wujudnya sudah agak berbeda, demikian pula fungsinya yang telah beralih menjadi tempat bernaungnya sensor-sensor sistem kemudi otomatis.

Rencananya, BMW akan menggarap versi produksi iNext pada tahun 2021. Setahun sebelum itu, SUV elektrik BMW iX3 yang lebih tradisional bakal lebih dulu direalisasikan.

Sumber: CNET dan BMW.