Buntut Kasus Activision Blizzard, Banyak Sponsor Overwatch League Mundur

Kasus protes para karyawan Activision-Blizzard yang tak kunjung menemukan jalan keluar ternyata mulai memberikan dampak negatif kepada perusahaan. Beberapa sponsor dari turnamen Overwatch League 2021 mulai mengevaluasi ulang kerja sama mereka.

Dilansir dari Washington Post, Coca-Cola dan State Farm telah menyatakan bahwa mereka mengkaji ulang keterlibatan mereka karena banyaknya reaksi negatif terhadap kasus gugatan diskriminasi gender dan pelecehan seksual yang dituduhkan kepada Activision Blizard dua minggu lalu.

Hal tersebut diperparah karena pihak Activision Blizzard tidak kooperatif terhadap kasus ini dengan tidak jujur dan menutupi fakta-fakta yang terjadi di dalam perusahaan. Hal ini tentunya berujung pada aksi walk-out dan demo yang dilakukan para karyawan beberapa hari yang lalu.

Saat Coca-Cola dan State Farm masih mengkaji ulang, beberapa sponsor lain dari turnamen tersebut seperti Kellogg yang membawahi brand makanan ringan seperti Cheez-It dan Pringles telah hilang dari daftar sponsor.

Tampilan sponsor Overwatch League 2021 yang hanya tersisi Xfinity, Coca-Cola, dan Teamspeak

Raksasa telekomunikasi T-Mobile juga dilaporkan telah resmi mengundurkan diri dari turnamen terbesar Overwatch tersebut. Meskipun mereka tidak memberikan pengumuman terbuka bahwa mereka mundur namun, sama seperti Kellog, nama mereka juga telah hilang dari daftar sponsor Overwatch League.

Bahkan State Farm meminta kepada pihak penyelenggara Overwatch League untuk meniadakan iklan yang ditayangkan untuk pertandingan-pertandingan yang berlangsung minggu ini.

Padahal turnamen Overwatch League 2021 ini sudah berlangsung sejak 16 April 2021 lalu dan baru akan berakhir pada September mendatang. Berarti masih ada waktu satu bulan lebih hingga turnamen ini selesai. Diprediksi, akan ada lebih banyak sponsor yang akan ikut mundur melihat bahwa kasus yang dihadapi oleh Activision-Blizzard ini masih jauh dari kata selesai.

Sebelumnya kami telah mengabarkan bahwa kumpulan pekerja Activision-Blizzard membentuk aliansi pekerja yang kemudian menyurati CEO Blizzard, Bobby Kotick dan para direksi. Para karyawan tentunya meminta adanya keseriusan dari para petinggi Activision Blizzard terhadap kasus gugatan yang berjalan tersebut.

Free Fire Kolaborasi dengan Timnas Sepak Bola Brasil, F1 Adakan Kompetisi Mobile Esports Baru

Dua organisasi esports mengumumkan kontrak kerja sama baru mereka pada minggu lalu. FaZe Clan mengungkap bahwa mereka akan berkolaborasi dengan McDonald’s untuk membuat industri game dan esports menjadi semakin inklusif. Sementara OG mengumumkan kerja sama mereka dengan perusahaan analitik asal Jerman. Di sisi lain, dua sponsor utama Overwatch League mempertimbangkan untuk menghentikan kontrak mereka karena skandal yang menimpa Blizzard.

Free Fire Kolaborasi dengan Timnas Sepak Bola Brasil

Minggu lalu, Free Fire resmi menjalin kerja sama dengan Konfederasi Sepak Bola Brasil (CBF). Dengan ini, Free Fire akan menjadi sponsor resmi dari tim-tim sepak bola Brasil selama dua tahun. Salah satu hasil dari kolaborasi ini adalah para pemain Free Fire di Brasil dan di seluruh dunia bakal punya kesempatan untuk mendapatkan skin dan item kolaborasi eksklusif. Selain itu, Free Fire juga akan melakukan kegiatan aktivasi di setiap pertandingan sepak bola dari timnas Brasil.

Pada 6 Agustus 2021, Free Fire memperkenalkan dua skin baru hasil kolaborasi mereka dengan tim nasional Brasil. Salah satu skin itu berupa seragam  sepak bola berwarna biru dan kuning, dua warna yang biasa digunakan oleh tim nasional Brasil. Selain itu, Free Fire juga akan meluncurkan beberapa item baru. Koleksi item itu akan menjadi bagian dari Farra dos Colecionadores alias Collector’s Spree. Namun, Garena belum memberikan informasi lebih lanjut terkait item tersebut, lapor Esports Insider.

OG Esports Kolaborasi dengan Perusahaan IT, Shikenso Analytics

Organisasi esports asal Eropa, OG Esports, baru saja menjalin kerja sama dengan Shikenso Analytics, perusahaan IT asal Jerman. Sebagai bagian dari kolaborasi ini, Shikenso akan memberikan analisa mendalam tentang performa media sosial OG. Sebelum kerja sama dengan OG, Shikenso juga telah membantu beberapa pelaku esports lain, seperti FATE Esports dan penyelenggara turnamen BLAST. Kepada rekan mereka, Shikenso biasanya memberikan informasi terkait performa dari kegiatan aktivasi mereka.

Shikenso akan berikan data tentang performa media sosial OG. | Sumber: Esports Insider

“Kami sangat senang dengan platform Shikenso dan kami kagum akan layanan yang bisa mereka berikan pada rekan-rekan kami,” kata Head of Partnerships, OG Esports, Romane Sorine, seperti dikutip dari Esports Insider. “Ketka kami menggunakan platform dari Shikenso, mereka bisa membuat platform yang sesuai dengan kebutuhan OG serta membantu kami dalam membuat presentasi yang memenuhi keinginan dari rekan-rekan kami.”

Dua Sponsor Utama Overwatch League Dikabarkan Bakal Batalkan Kontrak Sponsorship

Coca-Cola dan State Farm dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk menghentikan kontrak sponsorship dengan Overwatch League (OWL) setelah kasus gugatan Blizzard akan diskriminasi dan pelecehan seksual merebak. Seperti yang disebutkan oleh The Washington Post, kedua sponsor utama OWL itu sedang menimbang kembali apakah mereka masih mau melibatkan diri dengan liga esports itu. State Farm dan Coca-Cola merupakan dua dari tujuh sponsor utama yang namanya tertulis pada situs OWL. Beberapa sponsor lain OWL adalah IBM, Xfinity, Cheez-It, Pringles, dan TeamSpeak.

Minggu lalu, perusahaan telekomunikasi AS, T-Mobile telah menghentikan kerja sama mereka dengan OWL. Dan tampaknya, sponsor-sponsor lain dari OWL akan mengikuti jejak T-Mobile, menurut laporan Polygon. Jika Coca-Cola dan State Farm memutuskan untuk berhenti menjadi sponsor, hal ini akan menjadi masalah bagi OWL. Pasalnya, kontrak sponsorship OWL dengan sejumlah brand besar merupakan salah satu bukti dari kesuksesan liga esports tersebut.

McDonald’s Gandeng FaZe Clan untuk Dorong Inklusivitas Industri Esports

McDonald’s baru saja menandatangani kontrak sponsorship dengan FaZe Clan. Melalui kerja sama ini, McDonald’s dan Faze akan membuat sejumlah konten yang dibintangi oleh para kreator ternama Faze. Konten tersebut dibuat dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa industri game dan esports merupakan industri yang inklusif.

Konten hasil kolaborasi McDonald’s dan FaZe akan menampilkan beragam cerita. Misalnya, cerita tentang bagaimana para anggota FaZe bisa menjadi populer seperti sekarang. Pada akhirnya, tujuan dari kolaborasi ini adalah untuk mendukung keberagaman di industri game dan esports serta menunjukkan apa yang FaZe dan McDonald’s lakukan untuk membuat industri game dan esports menjadi semakin inklusif, lapor Forbes.

F1 Bakal Gelar Kompetisi Mobile Esports Baru

Formula 1 menggelar kompetisi mobile esports kedua mereka. Kali ini, game yang diadu adalah Real Racing 3, yang dirilis oleh Electronic Arts. Pemain yang keluar sebagai pemenang akan mendapatkan tiket untuk menghadiri satu balapan F1 pilihan mereka dalam satu tahun ke depan. Sementara 10 pemain terbaik akan mendapatkan kacamata hitam berlisensi F1, Formuleyes. Dalam update terbaru Real Racing 3, game itu sudah menyertakan semua mobile F1 pada 2021.

“Sekarang, kami sedang berusaha untuk membangun reputasi kami di lanskap mobile game. Dan kami sangat senang karena bisa menyertakan Real Racing 3 dalam F1 Esports,” kata Ellie Norman, Director of Marketing and Communications, Formula 1, seperti dikutip dari The Race. “Kami harap, jumlah peserta dari kompetisi ini akan lebih banyak dari sebelumnya.”

Kolaborasi Free Fire dan Street Fighter V Telah Dimulai, Fnatic Maju ke The International 10

Ada beberapa berita menarik di dunia esports pada minggu lalu. Salah satunya, event kolaborasi antara Free Fire dan Street Fighter V telah resmi dimulai. Selain itu, Fnatic melaju ke The International setelah mengalahkan TNC Predator di babak kualifikasi Asia Tenggara. Pemain Counter-Strike: Global Offensive asal Malaysia, Andrew “kaze” Khong juga akan ikut bertanding di IEM Cologne.

Event Kolaborasi Free Fire dengan Street Fighter V Telah Dimulai

Kolaborasi antara Free Fire dengan Street Fighter V resmi dimulai pada akhir pekan lalu. Melalui event bernama Free Fighter ini, Garena menyediakan sejumlah item baru, termasuk outfit Chun-Li dan Ryu, skin granat Hadouken, dan pistol AWM. Tak hanya itu, Garena juga menambahkan emote baru, berupa Hadouken. Kali ini bukanlah pertama kalinya Garena mengadakan kolaborasi dengan intellectual property lain. Menurut laporan Dot Esports, sebelum ini, Garena juga pernah menggandeng sejumlah IP populer lain, seperti Attack on Titan dan One-Punch Man. Mereka juga pernah berkolaborasi dengan pemain sepak bola Cristiano Ronaldo.

Smash Summit 11 Pecahkan Rekor Total Hadiah Terbesar

Smash Summit 11 menawarkan total hadiah sebesar US$98 ribu. Dengan ini, turnamen tersebut berhasil memecahkan rekor dan menjadi kompetisi Super Smash Bros. dengan total hadiah terbesar, lapor Dot Esports. Sebelum ini, rekor tersebut dipegang oleh Smash Summit 5 yang diadakan pada 2017 dengan total hadiah sebesar US$83,7 ribu. Dari total hadiah Summit 11, sekitar 90% berasal dari sumbangan fans.

Memang, Summit 11 punya sistem yang unik dalam menentukan peserta yang bisa ikut dalam turnamen tersebut, yaitu berdasarkan voting dari fans. Dalam turnamen kali ini, fans harus membeli merchandise atau berlangganan channel Twitch dari BTS Summit untuk bisa mendapatkan suara dan memilih pemain atau streamer favorit mereka. Sebagian pemasukan dari penjualan merchandise dan langganan Twitch itu lalu dimasukkan ke dalam total hadiah dari Summit 11.

Fnatic Bakal Melaju ke The International

Fnatic dipastikan akan tampil di The International 10 setelah mengalahkan TNC Predator di babak kualifikasi untuk kawasan Asia Tenggara. Di dua babak pertama, TNC Predator berhasil mengalahkan Fnatic. Pertandingan pertama antara kedua tim itu bahkan hanya berlangsung selama 36 menit, seperti yang Gosu Gamers sebutkan. Di pertandingan kedua, TNC Predator kembali berhasil mengalahkan Fnatic.

Fnatic dapat mengalahkan TNC pada pertandingan ketiga. Kemenangan tersebut menjadi titik balik dari perlawanan Fnatic. Pada pertandingan keempat, Fnatic juga berhasil menang dari TNC. Kemenangan tersebut tampaknya menghancurkan moral TNC. Selain itu, tim TNC juga terlihat sudah lelah karena mereka harus bertanding melawan BOOM Esports di babak final lower bracket. Alhasil, Fnatic keluar sebagai juara dengan skor 3-2.

Malaysia Esports League 2021 Bakal Digelar Pada 10 Juli 2021

Malaysia Esports League 2021 (MEL21) bakal dimulai 10 Juli sampai 10 September 2021. Turnamen tersebut menawarkan total hadiah sebesar RM200 ribu (sekitar Rp698 juta). Esports Integrated (ESI) mengungkap bahwa MEL21 diadakan dengan tujuan untuk menyediakan platform bagi semua pemain esports, mulai dari pemain amatir, semi-pro, sampai profesional. Kompetisi esports tersebut bakal diadakan secara online, sesuai dengan standard operating procedures (SOP)  dalam National Recovery Plan – Phase 1. MEL21 akan mengadu empat game, yaitu PUBG Mobile, Mobile Legends: Bang Bang, FIFA 21, dan Dota 2.

Pemain CS:GO Malaysia, Kaze, Bakal Bertanding di IEM Cologne

Andrew “kaze” Khong, pemain Counter-Strike: Global Offensive profesional asal Malaysia, telah mendarat di Jerman pada 30 Juni 2021 untuk ikut serta dalam Intel Extreme Masters Cologne 2021. Kaze, yang merupakan seorang AWPer, merupakan satu-satunya pemain asal Asia Tenggara yang bertanding di turnamen bergengsi tersebut. Saat ini, dia bermain bersama ViCi Gaming, tim asal Tiongkok.

Andrew “kaze” Khong. | Sumber: Instagram

Kaze mulai bermain CS:GO pada 2006 dan telah aktif di skena esports profesional selama 3 tahun terakhir. Pada 2014, dia menjadi pemain pengganti di tim asal Singapura. Dia kemudian menjadi bagian dari tim asal Malaysia, MVP.Karnal pada 2015. Keseluruhan tim tersebut kemudian diakuisisi oleh Dragoon Esports. Sukses membangun reputasi sebagai salah satu AWPer terbaik di Asia Tenggara, kaze mendapatkan tawaran untuk bermain di tim Tiongkok, menurut laporan IGN.

Overwatch League Diselidiki Divisi Antitrust Amerika Serikat

Divisi antitrust dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) tengah melakukan investigasi pada Overwatch League. Alasannya, karena liga tersebut membatasi besar gaji yang tim bisa berikan pada pemain. Menurut laporan Dot Esports, pada 2020, pengeluaran tim untuk gaji pemain tidak boleh melebihi US$1,6 juta. Memang, tidak ada peraturan eksplisit yang melarang tim untuk memberikan gaji tinggi pada pemain. Namun, jika total gaji pemain mencapai lebih dari US$1,6 juta, maka tim diharuskan untuk membayar “pajak barang mewah” pada Overwatch League.

Pajak tersebut ditentukan berdasarkan selisih antara total gaji tahunan seluruh pemain dalam sebuah tim dengan batas gaji maksimal yang ditetapkah oleh OWL. Jadi, jika gaji total seluruh pemain dari sebuah tim mencapai US$1,7 juta, maka tim harus memberikan US$100 ribu pada OWL sebagai pajak. Hal ini membuat OWL diselidiki karena dianggap membuat tim enggan untuk memberikan gaji besar pada para pemain. Pihak Activision Blizzard mengaku bahwa DOJ memang tengah melakukan penyelidikan dan mereka akan bekerja sama dengan badan pemerintah tersebut.

EVOS Esports Juara Free Fire Master League, Siren Esports Juara MDL

Jika Anda adalah pembaca setia Hybrid, Anda mungkin memperhatikan ada sedikit perubahan dari cara kami menyajikan informasi-informasi. Salah satu yang cukup terasa adalah berita-berita seputar perkembangan esports yang kini digantikan oleh pembahasan-pembahasan yang lebih mendalam. Namun bukan berarti Hybrid.co.id tidak memperhatikan perkembangan esports. Kini semua berita perkembangan tersebut kami rangkum ke dalam satu pembahasan. Maka dari itu berikut rangkuman berita kompetisi esports di pekan kedua bulan Oktober 2020:

10 Oktober 2020

Street Fighter League Pro JP Week 3

Street Fighter League kini sudah memasuki pekan ke-3 pertandingan. Mago Scarlet lagi-lagi harus menerima kekalahan pada pertandingan SF League Pro JP pekan ke-3. Masih seperti pertandingan pekan sebelumnya Mago Scarlet harus terima kekalahan telak, kali ini dari Nemo Aurora. Sementara itu, pertandingan-pertandingan berikutnya berjalan sengit. Tokido Flame vs Fuudo Gaia, dua tim yang sama-sama konsisten kini bertemu dan harus menerima hasil seri 2-2. Umehara Gold melawan Momochi Splash juga mendapatkan hasil seri 2-2, setelah tim Daigo Umehara menemukan performa terbaiknya mulai pekan kedua.

San Francisco Shock Juara Overwatch League 2020

San Francisco Shock menjadi tim Overwatch League pertama yang berhasil memenangkan liga franchise tersebut selama dua kali berturut-turut. Kemenangan gemilang didapatkan oleh Nam-joo Kwon “Striker” setelah bertarung sengit melawan Seoul Dynasty dan menghasilkan skor 4-2. “Saya bangga sekali melihat seluruh staf Overwatch League dari seluruh dunia bekerja begitu keras demi dapat menyajikan tayangan yang luar biasa bagi para penggemar. Terima kasih kepada empat tim yang bertanding pertandingan OWL 2020 Grand Finals dan selamat bagi San Francisco Shock,” tulis Jon Spector selaku Vice President Overwatch Esports di Blizzard Entertainment dalam rilis.

11 Oktober 2020

EVOS Esports Juara Free Fire Indonesia Masters 2020 – Fall

Akhir pekan lalu menjadi gelaran puncak dari skena esports Free Fire Indonesia lewat gelaran Free Fire Indonesia Masters League. Setelah melalui kualifikasi dan gelaran Free Fire Masters League, turnamen FFIM 2020 Fall kini tinggal menyisakan 12 tim saja. Pertandingan berlangsung dengan sangat sengit, semua tim ingin membuktikan bahwa mereka adalah yang terbaik, sehingga persaingan poin antar tim menjadi sangat tipis.

RRQ yang sempat memuncaki perolehan poin sementara akhirnya tersalip oleh EVOS Esports di akhir akhir pertandingan. EVOS Esports pun menjadi juara FFIM dengan perolehan sebesar 142 poin. Sebagai juara nasional, EVOS Esports secara otomatis mendapat kesempatan untuk bertanding di tingkat selanjutnya, yaitu Free Fire Continental Series: Asia. RRQ dan ONIC Esports juga mendapat kesempatan serupa namun harus berjibaku pada babak Play-Ins terlebih dahulu.

Siren Esports Juara MDL

Mobile Legends Developmental League sudah memasuki season kedua. Pada musim ini, tim non-franchise kembali mendulang kemenangan berkat permainan gemilang yang ditampilkan. Adalah Siren Esports, tim yang bermain dengan sangat apik dan berhasil menumbangkan RRQ Sena yang notabene adalah pemuncak klasemen babak Regular Season MDL Season 2. Selamat bagi Hinelle dan kawan-kawan! Selamat atas kemenangannya Siren Esports.

12 Oktober 2020

100 Thieves tinggalkan CS:GO

Sumber: 100 Thieves
Sumber: 100 Thieves

100 Thieves yang merupakan salah satu organisasi esports besar di Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka akan tinggalkan skena CS:GO. Keputusan ini dilakukan setelah sang pemain bintang, Justin Savage “jks”, dikabarkan pindah ke Complexity. Selain karena hal tersebut, performa 100 Thieves juga terbilang sedang menurun belakangan ini. Mengutip HLTV.org, performa mereka menurun terutama sejak pandemi di bulan Maret 2020 kemarin. Sejak saat itu mereka tak pernah masuk peringkat top 10 selama 5 bulan belakangan. Pasca kabar ini, hal yang masih jadi tanda tanya adalah bagaimana nasib spot tim besutan Matthew Haag “Nadeshot” yang ada di turnamen ESL Pro League dan BLAST Premiere.

Fortnite Buat Turnamen Bertemakan Superhero Marvel

Sumber: Epic Games
Sumber: Epic Games

Kerja sama antara Marvel dengan Epic Games kini melangkah lebih jauh lagi lewat turnamen bertajuk Marvel Knockout Super Series. Bukan cuma dari segi judul, turnamen ini juga menggunakan mode Marvel Knockout limited-time mode yang di dalamnya pemain akan berkompetisi dengan menggunakan kekuatan super milik karakter Marvel. Turnamen memiliki hadiah Grand Final sebesar satu juta dollar AS dan skin Fortnite karakter Daredevil, pahlawan yang tuna netra yang punya kemampuan pendengaran ultrasonik.

14 Oktober 2020

Riot Games Umumkan Rencana Esports VALORANT di Asia Tenggara

First Strike jadi turnamen VALORANT resmi dari RIot pertama.
First Strike jadi turnamen VALORANT resmi dari RIot pertama.

Setelah rangkaian Ignition Series, kini Riot Games umumkan inisiatif esports terbarunya untuk VALORANT, yaitu First Strike. Pada turnamen First Strike, Riot Games menggandeng beberapa rekan yang akan menjalankan turnamen tersebut di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Untuk Indonesia ada One Up Organizer yang akan menjadi penyelenggara untuk gelaran turnamen First Strike dan juga turnamen tingkat universiats.

Valve Dikabarkan Tolak Tawaran Pemerintah Shanghai Untuk Selenggarakan The International 10

Sumber: Dota 2 Blog
Sumber: Dota 2 Blog

Nasib ekosistem esports Dota 2 masih belum ketahuan sampai sekarang walaupun sudah ada 40 juta dollar AS dikumpulkan lewat Battle Pass. Perasaan ketidakpastian ini muncul setelah tulisan kekecewaan dari shoutcaster asal Amerika Serikat, Kyle Freedman, yang membahas soal ketidakpedulian Valve terhadap skena esports Dota 2 terbit di laman Medium. Ketidakpastian semakin bertambah setelah pernyataan Kyle disauti oleh Zhou Lingxiang “Haitao”, Co-Founder Imba TV, yang mengatakan bahwa Valve menolak tawaran Perfrect World untuk menghadirkan TI10 di Shanghai, walaupun pemerintah sudah sangat mendukung kegiatan tersebut.

15 Oktober 2020

London Spitfire Lepas Semua Pemain dan Jajaran Staf

Manajemen tim Overwatch League yaitu London Spitfire mengumumkan bahwa mereka melepas seluruh pemain, pelatih, dan staf. Berdasarkan dari laporan Esports Observer, London Spitfire melakukan tindakan tersebut karena mereka ingin melakukan perubahan strategi untuk musim selanjutnya. Perubahan strategi yang dimaksud termasuk memanfaatkan talenta-talenta yang mereka didik sendiri lewat tim British Hurricane dan tim Akademi, serta mencari pemain dari Eropa Barat untuk memudahkan pencarian sponsor. Dikabarkan juga semua pemain yang dilepas tersebut dimasukkan ke dalam status Free Agents agar mereka masih bisa direkrut oleh tim-tim lain.

16 Oktober 2020

https://esportsobserver.com/spitfire-releasing-roster-staff/

https://twitter.com/davidhigdon/status/1316657459218518016?ref_src=twsrc%5Etfw%7Ctwcamp%5Etweetembed%7Ctwterm%5E1316657459218518016%7Ctwgr%5Eshare_3%2Ccontainerclick_1&ref_url=https%3A%2F%2Fwww.invenglobal.com%2Farticles%2F12494%2F32m-people-applied-for-the-6300-league-of-legends-world-championship-tickets

Tinggal beberapa langkah menuju puncak gelaran League of Legends World Championship 2020. Diselenggarakan di Shanghai, Riot Games memang sudah berencana tetap menyelenggarakan turnamen ini secara tatap muka sejak awal. Meski demikian Riot Games tetap mengikuti protokol kesehatan yang berlaku, sehingga acara tatap muka diadakan dengan jumlah pengunjung yang terbatas. Meski demikian permintaan tetap membludak. David Higdon dari Riot Games mengatakan bahwa jumlah registrasi mencapai 3,2 juta yang mendaftar untuk memperebutkan 6300 tiket menonton Worlds 2020 secara offline.

Mengintip Potensi Bisnis Skin Esports Sebagai Sumber Pemasukan Baru di Ekosistem

Bulan lalu, tepatnya 24 September 2020, saya memberitakan soal wujud skin dari para tim peserta esports Rainbow Six: Siege yang tergabung dalam program R6 SHARE. Program tersebut membagi tim peserta ke dalam 3 tingkat (tier), dengan masing-masing tier menerima set skin yang berbeda. Tim yang berada di tier 1 mendapat set skin paling lengkap, mulai dari Headgear, Uniform, Weapon Skin, dan Charm di dalam Rainbow Six Siege. Jika Anda cuma ingin satu bagian skin saja, Anda bisa membayar 600 R6 Credits untuk Headgear, 700 R6 Credits untuk Uniform, 500 R6 Credits untuk Charm, dan 300 R6 Credits untuk Weapon. Tapi, Anda juga bisa membeli satu set skin yang dijual seharga 1600 R6 Credit (sekitar US$5). Hasil penjualan skin tak hanya mendukung esports Rainbow Six tapi  juga mendukung organisasi esports terkait, dengan sistem bagi hasil dari pemasukan yang didapatkan atas penjualan skin.

Melihat pengumuman ini, saya jadi bertanya-tanya sendiri mengapa sistem ini tidak diterapkan juga di esports lain? Selain bentuk skin-nya yang memang bagus, model seperti ini juga membuat penggemar esports bisa secara langsung mendukung tim yang digemari.

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Apakah mungkin bisnis penjualan skin esports (skin berisi/bertemakan turnamen atau tim yang dibuat secara kerja sama dengan pihak terkait), bisa menjadi solusi model bisnis baru yang sama-sama menguntungkan bagi organisasi/tim peserta dan penyelenggara kompetisi? Untuk mencari tahu jawaban atas pertanyaan tersebut, mari coba kita kupas satu per satu terkait potensi skin esports sebagai model bisnis baru.

 

Mengenal Ragam Bentuk Penjualan Skin Esports

Walaupun Ubisoft baru mengumumkan model R6 SHARE pada September 2020 lalu namun sebenarnya model bagi hasil penjualan skin terbilang menjadi praktik yang cukup umum di ranah esports. Skena esports yang terbilang sebagai mempionirkan penerapan model ini adalah  Counter Strike: Global Offensive (CS:GO). Tahun 2014, Valve memperkenalkan item kosmetik bernama “Stickers” yang bisa ditempelkan pada senjata yang jadi favorit Anda.

Setelah diperkenalkan, Stickers pun menjadi bagian dari esports CS:GO.  Turnamen pihak ketiga yang ditasbihkan sebagai “Major”oleh Valve akan mendapatkan hak untuk membuat Stickers bergambar turnamen tersebut. Hasil penjualan Stickers tak hanya masuk ke pundi-pundi Valve tetapi juga dibagi ke penyelenggara turnamen. Selain penyelengara turnamen, Stickers juga menyertakan tim esports dan tanda tangan pemain seperti BnTeT dengan hasil penjualannya dibagi kepada pihak-pihak terkait.

Sumber: Steam Community Market
Sumber: Steam Community Market

Selain CS:GO, Overwatch juga jadi skena esports lain yang menerapkan hal serupa. Pengenalan Overwatch League (OWL) di tahun 2018 cukup menggemparkan skena esports karena mereka menjadi yang pertama dalam memperkenalkan liga esports franchise ala liga olahraga Amerika Serikat, dengan cara penyajian yang hampir serupa. Organisasi esports ternama seperti Cloud9 ataupun Gen.G Esports tidak menggunakan nama mereka sendiri di dalam Overwatch League.

Overwatch League “memaksa” investor liga franchise memulai usaha branding dari awal, dengan membuat nama tim berdasarkan nama kota. Organisasi esports populer tetap terlibat namun pada OWL nama mereka diubah, seperti Gen.G Esports menjadi Seoul Dynasty, NRG Esports menjadi San Francisco Shock, atau Cloud9 menjadi London Spitfire.

Bukan cuma itu, Overwatch League juga menyajikan skin untuk masing-masing tim peserta OWL, yang tersedia lengkap untuk semua Hero. Skin tersebut juga menjadi semacam jersey digital yang akan digunakan oleh pemain pada setiap pertandingan Overwatch League. Setiap skin dijual seharga sekitar US$5 dan sebagian hasil penjualan skin tersebut diterima oleh tim terkait.

Sumber: Steam Community Market
Skin tim peserta Overwatch League untuk musim 2020, dari kiri ke kanan ada Chengdu Hunters (Genji), Hangzhou Spark (Varya), dan San Francisco Shock (Tracer). Sumber: Blizzard Official

League of Legends, salah satu skena esports terbesar di dunia, juga menerapkan model serupa. Namun memang, model yang diterapkan berbeda dengan Overwatch League ataupun CS:GO. Dalam skena League of Legends, skin untuk tim esports dibuat sebagai penghargaan bagi tim yang berhasil menjadi juara World Championship.

Maka dari itu, skin esports di League of Legends menampilkan tim, tema, dan Champion yang berbeda-beda setiap tahunnya tergantung dari karakter serta Champion andalan tim juara tersebut. Tahun 2019 contohnya, FunPlus Phoenix sebagai juara World Championship 2019 diabadikan dalam bentuk skin yang tersedia untuk Gangplank andalan Gimgoon, Lee Sin andalan Tian, Malphite andalan Doinb, Vayne andalan Lwx, dan Tresh andalan Crisp.

Dalam konteks lokal, MLBB juga mulai menerapkan model serupa. EVOS Legends yang berhasil memenangkan M1 World Championship 2019, mendapatkan skin untuk hero Harith sebagai bentuk apresiasi atas kemenangan tersebut. Selain itu, pada 24 September 2020 lalu, Moonton mencoba melanjutkan langkah tersebut dengan menyajikan Battle Emote 8 tim peserta liga franchise MPL Indonesia. Battle Emote dijual seharga 109 diamonds (kira-kira sekitar 30 ribu rupiah) namun Moonton tidak menjelaskan apakah ada sistem bagi hasil atas penjualan Battle Emote ataupun skin tersebut.

Sudah ada beberapa ekosistem esports menerapkan model bagi hasil lewat skin esports, namun bagaimana potensi bisnis terhadap model tersebut? Akankah hal tersebut menjadi tren masa depan bisnis esports?

 

Peluang Skin Esports Sebagai Model Bisnis Esports di Masa Pandemi

Newzoo sebagai salah satu perusahan riset pasar gaming/esports sempat mengubah prediksi nilai industri esports tahun 2020, dari yang tadinya US$1,1 milllar pada Februari 2020 menjadi  950,3 juta dollar AS pada 7 Oktober 2020 lalu.  Perubahan tersebut bukan yang pertama. Newzoo sempat mengubah angka prediksi menjadi US$1,059 miliar pada April 2020, lalu direvisi menjadi 973,9 juta dollar AS pada Juli 2020.

Perubahan prediksi nilai industri esports tersebut berubah karena pandemi membuat banyak event esports tatap muka jadi batal sehingga tidak ada peluang pemasukan dari penjualan tiket. Dalam pembahasan tersebut Newzoo juga menyebutkan soal peluang pemasukan merchandise yang juga menurun, dari diprediksi sebesar 76,2 juta dollar AS menjadi 52,5 juta dollar AS.

FaZe Banks menggunakan kolaborasi terbaru antara FaZe Clan dengan NFL. Sumber: PRNewswire
FaZe Banks menggunakan kolaborasi terbaru antara FaZe Clan dengan NFL. Sumber: PRNewswire

Newzoo mengatakan alasan turunnya prediksi pemasukan dari penjualan merchandise merupakan efek domino atas banyaknya event offline yang dibatalkan. Asumsinya adalah, kebanyakan penggemar membeli merchandise tim secara impulsif (jersey, syal, atau apapun) karena terhanyut dalam euforia pertandingan offline.

Asumsi tersebut mungkin tidak sepenuhnya salah karena salah satu buktinya dapat kita lihat di ekosistem lokal lewat laporan Chief Editor Hybrid.co.id, Yabes Elia. Dalam laporan tersebut, Yabes Elia menemukan bahwa EVOS Esports berhasil meraup 150 juta rupiah dari penjualan merchandise pada event offline M1 World Championship 2019, dan MPL ID Season 4.

“Item-nya soldout semua di 2 event tadi (MPL ID S4 dan M1). Kalau enggak kehabisan, mungkin bisa sampai Rp200 juta.” Tutur Yansen Wijaya selaku Merchandise Manager EVOS Esports kepada Yabes Elia dalam laporan tersebut.

Tapi, kejadian tersebut terjadi di tahun 2019. Tahun 2020 pandemi terjadi sehingga banyak turnamen tatap muka jadi dibatalkan. Dalam konteks lokal, MPL ID berubah format menjadi online. Begitu juga dengan Mobile Legends Southeast Asia Cup (MSC) 2020 yang dibatalkan.

Dampak atas hal tersebut, tim seperti EVOS Esports jadi tidak bisa berjualan merchandise secara offline. Ya… penggemar sih bisa saja membeli merchandise tim esports secara online. Tapi, rasanya kurang puas bukan jika mengenakan merchandise tersebut di rumah saja tanpa ditunjukkan di pertandingan esports offline?

Maka dari itu, skin esports seperti Battle Emote atau jersey digital tim esports seperti yang ada di Rainbow Six atau Overwatch League bisa menjadi alternatif potensi untuk jadi sumber pemasukan baru tim esports. Perubahan tersebut juga dirasakan dan dibahas dalam analisis Newzoo pada 25 Februari 2020 lalu. Dalam analisis tersebut, Newzoo melakukan perubahan pada sumber pemasukan ekosistem esports dan menambahkan kelompok “Digital” dan Streaming.

Dalam analisis tersebut, Newzoo menjelaskan bahwa pemasukan Digital adalah termasuk penjualan skin atau in-game items yang berkaitan dengan organisasi esports. “Penggemar dan para pemain atas game tersebut bisa membeli skin untuk menunjukkan kegemarannya terhadap suatu tim seraya menciptakan pemasukan bagi tim terkait.” Tulis Newzoo membahas soal sumber pemasukan ekosistem esports terbaru.

Lewat laporan tersebut, baik versi bulan Feburari ataupun Oktober, Newzoo memprediksi bahwa sumber pemasukan dari sumber Digital adalah sebesar 21,5 juta dollar AS (sekitar Rp317 miliar), meningkat sekitar 60,9% dibanding tahun sebelumnya pada bulan yang sama.

Jumlah tersebut memang bukan yang terbesar, karena berada di peringkat ke-5 dibanding dengan sumber pemasukan lain di ekosistem esports. Sumber pemasukan terbesar masih dipegang oleh Sponsorship, dengan jumlah sebesar 584,1 juta dollar AS.

Apalagi, selain keuntungan secara materi, skin esports (seperti yang ada di Overwatch League) juga memberikan benefit bagi tim esports untuk dapat melakukan branding lebih gencar.

Mengapa demikian? Hal tersebut mengingat sebuah turnamen esports yang lebih banyak menyajikan tayangan in-game daripada menayangkan sang pemain itu sendiri. Dalam konteks olahraga, tim yang masuk liga utama berarti punya kesempatan lebih banyak untuk melakukan branding karena jersey beserta segala sponsor yang tertempel di sana tampil dalam tayangan pertandingan yang berjalan setidaknya 45 menit x 2 babak.

Bagaimana dengan esports? Mari coba kita kira-kira dengan melihat MPL Indonesia. Dalam MPL ID, setiap pertandingan biasanya menyajikan 4 hal, pertama proses drafting dengan menunjukkan kondisi pemain yang sedang berdiskusi, kedua pertandingan yang hanya memperlihatkan kondisi in-game saja, ketiga suasana kemenangan tim, yang ditutup dengan post-match interview yang kembali menampilkan sang pemain.

Durasi proses drafting kurang lebih sekitar 5-10 menit. Selama proses tersebut, pemain yang sedang diskusi diperlihatkan dengan menggunakan jersey, itu pun secara berganti-gantian antara tim yang bertanding. Lalu fase pertandingan biasanya berjalan dengan durasi sekitar 15-25 menit, tergantung seberapa ketat persaingan antar 2 tim. Pasca pertandingan MPL ID biasanya akan menunjukkan suasana kemenangan tim yang bertanding dan post-match interview, dengan total durasi sekitar 10-15 menit.

Berdasarkan urutan tayangan tersebut, berarti MPL ID menyorot pemain yang mengenakan jersey beserta para sponsor yang tertempel selama sekitar 15-25 menit. Sementara 15-25 menit sisanya tim esports jadi minim branding karena sarana branding di dalam game bagi tim esports memang minim, hanya overlay logo serta nama tim di bagian atas tayangan dan tag nama tim yang ada di depan nickname para pemain.

Untungnya sekarang sudah ada Battle Emote yang kebetulan memang rajin digunakan oleh para pemain untuk taunting sehingga branding tim esports peserta liga franchise MPL bisa jadi lebih maksimal. Namun sponsor tim terkait yang hanya mendapatkan logo di jersey terbilang jadi kurang maksimal karena hanya tampil di 15-25 menit ketika fase drafting dan sorotan momen kemenagan. Tetapi untungnya juga MPL menyajikan talkshow bertajuk MPL Quickie yang memberi tim lebih banyak waktu menampilkan jersey beserta logo sponsor yang tertempel.

Namun, itu hanya baru menghitung dari apa yang ditayangkan MPL ID saja. Di luar itu, para organisasi esports sebenarnya sudah melakukan branding masing-masing terhadap sponsor-sponsor yang mereka miliki entah lewat konten video ataupun media sosial. Terlepas dari itu, penambahan skin esports/branding in-game memiliki potensi untuk bisa memaksimalkan, menarik sponsor baru, dan bahkan menciptakan sumber pemasukan baru bagi liga.

Sejauh pembahasan ini, kehadiran skin esports bisa dibilang banyak untungnya bagi tim esports. Tetapi keputusan dan pembuatan skin esports tetap dipegang oleh pihak pertama, yaitu developer/publisher game terkait. Bagaimana potensi skin esports sebagai sumber pemasukan baru bagi sang developer? Bikin untung atau justru bikin buntung?

 

Skin Esports Menguntungkan Tim Esports, Tapi Bikin Buntung Developer?

Satu hal yang pasti adalah menciptakan sebuah konten di dalam game membutuhkan waktu serta tenaga yang tidak sedikit. Laporan Business Insider tahun 2019 lalu mengatakan bahwa game developer kadang dipaksa untuk bekerja lembur secara intens, yang populer disebut sebagai “crunch culture“. Permasalahan Crunch Culture sempat menyeruak pada tahun 2019 lalu, ketika banyak pekerja di industri game di barat bersuara soal budaya kerja di perusahaan game yang toxic.

Crunch Culture mungkin tidak terjadi di semua perusahaan game. Tetapi dari kasus tersebut kita bisa belajar bagaimana pembuatan sebuah kontengame bisa membuat pekerja kreatif sampai batuk darah atau mengalami trauma berat, pada tingkat yang paling ekstrim.

Salah satu pembahasan yang bisa dijadikan gambaran terhadap bagaimana pembuatan konten in-game (termasuk skin esports) berdampak kepada para pekerjanya adalah dari Epic Games mengasuh Fortnite. Kalau Anda sedikit banyak mengikuti perkembangan Fortnite, Anda mungkin tahu bagaimana game Battle Royale besutan Epic Games tersebut terkenal punya banyak sekali ragam konten menarik yang bisa dibeli ataupun dinikmati di dalam game.

Berjualan barang digital dalam bentuk skin memang terbukti menguntungkan bagi Fortnite dan Epic Games. Laporan Venture Beat bulan Juni 2020 mengatakan, bahwa Epic Games secara umum berhasil meraup pemasukan sebesar 4,2 triliun dollar AS. Sementara Fortnite sendiri berhasil mencetak pemasukan sebesar 400 juta dollar pada bulan April 2020.

Namun, biaya atas kemakmuran tersebut adalah “kerja rodi” yang dilakukan oleh para pegawainnya. Laporan Polygon tahun 2019 mengatakan jika beberapa pekerja harus bekerja sampai 70 jam per pekan (jam kerja normal adalah sekitar 40 jam per pekan), dan bahkan ada beberapa pekerja lain yang harus bekerja sampai dengan 100 jam per pekan.

Salah satu alasan atas hal tersebut adalah karena Fortnite berusaha menyajikan konten in-game (skin atau update apapun) secepat mungkin, sesering mungkin. Mengusung model bisnis Games as a Service membuat Epic Games punya keinginan membuat Fortnite terus relevan bagi para pemainnya.

Agar tetap relevan, game harus terus menyertakan sesuatu yang baru, entah itu konten skin, pembaruan di dalam game, ataupun konser virtual. Konten skin dan pembaruan dalam game tersebut tentunya dibuat oleh pekerja manusia, yang berdasarkan laporan Polygon, dieksploitasi oleh perusahaan.

Selain itu, hal lain yang perlu diingat adalah esports dan olahraga tradisional memang punya satu perbedaan jelas, yaitu kehadiran pihak pertama sebagai pemilik dari permainan yang dipertandingkan. Dalam olahraga tradisional seperti sepak bola, misalnya, tidak ada orang atau perusahaan yang memiliki permainan sepak bola. Permainan sepak bola akan terus ada selamanya, selama masih ada yang main dan ingat peraturan olahraga permainan tersebut.

Tetapi dalam esports, suatu permainan bisa saja mati bila yang maha kuasa (developer) telah berkehendak, walaupun masih banyak orang yang ingin main game tersebut. Contoh nyatanya pun ada, yaitu Vainglory, yang dimatikan secara halus lewat perubahan sistem menjadi Community Edition walau sebenarnya masih cukup banyak orang ingin memainkan game tersebut.

Bahkan jika bicara dalam konteks esports, pengembang game sebenarnya juga bisa saja fokus berjualan game tanpa menghadirkan esports kalau mereka mau, seperti kasus Nintendo dengan komunitas esports Super Smash Bros. Jangankan Nintendo, Valve pemilik Dota 2 yang jelas-jelas berhasil mengumpulkan 40 juta dollar AS dari komunitas berkat iming-iming esports bahkan pernah mempertanyakan soal apa pentingnya esports dan kehadiran tim yang bertanding. Hal tersebut terungkap lewat tulisan shoutcaster Dota 2 asal Amerika Serikat, Kyle Freedman yang menceritakan pertemuan antara Valve dengan tim-tim peserta The International 9. Dalam pertemuan tersebut, Valve bertanya, “kami tidak mengerti, apa yang dilakukan oleh tim (esports) terhadap Dota 2. Kenapa kami membutuhkan kalian?”

Jadi jika ditanya bagaimana potensi skin esports sebagai model bisnis baru? Mungkin ada, apa yang dilakukan Ubisoft lewat program R6 SHARE mungkin bisa dibilang sebagai bentuk usaha Ubisoft menguji potensi tersebut. Tapi penentuan apakah suatu konten harus ada atau tidak di dalam game, tetap ada di tangan developer yang tentunya harus memikirkan apakah biaya, waktu, serta tenaga yang digunakan untuk membuat sebuah skin bisa setimpal hasilnya.

Pemilik Tim Overwatch League Umumkan Hasil Laporan Keuangan untuk Q2 2020

Enthusiast Gaming baru saja mengumumkan laporan keuangannya untuk periode Q2 2020. Mereka menyebutkan, pemasukan mereka mencapai CA$7 juta. Pendapatan mereka stabil jika dibandingkan dengan pendapatan pada Q1 2020, yang mencapai CA$7,1 juta. Salah satu pendorong pemasukan Enthusiast adalah divisi media mereka, yang lebih sukses dari  perkiraan selama pandemi.

Sayangnya, Enthusiast masih mengalami kerugian sebesar CA$5,2 juta pada periode Q2 2020. Kerugian ini berasal dari bunga, kenaikan nilai aset, amortisasi, depresiasi, dan lain sebagainya. Meskipun begitu, kas Enthusiast masih berisi CA$8,4 juta.

Tak hanya itu, pada Q2 2020, Enthusiast juga mengungkap, mereka berhasil mendapatkan marjin laba kotor sebesar 46 persen, sama seperti Q1 2020. Pada Q4 2019, marjin laba kotor perusahaan hanya mencapai 34 persen. Dalam laporan keuangannya, Enthusiast menjelaskan bahwa marjin laba kotor naik berkat naiknya pemasukan perusahaan, menurut laporan GlobalNewswire.

enthusiast laporan keuangan
Vancouver Titans jadi salah satu tim esports di bawah Enthusiast Gaming.

Soal interaksi para fans, Enthusiast mengungkap, jumlah page view dari media mereka mencapai 3,1 miliar, naik 35 persen dari 2,3 miliar page view pada Q1 2020. Sepanjang pandemi, memang semakin banyak yang mengakses konten di media mereka.

Enthusiast Gaming merupakan perusahaan gaming dan esports di bawah konglomerasi Aquilini. Tujuan Enthusiast adalah menyediakan platform bagi fans game dan esports. Dari segi bisnis, mereka memiliki tiga divisi utama, yaitu media, hiburan, dan esports. Bisnis media Enthusiast mencakup 100 situs game dan 900 channel YouTube dengan jangkauan 160 juta orang setiap bulannya. Sementara Luminosity Gaming, divisi esports Enthusiast, bertanggung jawab atas tujuh tim profesional, termasuk tim Overwatch League, Vancouver Titans, dan tim Call of Duty League, Seattle Surge.

Dalam tiga bulan belakangan, Enthusiast juga aktif dalam menjalin kerja sama atau menyelenggarakan kegiatan terkait game dan esports. Pada Mei 2020, mereka mengadakan konferensi Pocket Gamer Connects. Di tengah pandemi, konferensi tersebut diadakan secara online. Pada bulan yang sama, Enthusiast juga menjalin kerja sama dengan DJ ZHU. Bersama Luminosity Gaming, DJ ZHU mengadakan konser virtual.

Masih pada bulan Mei, Vancouver Titans mengumumkan kerja samanya dengan Pizza Hut di Kanada. Satu bulan kemudian, pada bulan Juni, Vancouver Titans juga menjalin kerja sama dengan Circle K. Sementara pada minggu lalu, Enthusiast mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi Omnia Media, menjadikan mereka sebagai platform esports, media gaming, dan hiburan terbesar di Amerika Utara.

Perusahaan Esports di Amerika Bertahan Selama Pandemi Berkat Bantuan Pemerintah

Selama masa pandemi ini, dampak ekonomi mungkin bisa dibilang menjadi salah satu yang cukup berat. Esports juga terdampak terhadap hal ini. Walaupun IDC melaporkan bahwa penonton esports meningkat dua kali lipat selama pandemi, namun esports tetap mengalami kerugian-kerugian tertentu dari segi bisnis.

Salah satunya sempat diceritakan oleh CEO NRG Esports, Joe Miller, bagaimana pandemi membuat organisasi mereka kehilangan pendapatan dari gelaran offline Call of Duty League dan Overwatch League, yang dibatalkan karena situasi pandemi. Namun ekosistem esports di AS cukup beruntung, karena pihak pemerintah memiliki sebuah inisiatif untuk ini. Inisiatif tersebut berupa uang pinjaman dalam program yang bernama Paycheck Protection Program (PPP).

Sumber: Call of Duty League Official
Liga skala besar seperti Call of Duty League mungkin jadi salah satu yang paling terdampak karena situasi pandemi ini. Sumber: Call of Duty League Official

Seperti namanya, program tersebut berfungsi sebagai insentif untuk para perusahaan agar tetap dapat membayar gaji pegawainya selama masa resesi ekonomi yang disebabkan oleh pandemi. Uang pinjaman yang diberikan pemerintah AS sendiri bisa mencapai 10 juta dollar AS. Mengutip dari Esports Observer, beberapa tim tersebut adalah Envy Gaming, FaZe Clan, NRG Esports, Complexity Gaming, Sentinels, Misfits Gaming, eUnited, dan Rogue.

Dana dan inisiatif ini sendiri diatur oleh US Small Business Administration (SBA), sebuah badan pemerintahan yang tugasnya membantu agar bisnis kecil (seperti UMKM di Indonesia) dapat berkembang. Esports Observer mengutip dari data SBA, mengatakan bahwa pinjaman PPP berhasil mempertahankan 600 pekerja di ekosistem esports.

Namun, pinjaman terhadap beberapa perusahaan esports tersebut juga sempat menuai kritik. Ini karena ada yang menganggap esports mendapat untung karena situasi pandemi COVID-19. Opini tersebut mungkin tidak sepenuhnya salah, karena beberapa waktu belakangan, kita melihat bagaimana ekosistem Sim Racing jadi tumbuh pesat selama pandemi.

Sumber: Autoweek
Ekosistem esports memang luas dan beragam, walau di satu sisi ada CDL dan OWL yang tuai banyak kerugian, di sisi lain ada juga ekosistem Sim Racing yang malah tumbuh pesat selama pandemi. Sumber: Autoweek

Tapi bukan berarti esports secara keseluruhan tidak mengalami kerugian. Beberapa waktu lalu kita juga melihat bagaimana pemilik tim Call of Duty League dan Overwatch League kesulitan selama masa pandemi, bahkan membuat Activision Blizzard dikabarkan turun tangan untuk memberi keringanan finansial.

Memang selama pandemi, walau esports tetap bisa terlaksana secara online, namun bukan berarti tanpa tantangan. Tidak bisa menyelenggarakan event secara offline mungkin baru satu sisi masalah saja, pada sisi lain, ekosistem esports juga jadi kesulitan mendapatkan sponsor karena keadaan ekonomi yang secara umum sedang melesu.

Activision Blizzard Akan Beri Keringanan Finansial Untuk Tim CDL dan OWL

Informasi ini pertama kali diungkap oleh The Esports Observer pada 15 Juli 2020 melalui sumber terpercaya mereka. Terlibat ke dalam Call of Duty League dan Overwatch League memang membutuhkan biaya yang tidak main-main. Mengutip dari ESPN, dikatakan biaya masuk franchise league Call of Duty League di tahun 2019 adalah sebesar 25 juta dollar AS. Masih dari ESPN, sementara masuk franchise Overwatch League membutuhkan biaya sebesar 20 juta dollar AS.

Activision Blizzard sendiri belum memberikan komentar lebih lanjut seputar informasi ini. Namun menurut sumber terpercaya Esports Observer mengatakan bahwa perusahaan video game asal Amerika Serikat tersebut sedang mendiskusikan metode keringanan finansial terbaik kepada tim Call of Duty League dan Overwatch League.

Bentuk keringanan finansial yang diberikan bisa bermacam-macam nantinya, namun satu yang paling mungkin adalah berupa penundaan pembayaran biaya franchise, yang mana itu adalah pengeluaran terbesar dari tim-tim tersebut.

Call of Duty League 2020 Season 2020-02-09 / Photo: Robert Paul for Activision Blizzard
CDL dan OWL tadinya direncanakan menggunakan sistem kandang-tandang yang menjadi salah satu pemasukan yang potensial. Namun karena pandemi hal tersebut jadi dibatalkan. Sumber: Call of Duty Official | Call of Duty League 2020 Season 2020-02-09 / Photo: Robert Paul for Activision Blizzard

Tahun ini sendiri seharusnya menjadi momen besar bagi CDL dan OWL, karena sistem kandang-tandang yang sudah direncanakan akan hadir. Mengingat situasi pandemi COVID-19, sistem tersebut sangat tidak mungkin untuk dilaksanakan, yang memaksa kedua liga tersebut jadi berjalan secara online sepanjang musim ini.

Pertandingan offline memang menjadi salah satu sumber pemasukan tersendiri bagi tim peserta CDL dan OWL. Hal ini diungkap oleh CEO NRG Esports, Andy Miller dalam sebuah Podcast. NRG Esports sendiri saat ini menjadi bagian dari dua liga franchise tersebut. Mereka adalah pemilik San Francisco Shock di OWL dan Chicago Huntsmen di CDL.

Dalam Podcast Andy menjelaskan bagaimana biaya operasional untuk kedua tim tersebut menjadi sangat berat pada saat ini. Lebih lanjut, dia juga mengatakan bagaimana penjualan tiket pada event offline menjadi salah satu pemasukan yang cukup menjanjikan. “Kami menjual 4000 tiket dengan sangat cepat, jadi dari situ terlihat ada ‘bisnis’ dan para fans di sana (event offline).”

Sampai saat ini, Activision Blizzard memang sedang “kebakaran jenggot” mengurusi kedua liga tersebut, terutama Overwatch League. Terakhir kali, Overwatch League terhempas oleh kejadian buruk selama beberapa kali. Lima shoutcaster Overwatch League undurkan diri di Januari 2020, tim peserta mulai kesulitan secara ekonomi dan pecat pegawainya pada April 2020, Jay Won (Sinatra) yang adalah MVP dari tim juara OWL (San Francisco Shock) bahkan meninggalkan liga untuk bermain VALORANT secara kompetitif.

Situasi pandemi ini ternyata benar-benar menghantam keras Activision Blizzard serta dua liga esports mereka, CDL dan OWL. Apakah mereka bisa bangkit kembali setelah keadaan membaik nantinya?

MVP Overwatch League Pindah dan Mulai Karir di Valorant

Pemain bintang Overwatch League, Jay Won (Sinatraa) mengumumkan kepergian yang sangat mengejutkan dari tim yang ia bela selama ini, San Francisco Shock. Ini menjadi cukup menarik, karena Sinatra sendiri merupakan pemain yang berhasil membawa San Francisco Shock menuju kemenangan yang gemilang pada Overwatch League tahun 2019.

Kepergiannya lebih mengejutkan lagi, karena Sinatra meninggalkan San Francisco Shock untuk mengejar karir di game FPS terbaru besutan Riot Games, Valorant. Ini mungkin terdengar seperti langkah yang terburu-buru dari Sinatra, karena Riot Games sendiri sudah mengatakan untuk tidak turun tangan langsung mengembangkan ekosistem esports Valorant dan melepasnya kepada pihak ketiga, pada tahun-tahun awal Valorant.

Namun antusiasme terhadap Valorant memang cukup tinggi, karena ESPN ataupun T1 sudah menyelenggarakan kompetisi, walau game ini masih berada dalam status closed-beta. Lewat sebuah twit, Sinatraa mengungkap alasan ia meninggalkan Overwatch yang dipicu oleh hilangnya rasa passion atas game bergenre Hero Shooter tersebut.

“Gue nggak tahu apa yang jadi pembunuh passion tersebut, tapi mungkin gaya main yang mengharuskan 2 tank 2 dps 2 support di Overwatch, mungkin karena sistem ban, gue tidak yakin. Satu yang gue tahu adalah bahwa berat rasanya hanya untuk log in, bermain, dan gue tidak merasakan sedikitpun kesenangan pada scrims/ranked yang gue lakukan.” Sinatra menjelaskan lebih lanjut soal hilangnya passion yang ia rasakan terhadap Overwatch.

“Ini bukan keputusan yang gue ambil dalam satu hari saja. Selama satu bulan gue nggak tidur karena stres dan terus memikirkan ini secara non-stop setiap hari. Gue tahu ini berat, tapi gue ingin melakukan sesuatu yang benar untuk diri gue sendiri.” Sinatra menjelaskan lebih lanjut.

Kepergian Sinatra menjadi kepergian besar lain di Overwatch League setelah beberapa pada awal Januari lalu, salah satu pionir liga franchise di esports ini ditinggal oleh 5 shoutcaster utama. Kepergian ini juga menjadi lampu kuning bagi OWL, karena pemain dengan karir paling cemerlang seperti Sinatra, bisa dengan mudah pergi dan pindah ke tempat dengan skena kompetitif yang belum terbentuk sempurna.

Pergi dari SF Shock, kini Sinatra berlabuh kepada tim Sentinels untuk bermain Valorant. MVP Overwatch League 2019 ini bermain bersama pemain Apex Legends, Jared Gitlin (Zombs) , Shahzeb Khan (ShahZam), dan Hunter Mims (Sick) yang merupakan mantan pemain CS:GO. Mereka akan bermain untuk mengisi konten dan juga bertanding dalam turnamen esports apapun yang ada dan akan tumbuh nantinya di Valorant.

https://twitter.com/Sentinels/status/1255291066028261377

Rob Moore Founder dan CEO tim Sentinels mengatakan dalam rilis. “Tujuan besar kami sebagai organisasi adalah untuk menghubungkan para penggemar kami dengan game terbesar, paling mengasyikkan di esports, dan merekrut pemain-pemain juara seperti pada divisi Fortnite dan Halo. Perekrutan terhadap Sinatra, Shazam, dan Sick akan menanamkan posisi kami lebih jauh sebagai rumah bagi pemain serta tim kelas dunia.”

Sentinels sendiri merupakan organisasi esports yang masih seumur jagung. Berdiri pada tahun 2019 lalu, namun tim ini menjadi rumah bagi juara dunia Fortnite, Kyle Giersdorf (Bugha).

Melihat keadaan ini sebenarnya memunculkan dua pertanyaan. Bagaimana masa depan Overwatch League nantinya? Akankah Valorant menjadi esports global menyaingi CS:GO dan Overwatch?

Ekonomi Memburuk, Pemilik Tim Overwatch League Pecat Karyawannya

OverActive Media, perusahaan induk dari tim Toronto Deviant di Overwatch League dan Toronto Ultra di Call of Duty League, mengonfirmasi bahwa mereka baru saja memecat sejumlah karyawan mereka. Sayangnya, mereka tidak memberikan penjelasan lebih detail tentang apakah pengurangan jumlah karyawan ini bersifat sementara atau permanen. Mereka juga tidak menyebutkan jumlah karyawan yang mereka rumahkan atau tim esports mana yang akan terkena dampak dari pengurangan karyawan tersebut. Sumber The Esports Observer menyebutkan, paling banyak, jumlah karyawan yang dipecat mencapai 13 orang.

“Ini adalah waktu yang sulit. Kami harus membuat beberapa keputusan berat, yang akan memengaruhi orang-orang yang baik. Namun, kami harus melakukan ini untuk memastikan bahwa organisasi kami tetap bisa bertahan di masa sulit seperti saat ini,” kata OverActive Media Head of Content and PR, Paulo Senra, pada The Esports Observer. “Berat hati kami melihat teman dan rekan satu tim kami pergi. Dan hati kami terasa lebih berat karena mereka harus pergi di saat keadaan seperti sekarang. Secara pribadi, saya ingin mengucapkan terima kasih pada semua kolega atas semangat serta kontribusi mereka dalam mengembangkan organisasi ini.”

overactive media pecat
Tim Toronto Defiant yang berlaga di Overwatch League ada di bawah OverActive Media. | Sumber: Liquipedia

Ini adalah kali kedua OverActive Media merumahkan karyawannya. Pada Januari 2020, mereka menutup kantor mereka di Rochester, New York, Amerika Serikat. Ketika itu, mereka harus memecat delapan orang pekerjanya, termasuk Co-founder Splyce Vincent Garguilo, lapor ESPN. Kantor Rochester adalah markas dari Splyce, tim esports pertama yang dimodali oleh OverActive Media. Setelah menanamkan investasi pada Juni 2018, OverActive Media memutuskan untuk mengakuisisi tim tersebut sepenuhnya pada November 2018. Sementara itu, pada 25 Maret 2020, Co-founder Splyce, Marty Strenczewilk, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Vice President di OverActive Media.

Di tengah pandemi virus Corona, esports memang memiliki kesempatan untuk menjadi tontonan alternatif karena banyak pertandingan olahraga konvensional yang dibatalkan. Sayangnya, wabah ini juga memberikan dampak buruk pada ekonomi, yang tentunya juga memengaruhi organisasi esports. OverActive Media bukan satu-satunya perusahaan esports yang terpengaruh oleh keadaan ekonomi yang memburuk akibat pandemi COVID-19. Tim esports asal Kanada, Team Reciprocity, juga harus mengambil keputusan sulit untuk merumahkan semua karyawannya dan membubarkan sejumlah tim esports mereka.

OverActive Media mengambil keputusan untuk memecat sejumlah karyawannya setelah pemerintah Toronto memutuskan untuk membatalkan semua acara dan festival besar, termasuk turnamen esports, sampai 30 Juni 2020. Tidak hanya itu, Activision Blizzard juga mengubah format dari Overwatch League dan Call of Duty League menjadi online. Karena itu, Toronto Defiant tidak bisa menjamu musuhnya di Roy Thomson Hall di Toronto.