OJK Terbitkan Regulasi Baru Atur Digitalisasi Asuransi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 8 Tahun 2024 yang mengatur tentang produk asuransi dan saluran pemasaran produk asuransi. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap perkembangan inovasi di sektor asuransi dan untuk menyederhanakan proses perizinan, dengan fokus utama pada digitalisasi layanan asuransi.

Peraturan baru ini muncul sebagai bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). UU ini menekankan perlunya penyesuaian terhadap regulasi sebelumnya, terutama dalam penggunaan polis asuransi secara elektronik atau digital dan tata kelola pengembangan produk asuransi​.

“Perkembangan inovasi produk asuransi yang semakin variatif dan dinamis menuntut adanya penyempurnaan regulasi,” ujar juru bicara OJK dalam konferensi pers. “Kami ingin memastikan bahwa proses perizinan tetap efektif dan efisien, serta memberikan perlindungan optimal bagi konsumen.”

Salah satu poin penting dari POJK ini adalah pengaturan penyelenggaraan produk asuransi secara digital. Perusahaan asuransi diwajibkan untuk memiliki tanda daftar sebagai penyelenggara sistem elektronik serta menerapkan prosedur manajemen risiko teknologi informasi. Selain itu, kerja sama dengan pihak ketiga untuk penyelenggaraan produk asuransi secara digital juga harus mendapatkan persetujuan dari OJK terlebih dahulu​.

Regulasi ini juga mengatur agar perusahaan asuransi yang mengembangkan produk asuransi digital harus mencantumkan rencana pengembangan dalam rencana bisnis mereka. Komite pengembangan produk asuransi kemudian akan meninjau dan memberikan rekomendasi atas rencana tersebut sebelum dapat dipasarkan.

POJK 8 Tahun 2024 menyederhanakan mekanisme persetujuan dan pelaporan produk asuransi. Produk asuransi baru dan produk dengan kriteria tertentu wajib mendapatkan persetujuan OJK sebelum dipasarkan. Namun, ada juga produk yang hanya perlu dilaporkan paling lambat lima hari kerja setelah dipasarkan, tanpa perlu persetujuan awal​.

Peraturan ini juga menegaskan penerapan prinsip syariah dalam setiap penyelenggaraan produk asuransi syariah. Perusahaan asuransi syariah harus mendapatkan fatwa atau pernyataan kesesuaian syariah dari lembaga yang berwenang dan opini dari dewan pengawas syariah​.

OJK juga menetapkan sanksi administratif bagi perusahaan asuransi yang melanggar ketentuan persetujuan dan pelaporan. Keterlambatan pelaporan bisa dikenai denda sebesar Rp500.000 per hari dengan maksimal denda Rp100.000.000​.

Peraturan ini akan mulai berlaku enam bulan sejak diundangkan, memberikan waktu transisi bagi perusahaan asuransi untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan baru. Selama masa transisi, perusahaan diharapkan dapat mengimplementasikan seluruh substansi pengaturan yang ada dalam POJK ini.

Dengan regulasi baru ini, OJK berharap dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan produk asuransi, sekaligus melindungi kepentingan konsumen di era digital yang semakin maju.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten