Bank OCBC NISP Dukung Startup Digital dalam Open Banking Lewat Perhelatan Hack@ON

Teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini begitu besar pengaruhnya dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi Indonesia masih mengalami kenaikan yang signifikan pada kuartal I 2022 kemarin yakni sebesar 7,14% (yoy). Fakta tersebut tidak dapat dipungkiri berdampak atas pola hidup masyarakat yang kian kompleks dan melek teknologi atau yang sering disebut sebagai digital savvy.

Berkembangnya integrasi sistem teknologi membuat masyarakat Indonesia semakin terbuka dengan sistem ekonomi digital. Diawali dengan open banking (perbankan terbuka), teknologi ekonomi digital Indonesia memiliki pertumbuhan yang begitu pesat.

Open banking memungkinkan masyarakat dapat mengakses produk perbankan digital dengan mudah menggunakan perangkat teknologi khususnya smartphone dan internet. Masyarakat pun dapat memiliki kontrol yang lebih prima akan kesejahteraan finansialnya. Selain itu, sistem ekonomi digital ini mampu mempercepat inklusi keuangan –ketersediaan akses bagi setiap entitas akan seluruh produk keuangan– masyarakat.

Sistem banking terbuka pun tentu saja memberikan manfaat yang begitu masif bagi perusahaan, pada khususnya startup digital keuangan. Open banking membantu startup pada khususnya e-commerce dan fintech untuk dapat mengembangkan layanannya dengan sistem terdigitalisasi. Dengan begitu, pelaku bisnis dapat memperoleh keuntungan dari kemudahan masyarakat dalam membayar produknya melalui platform digital.

Dukungan Bank OCBC NISP pada Perkembangan Open Banking dari Segi Teknologi dan Pendanaan untuk Startup Digital Keuangan

Bank OCBC NISP Dukung Startup Digital dalam Open Banking Lewat Perhelatan Hack@ON
Bank OCBC NISP Dukung Startup Digital dalam Open Banking Lewat Perhelatan Hack@ON

Perkembangan dunia open banking tentunya menjadi perhatian bagi layanan perbankan yang inklusif seperti Bank OCBC NISP, yang memiliki komitmen yang besar dalam mendukung perkembangan open banking dari segi teknologi, serta pendanaan untuk startup digital. Salah satu program yang diharapkan dapat memupuk ide maupun karya inovatif dari talenta lokal akan open banking khususnya bagi pelaku startup digital adalah Hack@ON.

Hack@ON merupakan perhelatan yang diselenggarakan oleh Bank OCBC NISP bekerja sama dengan DailySocial.id. Program ini diinisiasi untuk mendorong para talenta teknologi bangsa –dengan ambisi dan keinginan mereka yang kuat– untuk meNyala-kan ide orisinal terbaik yang aktual dan #GakPerluRibet.

Untuk mendukung misi untuk berkomitmen mempercepat inklusi keuangan, program Hack@ON terbuka untuk siapa saja yang memiliki ide dan inovasi kreatif dalam menjawab tantangan Hack@ON. Hadiah yang ditawarkan dalam acara ini juga tidak kalah menarik. Dengan total hadiah senilai Rp225 juta, perincian hadiah ini terdiri atas Rp100 juta bagi pemenang pertama, Rp75 juta bagi ide terbaik kedua, serta Rp50 juta bagi terbaik ketiga.

Selain total hadiah dengan jumlah fantastis, masih ada beberapa alasan yang membuat kamu harus mengikuti hackathon. Informasi lebih lanjut seputar syarat dan ketentuan dari program Hack@ON ini dapat kamu akses pada laman informasi resmi Hack@ON

Daftarkan Kamu maupun Tim Kamu dalam Perhelatan Akbar Hack@ON

Selain Hack Day yang akan dilangsungkan pada tertanggal 24-25 September 2022, Hack@ON memiliki rangkaian acara menarik yang sayang sekali untuk kamu lewatkan lho! Untuk mengenalkan dan memberikan materi seputar startup, Bank OCBC NISP bekerja sama dengan DailySocial.id menyelenggarakan roadshow di 4 kota besar Indonesia yakni Bandung, Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya.

Pada kegiatan roadshow ini, kamu dapat ikut serta dalam diskusi akan topik ciamik yang sudah disiapkan oleh panitia. Roadshow Hack@ON di Bandung dan Jakarta kemarin telah sukses menarik antusiasme peserta dengan beragam latar belakang. Roadshow di 3 kota besar lainnya akan menyusul dengan berbagai topik diskusi lain. Kamu dapat mengikuti kegiatan roadshow bertempat di kotamu ini dengan mendaftar pada tautan berikut.

Selain itu, untuk mendapatkan update seputar kegiatan roadshow Hack@ON, kamu dapat mengecek pada media sosial DailySocial.id dan Bank OCBC NISP serta link berikut ya! Panitia Hack@ON membuka kesempatan lebar untuk kamu yang ingin mengikuti ajang bergengsi Hack@ON.

Tunggu apa lagi? Let’s Bank Differently dan daftarkan diri kamu maupun tim kamu sebelum penutupan registrasi dan pengumpulan ide di tanggal 4 September 2022! Untuk mendaftar pada perhelatan ini kamu dapat akses tautan berikut ini.

Temukan Inspirasi Ide Hackathon Melalui Roadshow Hack@ON

Salah satu kompetisi yang diburu oleh programmer adalah hackathon, kompetisi ini menjadi sebuah kolaborasi bagi para para pemrogram komputer untuk mengembangkan perangkat lunak melalui ide-ide yang sudah dirajut bersama untuk menciptakan sebuah inovasi baru yang bermanfaat.

Untuk memberikan ruang bagi programmer menyalurkan idenya melalui kompetisi pengembangan perangkat lunak, Bank OCBC NISP bersama DailySocial.id membuka perhelatan hackathon yaitu Hack@ON. Melalui program ini kamu diajak untuk memberikan ide orisinal dan terbaik untuk memecahkan masalah keuangan Indonesia terutama inovasi banking baru yang #GakPerluRibet.

Sebagai dukungan untuk memberikan inspirasi terhadap ide atau karya inovator yang ingin mengikuti program Hack@ON, OCBC NISP dan DailySocial.id akan menggelar roadshow di 4 kota besar di Indonesia.

Dengan adanya roadshow ini, bertujuan untuk mengajak kamu dan para talenta teknologi untuk bersama-sama menghadirkan inovasi teknologi keuangan di Indonesia dengan semangat ‘Open Banking’ dan tentunya #GakPakeRibet yang menjadi pesan utama dalam acara Hack@ON.

Gali Ide dan Inovasi Baru Melalui Roadshow Hack@ON

Roadshow Hack@ON Bandung
Roadshow Hack@ON Bandung

Roadshow Hack@ON akan segera digelar di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Sesuai dengan rencana, roadshow perdana Hack@ON telah berlangsung di Kota Bandung pada tanggal 25 Juli 2022 lalu.

Melalui perhelatan roadshow perdana, banyak peserta yang sangat antusias dalam acara ini tentunya hal tersebut juga didasari dengan sejumlah agenda yang disiapkan panitia pada roadshow Hack@ON perdana di Kota Bandung.

Salah satu agenda yang paling banyak memikat antusiasme peserta adalah panel diskusi yang diisi oleh Komang Arthayasa (IT Division Head OCBC NISP), Suwandi Soh (CEO Mekari), dan Juga Gabriel Frans (Co-Founder dan CEO Credibook) yang membahas topik perihal fitur personalisasi banking yang esensial bagi generasi Z.

Melalui diskusi yang asyik dengan tema yang fresh, diskusi ini menjadi salah satu acara yang cukup diminati oleh peserta khususnya anak muda Bandung yang datang. Mereka aktif bertanya sekaligus mencoba memberikan sepercik ide terkait inovasi banking baru yang lebih sederhana. Tak jarang juga dari banyak peserta mencatat berbagai poin penting yang disampaikan oleh keynotes untuk dijadikan sebuah ide dan inovasi baru yang akan mereka aplikasikan pada kompetisi Hack@ON. Sehingga, roadshow ini bukan hanya menjadi diskusi sederhana saja, tetapi sebagai bentuk galian ide untuk kompetisi Hack@ON.

Roadshow Hack@ON Bandung
Roadshow Hack@ON Bandung

Setelah sukses menggelar roadshow perdananya, kini roadshow Hack@ON akan bergilir ke 3 kota besar lainnya dan akan membawa topik yang berbeda dan layak dinanti peserta. Perjalanan roadshow di tiga kota selanjutnya bisa Anda cek dan daftar di laman berikut ini.

Saat ini pendaftaran dan pengumpulan ide untuk kompetisi Hack@ON sudah dibuka sampai dengan 4 September 2022, program ini boleh diikuti oleh siapa saja dengan salah satu syarat warga negara Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas. Kamu bisa membentuk tim dengan berjumlah 3 orang agar bisa berkontribusi untuk mempermudah para pengguna dalam menciptakan akses ke bank yang lebih inovatif. Let’s Bank Differently!

Langsung daftarkan diri kamu dan tim sekarang juga di sini dan rebut hadiah ratusan juta yang telah menanti!

Jangan lupa untuk terus ikuti perkembangan seputar roadshow Hack@ON melalui media sosial DailySocial.id dan OCBC NISP agar tidak ketinggalan!

OCBC NISP Gandeng DailySocial.id Gelar Kegiatan “Hack@ON”

PT Bank OCBC NISP Tbk (IDX: NISP) berkolaborasi dengan DailySocial.id menggelar program Hack@ON. Kegiatan ini bertujuan untuk mengeksplorasi ide dan talenta baru dalam rangka meningkatkan pengalaman perbankan di Indonesia.

Dalam sesi talkshow peluncuran acara, IT Division Head Bank OCBC NISP Komang Arthayasa mengungkap bahwa banyak peluang untuk mengakselerasi inovasi di era open banking yang tengah berkembang di Indonesia. Kegiatan hackathon ini diyakini dapat menjadi salah satu cara meningkatkan kapabilitas layanan OCBC NISP ke depan.

Sekadar informasi, OCBC NISP telah memulai transformasi digital sejak beberapa tahun terakhir. Salah satu realisasinya adalah bermitra dengan startup lending Indodana untuk menyalurkan pendanaan dengan skema channeling.

“Hack@ON menjadi ajang berdiskusi dengan para inovator untuk menghadirkan solusi kreatif dan alternatif untuk memberikan pengalaman perbankan yang berbeda. Sesuatu yang telah embedded dalam kehidupan sehari-hari. Nah, produk dan sistem kami sudah siap,” ujar Komang.

Open banking dapat didefinisikan sebagai mekanisme penyediaan akses data nasabah yang terbuka dan aman dengan mengimplementasi Open Application Programming  Interface (API). Teknologi ini memungkinkan pihak ketiga mengakses data yang dibutuhkan nasabah dengan sambungan tersedia. Open banking memiliki ruang eksplorasi besar yang dapat dikembangkan sesuai kebutuhan nasabah secara personal.

Founder & CEO DailySocial.id Rama Mamuaya menambahkan, sebelum ekosistem digital Indonesia tumbuh matang seperti sekarang, ia menilai banyak startup kesulitan untuk men-deliver produknya ke pasar. Kini, tren open banking dapat membuka akses luas bagi startup untuk mengakses pasar melalui kolaborasi.

“Bank merupakan industri berbasis integritas dan kepercayaan yang telah berdiri ratusan tahun. Sementara, startup umumnya lebih berfokus mengatasi suatu masalah dengan menciptakan produk. Saat ini, kolaborasi antar startup-korporasi telah terjadi di mana-mana. Startup punya ide, korporasi punya basis pengguna. Mereka bisa berkolaborasi untuk go-to market,” papar Rama.

Ekosistem terbuka

Dalam kesempatan sama, Country Manager IDC Indonesia Mevira Munindra mengatakan bahwa Indonesia baru memasuki fase emerging pada implementasi open banking dalam beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ini tak lepas dari upaya pemerintah mendorong pemanfaatan Open API dengan menerbitkan Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP).

Open banking diharapkan dapat mendorong open ecosystem mengingat perubahan perilaku masyarakat juga mendorong open ecosystem di Indonesia. Akan ada banyak model bisnis berbasis ekosistem di masa depan. Ini akan menjadi enabler terhadap digitalisasi,” ucapnya.

Mengacu laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika, sektor informasi dan komunikasi di 2021 tumbuh positif berturut-turut sebesar 8,72%, 6,87%, dan 5,51% (Year-on-Year). Pertumbuhan ini dipicu oleh akselerasi digital yang mendorong perubahan perilaku masyarakat dari offline ke online selama pandemi.

Adapun, pendaftaran program Hack@ON telah dibuka pada 12 Juli hingga 4 September 2022. Untuk menjaring para inovator berbakat, Hack@ON akan mengadakan roadshow di empat kota, yakni Bandung, Yogyakarta, Jakarta, dan Surabaya.

Dari total peserta, Hack@ON akan menjaring sebanyak 20 peserta untuk mengikuti kompetisi Hack Day pada 24-25 September 2022 di ON Space, BSD City.

Ajang kompetisi Hack@ON juga sudah semakin dekat, dengan sisa waktu kurang lebih dua bulan, panitia Hack@ON akan menutup registrasi dan pengumpulan ide pada 4 September 2022. Agar tidak terlewat, langsung daftarkan diri kamu di sini sekarang!

Masih Berkondisi “Stealth”, Honest Bank Dikabarkan Telah Bervaluasi Centaur

Masih dalam mode “stealth”, startup digitalopen banking Honest Bank dikabarkan telah mencapai valuasi sekitar $200 juta. Hal ini ditopang dengan pendanaan yang terus mengalir.

Menurut data yang disetor ke regulator, terakhir pada April 2022 ini sejumlah investor turut menambah pundi-pundi modal lebih dari $10,4 juta, di antaranya XYZ Capital, Digital Horizon, Alumni Ventures, dan sejumlah nama lainnya.

Sebelumnya, di tahap seed Honest Bank mendapatkan dukungan dalam XYZ Capital dan Village Global senilai hampir $3 juta. Kemudian dilanjutkan pendanaan seri A senilai hampir $23 juta dari Insignia, Global Founder Capital, Alpha JWC Ventures, dan beberapa lainnya. Jika ditotal dana ekuitas yang berhasil dibukukan sejauh ini hampir $37 juta.

Sementara itu, sampai saat ini produk atau layanan Honest Bank masih belum diluncurkan ke publik. Namun diketahui, perusahaan berbasis di Singapura itu memiliki misi untuk menawarkan platform keuangan yang bisa memberikan akses layanan perbankan yang adil kepada masyarakat di Asia Tenggara.

Startup ini mulai diinisiasi sejak 2019 oleh Peter Panas dan Will Ongkowidjaja. Will sendiri adalah salah satu Founding Partner dari Alpha JWC Ventures.

Indonesia jadi prioritas pasar

Awal tahun ini, Honest Bank mengakuisisi mayoritas saham (71,2%) dari PT Sahabat Finansial Keluarga (SFK). SFK adalah perusahaan pembiayaan yang dimiliki PT Bank Permata Tbk.

Berdasarkan keterbukaan di BEI, nilai akuisisi ini 241 miliar Rupiah. Disampaikan oleh Direktur Bank Permata Chalit Tayjasanant, akuisisi diharapkan bisa memperkuat lini pembiayaan konsumen dan produk keuangan inovatif SFK.

Selain terkait akuisisi SFK, sinyal rencana menjadikan Indonesia sebagai pasar debut mereka, saat ini perusahaan tengah melakukan perekrutan sejumlah posisi untuk ditempatkan di Jakarta.

Selain Indonesia, Thailand juga menjadi target awal yang sepertinya akan disinggahi Honest Bank.

Impact Credit Solution Rebranding Menjadi Nikel, Kantongi Pendanaan 36 Miliar Rupiah

Setelah resmi mengumumkan kehadirannya di Indonesia tahun lalu, Impact Credit Solution melakukan rebranding menjadi Nikel. Seperti diketahui sebelumnya, mereka berperan membantu perusahaan teknologi yang ingin menghadirkan kapabilitas pinjaman modal dengan memberikan jembatan akses ke perbankan.

Produk utama mereka “Single API ICS”, memungkinkan klien membuat produk pinjaman yang memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan, sambil memberi akses ke modal bank berbiaya rendah untuk mendanai pinjaman. Nikel juga menawarkan beberapa produk seperti Nikel Lend, Nikel Fund, dan Nikel Market.

Berbasis di Singapura Nikel didirikan oleh Reinier Musters (CEO) dan Mackenzie Tan (COO). Untuk memaksimalkan bisnisnya di Indonesia, mereka juga telah menunjuk Dewi Wiranti sebagai Country Head. Indonesia dinilai menjadi pasar yang memiliki potensi besar bagi mereka untuk menghadirkan solusi tersebut.

Kepada DailySocial.id, Mackenzie bercerita bahwa dengan memanfaatkan pelanggan atau merchant yang dimiliki perusahaan teknologi di masing-masing platform, ICS melalui Single API menghadirkan teknologi dan koneksi antara dua pihak pinjaman kepada pelanggan.

“ICS adalah perusahaan teknologi keuangan yang melayani pinjaman UMKM di Asia Tenggara. Kami membangun embedded lending solution yang dapat digunakan oleh perusahaan teknologi, P2P, atau bank mana pun untuk membuat produk pinjaman.”

Kantongi pendanaan Seri A1

Selain melakukan rebranding, Nikel juga telah mengantongi pendanaan tahapan seri A1 dari sejumlah investor. Tercatat Nikel berhasil memperoleh dana segar senilai $2,5 juta atau setara 36 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Vectr Fintech. Investor lain yang terlibat dalam pendanaan kali ini di antaranya adalah Patamar Capital, Mitra M Venture, Looking Glass Ventures, dan alokasi dana pribadi dari pendiri Nikel yaitu Mackenzie Tan.

Disinggung tentang pendanaan baru ini Mackenzie enggan untuk menyebutkan lebih lanjut. Dirinya menegaskan pendanaan ini merupakan tahap pertama dari putaran penggalangan dana yang lebih besar. Informasi lebih lanjut akan dibagikan oleh mereka setelah putaran pendanaan yang lebih besar telah final.

Sebelumnya Nikel telah mengumpulkan pendanaan dari bank dan perusahaan modal ventura terkemuka termasuk BCA, Patamar Capital, 500 Startups, Mitra Integra, Mitra M Venture, dan lainnya. Nikel telah menerima dukungan dari U.S. Development Finance Corporation, USAID, dan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia.

Akhir tahun 2021 lalu Nikel juga telah menjalin kerja sama strategis dengan bank BCA, menawarkan pembiayaan yang terjangkau untuk sektor kesehatan Indonesia selama pandemi. Investasi strategis dengan bank BCA disebutkan oleh Dewi Wiranti sebagai Country Head di Indonesia adalah memungkinkan mereka untuk memberikan likuiditas yang dibutuhkan di sektor kesehatan, untuk memastikan keluarga-keluarga di Indonesia menerima perawatan dan pasokan medis yang memadai selama pandemi ini.

Indepay Hadir Tawarkan Pengalaman ala “Social Commerce” di Layanan Fintech

Pandemi Covid-19 telah mendorong perubahan signifikan pada perilaku masyarakat, dari yang bersifat konvensional menjadi serba digital. Bank Indonesia encatat, nilai transaksi dengan uang elektronik mencapai Rp 25,4 triliun pada Juli 2021. Jumlah itu meningkat 5% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 24,1 triliun.

Sementara itu, sistem pembayaran Indonesia disebut masih berada dalam tahap awal pengembangan, 80% rekening bank yang ada belum sepenuhnya terdigitalisasi. Melihat isu tersebut, Indepay hadir menawarkan platform transfer terbuka yang dirancang untuk mendorong transformasi industri pembayaran digital menggunakan teknologi transfer antar pengguna secara real-time.

“Kami sedang membangun platform transaksi berbasis Open API dengan mendekatkan bank kepada konsumen untuk mendorong transformasi lanskap pembayaran digital dengan transfer account-to-account secara real-time,” tulis Co-Founder & CEO Indepay Rajib Saha.

Didirikan pada Juli 2020, Indepay memiliki fokus untuk merevolusi sektor finansial di Asia Tenggara. Perusahaan disebut telah memiliki ekosistem mitra yang berkembang yang dibangun di sekitar bank anggota yang membuat transfer baik sebagai konsumen dan bisnis menjadi efisien, dengan biaya rendah dan mengarahkan pada kemungkinan yang tak terbatas.

Secara intrinsik, platform ini memetakan nomor ponsel dengan rekening bank pelanggan sebagai identitas pembayaran unik untuk pengalaman transfer akun-ke-akun yang lebih cepat & aman yang disebut Pay-ID. Sistem ini akan memberdayakan pengguna untuk membangun reputasi digital dan membantu menjaga keamanan dan kontrol berbasis persetujuan atas data keuangan mereka.

Layanan berbasis open finance di Indonesia memang sedang marak dikembangkan. Isunya sama, karena kebutuhan konsumen atas akses ke layanan keuangan yang lebih mulus. Ayoconnect, Xendit, Finantier, Brick adalah beberapa nama startup yang bermain di ranah tersebut; termasuk salah satunya menyuguhkan API untuk transfer atau penerimaan dana.

Target berikutnya

Dalam jangka waktu tiga tahun ke depan, perusahaan menargetkan untuk mendigitalkan setidaknya 100 juta nasabah Indonesia dan memfasilitasi 1 miliar transaksi per bulan. Saat ini, kantor Indepay berlokasi di Jakarta, Singapura dan Gurgaon, namun timnya mengaku saat ini hanya fokus dengan market di Indonesia. Ke depannya, perusahaan berencana untuk ekspansi ke negara lainnya di Asia Tenggara, dan juga India.

Dari sisi pendanaan eksternal, saat ini Indepay telah didukung oleh BEENEXT dan T8 Capital Partners. Tanpa menjabarkan detail pendanaan, Rajib menyebutkan bahwa timnya masih dalam proses untuk menutup putaran ini dengan tambahan dana dari beberapa investor lainnya.

Founder & CEO BEENEXT Teruhide Sato mengatakan, “Kami telah berinvestasi di berbagai startup fintech di seluruh dunia, dan kami mencermati bahwa kehadiran transfer antarbank digital semakin mendorong pertumbuhan ekonomi digital di setiap negara. Karena itulah, kami bekerja sama dengan Indepay untuk membangun platform transfer terbuka di Indonesia, yang menghubungkan semua pelaku usaha sektor finansial, mulai dari Bank, perusahaan Payment Gateway, Operator Switching dan Settlement, untuk menawarkan pengalaman transfer dana yang sangat terjangkau dan praktis.”

Platform transfer terbuka Indepay memosisikan diri sebagai opsi pembayaran digital dengan pengalaman social commerce yang interaktif untuk memfasilitasi urusan transfer, pembayaran, dan penerimaan pesanan dengan lebih cepat. Upaya ini diharapkan akan membuka kesempatan baru bagi startup, perusahaan fintech, brand, pelaku UMKM, dan penjual mikro untuk bersama-sama mewujudkan konsep masyarakat cashless.

Fokus jangkau pelaku usaha online

Pada tanggal 17 September 2021, Indepay resmi meluncurkan aplikasi tara.app”. Menggunakan platform transfer Indepay, tara.app merupakan fasilitas perdagangan interaktif sosial (social interactive commerce), yang ditujukan untuk para pelaku bisnis D2C, seperti brands, pedagang mikro, warung, dan pengecer.

Rajib Saha turut mengungkapkan, “Biaya pembayaran dan biaya transfer yang tinggi adalah hambatan utama dalam pengembangan ekosistem startup di Indonesia. tara.app bekerja sama dengan tim Indepay di Jakarta akan menjadi disruptor dalam industri ini. Integrasi yang kami miliki dengan berbagai bank dan lembaga keuangan akan membuka berbagai kesempatan yang menarik untuk Indonesia.”

Sebenarnya konsep serupa juga ditawarkan pemain lain. Misalnya Xendit dengan Xendit Business App dan Midtrans dengan layanan Payment Link.

Kehadiran platform teknologi seperti Indepay menjadi semakin krusial untuk mendorong negara berbasis ekonomi UMKM seperti Indonesia dalam melakukan transformasi digital. Beberapa studi dan penelitian terbaru juga menunjukkan penggunaan internet yang kian meluas dan perubahan perilaku pengguna terhadap aktivitas jual-beli online di media sosial. Hal ini menunjukkan peningkatan popularitas kegiatan social interactive commerce atau perdagangan berbasis interaksi online, baik lewat aplikasi pesan singkat maupun media sosial.

Dalam prosesnya, tara.app bekerja dengan memetakan nomor HP pengguna dengan rekening-rekening bank yang mereka miliki sebagai ID Pembayaran Unik (Unique Pay-ID). Pay-ID ini bisa digunakan untuk melakukan transfer instan dan aman ke akun pengguna lain (Account-to-Account Transfer). Selanjutnya, Pay-ID unik tersebut akan membangun reputasi digital pengguna serta membantu mempertahankan standar keamanan, di mana pengguna bisa memiliki kendali berbasis persetujuan (consent) atas data keuangan yang mereka berikan.

Dengan tara.app, pengguna tidak perlu menginstal semua aplikasi bank di ponsel ataupun mengingat beragam kata sandi dan pin untuk masing-masing rekening. ID Pembayaran unik yang terhubung dengan nomor HP mereka memungkinkan proses transfer dengan lebih praktis dan aman, kapan saja dan dimana saja lewat satu pintu.

Di sisi lain, solusi ini juga ditujukan untuk membantu UMKM agar produk mereka lebih mudah ditemukan secara online, serta mendukung UMKM dengan jangkauan jaringan dan partisipasi komunitas yang lebih luas. Langkah ini bertujuan untuk menjembatani jarak antara merchant dan bank melalui digitalisasi, sehingga bisa menciptakan pengalaman perdagangan yang interaktif (interactive commerce) melalui kanal sosial di dalam framework tara.app.

Indepay mengklaim solusinya sebagai salah satu pelopor di Asia Tenggara. Sementara pemain lain berinteraksi dalam jaringan grup, seperti Facebook, Instagram, Google for Business, platform ini menawarkan solusi berbasis web, yang juga dapat diakses dari aplikasi tara untuk penawaran yang lebih baik bagi konsumen.

Application Information Will Show Up Here

Komunal Kantongi Dana Seri A 30 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Komunal selaku startup fintech penyedia layanan ‘neo bank’ untuk BPR mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $2,1 juta (sekitar 30 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari Skystar Capital, keduanya merupakan investor awal Komunal. Dana segar akan dimanfaatkan untuk mengakselerasi inklusi finansial dengan memperkuat produk teranyar mereka “DepositoBPR“.

DepositoBPR adalah produk tabungan deposito dengan bunga tertinggi dijamin pemerintah yang dapat dibuka melalui BPR di daerah mana pun. Di sisi lain, BPR tetap bisa menerima deposit dari seluruh Indonesia tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar untuk membuka cabang dan kegiatan pemasaran.

Indonesia memiliki kurang lebih 1.500 BPR yang tersebar di seluruh Indonesia. Cakupan bisnisnya juga terbatas karena mereka hanya diperbolehkan menyalurkan kredit di provinsi masing-masing. Namun, mereka diperbolehkan untuk menerima deposit dari berbagai daerah dengan jaminan bunga hingga 2,5% lebih tinggi dari bunga komersial dari pemerintah.

Kendati begitu, kontribusi BPR terhadap total deposan di Indonesia baru mencapai 1,5% karena sebagian besar BPR terletak di daerah pinggiran kota. Mereka juga belum terdigitalisasi, sehingga produk mereka tidak dikenal dan tidak dapat diakses oleh deposan perkotaan.

Melalui DepositoBPR, BPR tetap dapat menerima setoran tanpa memperdulikan batasan geografi dan bisa mengalokasikan biaya operasional yang lebih rendah untuk jasa Komunal, dengan menggunakan platform DepositoBPR.

Saat ini DepositoBPR telah mendapatkan lisensi sebagai funding agent (agen pendanaan) dari OJK di bawah regulasi IKD. Funding agent bertugas untuk menyediakan platform yang bisa menghubungkan deposan dan peminjam dengan institusi finansial, terutama dengan BPR, menawarkan produk pendanaan yang menarik.

Co-Founder Komunal Hendry Lieviant mengatakan, di masa pandemi ini masih terjadi ironi, bank komersial memiliki likuiditas tinggi dengan penawaran bunga yang rendah, sementara BPR kesulitan menerima deposit hanya karena 95% dari deposan Indonesia tinggal di area perkotaan.

“Kami berharap platform ini bisa menjembatani masalah tersebut. Kami sangat menghargai segala bentuk dukungan dan saran yang telah OJK dan Asosiasi BPR berikan, untuk mengasah produk pertama di kategori ini,” ucap dia dalam keterangan resmi, Selasa (21/9).

Dia melanjutkan, salah satu tantangan utama dalam mengembangkan DepositoBPR adalah membakukan dan mengoptimalkan proses-proses BPR yang saat ini masih terpecah-belah, sehingga diperlukan peningkatan agar pengalaman deposan meningkat jadi lebih baik. Dicontohkan, misalnya mengganti tanda tangan basah menjadi digital, e-KYC melalui video call, dan yang paling penting mengubah bilyet fisik menjadi e-bilyet. “Semua ini belum pernah dilakukan dalam sejarah BPR.”

Berkaitan dengan itu, pada akhir tahun ini Komunal akan meluncurkan e-bilyet deposito BPR pertama di Indonesia. Sebelumnya, BPR di Bali harus mengirimkan bilyet fisik ke deposan yang berlokasi di Jakarta, begitu pun sebaliknya saat deposan ingin menarik depositnya. Akibatnya biaya logistik harus ditanggung oleh konsumen.

“Melalui e-bilyet, masalah ini bisa teratasi dan visi Komunal untuk membuat produk yang dapat diakses secara nasional bisa tercapai,” tambah Co-Founder Komunal Kendrick Winoto.

Hingga kini, Komunal telah bermitra dengan 60 BPR di Jawa dan Bali. Produk DepositoBPR telah dirilis versi beta pada bulan lalu. Komunal menargetkan ingin melipatgandakan market share BPR dengan menawarkan bunga yang lebih tinggi dan memberikan layanan transaksi yang lebih mulus kepada nasabah lama dan baru.

Selain DepositoBPR, perusahaan juga menyalurkan pinjaman untuk UKM hingga saat ini sebesar $50 juta (sekitar 713 miliar Rupiah) untuk ratusan UKM di Indonesia. Angka tersebut naik dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Dengan melihat pencapaian tersebut, perusahaan akan meningkatkan pemberian pinjaman sebesar $150 juta (sekitar 2,1 triliun Rupiah) hingga 2022 mendatang.

Pada masa pandemi ini, perusahaan mengklaim telah memperkuat arus kas perusahaan dengan burn rate rendah berkat bisnis pinjamannya yang telah meraih keuntungan baru-baru ini.

Co-Founder dan Managing Partners East Ventures Willson Cuaca menambahkan, sering sekali mendengar banyak startup yang memberi solusi kepada konsumen yang tidak memiliki rekening bank dan tidak mendapatkan layanan yang baik, maupun kepada usaha kecil dan mikro yang tidak memiliki kredit. Namun, belum ada yang memberikan solusi kepada BPR.

“Komunal memperkenalkan sebuah konsep baru, yaitu “neo-rural bank” untuk mengembangkan bank kecil dengan kapabilitas yang canggih. Kami berharap langkah ini dapat mengakselerasi inklusi finansial secara masif dan mendalam untuk seluruh daerah di Indonesia,” tutupnya.

Digitalisasi BPR

Solusi DepositoBPR merupakan langkah revolusioner dalam mendigitalkan BPR. Selain Komunal, ada ALAMI yang mengakuisisi BPR Syariah yang kini sudah di-rebrand dengan nama Hijra. Ambisinya pun sama, ALAMI ingin mendigitalisasi BPR ke level lebih jauh.

Di level perbankan komersial, ada Bank Permata yang berkolaborasi dengan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) DKI Jaya untuk menghadirkan teknologi API untuk melayani nasabah BPR secara online. Aktivitas perbankan yang disediakan meliputi transfer dana, bill-payment, top up, inquiry, reconciliation, dan lainnya.

Secara industri, OJK telah mendorong BPR untuk kolaborasi dengan menyusun kolaborasi dengan berbagi pihak, misalnya kerja sama channeling antara BPR dengan startup fintech.

OJK telah memberikan lampu hijau bagi BPR dan fintech lending dalam melakukan kerja sama melalui dua skema, yakni channeling dan referral. Hal tersebut tertuang dalam Buku Panduan Kerja Sama BPR dan Fintech Lending yang telah diterbitkan pada Maret 2021 lalu.

Selanjutnya, dengan menginisiasi pengembangan BPR e-Cash bekerja sama dengan Finnet Indonesia. BPR e-Cash adalah semacam uang elektronik berbasis mobile yang nantinya dapat digunakan untuk beragam transaksi seperti pembayaran QR, isi pulsa, kirim uang, dan lain-lain.

SNAP Tandai Dimulainya Standardisasi “Open Banking” Indonesia

Indonesia mulai menyusul negara global lainnya untuk mulai mengimplementasikan standar nasional Open API. Bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI ke-76, Bank Indonesia meresmikan Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP). Sekaligus uji coba sandbox QRIS dengan Thailand (Thai QR Payment) yang disebut QRIS Antarnegara.

SNAP merupakan standar nasional yang ditetapkan BI atas seperangkat protokol dan instruksi yang memfasilitasi interkoneksi antaraplikasi secara terbuka dalam pemrosesan transaksi pembayaran. Oleh karenanya, SNAP menyatukan berbagai layanan transaksi di Indonesia ke dalam satu sistem.

Standardisasi Open API Pembayaran ini, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, dapat menciptakan industri sistem pembayaran yang sehat, kompetitif, dan inovatif, sehingga dapat menyediakan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat yang efisien, aman, dan andal.

SNAP mencakup standar teknis keamanan, standar data, spesifikasi teknis, dan dokumen pedoman tata kelola sistem pembayaran nasional. Ada dua hal yang distandarkan oleh SNAP.

Pertama, dokumen standar teknis dan keamanan, standar data, dan spesifikasi teknis SNAP menstandarkan, antara lain: protokol komunikasi, tipe arsitektur API, struktur dan format data, metode autentikasi, metode otorisasi, metode enkripsi, persyaratan pengelolaan akses API, struktur data request, hingga struktur data response.

Kedua, dokumen pedoman tata kelola SNAP menstandarkan pedoman perlindungan konsumen, perlindungan data, persyaratan kehati-hatian bagi penyedia layanan dan pengguna layanan, serta kontak.

Pengimplementasian SNAP merupakan salah satu tahapan penting dalam rangka mengakselerasi open banking di area sistem pembayaran. Inisiatif ini adalah tindak lanjut dari visi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.

Menuju Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 / Bank Indonesia

Penyusunan SNAP dilakukan bersama oleh Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dengan membentuk Working Group (WG) Nasional. Sebelum WG nasional dibentuk, BI terlebih dulu menerbitkan Consultative Paper Standar Open API Pembayaran oleh Bank Indonesia pada kuartal I 2020.

Jauh sebelum bank sentral menetapkan standarisasi Open API ini, industri sudah ambil langkah terlebih dulu dengan membuat Open API versi masing-masing. Salah satunya adalah BCA yang meluncurkan API BCA pada 2017. Disebutkan volume transaksi API BCA tumbuh 4,8 kali dalam dua tahun terakhir. Transaksinya tembus lebih dari 1 miliar aktivitas transaksi dan telah digunakan oleh lebih dari 2.500 nasabah bisnis.

Pengembangan fiturnya telah mencapai ratusan untuk memenuhi berbagai kebutuhan bisnis, seperti informasi saldo, mutasi rekening, transfer, BCA Virtual Account, dan lainnya. Bagi nasabah bisnis, implementasi API BCA mempermudah mereka saat rekonsiliasi transaksi penerimaan pembayaran, automasi dan simplifikasi proses transaksi bisnis.

QRIS Antarnegara

Sementara itu, terkait QRIS Antarnegara yang masuk ke dalam bagian SNAP, sebagai permulaannya bekerja sama dengan Bank of Thailand (BOT). Bagi konsumen atau wisatawan yang berasal dari Indonesia dan Thailand bisa melakukan pembayaran dengan memindai kode QR di masing-masing negara.

Perry mengatakan, pengembangan QRIS Antarnegara dengan Thailand dapat menjadi tonggak baru dalam memfasilitasi aktivitas masyarakat antar kedua negara, khususnya bagi wisatawan.

Secara teknis, penyelesaian transaksi QRIS Antarnegara ini menggunakan mata uang lokal masing-masing negara atau local currency settlement (LCS) melalui bank yang sudah dipilih atau appointed cross currency dealers (ACCD).

Interkoneksi switching to switching dibangun antar switching kedua negara yaitu Rintis, Artajasa, Jalin dan Alto dari Indonesia dengan National ITMX (NITMX) dari Thailand. Adapun bank ACCD di Indonesia yang terpilih adalah BCA, BNI, dan BRI. Sementara, bank ACCD di Thailand ada Bangkok Bank (BBL), Bank of Ayudhya (Krungsri), dan CIMB Thai Bank (CIMBT).

Proyek ini juga turut melibatkan 13 provider QRIS. Mereka adalah Bank Sinarmas, Bank Mega, Bank Permata, Bank BSI, Telkom Indonesia, Maybank, ShopeePay, LinkAja, DANA, Bank Mandiri, CIMB Niaga, dan Otto Cash.

Fase komersial penuh dengan Thailand akan dilakukan pada kuartal I 2022. Setelah Thailand, bank sentral tengah menanti uji coba dengan Malaysia. “Setelah Thailand kita dengan Malaysia dan setelahnya sudah ada beberapa negara ASEAN lain yang berminat dan sudah menyetujui,” terang Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta mengutip dari Katadata.

Setelah skala ASEAN, pada fase berikutnya QRIS Antarnegara bakal disiapkan untuk lintas negara di luar ASEAN. Salah satunya, dengan Arab Saudi.

Open banking di Singapura

Sumber: The Edge Markets

Tentunya kehadiran SNAP mempermudah industri jasa keuangan untuk terhubung secara digital dengan pemain non-bank. Contoh terdekat yang bisa ditengok adalah Singapura yang menjadi salah satu kiblat negara maju di Asia.

Pada dasarnya, semangat open banking adalah memberi manfaat kepada konsumen melalui peningkatan pengalaman konsumen, akses ke produk yang mendukung perbankan terbuka, dan pengambilan keputusan keuangan yang lebih baik dengan menggabungkan informasi keuangan mereka dalam satu platform.

Monetary Authority of Singapore (MAS) adalah pendorong utama perkembangan open banking yang masif di Singapura. Salah satu inisiatif utama yang mereka ambil adalah memperkenalkan API Exchange (APIX), sebuah platform kolaborasi yang menjadi dasar kuat bagi pertumbuhan open banking.

APIX adalah platform arsitektur terbuka lintas batas pertama di dunia dan bertujuan untuk mendukung inovasi dan inklusi keuangan di ASEAN dan di seluruh dunia. Platform yang diluncurkan pada November 2018 ini menjadi tempat lembaga keuangan dan perusahaan fintech dapat terhubung dengan mudah dan berkolaborasi dalam pengalaman desain melalui API.

Menurut Founder & CEO MatchMove Shailesh Naik, dia telah melihat kemajuan dalam kolaborasi antara bank dan perusahaan fintech di bidang ini selama dua tahun terakhir. Bank sekarang lebih bersedia untuk bekerja sama dan mulai menjangkau untuk tetap kompetitif karena proses di perusahaan fintech menjadi lebih menarik dan hemat biaya untuk sektor keuangan konvensional.

Tonggak penting lainnya lewat MAS adalah inisiatif Financial Planning Digital Services, yang bertujuan untuk memfasilitasi portabilitas data dengan kerangka kerja API yang aman. Pada 7 Desember 2020, MAS meluncurkan Singapore Financial Data Exchange (SGFinDex), yang melibatkan konsolidasi data keuangan dari bank dan lembaga pemerintah di satu tempat, bukan di beberapa lokasi.

Hal ini difasilitasi melalui identitas digital nasional Singapura, Singapore Personal Access (SingPass), yang merupakan layanan single sign-on yang digunakan oleh warga Singapura untuk bertransaksi dengan lebih dari 60 instansi pemerintah secara online. Konsumen memiliki pilihan untuk memberikan akses ke lembaga keuangan yang mereka pilih untuk berbagi informasi mereka.

Infrastruktur ini dikembangkan oleh sektor publik bekerja sama dengan ABS dan tujuh bank yang berpartisipasi, menjadikan SGFinDex menjadi infrastruktur digital publik pertama di dunia yang menggunakan identitas digital nasional dan sistem persetujuan online yang dikelola secara terpusat.

Managing Director MAS Ravi Menon menyampaikan pentingnya penguatan kepercayaan di sektor keuangan. Nilai lebih yang ditawarkan open banking harus diimbangi dengan risiko yang ditimbulkan oleh berbagi data nasabah antara berbagai pihak.

Dalam Global Financial Services Consumer Study 2019 yang diterbitkan Accenture, sebanyak 75% konsumen menyatakan bahwa mereka sangat berhati-hati tentang privasi data mereka, pelanggaran keamanan data menjadi perhatian terbesar kedua bagi konsumen. Oleh karena itu, agar open banking Singapura benar-benar dapat diterima, pelanggan harus sepenuhnya yakin bahwa data mereka aman.

Meskipun data perbankan di Singapura diatur oleh Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang disempurnakan, bank juga harus memainkan peran mereka dan terus waspada dalam melindungi data pelanggan mereka untuk menguntungkan konsumen dan industri, dan memastikan keberhasilan open banking di Singapura.

Berkaitan dengan itu, penanganan kebocoran data harus ditangani dengan benar-benar serius oleh pemerintah dan instansi terkait. Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menyampaikan isu ini belakangan semakin sensitif, di tengah geliatnya perkembangan ekonomi digital.

“Apabila isu ini terus terjadi, tentunya akan mengganggu pertumbuhan bank digital atau yang berkaitan dengannya. Sebab konsumen akan sulit untuk percaya datanya aman terproteksi,” ujar dia dalam suatu diskusi panel yang diadakan Infobank.

Kurangnya rasa percaya dari masyarakat terhadap layanan keuangan digital, tercermin dari survei yang diadakan  Digital 2021 Report. Disebutkan penetrasi aplikasi banking and financial services d Indonesia masih rendah hanya 39,2% dari responden. Angka ini lebih rendah dari Thailand 68,1%, Malaysia 55,7%, dan Filipina 42,1%.

Sementara, mobile payment juga rendah yakni 29,2% dibanding rata-rata dunia, yakni 30,9%. jauh dibanding Thailand, Filipina, dan Vietnam. Adapun, untuk penggunaan kode QR code di Indonesia baru sebesar 42% dari penduduk dewasa. Kalah dari Malaysia 77% dan Singapura 79%.

Cermati Rambah Produk BaaS, Garap Segmen “Unbanked” di Indonesia

Cermati Fintech Group (CFG) mulai menggarap produk Banking-as-a-Service (BaaS), ditandai dengan kemitraan strategis dengan BCA Digital dan Blibli. CFG melihat potensi unbanked dan underbanked yang masih begitu besar di Indonesia dapat diselesaikan melalui teknologi tersebut.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO CFG Andhy Koesnandar menyampaikan BaaS memungkinkan pihaknya memperluas penawaran produk keuangan, mulai dari pembukaan rekening, paylater, asuransi, dan lainnya di semua jenis platform secara virtual kepada pihak ketiga, sehingga dapat memiliki kemampuan perbankan dalam platformnya yang non-bank.

“BaaS adalah penawaran produk teknologi terbaru dari Cermati Fintech Group, di mana kami menyediakan technology stack untuk menghubungkan bank dengan platform digital,” ucapnya.

Dalam hal ini, Cermati mengembangkan strategi embedded finance, membuka layanan perbankan dapat tertanam dalam ekosistem aplikasi yang memungkinkan kemampuan aplikasi super melalui kemampuan Open API dan BaaS. Penawaran BaaS dari Cermati memungkinkan ekosistem online dan offline untuk menanamkan layanan perbankan, selain asuransi dan paylater yang digunakan sebagai model layanan dalam ekosistem mereka.

Kehadiran produk finansial dapat meningkatkan pengguna fintech, mengurangi user friction, dan meningkatkan loyalitas. Sementara bagi perbankan, teknologi BaaS menawarkan cara baru untuk bermitra dengan ekosistem dengan menyediakan layanan perbankan yang disesuaikan dengan pelanggan tersebut.

Andhy menuturkan, BaaS dan embedded finance secara umum memiliki potensi yang sangat besar. Dari data yang ia kutip, sebanyak 66% dari 275 juta penduduk Indonesia yang masih dalam kelompok unbanked dan underbanked.

Kelompok tersebut belum memiliki akses ke layanan keuangan, yang mana solusi tersebut dapat dengan memperkenalkan produk keuangan melalui platform yang sudah digunakan masyarakat Indonesia sehari-hari. “Proses onboarding ini sepenuhnya secara digital, tanpa mereka harus pergi ke cabang fisik bank atau institusi keuangan lainnya.”

Dengan integrasi Blu BCA Digital dalam Blibli, pengguna Blibli dapat menikmati rangkaian lengkap layanan perbankan Blu. Mulai dari pembukaan rekening, transfer dana, pembayaran dalam aplikasi, dan lainnya tanpa perlu mengunduh atau beralih ke aplikasi lain.

Ilustrasi BaaS dalam aplikasi blu X Blibli / CFG

Andhy melanjutkan, pihaknya tetap mengedepankan unsur keamanan sebagai aspek yang sangat krusial dalam membangun kemitraan dengan lembaga keuangan. Untuk itu, perusahaan selalu meninjau dan memperkuat sistem agar sekelas keamanan di perbankan. “Awal tahun ini kami disertifikasi untuk ISO 27001, standari internasional untuk keamanan informasi.”

Setelah BCA Digital dan Blibli, Andhy menuturkan akan ada kemitraan berikutnya yang bakal diumumkan pada akhir tahun ini. Meski demikian, ia masih menutup rapat-rapat terkait hal tersebut.

Kesempatan layanan BaaS

Cara kerja BaaS / Business Insider

BaaS kini telah menjadi salah satu strategi kunci dalam konsep open banking. Modelnya memungkinkan bank digital dan pihak ketiga untuk terhubung dengan sistem bank secara langsung melalui API. Dengan begitu, kedua belah pihak dapat membangun layanan di atas infrastruktur penyedia sekaligus membuka peluang mengembangkan produk open banking lainnya.

Model ini juga mulai banyak diterapkan bank-bank di dunia karena dinilai lebih efisien. Dalam sekop global, mengutip laporan firma riset Oliver Wyman, pengimplementasian BaaS dapat menjangkau lebih banyak pengguna baru dan menekan biaya akuisisi pelanggan dari kisaran $100-$200 per pelanggan menjadi $5-$35.

Di Indonesia sendiri, pemain BaaS selain Cermati ada nexus yang diperkenalkan oleh Standard Chartered Bank. Dalam waktu dekat solusi perbankan dari nexus bakal hadir di aplikasi Bukalapak.

Co-Founder dan CEO Finantier Diego Rojas berpendapat bahwa BaaS berbeda dengan konsep API lain karena menyediakan infrastruktur berlisensi dan teregulasi untuk layanan inti perbankan. Secara out of the box, hampir semua perusahaan kini dapat menjadi perusahaan fintech tanpa harus melalui proses panjang tersebut berkat kehadiran perusahaan open finance seperti Finantier.

Finantier adalah startup yang menyediakan ekosistem open finance untuk mendukung kolaborasi antara berbagai jenis perusahaan dalam menyediakan produk finansial yang didesain khusus untuk konsumennya.

CVC Milik BCA Berpartisipasi dalam Pendanaan Startup “Open Banking” Railsbank

Central Capital Ventura (CCV), perusahaan investasi (corporate venture capital — CVC) dari Bank Central Asia (BCA) terlibat dalam pendanaan $70 juta platform fintech API asal London, Railsbank. Dalam putaran seri B tersebut sejumlah investor turut terlibat termasuk Anthos Capital (memimpin), Outrun Ventures, dan angel investor.

Railsbank menghadirkan layanan open banking menyeluruh, termasuk di dalamnya banking as a service, cards as a service, dan credit as a service. Memungkinkan penyedia platform digital menyediakan layanan pembuatan kartu kredit [Visa dan Mastercard], pembayaran berlangganan untuk SaaS, dan hal-hal lain terkait transaksi finansial.

Dana segar juga akan digunakan oleh perusahaan untuk menggencarkan ekspansi, termasuk menjelajahi pasar di Asia Pasifik. Menyasar perusahaan fintech, telekomunikasi, hingga ritel untuk mengelola transaksi finansial mereka secara lebih solid.

“CCV percaya pada pendiri Railsbank. Mereka telah berhasil membuktikan model mereka di Eropa dan sekarang berekspansi ke SEA dan Amerika Serikat. BaaS relatif baru di pasar Indonesia dan Asia Tenggara, dan kami yakin Railsbank akan membawa model bisnis mereka yang sukses ke kawasan ini. Di CCV, kami juga percaya bahwa open banking masih dalam tahap awal dan potensi pertumbuhannya sangat besar,” ujar Anthony Adiputra, salah satu tim investasi di CCV.

Ia juga mengatakan, bahwa CCV percaya koneksi berbasis API akan memiliki masa depan cerah karena memungkinkan sebuah platform melakukan integrasi secara sederhana dengan pihak ketiga. Pihaknya juga melihat dorongan dari regulator bagi institusi finansial untuk menciptakan inisiatif perbankan yang lebih terbuka.

Layanan open finance [open banking adalah salah satu turunan layanan dari open finance] berbasis API memang tengah menjadi sorotan menarik di ekosistem fintech, baik di kancah global maupun nasional. Berdasarkan laporan Bain Capital, nilai pasar platform tersebut diproyeksikan mencapai $7,2 triliun pada 2030 mendatang.

Selain di Railsbank, CCV juga telah berinvestasi ke layanan fintech API lainnya, termasuk Oy! Indonesia, Bambu, dan Wallex. Bagi para startup, CCV dapat menjadi mitra strategis mengingat mereka di bawah naungan salah satu perbankan terbesar di Asia Tenggara.

Di sisi lain, regulator dalam hal ini Bank Indonesia (BI), juga tengah mematangkan beleid terkait standar Open API. Salah satu misinya untuk mendorong kolaborasi antara perbankan dan perusahaan teknologi finansial demi terciptanya ekosistem layanan yang inklusif.

Dengan spesialisasinya masing-masing, peta pemain open finance di Indonesia mulai ramai terisi. Daftar pemainnya meliputi Brankas, Brick, Finatier, Ayoconnect, Xendit/Instamoney, Oy!, dan lain-lain. Di antara beberapa pemain tersebut, Bricks yang lebih mendekati Railsbank — untuk memaksimalkan layanannya saat ini Brankas telah bekerja sama dengan 14 bank lokal, termasuk BCA.