Raspberry Pi Zero 2 W Diungkap, Ukuran Sama Persis tapi Performa Naik 5x Lipat

Enam tahun sejak Raspberry Pi Zero diperkenalkan, single-board computer (SBC) berukuran mungil itu akhirnya mendapatkan upgrade yang signifikan. Bukan cuma konektivitas nirkabel semata seperti yang ditawarkan Pi Zero W, melainkan peningkatan performa yang amat drastis.

Dinamai Raspberry Pi Zero 2 W, ukurannya benar-benar sama persis seperti pendahulunya: 65 x 30 x 5 mm, dan itu berarti ia kompatibel dengan hampir seluruh casing dan aksesori yang dibuat untuk Pi Zero orisinal. Yang berubah adalah prosesornya; Pi Zero 2 W mengemas prosesor quad-core Broadcom BCM2710A1 berbasis Cortex-A53. Prosesor ini sama seperti yang tertanam di Raspberry Pi 3, akan tetapi di sini kecepatannya diturunkan menjadi 1 GHz.

Dari single-core menjadi quad-core, dan dari 32-bit menjadi 64-bit; Pi Zero 2 W benar-benar menawarkan peningkatan performa yang substansial jika dibandingkan dengan versi orisinalnya. Untuk tugas-tugas multithreaded seperti yang disimulasikan oleh sysbench misalnya, kinerjanya diklaim bisa sampai lima kali lebih kencang.

Panas tentu menjadi tantangan utama dalam menyematkan prosesor yang lebih bertenaga ke papan sirkuit sekecil ini. Itulah mengapa pengembangnya tak lupa menyelipkan lapisan tembaga tebal ke Pi Zero 2 W untuk membantu membuang hawa panas yang dihasilkan oleh prosesornya tanpa harus mengandalkan bantuan heatsink ataupun kipas. Alhasil, meski dimensinya sama persis seperti Pi Zero orisinal, bobotnya bertambah cukup lumayan.

Selebihnya, Pi Zero 2 W identik dengan pendahulunya. Perangkat masih menggunakan RAM 512 MB, Wi-Fi N, Bluetooth 4.2, dan ia juga masih mengemas satu port HDMI beserta dua port Micro USB (satu untuk daya, satu untuk data), plus sebuah slot kartu microSD. Dengan kata lain, kalau membutuhkan port yang lebih banyak sekaligus kinerja yang lebih gegas lagi, Raspberry Pi 4 masih belum tergantikan.

Raspberry Pi Zero 2 W saat ini sudah dipasarkan di beberapa negara dengan harga $15. Namun sehubungan dengan krisis suplai di industri semikonduktor, stoknya bakal agak terbatas; perkiraan sekitar 200 ribu unit sampai akhir tahun ini, dan 250 ribu unit lagi di babak pertama tahun 2022.

Kabar baiknya, Pi Zero orisinal dan Pi Zero W masih akan terus diproduksi dan dipasarkan seperti biasa, dengan banderol yang sama pula seperti sebelumnya, yakni $5 dan $10. Tentunya ini bisa jadi alternatif bagi yang tidak terlalu mementingkan performa dan ingin menghemat.

Sumber: Ars Technica dan Raspberry Pi Foundation.

[Video] Memutar Musik via Perintah Suara di Smart Speaker Itu Praktis, Tapi Kurang Keren

Di era smart speaker ini, memutar musik dapat dilakukan semudah mengucapkan judul lagunya saja. Kendati demikian, kepraktisan yang ditawarkan smart speaker rupanya belum bisa membuat seorang geek dengan nickname “hoveeman” lepas dari jeratan nostalgia masa-masa keemasan perangkat jukebox.

Dia memutuskan untuk membangun sebuah sistem unik di mana musik dapat diputar di Google Home dengan cara seperti mengoperasikan jukebox. Hasilnya sangat keren, kreatif, dan patut mendapatkan apresiasi, termasuk dari mereka yang kurang bisa memahami cara kerja teknisnya.

Dalam video di bawah, tampak bahwa musik akan langsung diputar di tiga speaker (sebuah soundbar yang mendukung Chromecast, Google Home dan Google Home Mini) sesaat setelah selembar kartu didekatkan ke sisi meja. Kartu yang digunakan tentu bukan sembarangan, melainkan yang dilengkapi chip RFID (radio frequency identification).

RFID bisa dianggap sebagai metode untuk mengenali suatu objek berdasarkan gelombang radionya. Teknologi NFC yang lebih dikenal sejatinya memiliki cara kerja yang hampir sama, dan memang dibangun dengan basis protokol yang sama dengan RFID.

Di balik sisi mejanya, terpasang perangkat RFID reader yang menyambung ke Raspberry Pi 3. Raspberry Pi inilah yang pada akhirnya mengirim instruksi ke speaker untuk memutar lagu dari layanan Google Play Music, dengan bantuan platform automasi Home Assistant.

Jujur saya salut dengan niat dan kreativitas orang ini. Apalagi ternyata dia juga berbaik hati membagikan panduan lengkapnya via GitHub buat mereka yang tertarik membangun sistem serupa.

Sumber: Android Police.

Pi-Top Adalah Laptop Raspberry Pi yang Dirancang untuk Mempelajari Hardware dan Software Sekaligus

Sejak awal diciptakan, Raspberry Pi sudah ditujukan untuk membantu pembelajaran ilmu komputer. Di tahun 2014, sempat muncul sebuah laptop bernama Pi-Top di Indiegogo. Menggunakan Raspberry Pi sebagai otaknya, Pi-Top dirancang untuk mengajarkan dasar-dasar elektronika sekaligus coding. Wujudnya memang jauh dari laptop standar, tapi idenya tetap menarik untuk dieksekusi.

Kini pengembangnya sudah punya versi baru Pi-Top yang jauh lebih matang. Desainnya kini lebih mirip laptop tradisional, dengan trackpad yang diposisikan di bawah dan layar 14 inci beresolusi 1080p yang dapat dilipat 180 derajat.

Pi-Top

Versi baru ini juga lebih mudah dirakit ketimbang sebelumnya, dan yang paling menarik, keyboard-nya dapat digeser ke bawah untuk mengoprek jeroannya. Saat terbuka, tampak sebuah Raspberry Pi 3 diikuti oleh sepasang rel magnetik yang didesain untuk memudahkan pengguna menambahkan komponen dan aksesori baru.

Aksesorinya dibundel ke dalam Inventor’s Kit, yang terdiri dari tiga set modul: Music Maker, Space Race dan Smart Robot. Semuanya melibatkan penggunaan LED, tombol, resistor, dan berbagai macam komponen lainnya guna memberikan pengalaman belajar dasar-dasar elektronika yang menarik.

Pi-Top

Modul-modul itu bisa langsung diprogram dari Pi-Top, yang berarti pengguna dapat mempelajari kesinambungan hardware dan software secara bersamaan. Pi-Top menjalankan sistem operasi khusus bernama Pi-TopOS Polaris, dan pengguna dapat mengakses sejumlah software standar seperti browser Chromium, LibraOffice atau memainkan Minecraft Pi Edition.

Pi-Top saat ini sudah dipasarkan seharga $320, cukup mahal mengingat Raspberry Pi 3 sendiri bisa didapat dengan modal sekitar $35 saja.

Sumber: Engadget.