Atome Dapat Fasilitas Debt Financing $100 Juta dari EvolutionX, Platform Pendanaan DBS dan Temasek

Atome Financial, unit fintech dari Advance Intelligence Group mengumumkan perolehan fasilitas debt financing berjangka tiga tahun senilai $100 juta atau sekitar Rp1,6 triliun dari EvolutionX Debt Capital. EvolutionX adalah platform debt financing yang memiliki dana kelolaan hingga $500 juta, didirikan DBS dan Temasek yang difokuskan untuk perusahaan di Asia, Tiongkok, dan India.

Dalam pernyataan resminya dikatakan, bersama mitra investornya Atome memanfaatkan fitur accordion untuk mendapatkan akses pendanaan tersebut. Fitur accordion ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan jumlah total fasilitas pinjaman mereka hingga $100 juta dengan bantuan mitra investor, memberikan mereka kemampuan untuk menambah modal lebih banyak saat mereka membutuhkannya untuk ekspansi atau peluncuran produk baru.

Dana segar ini akan mendorong ekspansi portofolio kredit regional serta mendukung peluncuran produk baru meliputi tabungan, pinjaman, asuransi, dan Atome Card di pasar utama mereka, termasuk di Singapura, Malaysia, Filipina, dan Indonesia.

Di Indonesia, Atome mengoperasikan dua lini fintech, meliputi aplikasi paylater Atome dan platform fintech cashloan KreditPintar. Terbaru Atome Card juga mulai digulirkan – kartu debit Visa co-branding yang diterbitkan bersama Bank Jago (di Indonesia).

Adapun induk perusahaan mereka Advance Intelligence Group berbasis di Singapura, didukung investor seperti SoftBank, Warburg Pincus, Northstar, EDBI, dan beberapa lainnya.

“Dengan Atome Financial yang telah mencapai profitabilitas awal tahun ini, kami sangat senang bermitra dengan EvolutionX untuk tahap pertumbuhan berikutnya. Fasilitas [pendanaan] baru ini mengakui keunggulan operasional dan nilai platform Atome Financial saat kami mempercepat momentum bisnis layanan keuangan digital, ekspansi kemitraan strategis regional seperti TikTok Shop dan Lazada serta peluncuran Atome Card, produk tabungan, dan pinjaman di Asia Tenggara,” ujar Co-founder & CEO Advance Intelligence Group Jefferson Chen.

Atome Financial sebelumnya mencatat kinerja bisnis FY2023 dengan pendapatan operasional hampir 2x lipat menjadi $170 juta dari tahun sebelumnya. Faktor kunci keberhasilan adalah profitabilitas bisnis paylater,  didorong lonjakan 40% yoy dalam GMV menjadi $1,5 miliar dan pertumbuhan pendapatan sebesar 130% y-o-y, meskipun FY2023 adalah periode kontraksi pasar modal dan tantangan makroekonomi.

Momentum positif berlanjut ke FY2024, dengan Atome Financial mengumumkan pada bulan April bahwa mereka telah mencapai profitabilitas pada kuartal pertama tahun 2024.

Partner EvolutionX Rahul Shah mengatakan, “Ini adalah investasi fintech pertama kami di Asia Tenggara, dan kami sangat senang mendukung Atome Financial dalam perjalanan mereka untuk meningkatkan inklusi keuangan dan akses ke layanan keuangan berbasis mobile di pasar besar yang kurang terlayani di Asia Tenggara.”

Peta persaingan bisnis paylater

Di Indonesia, Atome berhadapan langsung dengan sejumlah pemain. Dengan formasi bisnis yang sama, sebagian pemain paylater besar juga terafiliasi dengan bisnis fintech lending untuk layanan cashloan dan bank digital untuk layanan tabungan.

Berikut ini peta persaingannya:

Perusahaan Paylater Cashloan Bank Digital
Atome Finansial Atome KreditPintar Atome Card (Bank Jago)
Kredivo Holdings Kredivo Kredifazz Krom Bank
Akulaku Akulaku Paylater Akulaku Dana Cicil NeoCommerce
GoTo Finansial Gopaylater Findaya GopayTabungan (Bank Jago)
Sea Group ShopeepayLater SPinjam SeaBank
Application Information Will Show Up Here

GOTO dan TikTok Tengah Siapkan Layanan BNPL Baru [UPDATED]

PT Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO) memastikan tengah menyiapkan layanan Buy Now Pay Later (BNPL) bersama TikTok — menyusul kemitraannya dengan Tokopedia. Tidak dielaborasi lebih lanjut terkait produk keuangan ini, tetapi wacana tersebut sempat disinggung menyusul penggabungan bisnis e-commerce Tokopedia dan TikTok.

Dalam siaran webcast kinerja GOTO 2023, President Financial Technology GoTo Thomas K. Husted mengonfirmasi bahwa tengah menyiapkan dua inisiatif baru untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis lini Fintech di tahun ini.

“Kami pastikan bahwa kami sedang dalam proses peluncuran layanan BNPL dengan TikTok. Kami juga bekerja sama dengan BFI Finance untuk pembiayaan kendaraan bagi para driver kami,” tutur pria yang disapa Tom ini, Selasa (19/3).

Tom bilang bahwa kemitraan dengan BFI adalah proyek percontohan dan tetap perlu mendapat persetujuan dari regulator. Uji coba ini juga bersifat noneksklusif. “Kedua inisiatif di atas memberikan harapan besar. Ini adalah tahap awal jika melihat posisi [kinerja] kami saat ini,” tambahnya.

GOTO baru saja merilis laporan keuangan 2023 di mana lini Fintech mencatatkan pertumbuhan pendapatan bruto terbesar dibandingkan segmen bisnis lainnya (On Demand, E-commerce, Logistic), sebesar Rp1,8 triliun atau tumbuh 15% (YoY). EBITDA yang disesuaikan positif tercatat menyusut dari minus Rp3,2 triliun menjadi minus Rp1,5 triliun.

Tahun lalu, GOTO meluncurkan beberapa inisiatif besar untuk mendongkrak bisnis keuangan teknologinya. Pertama adalah melepas (spin off) GoPay menjadi aplikasi terpisah dari Gojek sebagai strategi untuk merangkul lebih banyak pengguna. Kedua, bersinergi dengan Bank Jago untuk meluncurkan produk tabungan GoPay Tabungan by Bank Jago.

Menyusul proses integrasi TikTok dan Tokopedia yang dikatakan hampir rampung, sejumlah use case baru tengah disiapkan bersama ekosistem GOTO, termasuk Bank Jago.

“Kami menargetkan pertumbuhan bisnis yang kuat sembari waspada terhadap kredit kami pada tahun 2024.” Tutup Tom.

Di sepanjang 2023, GOTO telah memangkas kerugian pada EBITDA yang disesuaikan menjadi minus Rp3,6 triliun dari minus Rp16 triliun di 2022. Khusus di kuartal IV 2023, GOTO telah merealisasikan EBITDA yang disesuaikan positif untuk pertama kalinya sebesar Rp77 miliar pada kuartal keempat.

Update 21/3: Kami mengubah sub-judul artikel ini

Bukalapak Setop Layanan Paylater BukaCicilan

PT Bukalapak com Tbk (IDX: BUKA) menyetop layanan paylater BukaCicilan yang sempat beroperasi selama lima tahun. Layanan ini tak lagi beroperasi per 29 Februari 2024.

Seperti diberitakan TechinAsia, manajemen Bukalapak menampik bahwa penutupan BukaCicilan berkaitan dengan pembatasan operasional mitranya Akulaku yang berlangsung sejak Oktober 2023. Adapun, OJK baru saja mencabut sanksi pembatasan Akulaku Finance pada 29 Februari lalu.

BukaCicilan adalah layanan paylater dengan skema pembayaran cicilan tanpa kartu kredit. Layanan BukaCicilan pertama kali meluncur pada Agustus 2018 dengan menggandeng Akulaku sebagai penyedia layanan pembiayaan. Baik Bukalapak dan Akulaku sebelumnya mendapatkan investasi dari Ant Financial.

Di awal kehadirannya, BukaCicilan diklaim menerima sekitar 1000 pengajuan secara organik, di mana GMV yang diperoleh dari angka tersebut mencapai sebesar Rp10 miliar.

Dalam laporan Fintech Report oleh DSInnovate, paylater merupakan salah satu layanan keuangan yang tumbuh pesat di Indonesia, juga cukup populer sebagai salah satu metode pembayaran online. Hal ini dikarenakan paylater menawarkan skema pinjaman jangka pendek hingga jangka panjang dengan proses pendaftaran dan persetujuan yang cepat.

Per Mei 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan pengguna paylater mencapai 33,25% (YoY) menjadi sebanyak 18,8 juta kontrak.

Survei Kredivo dan Katadata Insight Center (KIC) mengungkap bahwa paylater mendorong keinginan orang belanja online berkat kemudahan pengajuan dan penggunaan. Risetnya menunjukkan penggunaan paylater untuk transaksi mencapai 16,2%. diikuti metode transfer sekitar 10,2%.

Saat ini, beberapa pemain paylater didominasi oleh Kredivo, GoPayLater, Shopee PayLater, dan Traveloka PayLater. Layanan ini membidik kebutuhan yang beragam, mulai dari kebutuhan sehari-hari, belanja online, atau akomodasi dan hiburan (tiket pesawat, kereta, hotel).

Bukalapak pilih strategi kolaborasi

Berbeda dengan unicorn lain yang menggarap infrastruktur teknologi dari ujung ke ujung, Bukalapak memilih jalan kolaborasi sebagai strategi. Langkah ini diambil agar perseroan dapat fokus menggarap bisnis inti yang mendulang kontribusi besar terhadap kinerja, yakni Mitra Bukalapak dan produk virtual (gaming dan digital)—yang disebut punya take rate dan margin tinggi.

Diketahui, produk-produk kolaborasi yang tidak berkaitan dengan bisnis intinya adalah hasil sinergi dengan sejumlah nama investor strategis Bukalapak. Ambil contoh layanan pembayaran utama marketplace, perseroan menggandeng platform pembayaran digital DANA, yang mana didirikan oleh Grup EMTEK, yang juga salah satu investor strategis Bukalapak.

Produk kemitraan lainnya, BukaTabungan, adalah hasil kerja sama dengan bank Standard Chartered yang membidik ekosistem pengguna Bukalapak, termasuk segmen UMKM. Standard Chartered adalah salah satu investor Bukalapak. Selain itu, perusahaan juga mendirikan perusahaan patungan dengan PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk untuk kemitraan produk investasi digital.

Sementara kompetitornya, Tokopedia dan Shopee lebih memilih untuk menggarap infrastruktur sendiri untuk ekosistem layanannya, seperti dompet digital, paylater, hingga logistik. Pada akhirnya, Grup GoTo melakukan penghematan biaya infrastruktur demi mengejar realisasi profitabilitas sejak tahun lalu.

Adapun, Blibli bersinergi dengan platform paylater Indodana, anak usaha Cermati yang juga bagian dari grup Djarum.

Application Information Will Show Up Here

Empat Bulan Kegiatan Dibatasi OJK, Akulaku Finance Alami Penurunan Bisnis 30%

PT Akulaku Finance Indonesia, perusahaan pembiayaan di balik layanan paylater Akulaku, kini tidak lagi mendapatkan pembatasan usaha oleh OJK. Hal ini disampaikan langsung Presiden Direktur Akulaku Finance Efrinal Sinaga. Kini perusahaan siap kembali memperbaiki performa bisnis yang sempat turun sejak surat pembatasan turun di awal Oktober 2023.

Kepada DailySocial.id, Efrinal mengatakan bahwa transaksi bisnis Akulaku turun hampir 30% selama masa pembatasan tersebut. Agar tidak lagi tersandung masalah yang sama, ke depannya pihak Akulaku berkomitmen untuk menjalankan bisnis operasional sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

“Tahun ini ada beberapa program marketing yang akan kami luncurkan seperti co-branding, thematyc, juga  penambahan channel dan ekspansi coverage area [..] Sesuai rencana bisnis Akulaku Finance Indonesia juga akan meningkatkan pembiayaan di sektor produktif dan pengembangan area lain seperti pembiayaan otomotif,” ujarnya.

Di Indonesia, grup Akulaku menjalankan 3 perusahaan, yakni Asetku (PT Pintar Inovasi Digital) yang fokus ke cashloan, kemudian Akulaku (PT Silvrr Indonesia) sebagai platform marketplace, dan Akulaku Finance (PT Akulaku Finance Indonesia) yang menjalankan bisnis paylater.

Grup Akulaku juga menjadi pemegang saham kendali Bank Neo Commerce. Sejak 2022 perusahaan juga mulai merilis layanan OneAset sebagai layanan investasi untuk pengguna.

Akulaku Finance sendiri mengklaim sudah memiliki 11 juta pengguna terdaftar dengan 7 juta pengguna aktif bulanan. Ekosistem pengguna tersebut menghasilkan lebih dari 300 juta transaksi di platform mereka.

Di lini paylater, Akulaku bersaing langsung dengan sejumlah pemain kunci seperti Kredivo, Indodana, Shopee Paylater, Gopaylater, dan beberapa lainnya.

Akulaku saat ini telah menjadi salah satu unicorn yang beroperasi di Indonesia. Terakhir mereka mendapatkan pendanaan $200 juta dari Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) pada akhir 2023.

Sebelumnya, Akulaku memperoleh pendanaan sebesar $100 juta dari Siam Commercial Bank (SCB) pada awal 2022. Perolehan ini melanjutkan putaran investasi $125 juta di tahun sebelumnya dipimpin Silverhorn Group, yang sekaligus menjadi mitra pembiayaan (financing partner) sejak 2018

Application Information Will Show Up Here

Home Credit Dapat Fasilitas Pembiayaan Rp1,5 Triliun dari MUFG Selaku Pemegang Sahamnya

PT Home Credit Indonesia mengumumkan fasilitas pendanaan sebesar $100 juta atau sekitar Rp1,5 triliun dari MUFG Bank, Ltd., Jakarta Branch (MUFG). Dana ini akan digunakan Home Credit untuk memperkuat komitmen keberlanjutannya melalui pembiayaan berbasis ESG (Environment, Social and Governance).

Direktur Home Credit Indonesia Volker Giebitz mengatakan, pendanaan dari MUFG akan mendukung misi perusahaan untuk meningkatkan inklusi keuangan dan meningkatkan inklusi digital, khususnya melalui pembiayaan smartphone dan tablet, yang akan menciptakan kesempatan-kesempatan baru bagi masyarakat Indonesia.

“Kerja sama ini akan semakin mengukuhkan komitmen Home Credit terhadap prinsip-prinsip ESG yang telah melekat di perusahaan selama beroperasi di Indonesia sejak 2013,” ujar Giebitz dalam keterangan resmi, Selasa (19/12).

Dia menambahkan kerja sama ini memperpanjang daftar fasilitas pendanaan yang diperoleh Home Credit dari berbagai pihak yang menandai kepercayaan yang tinggi terhadap komitmen perusahaan dalam menjalankan praktik pembiayaan yang bertanggungjawab di Indonesia.

Managing Director, Head of Corporate Investment Banking & Products for Indonesia, MUFG Bank Yuki Hayashi mengatakan, melalui fasilitas pembiayaan pertama untuk Home Credit Indonesia ini, pihaknya ingin mendukung inklusi keuangan yang lebih besar di Indonesia. Dengan membeli perangkat seluler untuk pertama kalinya, berarti bisa memiliki akses ke internet dan mendapatkan akses ke peluang baru dalam memulai dan mengembangkan bisnis serta melanjutkan pendidikan.

“Kolaborasi dalam ekosistem ini sejalan dengan komitmen MUFG untuk menyalurkan total kumulatif JPY35 triliun ke dalam pembiayaan terkait keberlanjutan secara global pada tahun 2030,” imbuhnya.

Selain pembiayaan smartphone dan tablet, Home Credit menawarkan pembiayaan lainnya, mulai dari furniture, laptop, peralatan elektronik, aksesoris mobil dan sebagainya. Di samping pembiayaan barang, layanan Home Credit juga dilengkapi dengan pembiayaan tunai, paylater, e-wallet, dan proteksi.

Seluruh produknya dapat diakses melalui aplikasi My Home Credit yang telah diunduh oleh lebih dari 17 juta pengguna terdaftar.

Diakuisisi MUFG

Sebagai catatan, fasilitas pembiayaan ini merupakan aksi korporasi pertama setelah tuntasnya proses akuisisi Home Credit oleh konsorsium MUFG yang dipimpin oleh Kungsri Bank dan Adira Finance pada awal Oktober 2023.

Dalam kesepakatan tersebut, Home Credit Group B.V sepakat untuk menjual dua bisnisnya di Indonesia dan Thailand dengan total valuasi senilai EUR 615 juta. Saham milik Home Credit Indonesia telah dibeli oleh Krungsri, Adira, dan mitra lokal, masing-masing sebesar 75%, 10%, dan 15% atau senilai EUR 209 juta. Kini Home Credit Indonesia menjadi anak usaha dari Adira Finance, anak usaha Bank Danamon yang merupakan afiliasi MUFG.

CEO Home Credit Group Jean-Pascal Duvieusart menuturkan, “Sekarang adalah waktu yang tepat bagi kami untuk menyerahkan tongkat estafet kepada pemegang saham baru yang dapat mempercepat pertumbuhan dua perusahaan yang menarik ini di mana keduanya sedang memasuki sebuah fase baru. Kedua perusahaan ini telah memainkan peran kunci dalam organisasi Home Credit dan kami akan memperhatikan pertumbuhan keduanya di masa depan dengan bangga dan penuh minat.”

Application Information Will Show Up Here

Startup Paylater yang Didirikan T Fuad “Pace” Dilikuidasi

Startup fintech paylater Pace sedang mengajukan proses likuidasi, setelah mengajukan penghentian bisnis secara sukarela pada Agustus 2023 karena ada masalah dalam liabilitasnya.

Kabar ini pertama kali diwartakan oleh Vulcan Post mengutip dari dokumen yang diunggah di otoritas setempat Singapura pada 8 September 2023.

Dokumen tersebut menyampaikan, Rapat Umum Luar Biasa telah diselenggarakan pada 29 Agustus 2023 dan disimpulkan bahwa perseroan tidak dapat melanjutkan usahanya karena liabilitasnya.

“[..] dengan demikian Perseroan berakhir secara sukarela [..] dan dengan ini menunjuk gabungan dan beberapa likuidator untuk keperluan penyelesaian urusan perusahaan,” tulis perusahaan.

Belum ada pernyataan resmi yang disampaikan Pace kepada media mengenai kabar tersebut. Akun media sosial dan App Store-nya telah dihujani dengan komentar dari para penggunanya yang kebingungan karena tidak tersedianya layanan penukaran di dalam aplikasinya. Situs Pace juga sudah tidak bisa diakses.

Pace didirikan di Singapura oleh pengusaha kelahiran Indonesia Turochas ‘T’ Fuad pada 2021. Startup ini memungkinkan konsumen untuk membagi tagihan pembelian mereka menjadi tiga kali pembayaran bebas bunga selama 60 hari, melalui pengalaman omnichannel yang membantu konsumen berbelanja secara berkelanjutan.

Langkah tersebut bertujuan untuk menciptakan inklusi keuangan bagi konsumen, sembari membantu mereka mengendalikan dan berbelanja sesuai keinginan dan membantu pedagang memenuhi permintaan konsumen yang meningkat dan meningkatkan efisiensi penjualan. Perusahaan ini belum beroperasi di Indonesia, kabar terakhir mereka hadir di Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Thailand dengan lebih dari 3 ribu titik penjualan.

Pace telah mengumpulkan pendanaan seri A sebesar $40 juta dari sejumlahnya investor, seperti UOB Venture Management, Marubeni Ventures, Atinum Partners, AppWorks, dan serangkaian kantor keluarga dari Jepang dan Indonesia. Vertex Ventures Southeast Asia, Alpha JWC Ventures, dan Genesis Alternative Ventures juga berpartisipasi juga turut berpartisipasi.

Setahun berdiri, perusahaan mengakuisisi kompetitornya Rely sebagai bagian dari ekspansinya. Sebulan kemudian, meluncurkan Pace Card yang bertujuan untuk menciptakan pengalaman pembayaran online yang lebih sederhana dan aman.

Aturan Kode Etik di Singapura

Di saat yang bersamaan dengan berita likuidasi Pace, kelompok kerja BNPL mendorong pemain yang ada untuk segera mematuhi kode etik yang diperbarui mulai 1 November 2023 dan diakreditasi paling lambat 31 Maret 2024. Pemain baru juga harus melalui proses yang sama sebelum menawarkan layanan BNPL ke publik.

Kelompok kerja ini dibentuk oleh Asosiasi Fintech Singapura (SFA) dan para pelaku industri, di bawah bimbingan Otoritas Moneter Singapura (MAS).

Kode Etik BNPL pertama kali diumumkan pada akhir tahun lalu untuk memandu pemain dan memastikan bahwa pengguna tidak mengambil terlalu banyak utang. Disebutkan para pelaku pasar harus memenuhi dan terlibat dengan dua standar baru.

Pertama, terhubung dengan biro swasta yang telah dibentuk oleh perusahaan IT global Experian untuk memfasilitasi proses berbagi informasi kredit. Ini akan memungkinkan pemain BNPL untuk mempertimbangkan saldo konsumen di seluruh penyedia BNPL ketika melakukan penilaian kredit lebih lanjut.

Selanjutnya, pemain BNPL wajib menjalani audit oleh penilai independen untuk memastikan mereka mematuhi kode etik. Setelah itu, SFA akan menilai kualifikasi mereka untuk akreditasi. Hanya yang lolos akreditasi, pemain BNPL diizinkan untuk menunjukkan tanda terakreditasi di situs resmi mereka mulai 1 April 2024. Tanda tersebut hanya berlaku selama tiga tahun dan harus diakreditasi ulang setelahnya.

Terdapat komite pengawas yang telah dibentuk untuk mengawasi dan memantau kepatuhan kode etik.

Sejak aturan diberlakukan, ada delapan pemain BNPL yang mengikuti, yakni Atome, Grab, ShopBack, Ablr, Latitude Pay, Pace, Split, dan SeaMoney. Kini tersisa enam pemain BNPL yang beroperasi dengan kode ini, kecuali Pace dan Split. Keenamnya menunjuk PwC sebagai konsultan independen untuk penilaian pertama mereka.

Dalam iterasi pertama kode etik BNPL yang mulai berlaku pada 1 November 2022, pemain harus mematuhi lima standar. Di antaranya, pemain BNPL hanya dapat menawarkan layanan mereka hanya kepada pelanggan yang berusia minimal 18 tahun, dan mengizinkan pelanggan untuk mengumpulkan pembayaran terutang tidak lebih dari $2.000 pada satu waktu.

Penyedia BNPL juga telah berkomitmen untuk membuat biaya dan tarif mereka jelas dan transparan kepada pelanggan, dan memastikan bahwa iklan produk dan layanan mematuhi Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Mengutip dari The Edge Singapore, Direktur Eksekutif (Departemen Kebijakan Prudential) MAS Andrew Tan mengatakan, industri telah bekerja keras selama setahun terakhir untuk menerapkan standar dan pengamanan dalam Kode BNPL, khususnya untuk membangun proses berbagi informasi kredit.

“Kami menantikan keberhasilan akreditasi perusahaan BNPL dan perolehan tanda kepercayaan pada bulan April 2024. Ini akan membantu konsumen mengenali perusahaan yang telah menerapkan Kode ini sepenuhnya. Penerapan Kode BNPL yang efektif akan meningkatkan hasil konsumen bagi pengguna BNPL dan memitigasi risiko akumulasi utang,” ujar Tan.

Restrukturisasi Bisnis Paylater GoTo Financial, dari Findaya ke MAB

Per 4 Agustus 2023, GoTo Financial mengumumkan peralihan unit multifinance yang menaungi layanan GoPay Later. Sebelumnya platform paylater tersebut digerakkan oleh PT Mapan Global reksa (Findaya), lalu kini telah diambil alih oleh PT Multifinance Anak Bangsa (MAB).

Fintech memang menjadi salah satu lini bisnis yang terus ditingkatkan oleh GoTo, termasuk belum lama ini mereka berupaya memperluas jangkauan Gopay dengan merilis aplikasi khusus yang bisa digunakan terpisah dari layanan Gojek — kendati demikian fitur Gopay juga masih bisa digunakan melalui aplikasi Gojek.

Peralihan GoPay Later ke MAB

Kepada DailySocial.id, Head of Corporate Affairs GoTo Financial Audrey Petriny menceritakan, pada November 2021 GoTo Financial resmi mengakuisisi PT Rama Multi Finance, kemudian di-rebrand dengan nama PT Multifinance Anak Bangsa. Unit tersebut sebelumnya telah memegang lisensi multifinance yang berizin dan diawasi oleh OJK.

Struktur GoPay Later sendiri sejak awal memang sudah unik. Platform BNPL ini memiliki dua produk yang bernama GoPay Later dan GoPaylater Cicil. Kendati saat ini keduanya telah terintegrasi dan dikelola penuh oleh MAB.

“Perpindahan penyedia layanan GoPay Later merupakan salah satu upaya kami untuk menyediakan layanan finansial yang lebih baik lagi kepada pengguna. GoPay Later versi baru menawarkan limit yang lebih tinggi sampai dengan Rp30 juta, dengan pilihan tenor cicilan 1, 3, 6, hingga 12 bulan untuk memberikan fleksibilitas dan kemudahan bagi pengguna dalam memenuhi kebutuhan,” ujar Audrey.

Dengan adanya peralihan ini, untuk menikmati GoPay Later versi teranyar, pengguna perlu memberikan persetujuan syarat dan ketentuan terkait pemindahan data dari Findaya ke MAB.

Menurut laporan ResearchAndMarkets, Gross Merchandise Value (GMV) layanan paylater di Indonesia telah mencapai lebih dari $4,6 miliar di tahun 2022. Angka ini diproyeksikan terus meningkat dengan CAGR 32,5% hingga 2028 nanti, sehingga berpotensi membukukan GMV hingga $25,3 miliar.

Rendahnya penetrasi kartu kredit dan tingginya konsumsi di platform e-commerce menjadi penyebab utama sistem cicilan itu laris-manis di pasaran. Selain GoTo, sejumlah perusahaan lain juga mengembangkan paylater secara in-house (atau melalui unit bisnis dalam satu grup). Misalnya Shopee dengan ShopeePaylater dan Blibli dengan BlibliTiket PayLater yang dikembangkan melalu Indodana — sub-unit dari Cermati, startup fintech yang saham mayoritasnya dimiliki grup Blibli.

Findaya akan fokus di bisnis lending

Turut disampaikan, Findaya ke depannya akan tetap beroperasi di bawah naungan GoTo Financial dengan fokus di bidang fintech lending. Karena seperti diketahui, Findaya telah memegang lisensi dan izin p2p lending dari OJK.

“Melalui Findaya, kami menyediakan GoPay Pinjam (layanan pinjaman tunai) dan GoModal (layanan pinjaman mitra UMKM),” imbuh Audrey.

Findaya merupakan salah satu sub-usaha milik pengembang platform arisan, Mapan, yang diakuisisi Gojek sejak tahun 2017. Startup tersebut didirikan Aldi Haryopratomo; ia juga sempat menjadi CEO Gopay dari akhir 2017 sampai awal 2021. Layanan Mapan masih terus eksis, kini dinakhodai oleh Ardelia Apti. Bahkan pada tahun 2022 lalu mereka umumkan pendanaan seri A $15 juta.

Application Information Will Show Up Here

JULO Rilis Fitur Akses Kilat untuk Transaksi Kredit Digital

Startup fintech lending JULO resmi memperkenalkan fitur bertransaksi sekali klik “KliKilat” pada layanan Kredit Digital. Fitur ini memungkinkan nasabah untuk meningkatkan pengalaman transaksi menjadi lebih cepat dan praktis tanpa memasukkan informasi berulang kali.

KliKilat dapat digunakan saat proses transaksi di mana nasabah dapat mengakses transaksi favoritnya dari halaman utama. Dengan fitur ini, nasabah tidak perlu lagi menginput besaran nilai hingga periode tenor pinjaman karena informasi kredensialnya sudah tersimpan. Nasabah tinggal menginput PIN, persetujuan pada surat perjanjian, dan ringkasan tagihan.

Disampaikan dalam keterangan resminya, Chief Technology Officer JULO Manoj Awasthi mengatakan bahwa KliKilat memprioritaskan faktor keamanan nasabah dari risiko transaksi tidak berizin lewat identifikasi PIN dan persetujuan surat perjanjian.

“Jika limit kredit tidak mencukupi, nasabah dapat menyesuaikan jumlah transaksi dengan mudah sehingga mereka tetap memiliki kontrol atas pengeluaran mereka dan terhindar dari penggunaan melebihi limit yang tersedia,” ungkap Awasthi.

Sebagai informasi, Kredit Digital diluncurkan pada 2021 untuk memperluas fungsional plafon pinjaman sehingga dapat dipakai untuk berbagai jenis transaksi. Awalnya, plafon pinjaman JULO hanya berlaku untuk pinjaman tunai yang ditransfer ke rekening peminjam.

Fungsi ini kemudian diperpanjang untuk seluruh layanan tunai dan nontunai JULO, mulai dari tarik dana, kirim dana, top up dompet digital, pembayaran e-commerce dan tagihan, hingga biaya pendidikan.

Dikutip dari situs resminya, total akumulasi pinjaman yang telah disalurkan JULO sejak didirikan adalah sebesar Rp9,87 triliun dengan total peminjam sebanyak 1,4 juta dan 1 juta peminjam aktif. Total pinjaman outstanding tercatat sebesar Rp1,06 triliun. JULO mengklaim 70% penggunaan kreditnya digunakan untuk keperluan produktif.

Pasar paylater

Paylater adalah salah satu layanan keuangan yang banyak digunakan masyarakat Indonesia. Kemudahan pengajuan hingga keterjangkauan di berbagai merchant online menjadi salah satu faktor tingginya penggunaan layanan ini. 

Berdasarkan laporan Kredivo dan Katadata Insight Center (KIC), paylater menjadi stimulus daya beli masyarakat dalam berbelanja online dengan persentase 16,2%, mengungguli metode transfer bank (10,2%) di urutan keempat. Urutan teratas diisi oleh e-wallet (46,8%) dan tunai/cod (22,6%). 

Laporan ini juga menemukan adanya konsistensi peningkatan transaksi di kota tier 2 dan tier sejak 2020. Ini menandakan daya beli masyarakat di kawasan ini mulai tumbuh dan penetrasi e-commerce ke daerah semakin meluas pasca-pandemi.

Selain JULO, sejumlah platform paylater yang lekat dengan layanan e-commerce adalah Shopee Paylater, Kredivo, Akulaku, hingga Atome. Adapula GoPay Later yang banyak digunakan untuk layanan on-demand, seperti transportasi dan pemesanan makanan.

Meski tak sedominan platform paylater di ekosistem e-commerce, JULO juga memungkinkan pinjaman tunai, bersaing dengan platform sejenis, seperti Kredivo, Akulaku, Indodana, hingga Kredit Pintar.

JULO juga baru-baru ini memperluas pangsanya ke fasilitas student loan terlepas beberapa pemain menyetop layanannya, yakni KoinPintar dan Pintek. Kini menyisakan Danacita, CICIL, Danadidik, dan Edufund yang menyediakan pinjaman pendidikan.

Application Information Will Show Up Here

Produk Agregator Keuangan dari Finture “Yup” Buka Kemudahan Miliki Limit Pinjaman

Kemudahan mengakses produk-produk keuangan di Indonesia masih mengalami ketimpangan yang tinggi. Tantangan tersebut menyimpan peluang besar bagi para pelaku industri. Mengutip dari laporan tahunan e-Conomy SEA 2022 yang disusun Google bersama Temasek dan Bain & Co., menyatakan layanan keuangan digital di Indonesia diprediksi akan mempertahankan momentum menuju 2025, tercermin dari kontribusi bisnis yang dihasilkan dan tingginya minat investor.

Ada beberapa tren yang diungkap, urutan pertama ditempati oleh potensi pembayaran nontunai —terdiri dari kartu kredit, kartu debit, kartu prabayar, dompet elektronik, dan transfer antar-rekening— mencatat nilai transaksi bruto atau gross transaction value (GTV) mencapai $266 miliar pada 2022. Angka ini naik 13% dari tahun lalu yang nilainya sebesar $234 miliar. Laporan ini memprediksi pada 2025 GMV-nya akan tumbuh 17% menjadi $421 miliar.

Posisi kedua ditempati oleh pinjaman online atau lebih familiar dengan buy now, pay later (BNPL) yang tumbuh 66% (yoy) atau senilai $5 miliar pada 2022. Adapun pada 2025 diprediksi angkanya tembus $16 miliar dengan CAGR sebesar 51%. Dua temuan ini mengindikasikan bahwa masih ada ruang pertumbuhan yang menjanjikan dari kedua produk keuangan.

Hal inilah yang kemungkinan besar ditangkap oleh Finture dalam meracik produk agregator keuangan “Yup”. Startup yang didirikan oleh Dong Zhang sejak 2021 ini merupakan platform agregator produk keuangan yang menghubungkan penggunanya mendapatkan layanan paylater yang disediakan oleh institusi finansial yang terdaftar dan diawasi OJK.

Di bawah branding Yup, Finture bekerja sama dengan institusi keuangan yang ada, yakni SamaKita (p2p lending) dan Bank Sahabat Sampoerna. Yup sendiri lisensinya di Indonesia sebagai Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang tercatat di OJK.

Untuk pengajuan pinjaman, pengguna dapat mengajukannya lewat aplikasi Yup. Setelah diverifikasi dan disetujui, nanti akan dikirimkan kartu yang dapat digunakan di merchant-merchant yang menyediakan mesin EDC. Yup sediakan cicilan bunga 0% (untuk cicilan 40 hari), tenor maksimal 12 bulan dan limit maksimal Rp40 juta. Apabila ada denda, bunganya disebutkan hanya 0,3% untuk tagihan yang lewat dari jatuh tempo.

Sejauh ini limit kredit Yup baru bisa dipakai untuk merchant offline. Dalam akun media sosialnya, diumumkan dalam waktu dekat bakal dibuka kemungkinan untuk transaksi online.

Konsep yang ditawarkan Yup di Indonesia bukanlah barang baru. Sebelumnya, sudah ada Kredivo yang bekerja sama juga dengan Bank Sahabat Sampoerna untuk penerbitan kartu paylater Flexi Card. Selain itu, Atome bekerja sama dengan Bank Jago untuk penerbitan kartu kredit co-branding.

DailySocial.id sempat menghubungi pihak Yup untuk berbagi pandangan tentang diferensiasinya dan tantangannya di industri. Namun hingga berita ini diturunkan tidak ada respons yang diberikan.

Terima pendanaan

Mengutip dari data VentureCap Insight, Finture telah mengantongi pendanaan pra-seri B sebesar $15 juta (lebih dari 223 miliar Rupiah). XVC menjadi investor yang memimpin dalam putaran tersebut, diikuti nama-nama lainnya seperti MindWorks Ventures, Antao Capital Partners, SWC Global, dan Tortola Capital Limited.

Nominal yang dilaporkan ini sedikit lebih kecil dari catatan Crunchbase. Dalam putaran seri B ini, Finture memperoleh dana sebesar $16,5 juta. Jajaran investor dari putaran tersebut, selain yang disebutkan di atas, terdapat investor lokal, yakni Sampoerna Strategic. Bila ditotal, sejak dua tahun beroperasi, perusahaan telah menggalang pendanaan eksternal sebesar $47,5 juta.

Application Information Will Show Up Here

Paylater Jadi Metode Pembayaran Harian, Penggunaan Kian Meluas

Hasil riset Kredivo dan Katadata Insight Center menyebut paylater menjadi stimulus daya beli masyarakat dalam berbelanja online. Persentasenya mencapai 16,2%, lebih unggul dibanding metode transfer bank (10,2%) yang berada di urutan keempat. Urutan pertama ditempati oleh e-wallet (46,8%), disusul tunai/cash on delivery (22,6%).

“Sekarang orang pakai paylater untuk belanja online. Mulai ada kenyamanan. Dulu kan cuma untuk kebutuhan mendesak,” ujar Direktur Katadata Insight Center Adek Roza, seperti dikutip dari Tempo.

Dalam riset tahunan bertajuk “Perilaku Konsumen e-Commerce Indonesia”, menyoroti persentase pengguna layanan paylater dalam platform e-commerce naik signifikan, dari 28,2% di 2022 menjadi 45,9% di 2023. Sementara itu, sebanyak 60,9% responden yang telah menggunakan paylater menyebutkan bahwa platform tersebut merupakan kredit pertama yang mereka dapatkan, terutama bagi socio-economic status (SES) C.

Seiring dengan edukasi terkait paylater, pengguna pun mulai beralih menjadi metode pembayaran kebutuhan harian. Di antaranya untuk belanja barang (87,1%), tagihan bulanan (51,8%), serta pulsa dan paket internet (48,9%).

Adapun kategori barang yang paling banyak dibeli menggunakan paylater adalah fesyen (66,4%), perlengkapan rumah tangga (52,2%), elektronik (41,1%), gadget/komputer (34,5%), dan perawatan tubuh dan kecantikan (32,9%).

Temuan ini menarik karena kini konsumen membeli tidak hanya produk mahal, tetapi juga produk untuk kebutuhan sehari-hari. Meningkatnya aktivitas di luar rumah membuat masyarakat semakin memperhatikan penampilan diri sehingga kebutuhan terhadap produk fesyen semakin meningkat.

Selain itu, pola penggunaan paylater telah berubah menjadi lebih banyak digunakan untuk berbelanja kebutuhan bulanan dengan cicilan tenor pendek (56,8%), alih-alih untuk kebutuhan mendadak (52,1%). Perubahan ini terjadi seiring semakin tingginya tingkat pengetahuan pengguna mengenai paylater yang kini berada di angka 32,0 (level tinggi) dibanding tahun sebelumnya di angka 26,0 (level sedang).

Menanggapi hal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menyampaikan kehadiran paylater perlu diakui cukup memberikan manfaat ketersediaan akses kredit yang aman, terjangkau, dan mudah bagi hampir seluruh lapisan masyarakat. Studi ini juga menguatkan bahwa paylater tidak hanya digunakan untuk kebutuhan mendesak, tapi sebagai metode pembayaran yang efisien untuk bertransaksi sehari-hari.

“Ke depannya, seiring penggunaan paylater yang meningkat, maka akan semakin meningkatkan multiplier effect atau dampak turunan panjang bagi industri ekonomi digital ini, mulai dari percepatan pembangunan infrastruktur hingga penyerapan tenaga kerja yang akan berdampak pada perputaran roda perekonomian,” terang Bhima.

Sebagai catatan, riset ini memanfaatkan 22 juta sampel transaksi yang berasal dari 2,2 juta sampel pengguna Kredivo di 34 provinsi dan di enam platform e-commerce di Indonesia pada periode Januari hingga Desember 2022.

Hasil temuan perilaku belanja online lainnya

  1. Konsistensi peningkatan transaksi di kota tier 2 dan 3, dengan kenaikan sebesar 33% di 2020, 36% di 2021, dan 43% di 2022, meskipun nilai transaksi masih didominasi oleh kota tier 1 yaitu sebanyak 57%. Hal ini menandakan daya beli masyarakat di kota tier 2 dan 3 yang terjaga memasuki masa pasca pandemi dan pangsa e-commerce yang semakin luas ke daerah.
  2. Konsumen lebih tua semakin adaptif dengan penggunaan e-commerce dengan kenaikan konsisten dalam 3 tahun terakhir yaitu kelompok umur 36-45 dari 19% (2020) menjadi 24% (2022), dan kelompok umur 46-55 tahun dari 4% (2020) menjadi 6% (2022). Penetrasi e-commerce yang sudah mencapai satu dekade berdampak pada daya beli konsumen lebih tua di e-commerce yang juga terus bertumbuh.
  3. Memasuki masa pasca-pandemi, terjadi pergeseran pola belanja masyarakat dengan perilaku belanja kombinasi online dan offline menjadi tren. Sebanyak 79,1% konsumen memilih menggunakan metode belanja kombinasi online dan offline, dengan 21% dari total presentasi tersebut lebih banyak melakukan pembelian secara offline dan 58,1% lebih banyak melakukan pembelian secara online. Sementara itu, tren belanja online tanpa kombinasi secara offline mengalami penurunan dari yang sebelumnya 28% menjadi 18,7%.
  4. Tren pergeseran juga terlihat dari transaksi per kategori produk, dengan turunnya nilai transaksi gadget di 2022 sebelumnya 37% menjadi 33,7% yoy. Sementara terjadi kenaikan nilai transaksi di produk fashion dari 12,9% menjadi 15,6% yoy. Tren ini sejalan dengan mulai kembalinya aktivitas offline masyarakat di masa transisi pandemi 2022.
  5. Tren preferensi belanja yang beragam berdasarkan kelompok umur, status perkawinan, dan jumlah anak. Pulsa dan voucher menjadi kebutuhan paling diminati oleh konsumen berdasarkan kelompok umur, sementara konsumen lajang paling banyak bertransaksi untuk gadget, dan konsumen dengan 1-2 anak paling banyak membeli produk kategori anak dan bayi sedangkan konsumen dengan 3-5 anak cenderung lebih fokus pada peralatan rumah tangga dan makanan.
  6. Meskipun secara keseluruhan transaksi 2022 meningkat dibanding 2021, terdapat penurunan di kuartal IV 2022 akibat isu resesi dan gejolak ekonomi global, dengan nilai transaksi Q4 sebesar 38,6% menjadi 33,3% yoy.