Pengertian Teks Ulasan, Tujuan, dan Struktur Penulisannya!

Mungkin sebagian orang tidak asing dengan kata ulasan, yaitu sebuah pemberian nilai berdasarkan pendapat yang kita miliki. Ulasan pada dasarnya dapat ditemui di banyak aspek kehidupan manusia seperti, ulasan atas pelayanan online shop, ulasan atas kegiatan yang dilakukan, ulasan terhadap buku atau film dan lain sebagainya.

Disini kita akan mengetahui lebih lanjut mengenai teks ulasan atau sering disebut sebagai resensi. Berikut ini penjelasan mengenai pengertian teks ulasan hingga struktur penulisan yang baik!

Pengertian Teks Ulasan

Teks ulasan adalah penyusunan teks berupa ulasan tafsiran atau komentar yang dilakukan seseorang terhadap suatu hal. Teks ulasan adalah sebuah tulisan yang sering disebut sebagai resensi dan berisi mengenai penilaian atau argumentasi mengenai karangan atau hasil karya milik orang lain.

Teks ulasan atau resensi paling sering digunakan untuk membuat penilaian mengenai kritik, saran dan bahkan inti pesan dari film atau buku seperti cerpen, novel, dan lain sebagainya. Teks ulasan bukan berarti memberikan kritik yang menjatuhkan, meskipun pembaca atau audiens memiliki kebebasan untuk mengutarakan penilaiannya. 

Untuk membuat teks ulasan, maka seseorang perlu mengetahui inti dari permasalahan yang masih dapat dikembangkan dan diperbaiki kembali. Teks ulasan yang baik adalah pemberian nilai dan masukan yang dapat membantu sebuah karya menjadi lebih baik, melalui pemilihan kata-kata yang baik dan pemberian saran.

Tujuan Teks Ulasan

Teks ulasan tidak hanya digunakan untuk sekedar memberikan sebuah penilaian, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap hasil karya orang lain. Untuk itu terdapat beberapa tujuan seseorang menyusun teks ulasan, berikut ini tujuan teks ulasan:

  • Mengetahui kelebihan dan kekurangan karya

Salah satu tujuan teks ulasan adalah untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sebuah karya. Karena sebagai orang yang melakukan ulasan atau resensi, maka diperlukan ketelitian saat melakukan analisis untuk mengetahui letak keunggulan dari suatu karya. 

Keunggulan ini akan menjadi nilai tambah atau kelebihan dari suatu karya dibandingkan karya lainnya. Dengan menjelaskan kelebihan dan kekurangan maka orang lain yang belum membaca atau melihat karya tersebut dapat mempertimbangkan mengenai isi buku atau karya tersebut.

  • Memberikan informasi terhadap audiens

Tujuan lainnya dari teks ulasan adalah memberikan informasi terhadap audiens terkait isi cerita dalam karya terkait. Hal ini berfungsi juga sebagai bentuk dari sinopsis sebuah cerita, informasi bukan berarti menceritakan seluruh isi secara langsung, tetapi tetap harus menghindari spoiler atau bocoran cerita untuk menghargai penulis atau pembuat karya.

  • Memberikan saran atau masukan 

Teks ulasan juga bertujuan untuk memberikan saran atau masukan, jadi tidak hanya mendeskripsikan kekurangan dari sebuah karya cerita. Kita harus mampu mengembangkan dan memberikan masukan yang tepat dan positif atas kekurangan karya orang lain, karena pada umumnya kekurangan dan kelebihan suatu karya cenderung bersifat subjektif. 

Pendapat yang kita miliki belum tentu akan sama dengan pendapat orang lain, bisa jadi orang lain tidak menemukan kekurangan dari karya tersebut atau hal-hal yang masih perlu dikembangkan. Sehingga kita sebagai pemberi ulasan harus juga menyertakan saran atau solusi atas kekurangan yang kita rasakan.

  • Meningkatkan kemampuan literasi dan kepekaan pembaca

Teks ulasan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi dan kepekaan pembaca, karena ulasan berisi informasi mengenai hal yang berkaitan langsung dengan isi sebuah karya. Jika ingin melakukan ulasan atau resensi pada suatu buku atau karya lainnya, maka pastikan bahwa kalian benar-benar memahami isi buku secara seksama. Dengan melakukan hal tersebut kita juga akan belajar meningkatkan kemampuan literasi dan kepekaan mengenai suatu topik atau masalah.

Struktur Penulisan Teks Ulasan

Untuk membuat sebuah teks ulasan kita perlu mengetahui rangkaian struktur atau isi yang ingin dimasukan dalam ulasan. Hal ini bertujuan untuk membuat teks ulasan atau resensi milik kita mudah dibaca dan dipahami oleh orang lain. Berikut ini struktur penulisan teks ulasan:

  • Identifikasi Karya

Struktur awal penulisan teks ulasan dalam memberikan deskripsi terkait identifikasi karya yang akan diresensi atau diberikan ulasan. Identifikasi ini terkait judul karya, nama penulis atau pengarang, penerbit, tahun terbit, jumlah halaman dan lain sebagainya berkaitan dengan hal umum pada karya tersebut.

  • Orientasi

Teks ulasan memiliki struktur orientasi, yaitu sebagai pembuka mengenai alasan melakukan ulasan atau resensi pada karya tersebut. Orientasi biasanya menjelaskan juga mengenai ketertarikan yang kita miliki terhadap karya tersebut, sehingga pada akhirnya memilih untuk memberikan ulasan atau tanggapan terhadap karya.

  • Tafsiran

Tafsiran adalah struktur teks ulasan yang berisi mengenai rincian hasil analisis yang kita lakukan mengenai kelebihan dan keunggulan dari sebuah karya. Pada struktur tafsiran audiens akan diberikan gambaran mengenai isi buku secara garis besar, tanpa memberikan spoiler seutuhnya.

  • Evaluasi

Evaluasi adalah bagian dari struktur teks ulasan yang memberikan saran atau solusi atas tafsiran yang telah dilakukan. Pada bagian ini kita sebagai pemberi ulasan akan menjelaskan mengenai poin atau hal-hal yang sekiranya dapat dipertimbangkan untuk perbaikan karya, kemudian penjelasan mengapa kita memberikan tanggapan tersebut dan pelajaran yang dapat diambil dari karya.

  • Rangkuman

Rangkuman adalah struktur yang menjelaskan mengenai keseluruhan dari hasil ulasan atau resensi yang kita lakukan. Rangkuman berfungsi juga sebagai penutup dari sebuah ulasan.

Nah, itu dia informasi seputar teks ulasan mulai dari pengertian, tujuan serta struktur cara penulisan teks ulasan. Pada intinya teks ulasan bukan digunakan untuk menjatuhkan hasil karya milik orang lain, tetapi justru memberikan masukan atau saran agar karya tersebut bisa lebih baik lagi. Semoga informasi tersebut dapat membantumu dalam menyusun teks ulasan yang baik dan membangun!

[Review] Mouse Razer Deathadder V2 x Hyperspeed, Nyaman Untuk Main Game dan Kerja

Salah satu yang membuat saya tertarik dengan mouse Razer Deathadder V2 x Hyperspeed bukan endorse dari Faker di halaman resmi atau di kotaknya, meski itu adalah tambahan yang menarik. Melainkan adalah dual feature yang hadir pada koneksi wireless-nya yang tersedia dalam dua pilihan, serta dua pilihan juga untuk mengisi baterai. 

Razer Deathadder V2 x Hyperspeed adalah mouse dengan fitur-fitur yang cukup lengkap untuk sebuah mouse. Mulai dari desain yang ergonomis, dual wireless feature – yang salah satunya adalah highspeed, pilihan baterai AA dan AAA, mechanical switches gen 2 khas Razer, 7 tombol yang bisa diprogram (7 tombol ini termasuk right – left click dan roller), serta aplikasi untuk kustomisasi yang juga bisa ‘menempel’ di mouse via HyperShift. 

Desain Razer Deathadder V2 x Hyperspeed

Mari kita bahas dulu dari sisi desain. Sebelum beralih ke Razer Deathadder V2 x Hyperspeed, saya menggunakan Logitech wireless G903 Lightspeed yang memang untuk gaming ,serta untuk kerja menggunakan Logitech MX Master 2s. Keduanya hadir dengan harga yang relatif cukup premium meski tidak ‘semurah’ mouse Razer yang saya coba ini. 

Mengapa saya memasukan mouse yang bukan untuk gaming sebagai perbandingan, karena saya ingin membandingkan dalam penggunaannya, mouse Razer yang ada di tangan saya ini tidak hanya akan saya gunakan untuk bermian game tetapi juga untuk kegiatan sehari-hari, termasuk bekerja. 

Jika Razer mengklain ergonomis dan comfort dalam halaman resminya, serta mencantumkan bahwa desain ini adalah desain yang mendapatkan penghargaan, maka klaim itu memang bisa dirasakan dalam produknya secara nyata. 

Bentuk mouse ini memang tidak simetris utnuk bagian kiri dan bagian kanan (oh ya, mouse ini tidak untuk Anda yang kidal karena beberapa bagian desainnya memang diperuntukkan buat tangan kanan). Bagian kiri agak menjorok dengan akses dua tombol yang bisa dijangkau oleh ibu jari. Sedangkan bagian kanan tetap agak melengkung tetapi tidak sedalam bagian kiri. Desain seperti ini surprisingly cukup nyaman, terutama Anda yang memang punya preferensi bentuk mouse seperti Razer Deathadder V2 x Hyperspeed. Bagian ibu jari bisa agak menjorok dengan pangkalnya tertahan di ujung kiri mouse, yang menjadikan ibu jari seperti ditempatkan di rumah yang pas di bagian lekukan mouse. Akses button juga bisa dijalankan tanpa masalah. 

Desain menjorok ini juga secara tidak langsung mendukung cara saya memegang mouse yang secara default membelok, ke arah laptop atau monitor jika Anda menggunakan PC atau monitor tambahan.Desain yang menjorok ini terasa mendukung dengan posisi lengan yang melengkung, baik saat bermain game atau menggunakan mouse untuk kegiatan produktivitas untuk waktu yang lama. 

Jadi kalau misalnya ada gambar Faker terpampang jelas dan menyebutkan bahwa mouse ini layak jadi pilihan. Kalau dari sisi desain, itu cukup terlihat. 

Dari sisi tampilan, mouse ini memang tidak tampak berlebihan malah terkesan down to earth. Warna hitam doff, tanpa elemen RGB dan hanya ada lampu indikator teramat kecil di bagian tengah. Logo Razer pun tidak terlalu terlihat. Desain low profile seperti ingin menyembunyikan kemampuan yang cukup baik di balik body-nya. 

Desain minimalis ini agak bersebrangan dengan Logitech wireless G903  lightspeed yang terasa ‘ramai’ dengan berbagai elemen yang beberapa ada juga yang bisa di-swap

Untuk bobot perangkat. Awalnya saya agak ragu karena ketika membuka dari kotaknya terasa terlalu ringan. Malah terkesan agak murahan, tetapi itu semua berubah ketika saya memasukan baterai. Saya kebetulan menggunakan 1 baterai AA, dan ketika baterai itu masuk di tempatnya maka bobot mouse terasa pas. Tidak terlalu ringan dan tidak terlalu berat. Tambahan beban dari baterai ini seperti sudah diperhitungkan, jadi ketika akan digunakan, mouse tetap terasa nyaman dan tidak terlalu berat. 

Untuk button sendiri selain 3 button utama, right dan left click serta scroll wheel, ada 4 button tambahan yang lokasinya, dua di sebelah left click dan satu lagi di area sandaran punggung ibu jari. Semua fungsi button bisa diatur sesuka selera lewat aplikasi Razer Synape 3 dengan fitur Hypershift.

Untuk pengaturan dan mapping button sebenarnya tidak ada masalah. Meski kebutuhan akan berbeda-beda untuk pengguna – saya sendiri mendapatkan ada beberapa pengaturan yang tidak bisa saya lakukan untuk urusan produktivitas – namun Anda setidaknya bisa melakukan berbagai pengaturan seperti memodifikasi semua button yang tersedia di mouse ini untuk berbagai keperluan,  mengatur performa DPI mouse untuk sensitivitas, mengatur konsumsi daya. Dan jika Anda menggunakan mousepad dari Razer, Anda bisa mengkalibrasi untuk mendapatkan pengalaman yang terbaik. 

Untuk urusan fungsi button, terutana untuk kegiatan kerja, jika membandingkan Logitech MX Master 2s tentunya mouse Razer yang saya coba ini agak kalah. Saya bisa maklum karena memang bukan peruntukkannya. Seri MX dari Logitech dikenal powerfull untuk kerja, bukan hanya karena sensivitasnya tetapi ada beberapa fungsi button dan peletakan yang mendukung produktivitas. 

Ada yang ingin saya bahas agak detail yaitu tentang penempatan 2 button di bagian yang dekat dengan left click. Karena posisinya cukup berada di ujung kiri mouse, ketika mencoba perangkat ini saya mendapatkan bahwa button ini secara tidak sengaja sering kepencet. Bukan oleh jari saya tetapi karena terbentur sisi ujung mouse dengan ujung keyboard. Jika biasanya benturan tidak menggagu fungsi karena bagian mouse yang berbenturan adalah body saja, namun di razer ini yang terbentur adalah button. Sehingga sering kali mapping button yang saya lakukan berubah di tengah jalan karena button-nya kepencet. 

Bisa jadi pengalaman ini akan berbeda dengan pengalaman penguna lain, terutama jika meja kerja atau meja bermain game Anda cukup luas.

Fitur lain yang juga cukup menyenangkan adalah adanya dua pilihan koneksi bluetooth langsung dari mouse ke perangkat atau menggunakan donggle yang memiliki kecepatan 2.4G. Pilihan ini tentunya menarik, untuk pengaturan bermain game bisa menggunakan dongle tetapi ketika untuk penggunaan di luar rumah misalnya, saat jauh dari PC dan menggunakan laptop dengan slot USB terbatas, bisa menggunakan bluetooth saja. 

Untuk spesifikasi sendiri, yang belum di bahas di atas,  Razer Deathadder V2 x Hyperspeed mencantumkan daya tahan clik perangkat ini sampai dengan 60 juta klik (yang tentunya akan tergantung penggunaan masing-masing) lalu untuk sensornya adalah optical, max sensitivity 14000 DPI, max speed 300 IPS, max acceleration 35G dan tersedia 7 tombol yang bisa dikustomisasai. Untuk tipe switch-nya sendiri adalah Razer™ Mechanical Gen-2 Mouse Switches sedangkan mouse feet alias bagian bawah peranglat adalah undyed 100% PTFE. 

Pengalaman penggunaan

Nah, untuk pengalaman penggunaan perangkat ini saya sengaja melakukan dua uji utama, tidak hanya fokus untuk bermain game tetapi juga untuk bekerja sehari-hari.

Untuk penggunaan sehari-hari serta untuk mendukung produktivitas, jenis tombol switch dari mouse ini terasa cukup menyenangkan. Cukup clicky memang kalau dari sisi bunyi, namun pengalaman menekan tombol utama mouse cukup menyenangkan, tidak terlalu berat tetapi tidak sangat ringan juga. 

Bobotnya yang pas juga menyenangkan untuk menggunakannya setiap hari atau pun untuk bermain game. Nah untuk bermain game, perangkat ini bisa cukup diandalkan, tidak hanya dari sisi koneksi, tetapi dari sisi kenyamanan serta switch yang menyenangkan untuk dipakai. Meski demikian, saya hanya mencoba dengan judul game yang memang tidak perlu banyak pengaturan atau makro, lebih ke game FPS. Jadi pengalaman yang dirasakan lebih ke switch click, koneksi ke perangkat dan pengaturan DPI. 

Sedangkan pengaturan untuk button lebih saya coba ketika menggunakan mouse untuk produktivitas. Mengatur beberapa button agar bisa lebih cepat melakukan fungsi atau membuat aplikasi bawaan windows tertentu. 

Untuk bisa menjalankan fungsi pengaturan dan mengaksesnya langsung dari mouse, Anda harus selalu menyalakan aplikasi Razer Synapse.

Kesimpulan 

Menggunakan mouse Razer Deathadder V2 x Hyperspeed adalah salau satu pengalaman yang cukup menyenangkan. Bukan karena mouse ini di branding cukup prestisius dengan berbagai atlit esports terkenal di halaman resmi dan juga kotak perangkat, tetapi memang karena desain yang diesekusi dengan pas, dan cukup efisien. Dengan endorsement serta fitur yang dibawanya, dari sisi harga perangkat ini juga bisa dibilang cukup terjangkau (di Tokopedia perangkat ini dijual seharga 1 juta kurang 1 rupiah).

Tampilannya memang cenderung polos, tetapi bagi yang suka dengan selera gaming mouse minimalis dan fokus pada pengalaman penggunaannya, termasuk fitur dan fungsi,  Razer Deathadder V2 x Hyperspeed bisa jadi pilihan.

Sparks

  • Nyaman digunakan dari sisi eksekusi desain
  • Bobot yang pas termasuk baterai
  • Minimalis
  • Switch mechanical nyaman

Slacks

  • Desain ‘terlalu’ polos
  • Button lokasi depan sering tidak sengaja kepencet
  • Masih menggunakan baterai eksternal

[Review] Xiaomi 11T: Kencang dengan Dimensity 1200 dan Kamera Apik

Pada tahun 2021, Xiaomi banyak sekali mengeluarkan perangkat flagship dari seri 11-nya di Indonesia. Mulai dari Mi 11, Mi 11 Lite, sampai ke Xiaomi 11T Pro dan Xiaomi 11T. Yup, tahun 2021 Xiaomi mengubah semua smartphone Mi menjadi Xiaomi untuk branding yang menurut mereka lebih baik. Dailysocial tahun ini kedapatan unit review dari Xiaomi dengan Xiaomi 11T non Pro.

Xiaomi mengeluarkan 2 varian di kelas T seri 11, yaitu Xiaomi 11T dan Xiaomi 11T Pro. Perbedaan mendasar keduanya adalah Xiaomi 11T Pro menggunakan SoC Snapdragon 888 dan Xiaomi 11T menggunakan Mediatek Dimensity 1200. Oleh karena bukan kelas Pro, Xiaomi 11T tidak dipersenjatai dengan kemampuan Dolby Vision, pengisian baterai cepat 120 watt, suara Harman Kardon, serta perekaman 8K seperti yang ada pada Xiaomi 11T Pro.

Xiaomi 11T juga memiliki kamera yang ada pada Xiaomi 11T Pro, yaitu dengan ISOCELL HM2 dengan resolusi 108 MP. Hal ini membuat keduanya akan memiliki sedikit perbedaan pada saat pengambilan gambar, seperti yang diklaim oleh Xiaomi Indonesia. Selain itu, konfigurasi kameranya juga sama antara keduanya.

Untuk lengkapnya, berikut adalah spesifikasi lengkap dari Xiaomi 11T yang saya dapatkan

SoC Mediatek Dimensity 1200
CPU 1 x 3.0 GHz Cortex-A78 + 3 x 2.6 GHz Cortex-A78 + 4 x 2.0 GHz Cortex-A55
GPU Mali-G77 MC9
RAM 8  GB LPDDR5
Internal 256 GB UFS 3.1
Layar 6.67 inci 2400×1080 AMOLED 120 Hz GG Victus
Dimensi 164.1 x 76.9 x 8.8 mm
Bobot 203 gram
Baterai 5000 mAh 67 watt
Kamera 108 MP / 12 MP utama, 8 MP ultrawide, 5 MP Telemakro, 16 MP Selfie
OS Android 11 MIUI 12.5

Hasil dari CPU-Z, AIDA64, serta Sensor Box dapat dilihat sebagai berikut:

Satu hal yang juga membuat Xiaomi 11T lebih unggul dari saudaranya adalah kemampuan Mediatek Dimensity seri 1000 yang sudah mendukung codec AV1 secara hardware. Codec AV1 sendiri akan dipakai oleh Google secara keseluruhan agar streaming video menjadi lebih hemat. Netflix juga sudah mulai menggunakan AV1 untuk beberapa perangkat. Dan saat ini, Google Duo serta Youtube sudah mendukung AV1.

Unboxing

Seperti inilah isi dari paket penjualan smartphone Xiaomi 11T. Didalamnya hanya akan ditemukan kabel USB-C, charger, serta back case. Xiaomi menyertakan charger 67 watt untuk mengisi baterai pada smartphone ini.

Desain

Sangat sulit untuk membedakan antara Xiaomi 11T dan 11T Pro jika disejajarkan keduanya. Pada bagian belakangnya yang menggunakan bahan kaca ini juga memiliki desain yang mirip antar keduanya. Xiaomi mendesainnya dengan motif yang mirip dengan garis-garis pada permukaan aluminium. Kebetulan, saya mendapatkan perangkat dengan warna yang dinamakan Meteorite Black sehingga terlihat cukup mirip seperti metal.

Layar Xiaomi 11T memiliki resolusi 2400×1080 pada layar dengan dimensi 6.67 inci. Panel yang digunakan adalah AMOLED yang memiliki 1 miliar warna dengan refresh rate 120 Hz dan mendukung HDR10+. Xiaomi juga sudah menggunakan kaca terkuat saat ini dari Gorilla Glass dengan versi Victus. walaupun begitu, saya sangat menyarankan untuk menggunakan lapisan pelindung tambahan agar layar tersebut lebih aman dari goresan.

Xiaomi menempatkan kamera pada sisi kiri atas yang saat ini selalu digabungkan pada satu blok kotak. Xiaomi mendesain 3 kamera yang ada pada bagian belakangnya dengan 2 bulatan besar dan 1 bulatan kecil yang diletakkan ditengah. Xiaomi sendiri mengaku bahwa desain ini terinspirasi dari bentuk roll film pada sebuah kamera lama. Di sebelah kamera tersebut terdapat sensor fokus infra merah serta LED untuk flash.

Pada sebelah kanannya, terdapat tombol volume naik dan turun serta power yang juga sekaligus sebagai sensor sidik jari. Untuk bagian bawahnya, dapat ditemukan slot SIM, microphone, USB-C, serta speaker kanan. Di bagian atasnya hanya terdapat sensor infra merah serta speaker kiri. Pada perangkat ini, tidak ditemukan apa-apa pada bagian kirinya.

Xiaomi 11T sudah menggunakan sistem operasi Android 11 yang sudah terpasang MIUI 12.5 Enhanced. Versi MIUI yang saya gunakan saat ini adalah 12.5.3.0 (RKWIDXM) yang sudah memiliki fitur Memory extension. Xiaomi sendiri mengalokasikan 3 GB dari penyimpanan internalnya untuk dijadikan memori virtual. Hal ini tentu saja akan membuat RAM 8 GB yang ada menjadi jauh lebih lowong saat membuka banyak aplikasi, seperti memiliki RAM sebesar 11 GB.

Jaringan

Xiaomi 11T menggunakan chipset Dimensity 1200 yang memang ditujukan untuk perangkat flagship. Oleh karena itu, perangkat ini sudah menggunakan modem yang sudah mendukung teknologi terkini, seperti Carrier Aggregation untuk 4G maupun 5G. Modem yang digunakan oleh Dimensity 1200 juga sudah mendukung semua jaringan yang ada saat ini.

Smartphone ini sudah mendukung bandwidth 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 12, 13, 17, 18, 19, 20, 26, 28, 32, 38, 40, 41, 42, dan 66 untuk jaringan 4G. Sedangkan untuk jaringan 5G, Xiaomi 11T sudah mendukung bandwidth n1, n3, n5, n7, n8, n20, n28, n38, n40, n41, n66, n77, dan n78. Smartphone ini juga sudah mendukung jaringan 5G semua operator. Namun sayang, karena keterbatasan keadaan saya belum berhasil menguji jaringan 5G-nya

Dimensity 1200 mendukung fungsi Smart 5G Power Saving. Teknologi ini secara cerdas akan mengidentifikasi kekuatan sinyal di sekitarnya dan beralih antara 4G dan 5G tanpa jeda waktu peralihan. Hal tersebut akan menghasilkan konsumsi daya yang 30% lebih rendah dibandingkan dengan smartphone tanpa fitur Smart 5G.

Kamera: Bagus! tapi ….

Kamera masih merupakan salah satu poin penting untuk menentukan keputusan seseorang untuk membeli sebuah smartphone. Untuk memperindah gambarnya, Xiaomi membenamkan sensor 108 MP dari Samsung dengan ISOCELL HM2 1/1.52″. Dengan menggunakan teknologi filter Nonapixel, sensor ini menggabungkan 9 piksel 0,7 µm menjadi sebuah piksel sebesar 2.1 µm.

Pada saat dalam kondisi cahaya yang terang, hasil kameranya memang terlihat sangat bagus. Hasilnya memiliki dynamic range yang baik, tingkat ketajaman yang bagus, serta mampu menangkap detail yang pas. Akan tetapi, beberapa kali kamera ini menangkap gambar dengan detail yang washed out serta warna yang sedikit oversaturated. Saya menyarankan Anda untuk mengambil gambar 2x agar mendapatkan hasil yang bagus

Kamera wideangle yang menggunakan sensor Sony IMX355 ini memiliki resolusi 8 MP. Sensor kamera ini berhasil menghasilkan sebuah gambar lebar yang bagus dengan detail yang apik serta warna yang baik pula. Namun didalam ruangan yang cahayanya cukup rendah, saya menyarankan untuk menggunakan mode malam agar lebih baik hasilnya.

Kamera makro pada smartphone ini menggunakan sensor Samsung S5K5E9 dengan resolusi 5 MP. Hasilnya memang tidak terlalu tajam, namun dapat menghasilkan warna yang bagus. Kamera ini bahkan bisa membuat latar belakang bokeh yang sangat baik bila dibandingkan dengan kamera makro pada smartphone lainnya yang masih 2 MP.

Di bagian depannya terpasang kamera yang menggunakan sensor OmniVision OV16A1 dengan resolusi 16 MP quad bayer. Terus terang, saya menyukai hasil kamera ini karena memiliki tingkat ketajaman yang pas dengan warna yang baik saat dicetak pada kertas foto. Semuanya cukup terlihat natural pada saat kondisi cahaya yang cukup. Pada saat kondisi cahayanya kurang, saya menyarankan untuk menyalakan fungsi flash-nya agar menjaga tingkat ketajamannya yang menurun.

Pengujian

Xiaomi 11T menggunakan chipset 5G terbaru dan tertinggi dari Mediatek yang ada hingga tulisan ini diterbitkan, yaitu Dimensity 1200. Chipset ini sendiri menggunakan arsitektur 3 cluster DynamiQ dari ARM dengan Cortex A78 berkecepatan 3 GHz pada Ultra cluster, 3 inti CPU Cortex A78 berkecepatan 2.6 GHz pada Super cluster, dan paca cluster efisiensi menggunakan 4 inti Cortex A55 berkecepatan 2 GHz. GPU yang digunakan adalah ARM Mali-G77 MC9.

Saya menggunakan smartphone ini sebenarnya sudah cukup lama, sekitar 1,5 bulan. Hal tersebut memang dilakukan untuk mendapatkan firmware kedua yang sudah pasti lebih bebas dari bug. Ternyata, firmware tersebut datang di akhir bulan Desember 2021 dan tidak membawa peningkatan kinerja pada Dimensity 1200-nya. Walaupun begitu, kinerja yang ada sudah jauh dari mumpuni untuk menjalankan game serta untuk digunakan sehari-hari.

Bermain Game

Mediatek Dimensity 1200 merupakan SoC tertinggi yang dimiliki oleh Mediatek saat ini. Dengan spesifikasi yang sangat tinggi untuk sebuah smartphone Android, tentu saja mampu menjalankan semua aplikasi yang ada pada Google Play Store, termasuk Game. Pada pengujian kali ini, saya (sudah pasti) menggunakan game Genshin Impact yang sangat memakan resource dari sebuah smartphone serta Pokemon Unite.

Oleh karena chipset-nya ditujukan untuk perangkat flagship, tentu saja saya langsung memasang profile Highest pada Genshin Impact. Limit framerate juga dinaikkan ke 60 fps agar bisa mendapatkan hasil yang lebih akurat. Dan hasilnya, Xiaomi 11T rata-rata bisa menjalankan game ini dengan framerate 44 fps. Hasil seperti ini tentu saja akan membuat pengguna nyaman untuk bermain.

Dua game selanjutnya adalah Pokemon Unite dan PUBG: New State. Sayang memang, sampai saat ini PUBG: New State belum mendukung Developer Options sehingga perhitungan framerate hanya bisa melalui aplikasi Game Turbo bawaan Xiaomi. Hasilnya, kedua game ini dapat berjalan pada 60 fps dengan stabil.

Untuk mengukur framerate, saya menggunakan aplikasi GameBench yang akurat dalam menghitung frame per detiknya

Bekerja dan hiburan

Seperti biasa, sebuah smartphone tentu saja tidak melulu hanya dipakai untuk bermain game. Dalam kegiatan sehari-hari, perangkat ini tidak luput dari pemakaian untuk bekerja dan juga hiburan. Aplikasi sosial media seperti Facebook, Tiktok, Twitter, Instagram, Zoom, dan Whatsapp serta aplikasi editor Filmora Go saya gunakan pada perangkat ini. Selain itu, tentu saja Trello dan Slack juga dipakai untuk bekerja.

Untuk menonton video, saya menggunakan VLC dan mencoba untuk menjalankan video 1080p H.265 yang ternyata lancar hingga habis. Oleh karena Xiaomi 11T menggunakan Dimensity 1200, Youtube yang ada pada perangkat ini sudah menggunakan codec AV1 secara hardware sehingga lebih menghemat bandwidth. Saat dijalankan pada 1080p, tidak ada lag yang dirasakan sehingga nyaman digunakan.

Benchmarking

Xiaomi 11T menggunakan cip baru dari Mediatek dengan Dimensity 1200. Untuk hal ini, saya kembali menghadirkan Dimensity 1100, Snapdragon 870, serta Snapdragon 888. Hal ini hanya untuk membandingkan kinerja sistemnya secara keseluruhan.

Walaupun Dimensity 1200 bukan yang paling kencang, namun bukan berarti Xiaomi 11T pelan. Hasil yang ada memang sudah di atas rata-rata perangkat mainstream yang sudah diluncurkan hingga hari ini. Tentunya, hasil ini sejalan dengan pengalaman saya dalam memakainya sehari-hari.

Uji baterai: 5000 mAh

Untuk menguji baterai dengan kapasitas 5000 mAh memang membutuhkan 1 hari khusus untuk menjalankannya. Namun, aplikasi yang ada saat ini belum bisa merepresentasikan pemakaian sehari-hari. Sebuah pengujian menunjukkan bahwa pemakaian smartphone tidak didominasi untuk bermain game, namun untuk hiburan seperti menonton video dan mendengarkan musik serta sosial media.

Saya mengambil patokan dengan menggunakan sebuah file MP4 yang memakai resolusi 1920 x 1080 yang diulang sampai baterai habis. Xiaomi 11T dapat bertahan hingga 20 jam 12 menit. Setelah habis, saya langsung mengisi kembali baterainya dengan menggunakan charger bawaan 67 watt. Hasilnya, baterai akan terisi penuh dalam waktu kurang dari 45 menit.

Verdict

Untuk merasakan sebuah perangkat flagship, tentu saja orang harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Hal tersebut memang akan membuat orang tidak akan bisa merasakan lancarnya perangkat Flagship. Masalah tersebut dipecahkan oleh Xiaomi dengan mengeluarkan perangkat bernama Xiaomi 11T.

Smartphone ini menghasilkan kinerja yang sangat baik. Dengan menggunakan Mediatek Dimensity 1200, semua game dan aplikasi dapat berjalan dengan kencang tanpa masalah. Kinerja tersebut pun disokong dengan baterai 5000 mAh yang mampu bertahan lebih dari sehari. Apalagi, RAM yang sudah besar ini terbantu dengan Memory extension sebesar 3 GB yang membuatnya lebih lancar lagi untuk multitasking.

Setiap gambar yang diambil dari kamera Xiaomi 11T hasilnya akan bagus. Kamera 108 MP yang menghasilkan foto 12 MP tersebut mampu menggantikan kamera pocket untuk mengambil momen sehari-hari. Feature video yang ada juga membuat pengguna bisa mengeksplor bakat terpendam untuk menjadi sutradara. Sayang saja, kamera telephoto atau zoom absen pada perangkat ini.

Xiaomi menjual smartphone Xiaomi 11T dengan harga Rp. 5,999,000. Dengan harga tersebut akan terlihat terjangkau karena Xiaomi 11T hadir dengan fitur yang ada pada sebuah perangkat flagship. Harga tersebut juga jauh lebih menarik jika dibandingkan dengan kakaknya, Xiaomi 11T Pro. Dengan kinerja dan fitur berbanding harga terjangkau yang diberikan membuat smartphone menjadi salah satu yang menarik untuk dimiliki oleh mereka yang menginginkan perangkat flagship yang murah.

Sparks

  • Hasil foto Xiaomi 11T yang bagus pada setiap kameranya
  • Daya tahan baterai yang baik serta pengisiannya yang cepat
  • Kinerja yang kencang untuk bermain dan bekerja
  • Layar OLED yang nyaman di mata dan warnanya yang bagus
  • Responsif saat bernavigasi
  • Harganya terjangkau untuk sebuah flagship
  • Mendukung AV1 pada Youtube tanpa lag

Slacks

  • Tanpa Dolby vision dan 8K Recording seperti seri Pro
  • Absennya lensa zoom dan OIS
  • Minim game yang mendukung 120 Hz di Xiaomi 11T

[Review] Prolink Smart Bulb dan Smart IR Controller: Hidupkan Lampu dan Peralatan Listrik via Internet

Sekitar 2 bulan yang lalu, saya mendapatkan sebuah panggilan telepon dari Prolink. Seperti yang kita ketahui, Prolink sudah tenar dengan produknya yang berhubungan dengan networking, seperti router, mesh, dan lain sebagainya. Namun, ternyata saat ini Prolink sudah merambah ke produk AIoT. 2 Produk yang saat ini sedang saya gunakan adalah Prolink Smart Bulb dan Smart IR Controller.

Prolink Smart LED Bulb memiliki nomor seri DS-3601 merupakan sebuah bohlam LED yang memiliki hingga 16 juta warna. Hal ini berarti bahwa pengguna bisa membuat lampu tersebut berwarna sesuai dengan keinginannya. Untuk mengubahnya, tentu saja bisa dilakukan dengan sebuah aplikasi Untuk produk yang datang ke meja pengujian DailySocial.id, spesifikasi dayanya adalah 9 watt.

Prolink Smart IR Controller merupakan sebuah remote control untuk segala perangkat yang ada di rumah, seperti AC, TV, fan, proyektor, dan lain sebagainya. Perangkat ini nantinya harus ditaruh pada sebuah tempat yang terjangkau pada alat yang ingin di remote. Setelah itu, kita bisa menyalakan, mematikan, dan mengatur beberapa setting dari jarak jauh. Lagi-lagi, hal tersebut tentu saja membutuhkan sebuah aplikasi tersendiri.

Untuk produk AIoT-nya, Prolink bekerja sama dengan Tuya. Hal tersebut dapat dilihat dari logo perusahaan AIoT global tersebut pada paket penjualan dari Prolink Smart Bulb dan Smart IR Controller.

Desain

Prolink Smart LED Bulb terlihat seperti bohlam LED pada umumnya. Bagian atasnya bulat dan memiliki fitting e27 seperti bohlam pada umumnya. Hal tersebut berarti bahwa kita bisa memasangkan lampu ini di setiap fitting yang ada di rumah. Lampunya sendiri memiliki rating 9 watt dengan tingkat kecerahan 900 lumens. Perangkat ini memang terasa cukup berat untuk sebuah lampu LED karena memiliki bobot 108 gram.

Lampu LED pintar ini mendukung WiFi dengan 802.11 b/g/n. Hal tersebut berarti hanya jaringan 2,4 GHz saja yang bisa diakses oleh lampu tersebut. Usahakan agar jarak lampu dengan router WiFi cukup terjangkau sehingga mudah untuk dikendalikan dari jarak jauh.

Lampu ini memiliki hingga 16 juta warna untuk ditampilkan. Temperatur warnanya sendiri memiliki rentang antara 2700K hingga 6500K. Ketahanan dari lampu ini diklaim oleh Prolink memiliki waktu hingga 25000 jam. Jadi, lampu ini akan rusak jika dinyalakan secara terus menerus hingga 2,8 tahun atau 34 bulan.

Prolink Smart IR Controller yang saya dapatkan memiliki warna hitam dan berbentuk bundar. Keseluruhan badannya terbuat dari plastik. Bobotnya sendiri sangat ringan, hanya 68 gram saja. Karena menggunakan infra merah, maka perangkat ini harus berada di sekitar 10 meter dari setiap peralatan yang ingin di-control. Perangkat ini sendiri mampu mengakses beberapa peralatan secara langsung.

Untuk bisa stand by secara terus menerus, Prolink Smart IR Controller harus terhubung dengan listrik. Perangkat ini memiliki sebuah port microUSB pada bagian bawahnya. Namun sayang, kabel yang diberikan hanya memiliki panjang sekitar 1 meter saja sehingga cukup membatasi penempatan perangkat ini sendiri. Saya cukup menyarankan untuk membeli sebuah kabel microUSB yang memiliki panjang sekitar 3 meter.

Prolink Smart IR Controller dapat terhubung dengan WiFi 802.11 b/g/n. Hal tersebut juga berarti bahwa perangkat ini hanya bisa terhubung pada jaringan WiFi 2,4 GHz. Untuk melakukan reset dan pairing, terdapat sebuah tombol di bagian bawahnya.

Kedua perangkat dari Prolink ini tentu saja membutuhkan aplikasi untuk mengatur dan menggunakannya. Prolink sudah memiliki aplikasi bernama mEzee yang bisa digunakan pada sistem operasi Android dan iOS. Aplikasi ini bisa diinstal pada beberapa smartphone yang berbeda dengan 1 login yang sama. Hal ini tentu saja membuat seluruh keluarga dapat menyalakan dan mematikan lampu, AC, TV, dan lain sebagainya dari jarak jauh.

Pengalaman menggunakan

Dari kedua perangkat tersebut, Prolink Smart LED Bulb adalah yang pertama saya coba. Untungnya, bohlam ini datang pada saat lampu LED saya yang lama sudah berkedip setelah pemakaian lebih dari 7 tahun. Jadi, tidak ada salahnya saya memasangkan bohlam baru ini di kamar saya dan bukan untuk ruang studio.

Saat pertama kali saya nyalakan, lampu bohlam pintar ini berkedip-kedip. Hal ini berarti bahwa lampu tersebut akan melakukan pairing dengan aplikasi mEzee. Untuk pairing, saya harus terlebih dahulu terhubung dengan SSID WiFi pada jaringan 2,4 GHz. Setelah selesai pairing, lampu siap digunakan.

Lampu yang satu ini menyala cukup terang pada saat pertama kali berfungsi secara penuh. Tentu saja saya langsung mencoba mengubah warnanya dari aplikasi mEzee. Lampu ini dapat diubah dari lampu dengan warna putih fluorescent menjadi kuning bohlam sesuai dengan keinginan penggunanya. Tingkat kecerahannya juga bisa diturunkan sehingga tidak terlalu silau di mata serta menurunkan konsumsi dayanya pula.

Saat diubah warnanya ke mode RGB atau warna, tingkat kecerahannya langsung menurun drastis. Hal ini bisa saja terjadi karena perangkat ini mematikan LED warna putih didalamnya. Dengan mode ini, tentu saja kita bisa membuat warnanya seperti yang kita mau. Untuk mengubahnya bisa langsung menggunakan aplikasi mEzee dengan menggeser pilihan.

Tidak hanya dengan mode 1 warna saja, lampu ini juga bisa dibuat warna warni dengan pilihan yang ada. Jika sedang mendengarkan musik, mode musik akan mengubah warna lampu setiap ada suara yang terdengar. Selain itu, masih banyak preset yang bisa diatur pada perangkat ini.

Untuk mematikan dan menyalakan lampu, kita juga bisa langsung menggunakan pilihan yang ada pada aplikasi tersebut. Asalkan lampu ini terhubung dengan router yang terhubung pula dengan internet, kita bisa mengakses lampunya di mana saja. Aplikasi mEzee juga bisa membuat jadwal menyalakan dan mematikan lampu sehingga kita tidak lagi perlu melakukannya secara manual.

Sekarang berpindah dari lampu pintar ke Smart IR Controller. Oleh karena kabelnya yang cukup pendek, mau tidak mau perangkat ini saya hubungkan ke laptop yang selalu digunakan untuk bekerja saat sedang diuji. Untuk melakukan pairing, kita harus menekan tombol reset yang ada di bagian bawah perangkat ini selama 5 detik. Setelah berkedip, siapkan aplikasi mEzee.

Sama seperti Smart Bulb, Smart IR Controller dengan nama kode DS-3301 ini akan terhubung dengan jaringan 2,4 GHz yang sama digunakan di smartphone pada saat pairing. Setelah terhubung, tiba saatnya untuk menentukan perangkat ini akan menjadi remote untuk apa saja. Untuk pengujian, saya hanya menggunakannya untuk AC Sharp.

Sama seperti sebuah alat remote control pada smartphone, kita harus mencoba beberapa profile yang cocok. Jadi, saya harus mencocokkan kapan AC saya menyala pada setiap mode yang menjadi pilihan. Untungnya, semua pengujian berjalan lancar pada percobaan pertama.

Satu hal yang menjadi kendala adalah Smart IR Controller hanya bisa menyalakan, mematikan, mengatur suhu, dan kecepatan pada AC Sharp yang saya gunakan. Fungsi lain seperti mengatur flap arah AC, menyalakan fungsi ION, mode AC, dan lain sebagainya masih belum bisa dilakukan. Jadi, Smart IR Controller ini hanya bisa mengoperasikan fungsi-fungsi dasarnya saja.

Aplikasi mEzee juga bisa melakukan mode manual, di mana kita bisa mengarahkan remote kita pada Smart IR Controller. Nantinya, mEzee akan meminta pengguna untuk menekan 3 tombol untuk dicocokkan database-nya. Hal ini akan lebih memudahkan pengguna untuk menemukan profile mana yang cocok untuk peralatannya.

mEzee juga dapat dihubungkan dengan Google Assistant, Amazon Alexa, serta Siri. Hal tersebut tentunya membuat lampu pintar dan remote control ini bisa diakses melalui suara dan membuatnya menjadi lebih keren. Kita tidak perlu menjadi seorang Tony Stark untuk bisa menyalakan lampu melalui kendali suara.

Verdict

Dengan mulai berkembangnya minat masyarakan akan perangkat AIoT, tentu saja para perusahaan teknologi juga berlomba-lomba untuk menghadirkan produknya. Prolink adalah salah satu merek yang sudah lama bermain di Indonesia dan saat ini sudah merambah ke pasar AIoT. Walaupun produk AIoT-nya belum banyak, Prolink saat ini sudah memiliki Smart Bulb dan Smart IR Controller.

Lampu pintar ini dapat menghasilkan hingga 16 juta warna yang dapat diatur melalui aplikasi mEzee. Lampu ini juga sangat terang sebagai sebuah bohlam LED biasa dan dapat diredupkan sesuai dengan keinginan. Untuk mematikan dan menyalakannya, kita bisa langsung menggunakan aplikasi, mematikan melalui saklar, atau melalui suara.

Remote control pintar dari Prolink ini juga mampu menyalakan banyak perangkat seperti AC, TV, dan lain sebagainya. Namun sayang, hanya fungsi dasar saja yang mampu dilakukan oleh perangkat ini. Hal tersebut membuatnya belum bisa menggantikan fungsi remote control asli secara penuh. Walaupun begitu, setidaknya perangkat ini bisa menyalakan AC di kamar saya saat masih berada di luar rumah.

Harga dari Prolink Smart Bulb adalah Rp. 190.000. Untuk Smart IR Controller, Prolink menjualnya pada harga Rp. 210.000. Harga ini cukup kompetitif di mana beberapa merek ada yang sedikit lebih mahal dengan fungsi yang kurang lebih sama. Dengan harga tersebut, konsumen bisa membuat sebuah rumah pintar yang dapat diatur melalui koneksi internet.

Sparks

  • Smart Bulb yang memiliki 16 juta warna dan bisa diubah warnanya sesuai kehendak
  • Smart IR Controller yang bisa mengakses banyak perangkat
  • Aplikasi mEzee yang sangat mudah untuk digunakan, bahkan untuk orang awam sekalipun
  • Dapat dengan mudah dihubungkan dengan aplikasi asisten seperti Google Assistant
  • Smart Bulb yang memiliki daya tahan 25000 jam
  • Dapat dioperasikan dari jarak jauh dengan menggunakan internet

Slacks

  • Belum ada dukungan WiFi 5 GHz
  • Smart IR Controller hanya bisa mengakses fungsi dasarnya saja
  • Mode warna dari Smart bulb tidak terlalu terang

[Review] Dell Precision 3561: Workstation Entry Level dengan Kinerja Tinggi dan NVIDIA Quadro

Membeli sebuah komputer dan laptop yang digunakan untuk sebuah pekerjaan profesional memang tidak bisa sembarangan. Hal tersebut dikarenakan untuk pekerjaan berat tentu saja membutuhkan spesifikasi yang berbeda pula, seperti pada sisi GPU-nya. Untuk pekerjaan tersebut, seseorang akan membutuhkan sebuah laptop workstation yang memang memiliki kinerja tinggi dan tentu saja harga yang tinggi pula. Seperti halnya Dell memperkenalkan laptop workstation Dell Precision 3561 yang baru-baru ini datang ke Dailysocial.

Dell Precision 3561 merupakan sebuah laptop workstation yang sudah menggunakan Intel Tiger Lake H. Saat ini, masih banyak laptop workstation yang masih menggunakan Tiger Lake U, seperti saudaranya Precision 3560. Pada sisi grafisnya, Dell Precision 3561 ternyata sudah menggunakan GPU dari NVIDIA yang memang khusus dipakai oleh para developer dan desainer, yaitu NVIDIA Quadro T1200. Kemampuan Quadro sendiri cukup berbeda dengan GeForce yang khusus dibuat untuk gaming.

Sebuah workstation juga membutuhkan ruang untuk melakukan upgrade. Hal tersebut juga diusung oleh Dell pada Precision 3561-nya yang mudah untuk menambahkan storage serta RAM yang ada. Laptop ini bahkan sudah menyediakan sebuah tambahan slot NVMe PCI-e x4 Gen 4 yang sepertinya masih tidak banyak dimiliki oleh laptop lainnya.

Spesifikasi lengkap dari Dell Precision 3561 yang saya dapatkan dapat dilihat pada tabel berikut ini

Prosesor Intel Core i7 11800H (8C16T) 2,3 GHz, Turbo 4,6 GHz
GPU Intel UHD + NVIDIA Quadro T1200
RAM 16 GB LPDDR4 3200 MHz Dual Channel
Storage Western Digital SN530 M.2 NVMe PCI-e 256 GB
Layar IPS 15,6 inci 1920×1080 IPS
WiFi 802.11 ax atau WiFi 6
Bobot 2,15 kg
Sistem operasi Windows 10 Pro
Dimensi 357.80 x 233.30 x 22.67 mm
Baterai 97 Wh

Spesifikasi dari CPU-Z dan GPU-Z bisa dilihat dari gambar berikut ini:

Unboxing: Charger

Didalam paket penjualannya, selain dokumen dan kartu garansi, hanya terdapat charger dan kabel listrik. Unit charger yang ada pada paket penjualannya menggunakan standar Power Delivery. Kabelnya sendiri adalah USB-C to USB-C yang bisa digunakan pada semua perangkat yang menggunakan port ini. Charger-nya sendiri dapat mengisi daya hingga 130 watt.

Desain

Dell Precision 3561 memiliki warna seperti kebanyakan laptop yang beredar selama ini, yaitu abu-abu perak. Agar bobotnya tidak tambah berat, Dell juga menggunakan body berbahan plastik polikarbonat pada laptop ini. Walaupun begitu, Dell Precision 3561 masih terasa kokoh saat dipegang yang juga menandakan bahwa kualitas produksinya yang sangat baik. Finishing matte-nya juga membuat minyak bekas sidik jari sulit menempel pada permukaannya.

Precision 3561 menggunakan layar dengan jenis IPS yang memiliki resolusi tinggi, yaitu 1920 x 1080 atau 1080p. Layar ini juga memiliki dimensi 15,6 inci dengan rasio 16:9 yang memang cocok digunakan untuk bekerja. Dell mendesain bingkai kanan dan kirinya cukup kecil untuk sebuah workstation, namun bingkai atas dan bawahnya masih terasa cukup tebal.

Laptop untuk bekerja menandakan pula bahwa layout keyboard-nya juga harus mendukung. Hal tersebut pula yang membuat Dell Precision 3561 memiliki desain Full Keyboard lengkap dengan NumPad. Keyboard ini sendiri nyaman digunakan untuk mengetik karena ruangnya yang lebar dan juga memiliki LED backlit yang otomatis menyala saat ditekan salah satu tombolnya. Satu-satunya yang cukup tidak saya sukai adalah tombol panah atas dan bawah yang sangat kecil dan cukup menyulitkan untuk ditekan.

Di sisi kanan atas dari keyboard ini terdapat sebuah tombol Power yang juga sekaligus sebagai pemindai sidik jari. Lalu pada bagian bawah keyboard terdapat sebuah touchpad yang cukup responsif dan juga cukup nyaman saat ditekan pada bagian kanan dan kirinya. Uniknya, pada sisi sebelah kanan touchpad tersebut terdapat sensor NFC multifungsi.

Dell Precision 3561 juga memiliki 2×2 watt speaker yang terletak pada bagian bawahnya. Uniknya suara yang keluar dari laptop ini, entah dari speaker maupun earphone, menjadi lebih baik karena Audio Enhancement yang bisa diakses pada aplikasi Dell Optimizer dan sudah menyala secara default. Selain itu, laptop ini juga memiliki 2 microphone yang dapat menghalau noise.

Port yang ada pada laptop ini juga tergolong lengkap. Pada sisi kanannya dapat ditemukan slot microSD, port audio 3,5 mm, 2 x USB 3.2 Gen 1, HDMI 2.0, RJ-45, dan lock slot. Pada bagian kirinya terdapat 2 x USB-C 4 / Thunderbolt 4 dan slot Smart Card.

Sistem operasi yang terpasang pada laptop Dell Precision 3561 adalah Windows 10 Pro. Tentunya dengan cip TPM 2.0 yang terpasang pada laptop ini membuatnya bisa di-upgrade ke Windows 11 Pro. Dell juga sudah memasangkan software Dell Optimizer yang akan mendeteksi segala update yang dibutuhkan pada laptop ini.

Pengujian

Dell Precision 3561 menggunakan prosesor Core i7-11800H atau sering dikenal dengan Tiger Lake H dan memiliki kartu grafis terintegrasi Intel UHD Gen 11. Intel UHD ini sendiri memiliki 32 Execution Unit yang kencang. Prosesornya sendiri memiliki 8 core dengan 16 threads dengan kecepatan 2,3 GHz dan memiliki Turbo hingga 4.6 GHz yang beroperasi pada TDP 35 watt hingga 45 watt. Tiger Lake sendiri sudah menggunakan litografi 10 nm SuperFin.

Laptop ini juga datang dengan discrete graphics card didalamnya. GPU tersebut adalah NVIDIA Quadro T1200. GPU ini memiliki memori GDDR6 sebesar 4 GB dengan 1024 unified shaders. Sebagai informasi, Quadro lebih ditujukan kepada rendering 3D dan bukan untuk bermain game.

RAM yang terpasang pada perangkat ini juga sudah menggunakan mode dual channel. RAM tersebut juga dapat dengan mudah diganti karena tidak tersolder pada motherboard-nya. Dell mempercayakan penyimpanan SSD NVMe pada Western Digital dengan SN530 yang memiliki form factor 2230. Untuk menambah kapasitasnya, Dell juga sudah menyediakan sebuah port NVMe PCIe x4 Gen 4 pada board-nya.

Oleh karena pangsa pasar dari laptop ini bukan lah gamer, saya langsung skip pengujian untuk bermain game. Walaupun begitu, sesekali saya mencoba bermain beberapa game seperti Valorant Dan CS:Go yang bisa disetting maksimum dan dapat mencapai 60 fps. Tentunya para pekerja ju akan sesekali bermain game untuk mengurangi kepenatan.

Dalam bekerja, laptop yang satu ini memang sudah tidak perlu lagi diragukan keandalannya. Terus terang, artikel ini sebagian besar ditulis langsung pada Dell Precision 3561. Namun, sepertinya Dell harus lebih memperhatikan dari sisi software, karena laptop ini beberapa kali mengalami lag saat melakukan browsing saat memakai Microsoft Edge. Hal tersebut pun berlaku pada saat saya melakukan reset.

Sayangnya, saya tidak memiliki kemampuan dalam melakukan desain 3D. Namun saat melakukan editing pada Adobe Photoshop dan sedikit menggunakan Filmora untuk editing video, saya tidak menemukan masalah sama sekali. Laptop ini sangat nyaman untuk digunakan dalam mengerjakan pekerjaan yang saya lakukan.

Untuk mengukur kinerjanya, saya menggunakan beberapa aplikasi benchmark. Dan untuk mengukur kinerjanya, saya kembali menghadirkan laptop dengan prosesor Intel Core i7 1165G7 dan 10850H, sang pendahulunya. Berikut adalah hasil benchmarking-nya

Dapat dilihat bahwa kinerja dari laptop dari Dell ini sangat baik. Tentunya lebih baik jika dibandingkan dengan sang pendahulunya. Dengan kinerja tersebut, maka seluruh pekerjaan akan dapat terselesaikan dengan baik. Namun, kinerja dari GPU-nya memang belum cukup untuk melakukan desain 3D dengan yang lebih intensif.

Uji Baterai

DailySocial menguji laptop yang satu ini berdasarkan berapa lama sebuah perangkat bisa menonton file video 1080p dengan container file MP4. Perlu diketahui bahwa tidak satu tes baterai pun yang mampu memberikan hasil yang sama dengan penggunaan sehari-hari. Hanya saja, sebuah riset pernah dilakukan untuk mengukur pemakaian sebuah laptop.

Hasilnya, untuk nonton video, laptop yang satu ini ternyata bisa bertahan selama 10 jam 11 menit. Namun saat menggunakan laptop ini untuk melakukan rendering dan editing, seharusnya hasilnya akan lebih pendek. Saat mengisi baterainya, dengan menggunakan charger bawaan yang memakai 130 watt, laptop ini akan terisi secara penuh dalam waktu sekitar 1,5 jam lebih.

Saya juga mencoba mengisi baterai dengan menggunakan charger 65 watt. Hasilnya, laptop ini akan mengeluarkan notifikasi slow charging. BIOS-nya pun juga akan mengeluarkan notifikasi bahwa baterai akan terisi secara pelan.

Verdict

Dalam mencari laptop workstation yang memiliki kinerja tinggi memang cukup sulit untuk saat ini. Apalagi, beberapa pekerjaan memang tidak dapat dilakukan dengan laptop consumer biasa. Untuk mendapatkan laptop yang memiliki kinerja tinggi, Dell pun memiliki solusinya. Salah satunya dengan Dell Precision 3561.

Kinerja yang dimiliki oleh laptop ini memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Dengan menggunakan Intel Core i7 11800H dengan 8 core dan 16 thread, dapat menangani segala pekerjaan dengan sangat baik. Memiliki NVIDIA Quadro T1200 juga akan membuat segala pembuatan desain dengan lebih nyaman. Hal tersebut didukung dengan daya tahan baterai yang cukup panjang.

Dell menjual Precision 3561 dengan harga mulai dari Rp. 25.750.000 dan sudah termasuk pajak. Dengan harga tersebut, konsumen bisnis sudah bisa mendapatkan laptop workstation sekelas PC dengan kinerja dan keamanan yang tinggi. Sama seperti sebuah desktop, laptop ini juga bisa di-upgrade dengan mudah karena terdapat slot NVMe PCIe x4 Gen 4 ke 2, RAM, SATA, dan beberapa port lainnya.

Sparks

  • Spesifikasi serba tinggi membuat laptop ini memiliki kinerja yang kencang
  • Tersedia slot microSD, NFC, serta 2 buah Thunderbolt 4
  • Tersedia slot PCIe NVMe x4 Gen 4 kosong
  • Mudah di-upgrade untuk RAM dan penyimpanan internal
  • Daya tahan baterai cukup baik

Slacks

  • Bobotnya terasa cukup berat untuk sebuah laptop
  • Material body-nya masih menggunakan plastik

[Review] Jabra Evolve2 75, Unggulkan ANC & Boom Arm Mikrofon Untuk Kerja Hybrid

Bekerja dari jarak jauh di rumah maupun model hybrid, perlu didukung perangkat kerja dengan teknologi yang memadai. Hal ini penting agar dapat bekerja secara fleksibel dan tetap produktif di manapun berada.

Mulai dari laptop, tak hanya berkinerja kencang, laptop untuk pekerja hybrid juga mesti portabel, punya masa pakai seharian, dan kualitas webcam yang baik. Untuk memastikan segala bentuk komunikasi secara online berjalan lancar, headset menjadi perangkat wajib sebagai pendamping laptop.

DailySocial Gadget telah kedatangan headset terbaru dari Jabra yakni Evolve2 75. Headset ini hadir untuk mengakomodasi kebutuhan tren bekerja secara hybrid, terutama buat mereka yang punya jadwal rapat virtual atau online yang sangat padat.

Dijual dengan harga Rp6 juta, Evolve2 75 menawarkan fitur unggulan seperti Active Noise Cancellation (ANC) dan boom arm mikrofon yang tersembunyi dengan baik. Saya telah menggunakannya sekitar satu minggu untuk menunjang kegiatan bekerja dari rumah, berikut review Jabra Evolve2 75 selengkapnya.

Dual Connectivity

Ketika Jabra Evolve2 75 tiba di rumah, persiapan yang saya lakukan adalah menghubungkan headset ini ke smartphone dan laptop. Nah berkat fitur dual connectivity, Evolve2 75 dapat terhubung dengan keduanya sekaligus secara bersamaan. Sangat praktis.

Pairing ke smartphone Android prosesnya sangat mudah karena sudah mendukung Google Fast Pair. Saya juga menginstal aplikasi Jabra Sound+ di smartphone untuk menyesuaikan level ANC dan mengakses fitur lanjutan lainnya.

Untuk terhubung ke laptop, tinggal colok dongle USB-A yang terdapat pada paket penjualan dengan jangkauan nirkabel mencapai 30 meter atau melalui Bluetooth tanpa adaptor tetapi dengan pengalaman terbatas. Kita memerlukan adaptor ini untuk menikmati fungsionalitas penuh dari software PC Jabra Direct .

Saya juga menginstal Jabra Direct di laptop, secara default menampilkan beberapa tab seperti device, Bluetooth, update, setting, feedback, dan help. Pada tab device, opsi ini menunjukkan status koneksi headset ke berbagai aplikasi video conference yang didukung. Di laptop saya, Microsoft Teams dan Zoom telah didukung penuh oleh Evolve2 75.

Desain

Review-Jabra-Evolve2-75-5

Dirancang untuk meningkatkan produktivitas bekerja secara hybrid, ukuran headset dengan desain on-ear ini terbilang ringkas dan ringan dengan bobot hanya sekitar 197 gram. Unit Evolve2 75 yang saya review merupakan varian Microsoft Teams dengan warna hitam yang tampak elegan, serta dilengkapi dongle USB-A dan charging stand.

Ia memiliki penutup telinga ergonomis dengan bahan kulit sintesis. Bantalan telinganya menggunakan teknologi dual-foam untuk meningkatkan sirkulasi udara dan mengurangi tekanan pada telinga sehingga nyaman dipakai selama berjam-jam.

Desainnya dioptimalkan dengan lengkungan dan lapisan ikat kepala yang membuat headset tetap berada di tempatnya dengan aman. Desain bantalan telinga pada Evolve2 75 juga ditujukan untuk meningkatkan kinerja ANC guna memaksimalkan kenyamanan tanpa harus berkompromi pada masalah suara.

Pada earcup sebelah kanan terdapat tombol khusus dengan logo Microsoft Teams di tengahnya. Boom arm mikrofon yang bisa ditarik, lampu indikator yang disebut busylight dengan visibilitas 360º, dan tiga tombol untuk menyesuaikan volume, beralih ke trek berikutnya/sebelumnya, dan putar/jeda.

Sementara, pada earcup sebelah kiri dapat ditemukan tombol ‘HearThrough‘ yang memungkinkan mendengarkan suara di sekitar tanpa harus melepas headset. Terus ada tuas daya on/off dan Bluetooth, port USB-C, dan lampu indikator. Earcup-nya dapat diputar sekitar 135 derajat dan Jabra melengkapinya dengan tas khusus sehingga mudah disimpan dan dibawa saat bepergian.

Active Noise Cancellation 

Evolve2 75 merupakan headset Jabra pertama dari lini Evolve yang menyematkan fitur Active Noise Cancellation (ANC) yang dapat disesuaikan dengan leluasa. Kita bisa mengatur besar kecilnya noise dari lingkungan sekitar yang terdengar ketika menggunakan headset, tersedia empat level ANC yang bisa dipilih lewat aplikasi Jabra Sound+ dari smartphone.

Adanya fitur ANC ini secara drastis dapat meningkatkan pengalaman video conference yang lebih baik, karena memungkinkan mendengar lawan bicara dengan lebih jelas, bahkan dalam situasi yang berisik. Saya memanfaatkan ANC ini untuk meningkatkan konsentrasi dalam bekerja, putar playlist ‘focus’ dengan lirih di Spotify, sambil ANC memblokir kebisingan di sekitar.

Seperti ANC, fitur HearThrough juga dapat disesuaikan sebanyak empat level di Jabra Sound+. Aplikasi ini juga menyediakan personalisasi pengaturan suara yakni enam music preset seperti neutral, speech, bass boost, treble boost, smooth, dan energize, Anda juga dapat menyesuaikan sendiri equalizer-nya.

Kemampuan musik pada Evolve2 75 ditopang oleh speaker 40mm dan teknologi AAC codec. Untuk mendengarkan musik, masa pakai baterainya mencapai 36 jam atau 33 jam dengan ANC aktif dan waktu bicaranya mendukung hingga 25 jam atau 19 jam dengan ANC dan busylight aktif.

Boom Arm Mikrofon

Review-Jabra-Evolve2-75-8

ANC adalah fitur unggulan yang sudah semestinya ada pada headset kelas atas dan daya tarik pembeda pada Evolve2 75 adalah kualitas mikrofon premium dengan boom arm mikrofon yang dapat ditarik lebih dekat ke mulut.

Tangkai (arm) ini juga dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan Microsoft Open Office. Ketika boom arm diputar ke posisi performance mode, maka dapat secara efektif mengeliminasi suara sekitar di ruang terbuka atau di dalam ruangan yang bising.

Boom arm pada Evolve2 75 ukurannya 33 persen lebih pendek dari pendahulunya, serta dilengkapi dengan fitur mute (saat dilipat) dan auto answer (saat dibuka). Ketika boom arm disembunyikan, headset akan beralih ke discreet mode.

Headset ini juga dibekali dengan teknologi 8-mikrofon yang bekerja dengan algoritma triple chipset yang mampu membedakan antara suara pengguna dengan kebisingan sekitar ketika headset sedang dipergunakan dengan presisi terbaik, sehingga suara yang dihasilkan ketika melakukan panggilan akan terdengar tajam.

Verdict

Hadir di tengah ramainya gempuran produk TWS yang saat ini sangat digemari, Jabra Evolve2 75 harus bersaing ekstra ketat dengan model TWS premium yang juga merupakan perangkat ideal untuk menunjang aktivitas kerja secara hybrid. Meski penggunaan TWS jauh lebih praktis, namun Evolve2 75 mengedepankan faktor kenyamanan dan kualitas mikrofon yang superior.

Ia punya desain on-ear yang ringkas dan ringan dengan teknologi dual-foam yang sangat nyaman bahkan setelah dipakai berjam-jam. Kombinasi fitur ANC dan boom arm mikrofon sangat membantu memperlancar komunikasi yang terjadi secara online, pengguna dapat mendengar dan didengar dengan sama jelasnya.

Sekali lagi, Jabra Evolve2 75 dirancang untuk pekerja hybrid dengan mobilitas tinggi dan punya jadwal meeting virtual yang sangat padat. Headset ini telah tersertifikasi pada seluruh platform UC utama termasuk Microsoft Teams dan Zoom.

Sparks

  • Active Noise Cancellation (ANC) yang dapat disesuaikan lewat aplikasi Jabra Sound+
  • Boom arm mikrofon yang dapat ditarik
  • Dilengkapi tombol khusus untuk fitur HearThrough
  • Desain sangat nyaman dengan teknologi dual-foam

Slacks

  • Harga relatif cukup mahal Rp6 juta
  • Tanpa opsi kabel dan port 3,5mm

[Review] Realme 8i: Smartphone 120 Hz dengan Harga Terjangkau

Di penghujung tahun 2021, realme kembali memiliki sebuah perangkat yang memiliki harga terjangkau. Perangkat yang satu ini memiliki sebuah fitur yang mungkin sebelumnya tidak pernah terpikirkan bisa dimiliki pada harga di bawah 2,5 juta. Perangkat yang dimaksud adalah realme 8i dengan varian 4/64 GB.

Perangkat dengan varian yang satu ini pun datang ke meja pengujian tim Dailysocial. Sayangnya, fitur yang diberikan oleh realme pada versi 4/64 GB cukup berbeda dengan yang ada pada varian atasnya. Hal tersebut termasuk DRE atau Dynamic RAM Expansion yang bisa membantu RAM dalam menyimpan segala cache yang terjadi selama pemakaian. Padahal, penggunaan RAM 4 GB tentu saja membutuhkan ruang lebih agar pemakaian bisa menjadi lebih lancar.

Realme mengedepankan layarnya yang digunakan refresh rate 120 Hz. Mereka bahkan menyebutnya sebagai smartphone dengan layar 120 Hz pertama dengan harga di bawah 3 juta rupiah, yang berarti juga termurah di Indonesia untuk saat ini. Realme 8i juga menjadi yang pertama di Indonesia yang menggunakan Mediatek Helio G96.

Spesifikasi dari realme 8i yang saya dapatkan bisa dilihat pada tabel berikut

SoC Mediatek Helio G96
CPU 2 x 2.05 GHz Cortex-A76 + 6 x 2.0 GHz Cortex-A55
GPU Mali-G57 MC2
RAM 4  GB LPDDR4x
Internal 64 GB UFS 2.1
Layar 6.6 inci 2412×1080 IPS 120 Hz
Dimensi 164.1 x 75.5 x 8.5 mm
Bobot 194 gram
Baterai 5000 mAh 18 watt
Kamera 50 MP / 12,5 MP utama, 2 MP makro, 2 MP bokeh, 16 MP Selfie
OS Android 11 Realme UI 2

Hasil dari CPU-Z, AIDA64, serta Sensor Box dapat dilihat sebagai berikut:

Sayangnya, dengan menghadirkan 120Hz pada smartphone yang satu ini, membuat realme mengurangi beberapa fitur. Hal tersebut seperti speaker stereo dan NFC. Walaupun begitu, kedua fitur tersebut memang tidak terlalu penting. Seperti NFC yang belum banyak digunakan selain untuk mengisi kartu uang elektronik dan speaker stereo yang bisa disubstitusi dengan menggunakan earphone.

Unboxing

Seperti inilah isi dari paket penjualan smartphone realme 8i. Didalamnya hanya akan ditemukan kabel USB-C, charger, serta back case. Realme menyertakan charger 18 watt untuk mengisi baterai pada smartphone ini.

Desain

Desain belakang dari setiap perangkat realme memang didesain berbeda satu dengan lainnya. Seperti perangkat yang saya dapatkan yang memiliki warna bernama space purple. Realme menggunakan konsep desain mengalir sehingga terlihat seperti galaksi berwarna ungu. Desain ini juga terlihat cukup minimalis tanpa campuran warna lain dengan logo realme yang berada di sebelah kiri bawah.

Kamera terletak pada sebelah kiri atas dari sisi belakang realme 8i. Terdapat 4 bundaran yang terdiri dari kamera utama, makro, depth, serta lampu flash LED. Kamera utama dengan resolusi 50 MP terletak pada sebelah kiri atas diikuti dengan depth sensor pada sebelah kanannya. Di baris bawahnya, terdapa kamera makro yang disertai dengan LED flash.

Layar realme 8i memiliki resolusi 2412 x 1080 pada layar dengan dimensi 6,6 inci dengan model punch hole pada sebelah kiri atas. Smartphone ini menggunakan layar jenis IPS dengan refresh rate 120 Hz yang sayangnya tidak dilindungi dengan lapisan pelindung seperti Gorilla Glass. Walaupun begitu, realme 8i sudah terlapisi dengan lapisan tahan gores sehingga cukup menahan goresan saat berada didalam kantong celana. Terus terang saja, perangkat yang kami dapatkan sudah terkena goresan semenjak dibuka dari paket penjualannya dan untungnya hanya lapisan tersebut yang kena.

Pada sisi sebelah kiri, dapat ditemukan slot SIM serta tombol volume naik dan turun. Untuk sebelah kanannya, terdapat tombol power yang juga sekaligus sebagai sensor sidik jari. Untuk bagian bawahnya, dapat ditemukan port audio 3.5 mm, microphone, USB-C, serta speaker. Tidak ditemukan apa pun pada sisi sebelah atasnya.

Realme 8i sudah menggunakan sistem operasi Android 11 dengan antarmuka realme UI 2.0. Antar muka yang digunakan pada realme 8i masih memiliki app drawer sehingga Anda akan menemukan semua aplikasi di sana. Homescreen-nya juga memiliki beberapa gesture seperti swipe up untuk membuka app drawer dan swipe down untuk membuka fungsi search.

Jaringan

Realme 8i menggunakan chipset Mediatek Helio G96 yang ditujukan untuk para gamer dan pengguna mainstream. Oleh karena itu, perangkat ini sudah menggunakan modem yang sudah mendukung teknologi terkini, seperti Carrier Aggregation untuk 4G. Kategori LTE yang ada pada perangkat ini masuk dalam Cat 13 untuk download.

Kanal LTE yang didukung pada smartphone ini meliputi band 1, 3, 5, 8, 38, 40, dan 41. Tentunya, band yang didukung adalah yang sudah digunakan oleh operator seluler di Indonesia. Selain mendukung Dual 4G, perangkat ini juga sudah mendukung fitur dual VoLTE.

Perangkat ini juga sudah mendukung teknologi WiFi 5 atau yang dikenal dengan 802.11 ac. Hal tersebut tentu membuat realme 8i memiliki koneksi WiFi yang jauh lebih kencang karena menggunakan jaringan 5 GHz. Realme 8i juga sudah mendukung bluetooth versi 5.0.

Kamera

Selain layarnya yang memiliki refresh rate 120 Hz, realme 8i juga mengedepankan kamera utamanya. Perangkat yang satu ini menggunakan sensor ISOCELL JN1 50 MP untuk kamera utamanya. Kamera ini menggunakan teknologi ISOCELL 2 yang mampu menangkap cahaya lebih baik dari pendahulunya. Selain itu, sensor ini juga menggunakan algoritma Tetracell yang menggabungkan 4 piksel menjadi 1 yang menghasilkan gambar dengan resolusi 12,5 MP.

ISOCELL S5KJN1 dengan format 1/2.76″ mampu menangkap gambar dengan baik saat dalam kondisi cahaya yang cukup. Bahkan, mode malam pada realme 8i mampu mengambil gambar dengan bagus pada saat kondisi cahaya redup. Namun, gambar yang dihasilkan sepertinya menjadi tidak terlalu tajam saat fungsi HDR-nya dinyalakan. Walaupun begitu, hal tersebut tidak membuat gambar yang dihasilkan menjadi lebih buruk.

Untuk kamera makro, seperti biasa gambar yang dihasilkan tidak terlalu tajam. Apalagi, kamera ini membutuhkan jarak yang pas sehingga hasilnya tidak blur. Saya sendiri membutuhkan waktu khusus untuk membiasakan diri dengan jarak untuk mengambil foto makro. Berikut adalah contoh gambarnya

Kamera selfie-nya ternyata juga bisa menangkap gambar dengan cukup baik. Sensor SK Hynix Hi-1364Q mampu mengambil gambar dengan tingkat noise yang cukup rendah. Sama dengan kamera utamanya, saat HDR dinyalakan maka tingkat ketajamannya sedikit menurun.

Pengujian

Realme 8i menggunakan chipset 4G terbaru dari Mediatek, yaitu Helio G96. Cip yang satu ini ternyata memiliki spesifikasi CPU yang sama dengan Helio G95, yaitu 2 core Cortex A76 dengan kecepatan 2,05 GHz pada cluster kinerja dan 6 inti prosesor Cortex A55 pada cluster efisiensi berkecepatan 2 GHz. Bedanya, Helio G96 menggunakan GPU yang lebih lambat, yaitu Mali G57 MC2.

Hal tersebut tentu saja membuat saya penasaran dan mencobanya pada 2 skenario yang sering digunakan, yaitu bekerja dan bermain. Kedua skenario tersebut tentu saja menggunakan aplikasi yang ada pada Google Play Store. Untuk menjalankan pengujian ini, saya sudah menggunakannya selama 2 minggu penuh.

Bermain Game

Seri G dari Mediatek memang ditujukan untuk mereka yang gemar bermain game. Apalagi dengan menggunakan Cortex A76 yang memang kencang untuk menjalankan game yang ada pada platform Android. Namun, penggunaan Mali G57 MC2 memang kadang tidak lebih kencang dari G76 MC4 yang digunakan pada Helio G95. Jadi, akan ada beberapa game yang pengalaman bermainnya akan menjadi lebih rendah.

Pada realme 8i, saya hanya menggunakan 2 buah game saja. Hal ini memang cukup berkaitan dengan waktu uji dari perangkat yang satu ini. Genshin Impact yang merupakan sebuah keharusan karena sangat memakan resource dari smartphone pasti digunakan untuk menguji. Pokemon Unite juga digunakan karena mampu diajak bermain pada grafis tinggi dan framerate 60 fps.

Genshin Impact hanya bisa dijalankan dengan cukup lancar pada saat game berada pada profile lowest dan diubah ke 60 fps. Rata-rata framerate yang saya dapatkan kali ini adalah sekitar 40 fps. Untuk Pokemon Unite, perangkat ini bisa menjalankan dengan rata-rata framerate 57 fps pada seting grafis tertinggi. Kedua game tentu saja dapat berjalan tanpa masalah.

Untuk mengukur framerate, saya menggunakan aplikasi GameBench yang akurat dalam menghitung frame per detiknya

Bekerja dan hiburan

Untuk kali ini, penggunaan aplikasi yang saya gunakan sehari-hari memang tidak selengkap biasanya. Hanya aplikasi sosial media seperti Facebook, Tiktok, Twitter, Instagram, Zoom, dan Whatsapp serta aplikasi editor Filmora Go saja yang digunakan. Walaupun tidak menggunakan Trello dan Slack pada perangkat ini, namun sepertinya beberapa aplikasi tersebut sudah mewakili sebagian besar yang ada di Google Play.

Saya juga menonton Youtube dengan menggunakan perangkat ini saat ada beberapa peluncuran pada bulan Desember 2021. Dan hasilnya memang tidak ada masalah. Bahkan masalah panas pun tidak muncul pada perangkat yang satu ini. Namun karena speaker-nya hanya satu, saat menonton video ada baiknya menggunakan earphone agar suaranya lebih enak didengar.

Benchmarking

Realme 8i menggunakan cip baru dari Mediatek dengan Helio G96. Tentunya akan banyak yang penasaran bagaimana kinerjanya dibandingkan dengan G95. Untuk itu, saya menghadirkan kembali Helio G95, SD 678, dan SD 720. Berikut adalah hasilnya

Sayangnya, ada beberapa benchmark yang menolak berjalan pada perangkat yang satu ini. Entah apakah karena penggunaan RAM 4 GB atau memang masih ada bug pada perangkat ini. Namun, sebagian benchmark yang saya gunakan seharusnya sudah menggambarkan kinerja perangkat ini secara keseluruhan.

Uji baterai: 5000 mAh

Untuk menguji baterai dengan kapasitas 5000 mAh memang membutuhkan 1 hari khusus untuk menjalankannya. Namun, aplikasi yang ada saat ini belum bisa merepresentasikan pemakaian sehari-hari. Sebuah pengujian menunjukkan bahwa pemakaian smartphone tidak didominasi untuk bermain game, namun untuk hiburan seperti menonton video dan mendengarkan musik serta sosial media.

Saya mengambil patokan dengan menggunakan sebuah file MP4 yang memakai resolusi 1920 x 1080 yang diulang sampai baterai habis. Realme 8i dapat bertahan hingga 13 jam 2 menit. Setelah habis, saya langsung mengisi kembali baterainya dengan menggunakan charger bawaan 18 watt. Hasilnya, baterai akan terisi penuh dalam waktu kurang dari 2,5 jam.

Verdict

Banyaknya teknologi yang ditanamkan pada smartphone dengan harga premium memang membuat semua orang ingin merasakannya. Sayang memang, teknologi layar dengan refresh rate tinggi membuat orang cukup iri karena tidak memiliki dana untuk membelinya. Realme melihat masalah yang satu ini dan berusaha membawa teknologi 120 Hz dengan harga yang lebih terjangkau. Hal tersebut terwujud dengan realme 8i.

Kinerja smartphone yang satu ini memang cukup baik. Dengan menggunakan Mediatek Helio G96 membuatnya menjadi salah satu perangkat yang cukup kencang pada rentang harganya. Kinerja tersebut pun disokong dengan baterai 5000 mAh yang mampu bertahan seharian. Sayangnya, pada perangkat yang saya dapatkan tidak memiliki DRE, yang seharusnya mampu meningkatkan kinerja perangkat yang hanya memiliki RAM 4 GB saja.

Untuk kamera yang dimiliki oleh realme 8i, hasilnya memang benar-benar bagus. Kamera 50 MP yang ada mampu menangkap gambar dengan bagus pada kondisi cahaya yang terang maupun rendah. Sayangnya memang, kamera ultrawide sepertinya bukan pilihan realme untuk dipasangkan pada perangkat yang satu ini. Padahal, kamera tersebut lebih banyak digunakan dibandingkan dengan kamera makro.

Realme 8i dengan konfigurasi RAM 4G dengan penyimpanan internal 64 GB seperti yang saya dapatkan dijual dengan harga Rp. 2.499.000. Tentunya harga ini terlihat cukup murah untuk merasakan layar 120 Hz yang saat ini diketahui memiliki harga yang mahal. Dan dengan kinerja yang cukup baik pada smartphone ini, membuat realme 8i menjadi salah satu perangkat untuk hiburan dan bermain game yang memiliki harga terjangkau.

Sparks

  • Layar nyaman dengan 120 Hz
  • Kamera yang bagus untuk sebuah smartphone dengan harga di bawah 3 juta
  • Kinerja yang cukup baik untuk kebutuhan sehari-hari dan bermain game
  • Daya tahan baterai yang cukup panjang
  • Realme UI 2 yang responsif
  • Desainnya yang cukup menarik perhatian

Slacks

  • RAM 4 GB tidak memiliki DRE yang seharusnya membuat perangkat ini lebih nyaman digunakan
  • Hanya memiliki 1 speaker
  • Tidak memiliki kamera wideangle

[Review] Samsung Galaxy M52 5G, Refresh Rate Tinggi dengan Rasa Genggam Menyenangkan

Samsung Galaxy M52 5G adalah perangkat yang menarik. Secara singkat, perangkat ini menjawab beberapa kekurangan yang sebelumnya hadir di perangkat seri M seperti Galaxy M32 dan M62. Layar besar 120Hz dengan dukungan prosesor yang cukup mumpuni. Artikel kali ini akan membahas pengalaman menggunakan perangkat ini untuk berbagai kegiatan. Mari kita simak.

Pertama kali mencoba perangkat Galaxy M62 ada sebuah harapan yang saya sematkan, salah satunya karena perangkat ini menggunakan prosesor mantan flagship. Harapan bahwa perangkat ini bisa jadi perangkat yang menarik dari kelas M. Tapi ternyata ada kekurangan yang terasa cukup mengganggu, yaitu refresh rate yang hanya 60Hz saja. 

Lalu saya mencoba perangkat M52 yang membawa refresh rate 90Hz sebagai harapan baru dari kelas M untuk kenyaman penggunaan. Tapi lagi-lagi ada kekurangan yang cukup mengganggu karena menurut pengalaman penggunaan saya, prosesor yang ada kurang bisa mendukung pengalam yang smooth untuk layar refresh rate kekinian. 

Harapan saya kembali hadir dan sedikit banyak terbayarkan ketika perangkat Galaxy M52 5G hadir di meja redaksi untuk diuji. Perangkat ini menjawab banyak harapan yang sebelumnya saya taruh di dua perangkat seri M. 

Galaxy M52 5G memang masuk ke seri M yang memiliki beberapa ciri khas. Tampilan belakangnya memang masih kalah dari seri A dan perangkat ini dijual lewat online saja. Namun kalau melihat dari spesifikasi serta all around feature. Perangkat ini cukup menjanjikan sebagai pilihan penikmat gadget. 

Sebagai awal mari kita bahas dari sisi desain 

M52 5G memiliki ukuran layar 6.7 inci full rectangle dan 6.6 inci rounded corners, yang bisa dibilang cukup lebar. Nyaman untuk menjelajah konten atau bermain game tetapi cukup melelahkan untuk penggunaan sehari-hari karena genggaman yang dibutuhkan tangan untuk memegang perangkat ini lebih luas. Berbeda dengan seri M32 misalnya yang cukup ‘mungil’ untuk dipakai sehari-hari. 

Tetapi dengan layar luas, tentu saja ada banyak kelebihan yang bisa didapatkan. Apalagi refresh rate perangkat ini sudah bisa mendukung 120Hz jadi benar-benar nyaman untuk menjelajah konten dengan ponsel. Untuk kualitas layar sendiri sudah Super AMOLED Plus 1080 x 2400 (FHD+), yang bisa dibilang jaminan yang cukup untuk menikmati berbagai konten dengan nyaman. 

Kombinasi spesifikasi layar sendiri memberikan kesan tersendiri mengingat perangkat ini adalah perangkat yang ditujukan untuk kelas menengah atas. 

Untuk bagian desain lain seperti layout port sebenarnya tidak ada yang istimewa, hampir sama dengan kebanyakan desain perangkat Samsung yang dirilis belakangan. Port untuk isi daya dengan interface USB Type C, lalu speaker ada di bagian bawah. Tombol volume dan power ada di bagian kanan atas. Di bagian kiri atas ada slot untuk kartu memory (support sampai 1TB) dan SIM (slot dual Hybrid).

Untuk tombol power juga berfungsi sebagai pemindai sidik jari dan perangkat ini tidak menyertakan jack audio. Untuk bagian desain belakang, layout kameranya mirip dengan seri A, memanjang ada 3 kamera dan 1 lampu flash. 

Dari desain cover belakang sendiri sebenarnya finishing-nya saya tidak terlalu suka karena glossy dan terkesan biasa saja. Kurang premium. Bisa jadi ini juga adalah karena warna, karena saya mendapatkan perangkat uji yang berwarna biru jadi kesannya seperti seri M yang untuk entry level

Tapi cukup berbeda dengan penilaian ketika menggunakan perangkat ini karena rasa genggam dari perangkat di tangan nyaman dan terasa tipis. Layar yang lebar memang membuat agak membuat kesulitan ketika ingin menggunakan dengan satu tangan tetapi masih bisa dimaklumi. Kesan tipis dari perangkat ini memang cukup terasa, kombinasi layar yang cukup lebar dan body yang tidak tebal menjadikannya perangkat ini terasa seperti perangkat premium atau minimal kelas seri A. 

Overall desain, bagi Anda yang mencari rasa genggam lebih dari pada tampilan, perangkat Galaxy M52 5G ini adalah pilihan yang cukup menarik. Terutama di rentang segmennya yaitu menengah atas namun masih di bawah kelas premium. 

Sekarang mari kita bahas spesifikasi, terutama spesifikasi yang memberikan kesan pengalaman selama saya mencoba perangkat ini. 

Setidaknya ada 3 bagian spesifikasi yang cukup memberi kesan pada perangkat ini, kualitas layar, refresh rate dan dukungan prosesor. Sebenarnya bisa tambah satu lagi, tapi sayangnya memang jaringan 5G di Indonesia masih belum merata jadi keunggulan M52 yang sudah 5G ini belum bisa dinikmati oleh pengguna secara luas. 

Untuk layar sendiri sudah Super Amoled Plus, tampilan lebar 6.7 inci dengan resolusi 1080×2400 (FHD+). Serta telah dilegkapi refresh rate sampai 120Hz. Dari sisi kamera belakang ada 3 kamera 64MP, 12 MP (ultra wide) dan 5MP. Sedangkan depan 32 MP. Digital Zoom untuk kamera belakang sampai 10x. Video recording UHD 4K (3840 x 2160) @30fps Slow motion 240fps @HD.

Lalu untuk RAM 8 serta ROM 128. Ruang penyimpanan bisa diperluas maksimal 1TB via MicroSD. Untuk baterai 5000mAh dengan support sampai 25W untuk isi daya tetapi di boks hanya disediakan kepala charger 15W. M52 5G tidak mendukung Dex.

Pengalaman penggunaan 

Untuk uji spesifikasi saya tampilan di foto berikut ini:

Untuk penggunaan beberapa seri M yang saya coba dalam waktu beberapa minggu ke belakang memang lebih merujuk pada aktivitas browsing termasuk media sosial dan menonton konten. Tidak banyak aktivitas yang saya gunakan untuk bermain game karena beberapa alasan. Salah satunya dukungan baterai yang besar biasanya merujuk pada kegunaan perangkat untuk produktivitas dan hiburan non gaming. Karena biasanya kalau main game, kan dekat dengan sumber listrik yang ketika baterai habis bisa langsung mengisi daya. 

Nah, untuk pengalaman dari sisi aktivitas sehari-hari serta akses hiburan non gaming, M52 5G ini menurut saya bisa dikasih pujian. Menjelajah konten di internet sangat nyaman karena spesifikasi layar serta refresh rate yang tinggi (120Hz) jadi terasa smooth dan juga menampilkan warna yang menyenangkan untuk dinikmati.

Kombinasi ini juga selaras dengan desain yang ada sehingga menjelajah konten dalam waktu lama dengan perangkat ini tidak terasa membosankan malah menyenangkan. Kualitas layar yang baikjuga enak untuk dipakai menonton konten video termasuk Youtube (dengan catatan menaikkan resolusi ke yang tertinggi atau minimal 1080p), agar kualitas kontennya bisa mengejar dengan kualitas layar. 

Untuk suara sendiri meski hanya mono tetapi kualitasnya cukup mumpuni. Setidaknya di kelasnya ini sudah cukup baik. Namun memang kelemahan speaker mono adalah sering tertutup oleh tangan jadi suaranya sering tiba-tiba kecil, bukan karena bug atau error lain tetapi karena speaker-nya tertutup lengan. 

Dukungan prosesor yang sudah seri 7 lebih tepatnya SD 778G maka support untuk kenyamanan cukup bisa diandalkan. Seperti yang saya sebutkan di awal artikel, tidak seperti M32 yang terasa kendor ketika menggunakan pengaturan refresh rate tinggi, di M52 5G ini pengalamannya smooth, berpindah aplikasi, geser sana geser sini, akses media sosial, semua bisa dinikmati tanpa terasa lag.  

Dukungan pengalaman lain yang membuat cukup komplit adalah UI yang menggunakan One UI versi 3.1 (saat saya gunakan). UI ini memang menjadi salah satu perombakan yang cukup signifikan untuk perangkat Samsung ketika dulu pertama kali diperkenalkan. Dan kini iterasinya semakin meningkat dan memberikan pengalaman yang cukup baik. Memang masih ada bloatware tetapi jumlahnya bagi saya tidak cukup menggangu. 

Beralih ke dukungan baterai. Saya sendiri tipe pengguna yang lebih mencari dukungan fast charging alih-alih baterai kelewat jumbo. Jadi ketika M62 menghadirkan baterai 7000mAh tetapi dengan bodi yang berat serta refresh rate yang tidak 120 HZ sedangkan M52 5G ini hadir dengan baterai 5000mAh tetapi refresh rate tinggi, maka saya akan memilih M52 5G, meski hanya memiliki baterai 5000mAh tetapi sudah support 25W fast charging, meski harus dicatat kalau charger yang dibawa dalam boks hanya 15W saja. 

Untuk 5G sendiri memang saya tidak mengujinya karena belum terlalu luas coverage-nya dan biasanya akan ada update khusus OTA agar perangkat bisa support namun sampai tulisan ini dibuat saya belum menemukan informasi tentang update ini. Tepi tentunya karena perangkat ini sudah mendapatkan embel-embel 5G tentunya nanti akan mendapatkan dukungan jika sudah tersedia.

Pengalaman bermain game di perangkat ini juga cukup menyenangkan. Rasa genggam yang nyaman dan layar yang cukup besar enak untuk akses kontennya. Meski layar lebar tetapi karena tipis maka bermian game dengan perangkat ini tidak menemui kendala dari sisi grip. Sedangkan untuk kualitas sendiri, dari sisi tampilan tidak ada masalah karena layar Super AMOLED Plus, untuk pengaturan grafis, PUBGM New State bisa performa FPS mentok di Maks dan Grafis mentok di Ultra.

Saya mencoba bermain beberapa game saja seperti PUBGM New State dan Sousage Man. keduanya bisa dilahap tanpa masalah dengan penagturan yang cukup tinggi.

Untuk pengalaman menggunakan kamera, saya mencoba dengan beberapa skenario. Luar ruangan saat siang tetapi kondisi mendung, malam hari, indoor ruangan malam hari, dan foto makanan di siang hari kondisi cukup cerah.

Secara keseluruhan hasil kameranya cukup baik meski tidak istimewa. Namun dengan kondisi terbaik (dari sisi cahaya) bisa mengjasilkan foto yang cukup baik. Meski demikian, untuk dikelasnya (terutama di seri M jajaran Samsung) hasil kamera sudah bisa diterima.

Beberapa contoh foto:

Penutup

Dari tiga perangkat seri M yang saya coba, M32, M62 dan kini M52 5G, maka M52 5G adalah perangkat yang paling worth it menurut saya. Setidaknya dari sisi fitur bukan dari sisi harga. Terutama bagi Anda yang memfokuskan penggunaan perangkat untuk menikmati konten. Layar yang nyaman dan spesifikasi cukup tinggi, refresh rate 120Hz serta prosesor seri 7 dari Snapdragon yang cukup bisa mengimbangi spesifikasi yang ada. 

Dari sisi kamera cukup untuk kelasnya, baterai sudah cukup jumbo dengan 5000mAh, desain biasa saja tetapi nyaman dalam genggaman dan penggunaan. Harga memang sekitar 5 jtuaan, dan karena ini seri M maka hanya tersedia online. Namun dengan harga seperti itu, jika saya harus memilih maka saya akan tetap memilih M52 5G karena refresh rate 120Hz yang nyaman digunakan. Once you go 120Hz, you can’t go back. 

Sparks

  • Layar refresh rate tinggi
  • Tipis
  • Baterai besar
  • Prosesor handal
  • Sudah support 5G

Slacks

  • Desain biasa saja
  • Kamera cukup untuk dikelasnya

[Review] Samsung Galaxy Watch 4 Classic: Lebih Elegan dengan Wear OS, Lengkap dengan Pengukur Tekanan Darah

Seperti yang kita ketahui, selama ini Samsung selalu menggunakan sistem operasi Tizen pada perangkat AIoT-nya. Seperti halnya Samsung Galaxy Watch yang selalu menggunakan sistem operasi buatan dapur mereka sendiri. Namun, saat ini sepertinya Samsung mengambil keputusan yang besar. Pada jam tangan pintar terbarunya, Samsung Galaxy Watch 4 Classic, Samsung menggunakan Wear OS dari Google!

Samsung Galaxy Watch 4 Classic yang datang ke DailySocial ternyata merupakan versi yang memiliki eSIM. Hal tersebut terlihat dari kartu eSIM dari salah satu operator seluler di Indonesia yang menjadi bundling dari paket penjualannya. Jam tangan pintar ini juga mengedepankan fitur pendeteksi tekanan darah yang selama ini sudah ditunggu-tunggu. Fitur lain yang juga dibawa oleh perangkat ini adalah electrocardiogram yang saat ini masih jarang ditemukan pada perangkat jam tangan pintar lain.

Spesifikasi dari Samsung Galaxy Watch 4 Classic yang saya dapatkan adalah sebagai berikut

SoC Exynos W920
CPU 2 x 1.18 GHz Cortex-A55
GPU ARM Mali-G68
Layar 1.4 inci AMOLED 450 × 450 Gorilla Glass DX+
Baterai 361 mAh
Konektivitas Bluetooth 5
Sertifikasi IP68
Dimensi 44.4 x 43.3 x 9.8 mm
Bobot 30 gram

Dapat dilihat bahwa pada Galaxy Watch 4 Classic ini, Samsung menggunakan SoC Exynos W920. Exynos W920 sendiri sudah menggunakan proses pabrikasi 5 nm, dibandingkan dengan generasi sebelumnya yang masih menggunakan 10 nm pada Exynos 9110. Peningkatan dari Cortex A53 ke A55 tentu saja membuat kinerjanya menjadi lebih baik.

Charger

Didalam kotak paket penjualannya, hanya akan ditemukan sebuah alat pengisi baterai. Samsung menggunakan Qi Wireless Charging yang juga bisa digunakan untuk mengisi smartphone Samsung lainnya. Tentunya, charger ini juga sudah dilengkapi dengan magnet sehingga tidak akan tergeser saat mengisi dayanya.

Desain

Seperti semua Galaxy Watch yang dikeluarkan oleh Samsung, perangkat yang satu ini juga memiliki desain bundar. Hal tersebut tentu saja  seperti layaknya sebuah jam tangan pada umumnya. Warna yang saya dapatkan adalah hitam.

Jam tangan yang satu ini menggunakan layar dengan dimensi 1,4 inci dengan resolusi 450 x 450 piksel. Layar dari Samsung Galaxy Watch 4 Classic ini pun sudah menggunakan Corning Gorilla Glass DX+, yang lebih tahan terhadap goresan dibandingkan dengan DX dan generasi yang sebelumnya. Di samping layarnya terdapat bundaran dial yang bisa diputar. Dengan dial tersebut, pengguna bisa menggeser pilihan ke menu lainnya.

Pada sisi sebelah kanan dari Samsung Galaxy Watch 4 Classic, terdapat dua buah tombol. Yang bagian atas dengan warna merah merupakan tombol daya, home, serta untuk memanggil Bixby saat ditahan lama. Tombol yang bawah digunakan sebagai back. Menu pada smartwatch ini dapat dilihat saat menggeser layarnya ke kanan atau ke kiri atau dengan menggunakan dial. Saat menggeser ke atas akan ditemukan app drawer dan sebaliknya saat digeser ke bawah akan ditemukan layar quick setting.

Strap pada jam tangan pintar ini juga bisa diganti, sehingga pengguna tidak bosan saat menggunakannya. Mengganti strap-nya juga cukup mudah, tinggal menggeser pin yang berada pada ujungnya sampai terlepas. Pengguna juga bisa menggunakan strap 20 mm yang dijual pada toko-toko jam tangan.

Samsung Galaxy Watch 4 Classic menggunakan Wear OS yang sudah dimodifikasi dengan antar muka One UI Watch 3. Untuk menghubungkan perangkat ini dengan sebuah smartphone, aplikasi Galaxy Wear memang dibutuhkan. Semua setting yang dibutuhkan akan ditemukan pada aplikasi yang satu ini.

Pengalaman menggunakan: Mudah sekaligus rumit

Jam tangan pintar dengan desain bundar? Tentu saja langsung menarik perhatian saya semenjak datang sekitar 3 minggu yang lalu. Oleh karenanya, saya langsung menggunakan Samsung Galaxy Watch 4 Classic pada saat bepergian untuk berbelanja mau pun keperluan lainnya. Hal tersebut tentu saja untuk menjajal sebagian kemampuannya pintarnya.

Saat membuka paket penjualannya yang cukup ramping, saya hanya menemukan jam tangannya dan sebuah paket eSIM dari Smartfren. Jam tangan ini langsung saya charge sambil melakukan setting lainnya. Hal pertama yang saya ingin coba tentu saja fitur kesehatan blood pressure. Namun, hal ini ternyata tidak mudah jika kita tidak memiliki sebuah smartphone Samsung.

Fitur pengukur tekanan darah ini membutuhkan sebuah perangkat yang bisa diinstal aplikasi Samsung Health dan Samsung Health Monitor. Untuk bisa melakukan instalasinya, harus menggunakan Samsung Galaxy Store. Aplikasi ini sayangnya hanya bisa dibuka melalui sebuah smartphone Samsung. Jadi, fitur-fitur kesehatan yang menarik tidak akan jalan jika Anda tidak memiliki smartphone Samsung.

Oleh karena itu, saya meminjam perangkat Samsung Galaxy Flip 3 untuk mencoba fitur ini. Dan benar saja, semua instalasi berjalan sangat lancar tanpa adanya masalah. Dan untung saja, untuk mencoba fitur pengukur tekanan darah ini harus memiliki sebuah alat pengukur tekanan darah digital untuk kalibrasi. Dan setelah melakukan kalibrasi, fitur pengukur tekanan darah ini langsung dapat digunakan kapan saja.

Saya melakukan percobaan pengukuran tekanan darah dengan menggunakan alat pengukur digital melawan Samsung Galaxy Watch 4 Classic. Ternyata hasilnya cukup mirip antara jam tangan pintar ini dengan alat pengukur tekanan darah digital yang saya miliki. Bahkan setelah kalibrasi, pengukuran tekanan darah tersebut dapat digunakan orang lain dengan cukup akurat. Walaupun begitu, Samsung sendiri meminta agar pengguna tidak menjadikan hasilnya sebagai patokan kesehatan.

Saya juga mencoba fitur-fitur kesehatan lainnya seperti ECG, tingkat Stress, pemindai detak jantung, serta SpO2. Untuk ECG, saya tidak memiliki alat untuk membandingkan hasilnya. Untuk SpO2, hasilnya kurang lebih sama dengan alat pengukur pada jari di mana saya mendapatkan nilai 98%. Sayangnya, saya bukan orang yang sering berolah raga sehingga cukup sulit mencoba fitur olah raganya.

Setelah itu, saya mencoba untuk mendaftarkan eSIM pada jam tangan pintar ini. Ternyata cukup sulit. Hal pertama adalah pengguna harus memiliki SIM dari penyedia layanan yang sama dengan yang ingin diisi, dalam hal ini saya harus menggunakan SIM dari Smartfren agar bisa memasukkan eSIM dari Smartfren. Jika tidak ada SIM, setting pada Galaxy Wear akan menolak terbuka.

Sayang memang, eSIM yang saya dapatkan tidak bisa dimasukkan ke dalam Samsung Galaxy Watch 4 Classic. Aplikasi Galaxy Wear mengatakan bahwa eSIM saya sudah digunakan pada perangkat lainnya. Dan untuk mengganti QR, saya harus mengantri ke galeri Smartfren serta membayar uang Rp. 15.000. Karena pandemi masih belum selesai, hal ini tentu saja saya urungkan.

Saya pun mencoba apakah Samsung Galaxy 4 Classic bisa menerima telepon melalui aplikasi Telegram. Sayangnya, jam tangan pintar ini hanya bisa menolak panggilan tersebut. Saya mencoba untuk melihat apakah ada setting khusus untuk menerima pada jam tangan pintar ini. Namun, entah apakah kurang waktu untuk menelusuri, saya tidak menemukannya.

Sekarang tiba saatnya untuk menguji seberapa lama baterainya dapat bertahan. Tidak muluk-muluk, hampir setiap jam tangan pintar dari Samsung yang pernah saya coba hanya memiliki daya tahan hingga 2 hari saja. Tidak berbeda dengan Samsung Galaxy Watch 4 Classic yang juga memiliki daya tahan yang sama. Oleh karena itu, ada baiknya untuk memiliki sebuah power bank yang mendukung Qi wireless charging agar jam tangan ini bisa diisi ulang di luar rumah.

Saat mengisi Samsung Galaxy Watch 4 Classic, tidak ada masalah sama sekali yang saya temukan. Charger-nya sendiri memiliki magnet sehingga jam tangan ini tidak akan tergeser secara tidak sengaja. Mengisi daya pada jam tangan pintar ini akan memakan waktu sekitar 1,5 jam.

Menggunakan Android Wear OS membuat perangkat ini memiliki lebih banyak aplikasi pihak ketiga yang bisa diinstalasi. Namun sayang memang, untuk menambah aplikasi pada jam tangan ini mengharuskan pengguna untuk memakai smartphone Samsung. Untuk mereka yang memiliki smartphone merek lain (seperti saya), hanya bisa menggunakan fitur-fitur dasar saja.

Antar muka dari perangkat ini sudah menggunakan One UI Watch 3. Icon-iconnya sendiri juga sudah diubah menjadi bentuk bulat. Antar muka ini juga lebih memudahkan dalam pemakaian jam tangan pintar dibandingkan sebelumnya. Walaupun begitu, mereka yang sudah pernah menggunakan generasi sebelumnya, tentu tidak akan bingung karena memang antar mukanya mirip.

Verdict

Samsung memang tidak bisa dipungkiri lagi memiliki sebuah jam tangan paling pintar yang ada di pasaran saat ini. Hal tersebut ditandai dengan beberapa fitur-fitur kesehatan yang memang belum ada pada jam tangan pintar merek lainnya. Hal tersebut diteruskan oleh Samsung pada jam tangan terbarunya, yaitu Samsung Galaxy Watch 4 Classic.

Dengan menggunakan SoC terbaru yang memiliki prosesor Cortex A55, jam tangan pintar ini memiliki kinerja yang sangat baik. Selama penggunaan, saya tidak menemukan masalah dalam menjalankan aplikasi-aplikasi yang ada pada smartwatch ini. Hanya saja, jam tangan ini harus diisi ulang baterainya setiap 2 hari sekali sehingga pengguna tidak boleh lupa melakukan charging.

Samsung Galaxy Watch 4 Classic juga menawarkan fitur-fitur kesehatan yang dapat memberikan data langsung kepada pemakainya. Fitur pemindai tekanan darah, SpO2, serta ECG saat ini dibutuhkan agar kita bisa terhindar dari penyakit yang berkelannjutan, seperti darah tinggi dan COVID-19. Selain itu, jam tangan pintar ini juga sudah bisa disisipkan eSIM untuk melakukan panggilan suara. Sayang, semua itu hanya bisa terwujud pada saat smartphone yang digunakan juga dari Samsung.

Samsung Galaxy Watch 4 Classic di Indonesia dijual pada harga Rp. 4.999.000. Walaupun termasuk dalam harga yang premium, namun pengguna akan bisa mendapatkan fitur-fitur kesehatan yang cukup akurat yang nantinya bisa menyelamatkan nyawa. Hal tersebut tentunya akan terlihat lebih terjangkau untuk mereka yang suka berolah raga serta menjaga kondisi kesehatan setiap saat.

Sparks

  • Build kokoh dengan bingkai aluminium dan kaca Gorilla Glass
  • Fitur kesehatan yang cukup akurat dengan pendeteksi tekanan darah, SpO2, ECG, detak jantung, stress, dan lainnya
  • Mendukung 4G dengan eSIM
  • Responsif dengan SoC baru dan Android Wear OS
  • Mendukung charger Qi dan beberapa powerbank
  • Nyaman digunakan

Slacks

  • Fitur kesehatan mengharuskan penggunaan smartphone Samsung
  • Daya tahan baterai hanya 2 hari
  • Harganya cukup tinggi

[Review] vivo V23e, Fokus Pada Fotografi Selfie & Portrait dengan Bingkai Flat yang Stylish

Bicara mengenai smartphone garapan vivo, belum lama ini perangkat flagship vivo X70 Pro telah menyita begitu banyak perhatian. Terutama karena penggunaan sistem kamera ZEISS Optics dan dilengkapi fitur fotografi serta videografi inovatif yang sangat lengkap.

Tentu saja, vivo tidak melupakan perangkat seri V. Lini smartphone kelas menengah ini berkontribusi dalam membesarkan namanya di Indonesia. Melanjutkan kesuksesan vivo V21 4G dan V21 5G, baru-baru ini vivo Indonesia secara resmi meluncurkan V23e 4G.

Label e yang menempel pada perangkat vivo bisa diartikan sebagai versi ‘ekonomis’. Meski saat artikel ini ditulis, vivo belum merilis versi regulernya yakni vivo V23.

Harga yang dipatok vivo untuk V23e memang tidak terlalu tinggi, hanya Rp4.399.000. Harga yang sama seperti vivo V21 4G varian RAM 8GB dan penyimpanan internal 128GB saat dirilis pada bulan Juni lalu, tetapi sekarang sudah turun menjadi Rp3.999.000.

Perbedaan antara vivo V23e dan V21 4G juga menarik untuk dibahas. Namun mari fokus membahas yang ditawarkan oleh vivo V23e terlebih dahulu, berikut kesan yang saya dapatkan setelah pemakaian selama satu minggu.

Bodi Tipis dengan Bingkai Flat

Bagian belakang vivo V23e

Sejalan dengan tren smartphone masa ini, vivo V23e mempunyai bingkai dengan desain flat yang tampil lebih stylish. Saat digenggam, desain barunya menonjolkan build quality yang terasa premium di telapak tangan. Walau terasa sedikit kaku, tetapi masih tergolong nyaman berkat sudut-sudut yang agak membulat. Dimensi bodinya ringkas, 160,87×74,28×7,36 mm dengan bobot 172 gram.

Unit yang saya review berwarna moonlight shadow yang tampil klasik dengan sentuhan akhir glossy yang mudah meninggalkan jejak pemakaian. Solusinya cukup kenakan case bawaan, itu juga sekaligus menambah tingkat ergonominya.

vivo V23e mendukung Widefine L1

Ke bagian muka, terpampang panel AMOLED berkualitas berukuran 6,44 inci FHD+ dalam rasio 20:9. Layarnya sudah membawa sertifikasi Widevine L1 yang membuat vivo V23e dapat menyajikan konten streaming seperti Netflix dengan resolusi tinggi (HD). Juga masih mempertahankan fitur Screen Touch ID atau sensor sidik jari bawah layar.

Sayang vivo tidak membekalinya dengan refresh rate tinggi, yang bisa berdampak pada pengalaman gaming yang kurang maksimal terutama saat bermain game cepat dan kompetitif. vivo V23e juga masih menggunakan notch bergaya waterdrop yang mainstream diadopsi di perangkat vivo yang lebih terjangkau seperti seri Y.

Untuk kelengkapan tombolnya, di sebelah kanan bodi terdapat tombol power dan volume, sedangkan di sisi seberangnya polos. Area atas hanya terdapat mikrofon sekunder, sisanya tersemat di bawah termasuk SIM tray berbentuk hybrid (bisa dual-SIM atau single-SIM + kartu microSD), mikrofon, port USB-C, dan speaker.

Kamera

Kamera vivo V23e

Beralih ke sektor kamera, perangkat dengan tagline ‘Inspire Every Portrait’ ini berfokus menawarkan kemampuan mengabadikan foto selfie dan portrait yang apik. Bagian depan, vivo V23e mengandalkan kamera 50MP AF Night Portrait yang dilengkapi autofocus dan mode night.

Fitur autofocus sangat membantu dalam proses menghasilkan foto portrait yang tajam, meski diambil dalam berbagai jarak dan kondisi cahaya berbeda. Ditambah fitur AI eye autofocus yang dapat mengunci mata secara presisi dan memastikan subjek di dalam frame mendapatkan perhatian yang cukup.

Semua yang dibutuhkan untuk menghasilkan foto selfie dan portrait yang memukau tersedia pada mode portrait. Mulai dari multi-style portrait yang meliputi fresh, texture, 1980s, rococo, gray, film, holiday, kyoto cherry, dan tokyo style.

Kemudian ada rangkaian fitur beauty yang bisa dipakai secara otomatis atau atur sendiri suka-suka. Gaya atau sikap yang ditampilkan ketika dipotret sangat mempengaruhi hasil akhir, oleh sebab itu vivo turut melengkapinya dengan berbagai rekomendasi pose yang mudah diikuti.

Untuk mengabadikan momen dan membuat konten sehari-hari, vivo V23e mengusung konfigurasi triple camera. Kamera utamanya menggunakan sensor beresolusi 64MP f/1.8, bersama kamera sekunder 8MP f/2.2 dengan lensa ultrawide 16mm yang memberikan bidang pandang 120 derajat, dan kamera 2MP f/2.4 untuk foto macro.

Secara default dengan filter Quad Bayer, kamera utama vivo V23e menghasilkan foto 16MP dengan ukuran per piksel lebih besar dan opsi resolusi penuhnya dapat diakses melalui mode high resolution. Proses memotretnya dapat dibantu fitur AI Scene Optimization yang dapat mengoptimalkan pengaturan pada kondisi tertentu. Berikut hasil fotonya:

Bagaimana dengan kemampuan videonya? Kamera belakang dan depan pada vivo V23e dapat merekam video hingga resolusi 1080p dan khusus untuk kamera utama tersedia opsi frame rate hingga 60 fps.

Biar hasil videonya lebih stabil, tersedia fitur EIS pada kamera belakang dan Steadiface di depan. Rangkaian filter dan efek beauty juga dapat diterapkan, tetapi hanya mendukung resolusi 720p saja.

Fitur lain, tersedia mode dual view yang memungkinkan pengguna merekam video secara bersamaan dari kamera depan dan belakang atau dua kamera belakang dengan kamera utama dan ultrawide.

Hardware & Software

Funtouch OS 12 vivo V23e

Dari segi software, vivo V23e menjalankan sistem operasi Funtouch OS 12 berbasis Android 11. Punya antarmuka yang lebih segar dengan warna-warna pastel yang tampak minimalis.

Funtouch OS 12 juga membawa sejumlah fitur menarik. Sebut saja, widget baru Nano Music Player yang memungkinkan kita memutar musik dari sumber atau aplikasi streaming musik berbeda cukup dari homescreen. Pengguna dapat menikmati pengalaman audio berkualitas dengan adanya fitur Hi-Res Certification.

Aktivitas multitasking di vivo V23e juga lebih praktis berkat fitur small window. Anda dapat membuka aplikasi dengan window kecil yang bisa digeser-geser, serta bisa di-minimize dan diakses kapan saja. Fitur lain ialah NFC Multifunctions, yang tak hanya mengecek, top-up kartu uang elektronik, serta mentransfer berbagai file, tetapi juga dapat menduplikasi kartu akses rumah, kantor atau apartemen.

Beralih ke hardware, vivo V23e ditenagai oleh chipset 4G terbaru dari Mediatek yakni Helio G96 yang masih dibangun menggunakan teknologi proses 12 nm. Sebagai pembanding, dapur pacu vivo V21 4G menggunakan chipset Qualcomm Snapdragon 720G (8 nm) dan MediaTek Dimensity 800U (7 nm) untuk V21 5G.

Terlepas dari perbedaan chipset, performa vivo V23e terbukti dapat diandalkan. Aktivitas multitasking dalam menunjang bekerja dari rumah lancar dan bermain game kompetitif seperti Mobile Legends dengan grafis ultra juga baik-baik saja. MediaTek Helio G96 sendiri memiliki CPU octa-core yang terdiri dari 2x Cortex-A76 2.05 GHz dan 6x Cortex-A55 2.0 GHz, serta GPU Mali-G57 MC2. Berikut hasil benchmark dan pemindaian menggunakan aplikasi CPU-Z dan SensorBox.

Ia juga ditopang RAM 8GB dan penyimpanan internal 128GB, serta dilengkapi teknologi Extended RAM dan swap memory management. Sebanyak 4GB dari penyimpanan diubah sebagai RAM virtual, totalnya V23e layaknya punya RAM 12GB. Sementara, teknologi swap memory management memastikan penyimpanan yang digunakan untuk perluasan RAM tidak akan memiliki gangguan kinerja jangka panjang.

Dari sisi daya, vivo V23e disuplai baterai berkapasitas 4.050 mAh. Ketika sedang terburu-buru, fitur pengisian cepat 44W FlashCharge dapat mengisi daya dari 1% hingga 69% hanya dalam waktu 30 menit.

Verdict

Layar vivo V23e

Hadir mendahului versi regulernya, vivo V23e sebagai versi hemat tetap berhasil menunjukkan keunggulannya dengan baik. Fokus utamanya masih pada fotografi selfie dan portrait, serta dikemas dalam desain stylish dengan bingkai flat yang menambah kesan premium.

Dipatok dengan harga Rp4.399.000 yang cukup kompetitif di kelas menengah, kelebihan dan kekurangan lain dari vivo V23e meliputi panel AMOLED meski tanpa dibekali refresh rate tinggi. Lalu, kamera utama 64MP meski tidak mendukung perekaman video 4K. Serta, penggunaan chipset baru MediaTek Helio G96 yang masih menggunakan teknologi proses 12 nm.

Bagaimana bila dibandingkan dengan V21 4G? Baik Anda bisa menilainya sendiri setelah mengetahui perbedaan spesifikasi pada tabel di bawah ini.

Perbandingan vivo V23e vivo V21 4G
OS Android 11, Funtouch 12 Android 11, Funtouch 11.1
Layar AMOLED 6,44 inci FHD+ AMOLED 6,44 inci FHD+
Chipset Mediatek Helio G96 (12 nm) Qualcomm Snapdragon 720G (8 nm)
Kamera belakang 64MP, 8MP ultrawide, dan 2MP macro 64MP, 8MP ultrawide, dan 2MP macro
Kamera depan 50MP AF 44 AF
Baterai 4.050 mAh dengan 44W FlashCharge 4.000 mAh dengan 33W FlashCharge
Harga Rp4.399.000 Rp3.999.000 (turun dari Rp4.399.000)

Sparks

  • Bodi tipis dengan bingkai flat yang stylish
  • Panel AMOLED dengan Widefine L1
  • Kamera depan 50MP dengan AF
  • Kamera utama 64MP
  • Funtouch OS 12 berbasis Android 11
  • Baterai 4.050 dengan 44W FlashCharge

Slacks

  • Refresh rate layar sebatas 60Hz
  • Notch bergaya waterdrop
  • Belum mendukung perekaman video 4K
  • SoC dengan teknologi proses 12 nm