Harga Nikon Z fc di Indonesia dan Rekomendasi Lensa yang Cocok

Bagi sebagian orang, kamera mirrorless merupakan bagian dari gaya hidup. Mereka sangat menikmati proses saat memotret dan selalu membawa kamera kemanapun pergi. Bagi Anda yang mendambakan pengalaman memotret seperti menggunakan kamera analog, kamera baru dari Nikon ini mengajak para penggemar fotografi bernostalgia.

Ya, Nikon Z fc akhirnya telah tiba di Indonesia. Sudah bisa dipesan secara pre-order, sejak tanggal 20 sampai 31 Agustus 2021. Khusus pembelian secara pre-order, konsumen akan mendapatkan satu baterai ekstra Nikon EN-EL25 senilai Rp1.149.000 dan promo cashback di toko kamera termasuk yang di official store e-commerce.

Harga Nikon Z fc di Indonesia dibanderol Rp13.999.000 untuk body only dan Rp15.999.000 dengan lensa kit Nikkor Z DX 16-50mm F3.5-6.3 VR. Tentunya banyak yang masih penasaran, siapa sebenarnya Nikon Z fc?

Ia adalah kamera mirroless dengan lensa yang dapat dipertukarkan dan menggunakan sistem kamera terbaru Nikon Z-mount. Namun ukuran sensor yang dipakai bukanlah full frame, melainkan APS-C beresolusi 21MP dengan prosesor gambar Expeed 6 seperti Nikon Z50.

Bagian istimewa dari Nikon Z fc ialah desainnya, bergaya retro mengambil inspirasi dari kamera SLR mereka jaman dulu yakni Nikon F series. Tak cuma mengandalkan penampilan, pengalaman memotret Nikon Z fc juga bakal berbeda berkat kontrol mekanik untuk ISO, shutter speed, dan exposure compensation.

Meski mengusung desain klasik, Nikon tetap memadukan dengan elemen modern seperti layar dengan mekanisme vari-angle dan port USB-C yang memungkinkan pengisian daya langsung ke kamera. Layarnya touchscreen 3 inci dengan resolusi 1,04 juta dot dan di atasnya jendela bidik elektronik dengan panel OLED 2,36 juta dot.

Nikon Z fc dapat memotret beruntun hingga 11 fps dengan full autofocus atau 9 fps untuk Raw 14-bit. Sementara untuk video, kamera ini dapat merekam video hingga resolusi 4K oversampled dari lebar penuh sensornya.

Rekomendasi Lensa

Ekosistem lensa sistem kamera Nikon Z sudah berkembang banyak, di mana beberapa pilihan lensa native dengan harga yang cukup terjangkau sudah tersedia. Sebut saja, Nikkor Z MC 50mm F2.8, Nikkor Z 85mm F1.8 S, Nikkor Z 35mm F1.8 S, dan Nikkor Z 20mm F1.8 S yang harganya masih berkisar di angka belasan juta.

Bila sederet lensa tersebut masih belum masuk budget, pengguna Nikon Z fc juga bisa melirik lensa manual pihak ketiga yang harganya sangat murah. Sebagai contoh, lensa terbaru 7Artisans 35mm F0.95 hanya Rp2.990.000, 7Artisans 55mm F1.4 mark II Rp1.690.000, 7Artisans 35mm F1.2 mark II Rp1.650.000, bahkan TTArtisan 35mm F1.4 hanya Rp1.039.000, lensa tersebut juga tersedia dalam varian Nikon Z mount.

Dengan memasang lensa manual ke bodi Nikon Z fc, selain membuat bentuknya tetap ringkas dan penampilannya selaras. Namun yang lebih penting justru meningkatkan pengalaman memotret, di mana segala pengaturan bisa diatur secara manual sesuai preferensi masing-masing pengguna, dari ISO, shutter speed, aperture, dan juga fokusnya.

Musisi Rap Soulja Boy Luncurkan 2 Console Game Baru

DeAndre Cortez Way yang lebih dikenal dengan nama panggung Soulja Boy adalah seorang musisi rap, produser dan wirausahawan. Namanya melambung lewat single Crank That yang ia rilis di internet dan menjadi hit nomor satu di Amerika Serikat dalam waktu singkat. Tapi mungkin tak semua orang tahu bahwa Soulja Boy ternyata juga merupakan gamer.

Di minggu lalu, sang rapper kelahiran Chicago itu membuat kejutan tak terduga lewat peluncuran dua console game dengan brand-nya sendiri. Hardware-hardware tersebut terdiri dari dua varian, yaitu home console tradisional dan sistem handheld. Dalam meracik kedua produk ini, Soulja Boy mengusung pendekatan yang telah terbukti efektif: tema nostalgia dan fleksibilitas akses ke game retro di platform berbeda.

Lewat perangkat-perangkat ini, Soulja Boy mempersilakan kita menikmati game-game lawas. SouljaGames versi home console kabarnya dapat menjalankan permainan PlayStation, NeoGeo, Sega, Game Boy Advance, Nintendo Entertainment System, PC, serta didukung oleh koleksi ‘SouljaGames’ berisi tak kurang dari 800 game.

SouljaGame 2

800 judul merupakan jumlah yang sangat banyak, tapi tunggu sampai Anda mengetahui berapa game pre-installed yang siap disuguhkan SouljaGames Handheld: 3.000 permainan. Selain itu, device ini dijanjikan mampu mengoperasikan konten-konten platform Switch, 3DS, Vita, NeoGeo, Game Boy Color serta Advance.

SouljaGame 5

Tentu saja, pertanyaan yang kini muncul adalah, apakah Soulja Boy memperoleh lisensi resmi dari pemegang platform? Belum ada penjelasan lebih rinci dari produsen, namun dugaan sementaranya, boleh jadi sebagian besar game tersebut belum mendapatkan izin dari pemegang IP. Dan hal itu bisa memberi masalah pada Soulja Boy di masa yang akan datang. Nintendo dikenal sangat protektif terhadap kreasi-kreasi mereka dan belakangan sang produsen sedang gencar menggugat situs-situs penyedia ROM.

SouljaGame 3

SouljaGame Console memiliki desain ala Xbox One, dengan dimensi 20x16x4-sentimeter dan bobot 1,2kg. Paket penjualan disertai sepasang unit controller yang menyerupai DualShock 3, dan berdasarkan gambar, home console ini turut dibekali konektivitas modern serta legacy: ada HDMI, USB, AV-out, dan slot kartu TF. Di situs SouljaWatch.com, perangkat dijajakan di harga retail US$ 200, namun saat ini sedang mendapatkan diskon jadi US$ 150.

SouljaGame 4

SouljaGame Handheld sendiri mempunyai penampilan persegi panjang dan menyajikan layar seluas 3-inci. Layout tombolnya familier, menyerupai sistem gaming portable lain. Anda dapat menemukan slot kartu TF dan port audio 3,5mm di bagian bawah, lalu juga dipersilakan menyambungkannya ke televisi. Di periode sale ini, produk bisa Anda miliki dengan mengeluarkan uang sebesar US$ 100.

Via The Verge.

198X Ialah Perpaduan Unik dari 5 Game ‘Retro’ 80-an

Meski kita telah sampai di sebuah era di mana game bergrafis cantik dengan gameplay adiktif bisa ditemukan di tiap tikungan, pesona permainan-permainan lawas tetap tidak tergantikan. Bagi gamer veteran, grafis pixelated serta musik 8-bit punya daya tarik tersendiri dan merupakan alasan mengapa ada banyak konsumen memburu NES Classic Edition serta mencintai retrogaming.

Tingginya minat gamer terhadap permainan retro direspons oleh para produsen hardware dan developer dengan sigap. Saat ini tidak sulit menemukan game indie populer bergaya ‘jadul’, misalnya Terraria, Stardew Valley, Hotline Miami, hingga Into the Breach. Tim Hi-Bit Studios Stockholm juga punya ketertarikan tinggi buat menggarap permainan bergaya retro, tetapi mereka memanfaatkan arahan desain yang sangat tidak biasa.

Tim developer asal Stockholm itu memperkenalkan 198X, yaitu game yang menjanjikan satu pengalaman retrogaming lengkap. Di sana, Hi-Bit Studios mencoba menghidangkan lima game arcade dengan genre berbeda: beat ’em up, shoot ’em up, balapan, action side-scrolling, dan role-playing. Semua itu dikemas dalam sebuah kisah yang boleh jadi pernah Anda alami.

198X 1

Sesuai judulnya, 198X mengambil latar belakang tahun 80-an. Permainan ini mengisahkan tentang remaja bernama Kid. Ia hidup di daerah pinggir kota, hidupnya berjalan monoton, hingga suatu saat Kid menemukan dunia baru lewat permainan video di arena arcade. Dan di sanalah developer membubuhkan twist menarik.

198X 2

Lewat tiap game yang dimainkan, gerakan baru yang dipelajari, serta musuh yang dikalahkan, sang protagonis menjadi lebih kuat dan batasan antara realita serta video game jadi kian mengabur. Kelima game arcade 198X terinspirasi dari tema klasik. Saya melihat sensasi Streets of Rage di beat ’em up, R-Type di shoot ’em up, Out Run di permainan racing, Shinobi di ‘ninja game‘, serta Phantasy Star di JRPG.

198X 3

Proyek pengembangan 198X dimulai di musim semi 2017. Statusnya saat ini masih dikerjakan, dibangun menggunakan engine Unity. Hi-Bit Studios berencana untuk melepas 198X di bulan Maret 2019 di empat platform game populer – yakni PC, PlayStation 4, Xbox One dan Nintendo Switch.

Developer juga tengah melangsungkan kampanye pengumpulan dana di Kickstarter. Mereka membutuhkan modal sebesar US$ 56 ribuan agar proses pengerjaan game berjalan lancar.

198X 4

Saya mungkin bisa membayangkan cara Hi-Bit Studios menyajikan kelima ‘permainan’ di 198X, namun saya sangat penasaran pada bagaimana developer menyatukan semua itu menjadi satu tema dan narasi.

198X 5

Console Handheld RetroStone Mampu Menjalankan Game Beda Platform dan Siap Dukung Multiplayer

Alasan mengapa keberadaan console handheld tergerus oleh smartphone adalah, perannya sebagai pengisi waktu luang melalui permainan-permainan santai tergantikan oleh game-game di perangkat mobile. Untuk bisa tetap bersaing, para produsen harus membekali produk mereka dengan fitur-fitur unik, serta konten yang bisa menarik perhatian konsumen di segmen tertentu.

Saat ini ada banyak penawaran hardware yang dispesialisasikan buat menjalankan game-game retro, baik dalam wujud home console maupun sistem handheld. Namun RetroStone kreasi inventor Pierre-Louis Boyer ini merupakan perangkat istimewa. RetroStone dirancang sebagai console portable open source, mampu melakukan banyak hal yang tidak sanggup dikerjakan produk sejenis.

RetroStone disiapkan agar bisa mengoperasikan game retro di platform berbeda: Gameboy, Gameboy Color, Gameboy Advance, Super Nintendo, Mega Drive/Genesis, Atari, MaMe dan lain-lain. ROM bisa diinstal cukup dengan memindahkannya via thumb drive USB. Dan berkat dukungan di sisi konektivitasnya, kita bahkan bisa menikmati permainan di mode multiplayer hingga lima pemain.

RetroStone 2

Console handheld ini memiliki wujud balok, dengan ukuran yang tidak terlalu besar atau kecil sehingga nyaman ketika di tangan. Dimensinya adalah 130x90x25-milimeter. Untuk menyajikan konten, RetroStone mengusung layar LCD berwarna seluas 3,5-inci. Lalu sebagai input kendali, Boyer dan tim 8BCraft memanfaatkan susunan tombol ala controller Super Nintendo Entertainment System (termasuk pada desain dan warna).

RetroStone 3

Selain itu, terdapat empat tombol R1/L1 R2/L2 di sisi punggungnya. Di unit prototype, mereka diposisikan seperti action button. Tapi atas permintaan calon konsumennya, Boyer akan mengubah penempatannya lagi agar lebih ergonomis.

RetroStone 4

RetroStone dibekali tidak kurang dari empat port USB 2.0, memungkinkan kita menyambungkan empat controller di sana. Selain itu ada sebuah port HDMI, slot microSD, dan tiga buah tombol kecil untuk pengaturan LCD.

Perangkat diotaki oleh prosesor quad-core H3 1,2GHz, dibekali RAM sebesar 1GB, penyimpanan internal 8GB atau 16GB, serta ditenagai unit baterai 3.000mAh. Berbicara soal performa hardware, Boyer bilang bahwa prosesor H3 jauh lebih bertenaga dibanding Raspberry Pi 3. Dan uniknya lagi, RetroStone juga bisa disambungkan ke monitor, keyboard dan mouse, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai PC.

RetroStone dapat dipesan sekarang di situs Kickstarter. Produk dijajakan seharga mulai dari € 130 (sekitar US$ 160), dan akan mulai dikapalkan pada bulan Juni 2018.

Buat saya, bagian terbaik dari RetroStone ialah keleluasaan penggunaannya. Selain siap mendukung platform game retro berbeda, dengannya, kita bisa menikmati game bersama-sama dalam perjalanan atau dijadikan console retro di ruang keluarga.

PocketStar Ialah Console Handheld Retro Sebesar Gantungan Kunci

Untuk bisa bertahan dari serbuan permainan-permainan mobile yang semakin canggih, produsen perangkat gaming handheld tak hanya harus berkomitmen penuh dalam menyiapkan konten, mereka juga perlu menawarkan keunikan di produk tersebut. Dan setidaknya ada dua aspek yang jadi andalan satu kreasi desainer asal Jerman ini: ukuran super-mini serta sensasi ‘fisik’ ala bermain console handheld.

Melalui situs crowdfunding Kickstarter, sebuah tim (atau boleh jadi seorang inventor, identitasnya sedikit misterius) yang menamai dirinya Zepsch memperkenalkan PocketStar, yaitu sistem gaming portable sebesar gantungan kunci yang dirancang untuk menjalankan permainan-permainan ala retro. Kreatornya menjelaskan, pembuatan perangkat ini terinspirasi dari Nintendo Game Boy yang dilepas di tahun 80-an.

Ada banyak kesamaan antara Game Boy dan PocketStar dari sisi penampilan. Seperti ‘buyutnya’ itu, PocketStar mengusung desain simpel, memiliki sebuah layar, directional pad empat arah, dan dua tombol action. Bedanya adalah, ketika Game Boy mempunyai luas 148×90-milimeter, PocketStar hanya berukuran 50×30-milimeter – sangat mudah untuk disembunyikan dalam kantong atau dijadikan gantungan kunci.

PocketStar 2

PocketStar menyuguhkan panel seluas 0,94-inci dengan resolusi 96×64-pixel. Resolusinya memang tidak terlalu tinggi, namun ukuran layar yang kecil menjaga gambar tetap terlihat tetap tajam. Dan selain mendukung game, panel mungil ini juga bisa digunakan buat menampilkan gambar atau video.

PocketStar 1

Cara menggunakan PocketStar sangat mudah. Pertama-tama, taruh permainan, video singkat, atau foto di kartu MicroSD. Kemudian masukkan kartu tersebut ke slot yang sudah disediakan. Di versi retail-nya nanti, PocketStar akan dibekali fitur yang memungkinkan Anda menciptakan pixel art sendiri.

Sebagai otaknya, Zepsch memanfaatkan microchip ATSAM-D21G18A, berjalan di kecepatan 48MHz. Ia juga dibekali flash memory 256KB, sRAM 32KB, serta baterai internal 3,7-Volt yang dapat menghidangkan sesi bermain hingga 3-jam. Baterai itu bisa diisi ulang via port microUSB di sisi bawah.

Sebagai dukungan konten, Zepsch berencana untuk mengadaptasi sebanyak mungkin permainan legendaris ke PocketStar. Game-game tersebut bukanlah port asli, melainkan tiruan dari judul-judul terkenal, misalnya Pac-Man (jadi Pocketman), Tetris (Pocketris), Space Invaders (Tiny Invaders), hingga Pong (Ping Pong). Selain game, produsen juga mengembangkan app semisal kalkulator, timer, sampai generator angka random.

Saat ini Zepsch tengah melangsungkan kampanye pengumpulan dana di Kickstarter. Di sana, PocketStar dapat Anda pesan seharga € 35 (kira-kira US$ 43). Jika berhasil mencapai target, produk akan mulai didistribusikan pada bulan Mei 2018.

Menurut saya, PocketStar menyimpan satu hal yang hilang dari banyak console handheld modern: kesederhanaan penggunaan dengan game-game pengisi waktu yang mudah dinikmati kapan saja.

Retro-Bit Ungkap Beragam Produk Unik yang Bisa Memuaskan Dahaga Retrogaming

CES biasanya sarat dengan pengungkapan produk-produk flagship, purwarupa-purwarupa unik, serta perangkat-perangkat inovatif. Namun tentu saja beragam teknologi yang ada di sana menjangkau bermacam-macam ranah, termasuk satu segmen hiburan spesifik yang belakangan kembali jadi sorotan berkat hadirnya NES dan SNES Classic Edition: retrogaming.

Di CES 2018, produsen hardware dan aksesori console retro Retro-Bit memamerkan sejumlah produk baru yang bisa memuaskan dahaga Anda terhadap pengalaman gamingold-school‘ di era 90-an. Di antara banyaknya penawaran mereka itu, lima produk tampak lebih menonjol karena fitur dan keistimewaannya. Ini dia:

 

GoRetro Portable

Retro-Bit 5

Mengusung konsep ala Game Boy, tapi bedanya, ia ditunjang oleh koleksi permainan sebanyak lebih dari 300 judul (Retro-Bit punya rencana buat menambah lagi jumlahnya). GoRetro Portable memiliki baterai internal yang bisa menjaganya tetap menyala selama 10 jam, dapat diisi ulang lewat port USB. Retro-Bit menawarkan dua pilihan warna, yakni biru muda dan abu-abu, atau hitam dengan bumbu merah.

Console handheld retro ini akan tersedia di bulan September, dijajakan seharga US$ 35.

 

Super Retro Trio Plus

Retro-Bit 6

Merupakan versi baru perangkat multi-console garapan Retro-Bit. Ketika NES dan SNES ‘mini’ hanya dapat menjalankan game-game dari Nintendo, Super Retro Trio Plus siap mendukung cartridge Nintendo Entertainment System, SNES, hingga Sega Genesis. Model baru ini juga dibekali port HDMI, siap menyuguhkan resolusi 720p dengan visual yang tajam, kompatibel ke tiga jenis controller berbeda, dan memiliki switch NTSC serta PAL.

Produk rencananya akan mulai dipasarkan di akhir Januari 2018 seharga US$ 80.

 

R-Type Returns

Retro-Bit 2

Setelah dilepas di SNES pada tahun 1991 dan 1993, game Super R-Type dan R-Type III bisa Anda nikmati kembali melalui bundel ‘multi-cart‘ Retro-Bit bernama R-Type Returns. Harganya tidak mahal, dapat dimiliki cukup dengan mengeluarkan uang sebesar US$ 40 saja. Jika kebetulan Anda seorang penggemar beratnya, Retro-Bit juga menawarkan edisi kolektor seharga US$ 60 – berisi boks khusus, stiker-stiker dan satu set pin.

 

Holy Diver

Retro-Bit 3

Juga merupakan paket re-release, Holy Diver adalah game platforming kreasi tim Irem, dilepas di tahun 1989 di NES. Tadinya, developer berniat untuk merilisnya di Amerika, namun Holy Diver tak pernah dipublikasi di luar Jepang karena masalah lisensi. Retro-Bit telah memperoleh hak buat meluncurkannya secara resmi dan akan bisa dinikmati mulai bulan Mei nanti. Permainan dijajakan di harga US$ 35, kecuali jika Anda memilih versi kolektor – dibanderol US$ 60.

 

Wireless Sega Controllers

Retro-Bit 1

Terdiri dari varian controller Sega Genesis, Saturn, dan Dreamcast yang kompatibel ke platform game modern – di antaranya PC, console, Mac dan Android. Produk ini merupakan buah dari hasil kolaborasi antara Retro-Bit dan Sega. Harga serta waktu ketersediaannya belum diumumkan, tapi yang pasti, Anda membutuhkan dongle agar controller bisa terkoneksi ke Xbox One dan PlayStation 4.

Sumber: Gamespot.

Terlahir Kembali, Commodore 64 Mini Siap Saingi NES Classic Edition

Retrogaming memang punya konsumen setianya sendiri, namun kepopularitasan segmen ini meroket di triwulan keempat 2016 berkat pelepasan NES Classic Edition. Kesuksesan tak terduga dari console ‘klasik modern’ tersebut mendorong Nintendo untuk menggarap penerusnya, Super Nintendo Entertainment System Classic Edition, yang belum lama ini dirilis.

Namun sebelum perusahaan hiburan Jepang itu mengungkap eksistensi dari NES Mini, startup bernama Retro Games telah lebih dulu menyingkap gagasan serupa. Lewat situs crowdfunding Indie Gogo, tim asal Inggris tersebut memperkenalkan versi baru komputer 8-bit yang dilepas kurang lebih 35 tahun silam. Namun langkah mereka sempat terhenti karena developer gagal mengumpulkan modal yang dibutuhkan.

Commodore 64 Mini 2

Namun mereka tidak kehilangan semangat. Minggu lalu, Retro Games memperkenalkan kembali produk itu, kini mengusung nama baru, Commodore 64 Mini (di-update dari ‘The 64’). Dan mungkin sudah bisa Anda terka, perangkat ini merupakan miniatur dari PC terlaris di zamannya itu, dengan penyajian yang khas, dipadu konektivitas modern.

Meski lebih mungil, Commodore 64 Mini memiliki arahan desain identik dengan C64 klasik: papan ketik berwarna hitam berada di sisi atasnya, dipadu empat tombol function abu-abu di sebelah kanan. Tubuhnya dibalut warna biege familier, kemudian device juga dilengkapi branding warna-warni, pola garis-garis horisontal di area atas keyboard, serta lampu indikator power di pojok kanan atas.

Commodore 64 Mini 1

Volume tubuhnya sendiri hanya separuh dari Commodore 64, sehingga bisa lebih mudah dibawa-bawa. C64 Mini dilengkapi dua port USB di sebelah kanan, sehingga siap mendukung dua periferal kendali tambahan buat dimainkan dua orang; HDMI agar dapat tersambung ke display modern, dan port micro-USB untuk mentenagainya. Selain itu, paket penjualan turut disertai unit joystick ‘bergaya klasik’.

Commodore 64 Mini 4

Commodore 64 Mini menjanjikan pengalaman pengoperasian serupa C64 lawas. Koleksi permainan yang dibundel di sana juga lebih banyak dari punya NES ataupun SNES Classic Edition, dengan total 40 game. Di daftar itu, Anda bisa menemukan judul-judul legendaris semisal Uridium, Paradroid, Hawkeye, Nebulus dan Monty Mole. Lalu buat menyempurnakan sensasi menggunakan Commodore 64, device turut dibekali opsi filter – di antaranya ada CRT, scanline emulation, serta Pixel Perfect.

Commodore 64 Mini 3

Retro Games belum mengabarkan kapan tepatnya Commodore 64 Mini akan dirilis (yang pasti dilepas tahun ini), namun mereka sudah membuka lagi gerbang pre-order. Harganya jauh lebih murah dibanding saat produk ini diperkenalkan tahun lalu, yaitu hanya US$ 70.

Sumber: The64.com.

Lewat Sega Forever, Sega Hadirkan Game-Game Klasik Mereka di Perangkat Mobile

Walaupun mayoritas gamer sudah beralih ke platform baru, tidak berarti game-game lawas kehilangan peminatnya. Komunitas retrogaming kini semakin subur berkat semakin banyaknya cara buat menikmati hobi tersebut. Solusi berupa emulasi atau koleksi console game klasik memang masih jadi andalan, tapi beberapa produsen juga telah merilis ulang console tua mereka.

Lewat NES Classic Edition dan Atari Box, Nintendo serta Atari mengambil arahan tradisional buat memikat retro gamer. Tapi sebagai rival besar Nintendo di era console 16-bit, Sega memutuskan untuk menggunakan strategi berbeda. Tahun lalu, sang publisher memperkenalkan Sega Mega Drive Classic Hub, yaitu sebuah ‘bundel’ di Steam yang memungkinkan Anda bisa menikmati puluhan permainan klasik. Kali ini, Sega mencoba melebarkan sayapnya ke segmen mobile lewat Sega Forever.

Sega Forever adalah layanan penyajian permainan lawas, disiapkan untuk Android dan iOS. Servis ini baru saja dirilis, tepatnya pada tanggal 22 Juni 2017, dengan lima game sebagai hidangan pembuka: Sonic the Hedgehog, Altered Beast, Phantasy Star II, Kid Chameleon dan Comix Zone. Sega tentu saja punya agenda buat memperluas koleksinya tiap bulan, dan Anda bisa memberi masukan cukup lewat komentar di Facebook.

Layanan ini bisa dinikmati gratis, dan akan didukung game-game dari era console berbeda. Selain Mega Drive (Genesis), nantinya Anda dapat memainkan judul-judul Master System hingga Dreamcast. Sega Forever juga ditunjang oleh sejumlah fitur modern, contohnya kemampuan save, leaderboard, fitur bermain offline, serta kompatibilitas ke unit controller wireless.

Sejumlah judul seperti Altered Beast, Phantasy Star 2, serta Sonic The Hedgehog memang sudah tersedia di mobile. Dan jika Anda telah memilikinya, versi Sega Forever dapat dinikmati tanpa iklan.

Sayangnya ada sejumlah masalah menodai momen peluncuran Sega Forever. Beberapa orang mengeluh, fitur-fitur di sana tidak bekerja sempurna, misalnya pada opsi ‘recover purchase‘. Kemudian saat game dijalankan, performanya lebih buruk dari versi sebelumnya. Berdasarkan analisis Eurogamer, kendala ini disebabkan karena prosedur porting ke engine Unity.

Game-game tersebut didesain untuk berjalan di 60 frame rate per detik. Emulator mencoba menyuguhkan konten di tingkatan itu namun gagal, dan hanya dapat mencapai kisaran 45fps.

Akibatnya, pengalaman bermain jadi buruk. Gerakan jadi sering tersentak, tidak lancar, dan sering kali frame rate-nya anjlok. Lucunya, permainan-permainan Sega Forever malah tersaji lebih mulus di handset tua (seperti iPhone 3GS) karena emulasinya lebih optimal.

Sumber: Sega.

Usung Desain Modular, Console RetroBlox Bisa Membaca CD Maupun Cartridge Game Lawas

Ada beberapa cara untuk memuaskan rasa haus bernostalgia dengan game-game lawas: memanfaatkan emulator atau menikmati remake buatan fans merupakan metode termudah; namun tentu saja tidak sedikit orang yang menginginkan pengalaman autentik, dan mereka rela mengeluarkan banyak uang demi berburu produk seperti NES Classic Edition atau console premium.

Tentu saja tersedia alternatif lainnya. Beberapa startup sudah banyak menawarkan  hardware khusus untuk menjalankan permainan klasik, juga memanfaatkan teknik emulasi. Kekurangannya adalah, tidak ada sensasi memasukkan cartridge atau compact disc ke slot. Hal inilah yang ingin dihadirkan kembali oleh tim developer asal Los Angeles melalui diperangkat bernama RetroBlox.

RetroBlox 4

RetroBlox adalah console game retro berkonsep modular. Interface unik ‘Element Modules’ di sana memungkinkannya membaca game dari cartridge serta dapat tersambung ke unit controller lawas. Tak hanya itu saja, RetroBlox juga dilengkapi optical disk drive yang kompatibel dengan permainan PlayStation pertama. Berkatnya, Crash Team Racing sampai Final Fantasy VII di PSX dapat dimainkan kembali.

RetroBlox 2

Element Modules turut berperan sebagai sistem autentikasi. Begitu cartridge diselipkan di sana, maka game segera masuk ke koleksi digital Anda. Hebatnya lagi, fitur RetroBlox tidak kalah canggih dari console current-gen. Pengguna dapat memamerkan permainan itu di Facebook atau Twitter, serta menyiarkan sesi bermain ke platform live stream seperti Twitch dan YouTube. Proses mengganti permainan juga mudah, Anda tinggal mencabut cartridge dan menggantinya dengan game lain – tak berbeda dari NES ataupun Sega Genesis.

RetroBlox 3

Permainan-permainan yang ditangani RetroBlox disuguhkan dalam resolusi full-HD melalui teknik upscale sehingga kontennya tidak terlihat kontras dengan HDTV kebanggaan di ruang keluarga Anda. Tentu saja para retrogamer hardcore tetap bisa menikmati game klasik via TV tua mereka.

RetroBlox 1
Element Modules dari RetroBlox.

Console ini mengusung teknologi Hybrid Emulation, yaitu sebuah teknik membaca chip di dalam cartridge-cartridge permainan yang pada dasarnya sulit diemulasi. Berkatnya, hardware RetroBlox mendukung penuh library game klasik. Dan dengan Hybrid Emulation, sistem mampu meminimalisir keterlambatan input ketika unit gamepad tua tersambung ke Element Modules.

Hingga saat artikel ini ditulis, produsen belum menginformasikan harga dan kapan produk tersedia. Rencananya, RetroBlox akan diperkenalkan lebih resmi melalui kampanye crowdfunding di bulan April 2017 nanti. Di sana kemungkinan developer akan mengungkap pula detail teknisnya lebih lengkap.

RetroBlox 5

Sumber: RetroBlox.com.

Melalui The 64, Anda Disuguhkan Pengalaman Retro Gaming Ala Commodore 64

Kenangan manis terhadap karya digital klasik mendorong banyak pihak menciptakan platform-platform untuk menjalankan game retro. Sinclair ZX Spectrum Vega, IndiGo serta Analogue Nt merupakan sedikit contoh realisasinya. Dan kali ini, satu tim kecil dari Inggris ingin menghidupkan kembali pengalaman gaming di Commodore 64 – single computer terlaris sepanjang masa.

Dipimpin oleh veteran industri gaming Darren Melbourne, developer memperkenalkan The 64, inkarnasi terkini dari Commodore C64. Tim menjelaskan, perangkat tersebut dikembangkan menggunakan teknologi ‘tua terbaru’. Dan menariknya, mereka menyiapkan dua varian: desktop klasik dengan penampilannya yang khas, serta console handheld, memungkinkan Anda menikmati koleksi game lawas dalam perjalanan.

The 64 bukan sekedar proyek yang digarap demi memuaskan dahaga nostalgia. Ia dibuat oleh para talenta pencita Commodore 64 dan retro gaming. Beberapa di antara mereka juga sempat terlibat dalam pengerjaan C64DTV serta game-game C64 di Nintendo Wii via Virtual Console. Untuk kontennya sendiri, developer sudah menghubungi para pemegang IP agar game mereka dapat disertai di The 64.

The 64
Dua jenis The 64: komputer dan handheld.

Tim tidak menyebutkan judul-judulnya lebih spesifik. Mereka hanya bilang bahwa ‘retro gamer akan sangat bahagia’. Dan selain permainan klasik, developer turut menjanjikan game-game baru kreasi para pengembang independen. Console sengaja didesain agar Anda mudah memasukkan permainan, dan telah tersedia ribuan game di internet yang bisa diunduh secara legal.

Sistem memanfaatkan teknologi baru berbasis arsitektur C64. Buat sekarang, spesifikasinya pastinya masih belum ditentukan, dan developer memilih untuk merundingkannya dulu bersama komunitas. Yang pasti, The 64 diramu agar wujudnya betul-betul menyerupai Commodore 64, dengan sedikit modifikasi. Di sana ada output HDMI, dan tim sedang mempertimbangkan buat turut membubuhkan connector composite video supaya kompatibel ke TV-TV tua.

The 64 1
Komparasi penampilan The 64 (kiri) dengan Commodore 64 (kanan).

The 64 dirancang agar mendukung berbagai macam format emulator serta media menyimpanan saat ini (contohnya kartu SD), serta dapat disambungkan ke lebih dari satu joystick agar bisa dimainkan bersama. Versi handheld-nya sendiri lebih menyerupai platform game modern. Selain rangkaian tombol kendali (D-Pad, action serta function button) ada port micro-HDMI dan dua port MicroUSB.

Anda dapat memesan The 64 sekarang sembari membantu developer mengumpulkan dana untuk merampungkan proyek ini. Di situs crowdfunding Indie Gogo, The 64 versi komputer dijajakan seharga US$ 150 dan varian handheld-nya dibanderol US$ 170.