Startup Wellness “Fita” Memperoleh Pendanaan 30 Miliar Rupiah dari Telkomsel INDICO

Platform preventive healthcare berbasis reward Fita memperoleh pendanaan sebesar $1,9 juta atau sekitar 30 miliar Rupiah dari Telkomsel Ekosistem Digital (INDICO). Dana segar ini akan diprioritaskan untuk pengembangan produk yang user-oriented dan fitur penunjang bagi professional coach.

Fita merupakan platform kesehatan yang berfokus pada pencegahan sakit dan gaya hidup sehat. Visinya memimpin pasar platform kesehatan terintegrasi di Indonesia. Salah satu komitmen Fita adalah menghadirkan dua produk antarmuka, yakni aplikasi Fita untuk end-user dan platform professional coach Coach at the Center of Health (CATCH) yang dirilis baru-baru ini.

Sementara, Telkomsel INDICO merupakan anak usaha Telkomsel yang didirikan sebagai holding company bagi sub-bisnis digital Telkomsel. Selain Fita, portofolio INDICO lainnya adalah Kuncie (edtech) dan Majamojo (game).

CEO Fita Reynazran (Rey) Royono mengatakan, pihaknya fokus membangun awareness dan fondasi produk yang kuat, serta menarik minat masyarakat lewat fitur bernilai tambah di tahun ini. Pihaknya juga terus melakukan kegiatan edukasi terkait kesehatan dan nutrisi dengan menggandeng certified coaches.

“Ternyata keinginan masyarakat untuk hidup sehat sangat tinggi. Hal ini terlihat dari pertumbuhan pengguna Fita yang kini telah mencapai 350.000 pengguna aktif setiap bulannya,” tutur Rey dalam keterangan resminya.

Dalam kurun waktu setahun, Fita telah diunduh sebanyak 2,5 juta kali, juga didukung lebih dari 200 coach bersertifikat, 800 konten tutorial olahraga, dan 200 resep makanan sehat. Dari sisi penjualan, pertumbuhannya mencapai lima kali dalam tiga bulan terakhir. Dengan pencapaian ini, Fita mengklaim sebagai startup kesehatan dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia.

CEO INDICO Andi Kristianto menambahkan, “pendanaan ini adalah bagian dari komitmen awal kami untuk mendukung pertumbuhan bisnisnya. Kami menilai Fita layak mendapat pendanaan karena mereka mampu memaksimalkan potensi dan resources yang dimiliki, dan telah merealisasikan rencana bisnis sesuai komitmen mereka.”

Pengembangan masif

Pihaknya mengungkap rencana pengembangan produk secara masif ke depan. Pertama, Fita akan masuk ke ranah offline melalui keanggotaan (membership) di fasilitas gym dan kelas olahraga. Program kesehatan juga akan diperluas ke kategori penyakit kritis dan kesehatan jiwa, seperti diabetes, hipertensi, women health, serta mindfulness.

Sumber: Telkomsel Fita
Sumber: Fita

Di samping itu, Fita akan memperluas cakupan pembelian produk dan perangkat kesehatan secara online, misalnya wearable, suplemen, dan vitamin. Ada pula rekomendasi paket asuransi yang tepat untuk pengguna.

Menurut Rey, pengembangan ekosistem produk dan layanan kesehatan yang lengkap akan menandai kesiapan Fita untuk membuka peluang pendanaan eksternal atau di luar lingkungan Telkomsel.

“Tahun 2023 akan menjadi gerbang bagi kami untuk scale up menuju profitability yang matang. Kami membuka potensi kerja sama secara luas bagi siapapun termasuk potential investor untuk penetrasi sektor kesehatan digital bersama Fita. Melihat potensi dan antusiasme market yang luar biasa, kami optimistis dalam lima tahun mendatang, Fita memiliki kesempatan besar untuk mencapai pemerataan di sektor healthtech dan fitness Indonesia.”

Dalam wawancara dengan DailySocial.id sebelumnya, Rey mengungkapkan tantangan mengembangkan produk wellness masih besar. Pasalnya, pasar healthtech Indonesia saat ini 70% masih didominasi layanan telemedicine yang akselerasinya meningkat pesat tahun lalu. Pasar wellness mulai memperlihatkan tren pertumbuhan mengingat banyak masyarakat Indonesia kini mulai memperhatikan kesehatan di era Covid-19.

Sekadar informasi, dalam pengembangan solusi digital, Telkomsel berfokus pada dua hipotesis besar. Pertama, hipotesis “inside-out“, Telkomsel berpotensi melepas (spin off) solusi ini untuk membesarkan valuasinya apabila sukses di pasar. Kedua, hipotesis “outside-out” berfokus dalam mencari ide atau use case yang punya keterkaitan erat dengan business unit Telkomsel.

Application Information Will Show Up Here

Fita Tingkatkan Fitur Olahraga Mandiri di Aplikasi dengan Teknologi AI

Sejak resmi meluncur pada November 2021, platform gaya hidup sehat Fita selalu berupaya memfasilitasi kebutuhan olahraga dan tren industri wellness di Indonesia. Salah satunya dengan memperkenalkan teknologi artificial intelligence (AI) untuk meningkatkan efektivitas olahraga mandiri para penggunanya.

Fita telah tergabung dalam portfolio Indonesia Digital Ecosystem (INDICO) milik PT Telkomsel Ekosistem Digital (TED).

Beberapa tahun terakhir, industri wellness semakin berkembang dengan adanya intervensi teknologi. Hal ini juga disebut memberi pengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan para atlet. Selain itu, tren gaya hidup sehat yang semakin meningkat membuat banyak orang mengadopsi kebiasaan baru seperti berolahraga menggunakan platform daring.

Merujuk laporan Allied Market Research, nilai AI di pasar olahraga dunia mencapai $1,4 miliar pada tahun 2020, dan diproyeksikan tumbuh $19,2 miliar pada 2030 dengan CAGR 30,3%. Indonesia sendiri telah memiliki Strategi Nasional Kecerdasan Buatan 2020-2045 yang merupakan tonggak sejarah penerapan AI di Indonesia. Hal ini diharapkan memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia.

CEO Fita Reynazran Royono mengatakan, “Perkembangan teknologi memungkinkan kami untuk melengkapi ragam exercise dengan teknologi AI, yang mampu mendeteksi gerakan olahraga agar lebih efektif. Kali ini, Fita menjadi aplikasi kesehatan pertama di Indonesia yang memperkenalkan teknologi tersebut sebagai pelengkap program olahraga kami.”

Di samping itu, sering kali terjadi kesalahan ketika melakukan aktivitas fisik tanpa panduan atau pendampingan profesional. Teknologi AI didesain untuk bisa menggantikan salah satu peran offline trainer dalam mendeteksi gerakan dan memperbaiki gerakan saat berolahraga. Hal ini juga menghindarkan pengguna dari bad form saat berolahraga yang dapat menimbulkan cedera.

Lebih lanjut, Reynazran menjelaskan bahwa Fita akan mengembangkan program olahraga untuk meningkatkan inklusivitas pengguna. Dalam diskusi sebelumnya bersama DailySocial.id, pria yang kerap disapa Rey ini sempat mengungkapkan bahwa perusahaan tengah mendorong awareness Fita agar melekat sebagai produk wellness di Indonesia

Dalam waktu dekat, Fita akan meluncurkan program workout Korean Dance yang telah dilengkapi teknologi AI, yang diharapkan dapat meningkatkan keinginan berolahraga bagi pengguna muda ataupun mereka yang menggemari korean culture.

Hal ini sejalan dengan visi Fita untuk menyemarakkan semangat Sehat Makin Nikmat di seluruh kalangan, serta membantu mereka untuk tidak hanya menjadi lebih sehat, tetapi juga bersenang-senang dalam prosesnya.

“Dengan adanya fitur AI ini, kami harap dapat memberikan semangat baru kepada pengguna untuk memulai aktivitas gerak dengan berbagai kegiatan sehari-hari. Lebih jauh, pengguna juga dapat berkonsultasi langsung dengan para coach melalui community chat untuk menentukan exercise plan yang sesuai dengan gaya hidup masing-masing. Semoga kami dapat selalu memenuhi kebutuhan pengguna dan membantu mereka untuk mencapai tujuan kesehatannya,” tutup Rey.

Tren platform wellness di Indonesia

Kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya hidup sehat semakin meningkat. Terlebih pada saat pandemi, olahraga merupakan salah satu kunci dalam menjaga daya tahan tubuh agar tetap fit dan sehat. Tidak sekadar berolahraga, mereka juga terdorong untuk mengeksplorasi diri demi meningkatkan health and performance balance dengan berbagai teknik olahraga yang dilakukan.

Hal ini tentunya merambah terhadap dunia usaha dan bisnis yang bergerak di bidang kesehatan, utamanya di ranah gaya hidup sehat atau wellness. Alih-alih memfasilitasi mereka yang sakit, layanan ini menyasar mereka yang sehat dan memiliki keingintahuan serta kesadaran lebih untuk meningkatkan ritme olahraga mereka.

Di Indonesia sendiri Fitco dan Doogether adalah dua pionir di sektor wellness. Ketika pandemi melanda, sektor ini menjadi salah satu yang cukup menanjak popularitasnya, ditandai dengan kehadiran pemain baru seperti VirtuFit, Fits.id, dan Mindtera yang menawarkan konsep edukasi dan wellness.

Setelah industri wellness berkembang pesat, terciptalah inovasi dan integrasi baru. Mulai dari industri kesehatan, kecantikan, hingga asuransi turut mengambil pendekatan gaya hidup sehat untuk menjangkau lebih banyak pengguna di layanan mereka. Di tahun 2021, AIA meresmikan AIA Vitality di Indonesia, dan beberapa platform insurtech seperti Aigis dan Rey Insurance juga mulai merambah sektor wellness.

Application Information Will Show Up Here

Platform Wellness Fita Kenalkan Skema Langganan Berbayar, Siapkan Fitur Baru Demi Tingkatkan Jumlah Pengguna

Platform preventive healthcare berbasis reward Fita tengah menyiapkan pengembangan sejumlah produk dan fitur baru untuk memonetisasi bisnisnya tahun ini. Salah satunya adalah memperkenalkan layanan premium berbasis langganan (subscription) kepada pengguna.

Di sesi Executive Power Breakfast pada Minggu (26/2), CEO Fita Reynazran (Rey) Royono mengatakan bahwa layanan premium ini sebetulnya sudah tersedia di aplikasi Fita, tetapi baru akan diluncurkan secara resmi pada Juli mendatang. Ia mengklaim sudah ada lebih dari 150 transaksi pembelian paket premium per harinya.

Saat ini, Fita menawarkan paket “Exercise Plan” dengan harga mulai dari Rp49 ribu-Rp55 ribu per pembelian. Menurut Rey, layanan premium menawarkan poin reward lebih besar dan dapat ditukar ke paket-paket layanan milik Telkomsel. Ada pula layanan berbayar lainnya, yakni katering dengan menggandeng Yellow Fit Kitchen.

“Selain itu, dari survei internal yang kami lakukan, Fita berada di peringkat ketiga terkait top of mind untuk aplikasi kesehatan di Indonesia. Maka itu, kami akan mengembangkan beberapa fitur dan program lain, seperti penyakit kritis dan kesehatan mental. Kami tidak hanya membidik pasar yang sudah aware terhadap preventive healthcare, justru pasar terbesarnya adalah mereka yang belum pernah melakukan aktivitas kesehatan,” jelas Rey.

Fita dinilai telah memiliki pencapaian signifikan dalam waktu singkat. Sejak resmi meluncur pada November 2021, Fita telah mengantongi lebih dari 1,8 juta unduhan dengan 500 ribu pengguna aktif tiap bulan.

Lebih lanjut, Rey berujar ingin meningkatkan pengalaman aplikasi Fita agar semakin rewarding bagi pengguna. Beberapa fitur yang tengah digarap adalah fitur berbagi foto kepada komunitas atau media sosial. Lalu, fitur berbasis AI yang berfungsi membantu akurasi gerakan olahraga dengan kamera.

Ada juga fitur yang memungkinkan pengguna menghubungkan aktivitas olahraganya ke perangkat wearable dengan tingkat akurasi maksimal. Use case lain yang tengah dipersiapkan Fita adalah pembelian produk vitamin dan suplemen dan rekomendasi paket asuransi yang tepat bagi pengguna.

Peran INDICO

Sejak Maret 2022, Fita tak lagi berada di bawah naungan Telkomsel langsung. Fita telah menjadi entitas resmi terpisah yang masuk ke dalam portofolio Indonesia Digital Ecosystem (INDICO) milik PT Telkomsel Ekosistem Digital (TED).

TED merupakan entitas baru Telkomsel yang didirikan sebagai holding company bagi sub-bisnis digital Telkomsel. Selain Fita, beberapa perusahaan digital milik Telkomsel yang tergabung dalam INDICO adalah Kuncie (edtech) dan Majamojo (game).

Rey menjelaskan, INDICO punya peran signifikan dalam mengakselerasi pertumbuhan dan impact Fita di Indonesia. Salah satunya adalah memastikan bahwa Fita mendapat dukungan dari aset yang dimiliki Telkomsel.

Aset-aset yang dimaksud adalah basis pelanggan sebesar 170 juta, lebih dari 300 ribu mitra outlet Telkomsel di 514 kota, termasuk koneksi terhadap para inovator, investor, dan stakeholder terkait.

Ia mencontohkan bagaimana Fita memanfaatkan ratusan ribu mitra outlet Telkomsel sebagai channel pemasaran offline-nya melalui produk paket Combo Fit. Saat ini Fita tengah menyiapkan paket-paket lainnya yang dapat dipasarkan ke outlet.

“Fita memang diinvestasi oleh Telkomsel melalui INDICO. Namun, ini bukan hanya soal investasi, melainkan bagaimana INDICO berperan menjadi enabler terhadap kapabilitas yang dimiliki Telkomsel. Ini menjadi keunggulan kami dibandingkan aplikasi lainnya karena akselerasi kami bisa lebih cepat,” ujarnya.

Posisi Fita yang telah memisahkan diri dari Telkomsel memampukan perusahaan mengakses opsi pendanaan eksternal. Menurut Rey, ada beberapa VC yang telah berdiskusi dengannya. Namun, saat ini pihaknya belum berminat untuk menggalang pendanaan dari investor di luar Telkomsel.

Application Information Will Show Up Here

Langkah Reynazran Royono Membangun Startup “Fita” Lepas dari Bayangan Telkomsel

Telkomsel resmi meluncurkan platform digital terbaru Fita yang bermain di segmen prevented healthcare. Sebelumnya, aplikasi Fita sudah lebih dulu hadir di Google Play Store dan Apps Store pada pertengahan tahun ini.

Salah satu yang menarik, pada acara peluncuran virtual beberapa waktu lalu, Telkomsel sekaligus memperkenalkan Reynazran Royono sebagai CEO Fita. Pria yang karib disapa Rey ini dikenal sebagai Founder & CEO Snapcart, startup yang menawarkan layanan loyalty.

Dalam wawancara khusus oleh DailySocial.id, Rey mengaku bahwa ia kini telah bekerja sepenuhnya di Fita. “Karena saya founder, tentu saja [nama saya] akan tetap ada di board Snapcart. Namun, [peran saya] hanya key decision-making, tetapi bukan operasional yang mana itu dipegang C-level,” ungkapnya.

Menurut Rey, saat itu Snapcart sempat berencana masuk ke ranah healthtech mengingat vertikal ini mengecap pertumbuhan signifikan di masa Covid-19. Terutama di segmen prevented healthcare yang disebut tumbuh dua kali lipat. Di samping itu, ia melihat supply dan demand di segmen ini belum saling terpenuhi.

Di saat bersamaan, kala itu Telkomsel juga punya rencana serupa untuk masuk ke prevented healthcare melalui Fita, dan Rey mengaku tertarik dengan rencana pengembangannya. Namun, situasi ini dinilai berpotensi menjadi distraksi bagi Snapcart yang ingin masuk ke healthtech. Maka itu, ia memutuskan meninggalkan posisinya sebagai CEO Snapcart.

Gaya startup dan ekosistem

Ada beberapa alasan menarik yang mendorong Rey untuk berlabuh ke Fita. Pertama, Telkomsel memiliki basis pengguna dan ekosistem layanan yang dapat membantunya mengembangkan Fita. Sebagai entrepreneur yang telah malang melintang di ekosistem digital  leverage tersebut sangat signifikan mengingat user base adalah salah satu metrik yang sulit di-scale di startup.

Kedua, Telkomsel disebut memberikan independensi yang besar kepada Rey dan timnya untuk mengembangkan Fita. Menurut Rey, Fita berdiri dengan menggunakan pendekatan ala startup. Secara organisasi, tim Fita yang berjumlah 40 orang itu sepenuhnya berasal dari pro hire. Telkomsel hanya menyertakan satu orang di dalamnya untuk membantu pengembangan dan sinergi Fita.

Selain itu, Telkomsel memberikan keleluasaan pada Fita untuk mengamalkan growth mentality yang lekat pada kultur startup. Hal-hal tersebut dinilai dapat membantunya untuk bereksperimen di Fita, serta leluasa menyalurkan kemampuan dan pengalamannya sebagai entreprenuer.

“Bagi saya, keberhasilan startup didorong oleh tiga hal, yaitu product market-fit, company culture, eksperimentasi dan riset tersendiri, branding, hingga user acquisition. So far, Telkomsel memiliki ketiganya dan tidak ada influence dari sisi korporasi. Agenda ini tidak mungkin di-push dari Telkomsel mengingat mereka tidak punya core di situ [healthtech],” tuturnya.

Rey mengambil contoh pada strategi branding. Menurutnya, branding yang dilakukan Telkomsel bakal menghasilkan emotional selling ketimbang jika dilakukan Fita sendiri yang menurutnya bisa lekat dengan nilai functionality. Inilah salah satu agenda besar yang ingin dicapai Fita.

Rencana jangka panjang Fita

Sejak dikembangkan tahun lalu, Fita disebut telah mencapai product market-fit. Menurut data perusahaan, Fita telah diunduh sebanyak 350 ribu kali di perangkat Android dan iOS. Kemudian, Fita juga menempati peringkat pertama kategori Fitness and Health di Google Play Store Indonesia. Menurut Rey, mengingat 94% pasar Indonesia didominasi perangkat Android, pencapaian ini menjadi signifikan, dan sekaligus membuktikan produknya diterima pasar.

Ia melihat tantangan mengembangkan produk wellness masih besar. Pasalnya, pasar healthtech Indonesia saat ini 70% masih didominasi layanan telemedicine yang akselerasinya meningkat pesat tahun lalu. Pasar wellness mulai memperlihatkan tren pertumbuhan mengingat banyak masyarakat Indonesia kini mulai memperhatikan kesehatan di era Covid-19.

Untuk itu, Rey tengah mendorong awareness Fita agar melekat sebagai produk wellness di Indonesia. Ia juga akan fokus untuk mendorong value proposition produk dan target pasar berdasarkan riset yang telah dilakukannya selama 1,5 tahun terakhir.

Pertama, Fita akan memperkuat lokalisasi konten yang dekat dengan persona orang Indonesia. Konten ini bisa berupa kegiatan olahraga, meal plan, atau community. Selain itu, ia juga akan menggarap sistem reward yang dapat diperoleh dari berbagai konten Fita. Ia berharap konsep reward ini dapat membantu membentuk kebiasaan hidup sehat orang Indonesia.

“Di sini prevented healthcare masih sangat diabaikan. Makanya, kami banyak melakukan partnership untuk menggerakkan wellness di Indonesia. Sembari mencari opportunity untuk monetisasi, kami ingin menciptakan high performance growth startup, tapi tetap sustainable,” ujar Rey.

Sumber: Telkomsel Fita
Sumber: Telkomsel Fita

Terakhir, Fita akan melakukan enhance pada fitur existing untuk meningkatkan pengalaman penggunaan. Ambil contoh, mengetahui jumlah nutrisi dan kalori pada makanan dengan teknologi AI. Contoh lainnya, pemanfaatan AI untuk mengetahui apakah gerakan olahraga yang dilakukan sudah benar.

“Kami menargetkan bisa capai satu juta pengguna dengan menambah sepuluh coach dari posisi 40 coach saat ini. Dalam jangka pendek, kami berharap bisa capture 1%-2% pangsa pasar pada 2-3 tahun ke depan. Kami ingin bereksperimen dulu, jangan sampai langsung monetisasi dengan model berbayar,” tambahnya.

Kesempatan mencari investor

Selama ini, salah satu tantangan operator seluler dalam mengembangkan produk digital adalah mencapai Return of Investment (ROI). Hal ini mengingat industri telekomunikasi merupakan salah satu sektor yang padat investasi sehingga ROI menjadi krusial.

Hal ini turut disoroti pula oleh Rey. Menurutnya, Telkomsel tidak melihat hal tersebut sebagai metrik utama pada pengembangan Fita. Sejak awal Telkomsel telah memberikan komitmen kepada Fita untuk berkembang sebagai startup. “When it comes to metrik yang terukur, kami tidak menggunakan pendapatan, tetapi user base, terutama untuk tiga tahun pertama,” tambahnya.

Lebih lanjut, Rey juga menyebut ia tidak menutup kemungkinan untuk mencari investor di luar lingkup Telkomsel maupun Telkom Group, atau bahkan lepas menjadi entitas terpisah seperti halnya LinkAja (sebelumnya T-cash).

“Ada fasenya untuk ke sana jika melihat pengalaman Telkomsel terdahulu. Saya rasa ini masuk ke plan Kuncie dan Fita. Namun perlu diketahui bahwa saat ini kami belum bisa bicara soal itu mengingat Fita masih dalam struktur Telkomsel, dan terlepas dari pendekatannya sebagai startup.”

Application Information Will Show Up Here

Sempat Digantikan Posisinya, Reynazran Royono Kembali Menjabat CEO Snapcart

Beralasan untuk fokus mengembangkan produk, Reynazran Royono yang merupakan Founder Snapcart sempat meninggalkan jabatannya sebagai CEO selama beberapa bulan. Posisi tersebut kemudian digantikan oleh Teresa Condicion, sebelumnya menjabat sebagai Chief Data Officer (CDO) di Snapcart selama lebih dari 3 tahun.

Akhir bulan September 2019 lalu Reynazran kembali mengambil alih posisi CEO. Perubahan struktur tersebut berbarengan dengan mundurnya Teresa dari Snapcart. Tidak disebutkan lebih lanjut alasan pengunduran dirinya.

Kepada DailySocial Reynazran mengungkapkan, menjadi lebih sulit baginya untuk bisa mempercepat pertumbuhan dan mengembangkan produk saat menjabat sebagai CEO. Untuk itu posisi CEO terpaksa ditinggalkan sesaat.

Ia menegaskan, restrukturisasi ketika dirinya mengawasi produk telah menghasilkan kemampuan Snapcart untuk mengotomatisasi teknologi sepenuhnya,  kecepatan pemrosesan tanda terima sekarang hanya dalam hitungan detik dibandingkan dengan jam, dengan tingkat akurasi yang jauh lebih tinggi. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memiliki efisiensi yang jauh lebih baik dalam operasinya.

“Selanjutnya fokus Snapcart adalah dalam komersialisasi layanan secara real-time, untuk mendorong produk yang tidak hanya melayani riset pasar, tetapi juga sektor-sektor lain yang menguntungkan seperti pemasaran, loyalty, dan promosi. Perusahaan akan terus menyempurnakan teknologi untuk memungkinkan ekspansi global di masa depan, sementara secara fundamental bertujuan untuk mencapai profitabilitas.”

Keputusan restrukturisasi demi pengembangan produk

Meskipun tidak memberikan rilis resmi saat posisinya digantikan, namun dalam halaman Medium pribadinya Reynazran menyampaikan sejumlah alasan mengapa keputusan yang terbilang unik untuk mundur sesaat dari jabatan CEO diambil olehnya. Salah satunya adalah fokus kepada satu hal yaitu pengembangan dan inovasi.

“Sebagai CEO, saya harus mengawasi semua fungsi sekaligus, melihat keseluruhan alih-alih fokus pada satu bagian. Sebagai wajah perusahaan saya juga perlu melakukan berbagai tanggung jawab non-operasional seperti penggalangan dana dan hubungan eksternal, yang semuanya memakan banyak waktu dan sumber daya. Saya dapat berfungsi secara efektif sebagai salah satu dari mereka, tetapi saya tidak dapat melakukan keduanya. Pada saat genting seperti ini, sangat masuk akal bagi saya untuk memimpin pemikiran produk untuk Snapcart.”

Pemilihan Teresa sebagai pengganti dirinya untuk menjabat sebagai CEO juga bukan hal yang mudah, Reynazran melihat profil dan pengalaman serta latar belakang yang dimiliki paling ideal untuk memimpin Snapcart sementara waktu.

Sebelumnya Reynazran juga sempat menyampaikan sejumlah target yang ingin dicapai sepanjang tahun 2019. Di antaranya adalah mengembangkan teknologi dengan meningkatkan kemampuan otomasi. Nantinya diharapkan kemampuan untuk data processing bisa menjadi lebih cepat. Dari yang sebelumnya membutuhkan waktu sekitar satu minggu, ke depannya diharapkan bisa dalam waktu 3 hari saja.

Prioritas selanjutnya adalah mempersiapkan teknologi untuk membantu klien terkait atribusi. Snapcart ingin memanfaatkan data yang dimiliki agar bisa digunakan untuk membantu pihak terkait, seperti sektor finansial, pemerintahan, hingga kesehatan.

Application Information Will Show Up Here

DStour #57: Mengunjungi Kantor Baru Snapcart

Setelah sempat berpindah dua kali gedung kantor, Snapcart meresmikan kantor mereka di Epicentrum Walk, Kuningan, Jakarta Selatan. Sarat desain bernuansa warna cerah dengan signature color biru, ruangan kantor Snapcart dilengkapi fasilitas kerja dan ruang santai untuk pegawai. Setiap meja kerja dilengkapi standing work desk, sofa, dan booth.

Dipandu CEO Snapcart Reynazran Royono, berikut liputan #DStour di kantor Snapcart selengkapnya.

Snapcart Urungkan Rencana Ekspansi ke Negara Maju

Sempat mengumumkan rencana ekspansi ke Jepang beberapa waktu yang lalu, platform solusi data Snapcart memutuskan kembali fokus ke pasar Indonesia dan sejumlah negara yang telah disambangi sebelumnya, seperti Filipina, Brazil, dan Singapura.

Kepada DailySocial, CEO Snapcart Reynazran Royono mengatakan, permintaan dari negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia memang ada, namun Snapcart melihat biaya yang dibutuhkan untuk mengakuisisi pengguna di negara-negara tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berkembang.

“Secara cost efficiency, kita lihat strategi saat ini adalah fokus ke negara berkembang [..]. Ekspansi yang kita lakukan sudah cukup kompleks dibandingkan startup lain yang fokus hanya ke Indonesia saja,” kata Rey.

Fitur Cashier

Tahun ini Snapcart memperkenalkan fitur Cashier di dalam aplikasi. Cashier menyasar pemilik toko atau warung agar secara cepat dan fleksibel mencatat dan merekam transaksi penjualan secara digital.

“Konsepnya serupa dengan POS, namun yang membedakan Cashier dengan POS lainnya adalah kita fokus ke groceries centric, benar-benar hanya pemilik warung,” kata Rey.

Snapcart tidak mengenakan biaya apapun untuk pemilik warung yang memanfaatkan fitur ini. Setelah mengunggah data, nantinya pemilik warung bisa mendapatkan laporan secara gratis mengenai sales performance, top selling SKU dan juga jika mereka ingin melakukan pembelian produk, mereka bisa menghasilkan list of inventory secara langsung.

“Meskipun belum gencar kegiatan pemasaran kami lakukan untuk Cashier, namun saat ini sudah mulai banyak pengguna yang memanfaatkannya. Salah satu alasan tentunya semua database dikelola oleh Snapcart, sehingga pemilik toko tidak perlu melakukan queue in SKU mereka satu per satu,” kata Rey.

Untuk saat ini Snapcart belum memiliki rencana menjalin kolaborasi dengan layanan pembayaran digital berbasis kode QR. Berdasarkan pengamatan perusahaan, traffic yang dihasilkan oleh pembayaran menggunakan kode QR di warung belum cukup besar.

Target 2019

Tentang rencana Snapcart di tahun 2019, Rey menegaskan ada dua hal yang menjadi prioritas perusahaan. Yang pertama adalah mengembangkan teknologi dengan meningkatkan kemampuan otomasi. Nantinya diharapkan kemampuan untuk data processing bisa menjadi lebih cepat. Dari yang sebelumnya membutuhkan waktu sekitar satu minggu, ke depannya diharapkan bisa dalam waktu 3 hari saja.

Prioritas selanjutnya adalah mempersiapkan teknologi untuk membantu klien terkait atribusi. Snapcart ingin memanfaatkan data yang dimiliki agar bisa digunakan untuk membantu pihak terkait, seperti sektor finansial, pemerintahan, hingga kesehatan.

Dana Seri B

Setelah mengantongi pendanaan Pra Seri A dan Seri A di tahun 2017, tahun 2019 mendatang Snapcart berencana menggalang dana untuk putaran Seri B. Masih dalam tahap penjajakan, Rey belum bersedia menyebutkan siapa saja investor yang akan terlibat dalam pendanaan kali ini.

“Rencana fundraising tentunya ada. Target kita, kalau misalnya bisa dilakukan, tahun 2019 kita lakukan untuk pendanaan tahapan Seri B,” tutup Rey.

Application Information Will Show Up Here

Snapcart “Go Global”, Pertimbangkan Buka Kantor di Jepang Akhir Tahun Ini

Snapcart mempertimbangkan sejumlah negara yang akan disinggahi tahun ini untuk meningkatkan penetrasi bisnisnya yang bergerak sebagai penyedia insight mengenai pembelanja offline secara real-time untuk brand. Malaysia, Thailand, Jepang, dan Australia menjadi negara-negara yang masuk dalam rencana ekspansi.

“Kita bangga karena kita ini startup lokal yang sudah go global. Fokus kita tahun ini adalah ekspansi. Kita akan replikasi bisnis yang sudah dikembangkan di Indonesia untuk dibawa ke negara yang kami sasar. Mungkin akhir tahun ini kita ke Jepang, lalu tahun depan ke Australia,” terang Business Development Director Snapcart Felix Sugianto, Kamis (22/3).

Pada tahap awal  Snapcart menyasar negara berkembang seperti Filipina dan Brazil. Pihaknya menilai sebagai strategi perusahaan untuk mereplikasi teknologi yang sudah dikembangkan bisa diadaptasi secara cepat. Saat memilih negara pun, perusahaan juga mempertimbangkan banyak faktor misalnya melihat struktur perdagangan yang mirip seperti Indonesia.

“Kita mau hajar dulu negara dengan struktur perdagangan ritelnya seperti Indonesia, supaya replikasinya bisa terjadi cepat. Di samping itu, kita juga tertantang untuk replikasi ke negara maju.”

Snapcart pertama kali membuka kantor secara resmi di Filipina pada Agustus 2016. Kemudian berlanjut ke Brazil (Oktober 2017) dan Singapura (Februari 2018). Di Filipina, aplikasi Snapcart sudah diunduh 200 ribu kali dan menghimpun sekitar 43 ribu MAU.

Di Brazil, Snapcart sudah diunduh 70 ribu kali dan memiliki sekitar 35 ribu MAU dan 10 ribu MAU di Singapura. Di Indonesia, sebagai negara utama bagi Snapcart, aplikasi telah diunduh 800 ribu kali sejak pertama kali diluncurkan pada September 2015 dan memiliki 50 ribu MAU.

Snapcart mulai tancap gas pasca mengantongi dana segar Seri A sebesar $10 juta (sekitar Rp130 miliar) yang dipimpin Vickers Venture Partners pada Oktober 2017. Kepada DailySocial, Founder dan CEO Snapcart Reynazran Royono mengatakan dana segara ini akan dipakai untuk meningkatkan kualitas teknologi, mempercepat pengembangan produk, dan berekspansi ke negara baru.

Rencana pengembangan teknologi

Seiring rencana ekspansi ke negara baru, Snapcart juga akan mengembangkan teknologi analitik terbaru agar semakin cepat dalam membaca struk belanja melalui teknologi OCR (Optical Character Recognition) yang dikembangkan secara in-house.

Sementara ini, OCR dari Snapcart baru bisa membaca struk barang belanjaan untuk produk sehari-hari di ritel modern. Di Indonesia saja sudah ada 6.500 gerai yang berasal dari berbagai pemain ritel modern yang sudah bermitra dengan Snapcart.

“Kami sedang develop OCR agar bisa membaca struk restoran dan belanja di toko online. Mungkin bisa direalisasikan tidak dalam kurun waktu dekat,” kata CRO Snapcart Lim Soon Lee.

Teknologi lainnya yang sedang dipersiapkan misalnya konsumen dapat mengunggah foto dalam ruangan. Nanti mesin akan membaca produk apa saja yang ada di dalamnya. Konsumen mendapat imbalan berupa cashback atau poin yang bisa dikumpulkan dan ditukar dengan berbagai hadiah.

Diklaim Snapcart telah memproses lebih dari 8 juta struk dan bermitra dengan 13 ribu gerai toko di seluruh dunia. Insight Snapcart telah digunakan 75 brand FMCG, misalnya L’Oreal, Nestle, Procter & Gamble, dan Johnson & Johnson.

Insight yang dipaparkan Snapcart diklaim dapat membantu brand dalam mengidentifikasi tingkat promosi yang optimal untuk memaksimalkan pendapatan, membantu evaluasi efektivitas pengeluaran media, bahkan menilik jauh ke dalam kebiasaan membeli.

Application Information Will Show Up Here

Pasca Perolehan Dana 130 Miliar Rupiah, Snapcart Siapkan Ekspansi Regional

Setelah mengantongi pendanaan Pra Seri A pada bulan Maret 2017 lalu, startup yang fokus kepada riset pemasaran dan analisa data Snapcart kembali mendapatkan pendanaan segar Seri A sebesar $10 juta (130 miliar Rupiah). Pendanaan kali ini kembali dipimpin venture capital yang berbasis di Singapura, Vickers Venture Partners. Investor lain yang terlibat pendanaan kali ini adalah Social Capital, Kickstart Ventures dan Endeavor Catalysts. Investor terdahulu, yaitu Wavemaker Partners dan SPH Ventures, turut berpartisipasi.

Kepada DailySocial Founder dan CEO Snapcart Reynazran Royono mengungkapkan, proses fundraising kali ini sudah direncanakan sejak lama.

“Sebelumnya kita sudah melakukan pendekatan kepada jaringan investor yang sudah kita kenal sebelumnya dan tentunya telah mengerti model bisnis yang ditawarkan oleh Snapcart. Dalam hal ini kita lebih mencari kepada investor yang bisa membantu untuk masuk ke tahap scale-up,” kata Reynazran.

Selanjutnya dengan pendanaan ini Snapcart ingin meningkatkan kualitas teknologi, mempercepat pengembangan produk, meningkatkan relasi dengan klien dan berekspansi ke pasar baru.

Rencana ekspansi Snapcart di Asia

Snapcart saat ini beroperasi di Jakarta dan telah masuk ke Filipina di bulan Agustus 2016 lalu. Disinggung tentang adanya rencana untuk memperluas wilayah layanan di negara Asia lainnya, menurut Reynazran hal tersebut sudah masuk dalam rencana Snapcart ke depannya.

“Tentunya kita akan lebih memprioritaskan kepada pasar yang memiliki kesamaan dengan Indonesia dan Filipina. Hal tersebut yang sudah menjadi keunggulan dari produk Snapcart. Namun demikian bukan berarti Snapcart tidak akan melakukan ekspansi ke pasar berkembang lainnya,” kata Reynazran.

Ditambahkan Reynazran, saat ini masih banyak ditemukan kurangnya informasi yang terjadi semua negara berkembang. Peluang tersebut yang kemudian ingin dimanfaatkan oleh Snapcart. Dengan mengedepankan model bisnis yang fokus kepada riset, Snapcart memprioritaskan kepada panel pengguna berhadapan dengan kuantitas dari pengguna.

“Saat ini kita sudah mencapai ukuran panel lima kali lebih besar, terbagi dari sekitar 50 ribu pengguna di setiap negara. Namun yang lebih penting lagi kita memastikan bahwa data yang dimiliki tidak bersifat bias dan para panel pengguna mewakili kebiasaan belanja yang normal di setiap negara,” tutup Reynazran.

Application Information Will Show Up Here

Snapcart Bukukan Pendanaan Pra-Seri A Senilai 40 Miliar Rupiah

Hari ini Snapcart mengumumkan perolehan pendanaan Pre-Seri A sebesar $3 juta atau mendekati Rp40 miliar rupiah dari beberapa investor yang dipimpin oleh Vickers Venture Partners dan para investor sebelumnya termasuk Wavemarker Partner dan SPH Media Fund Pte Ltd. Perolehan investasi tersebut akan difokuskan untuk mengembangkan Optical Character Recognition (OCR), teknologi pembelajaran mesin dan ilmu data, serta memperluas jaringan Snapcart di Indonesia.

“Selama12-18 bulan ke depan, fokus kami akan berorientasi pada pengembangan produk dan akuisisi klien. Kami yakin kami berada pada jalur yang tepat dengan pencapaian pendanaan ini,” ujar Founder & CEO Snapcart Reynazran Royono.

Sebelumnya Snapcart juga telah mendapatkan pendanaan awal sebesar $1,7 juta dari Wavemaker Partners, SPH Media Fund Pte Ltd dan Ardent Capital. Snapcart saat ini beroperasi di Jakarta dan telah masuk ke Filipina di bulan Agustus 2016 lalu. Dengan amunisi barunya, Snapcart menargetkan 50 ribu pengguna aktif di kedua pasar ini, sehingga jumlah pengguna Snapcart 5 kali lebih besar dari jumlah pengguna kompetitor.

Teknologi analitik adalah yang diunggulkan Snapcart. Melalui OCR, fitur yang disuguhkan mampu membaca struk dan platform data pembelajaran mesinnya yang mirip dengan platform yang digunakan Amazon dan Netflix. Pembacaan struk otomatis diklaim mampu memberikan dasar analisis real-time dan mendorong efisiensi dan skalabilitas model bisnis yang didukung kemampuan mendeteksi fraud pengguna untuk memastikan kualitas pengguna.

Produk analitik utama Snapcart juga mencakup: (1) CART – Customer Analytics & Retail Tracking yakni teknologi analisis real-time kebiasaan belanja pembeli, (2) TASQ – Targeted Audience-based Survey & Questionnaire yakni platform yang mempelajari kebiasaan belanja, dan (3) OPTI – Offline Purchase Tracking & Insights yakni alat untuk mengukur efektivitas iklan.

Sebelumnya Snapcart juga terpilih mewakili Indonesia dalam Google Launchpad Accelerator Batch Ketiga menjelang akhir tahun lalu.

“Dalam kurun waktu singkat, kami berhasil bekerja sama dengan perusahaan internasional seperti L’Oreal, Nestle, Unilever, Johnson & Johnson dan Procter & Gamble. Kami bangga dengan pencapaian pendanaan kami. Dukungan ini akan mempercepat pertumbuhan perusahaan untuk meraih visi kami,” tambah Reynazran.

Application Information Will Show Up Here