Tips Penggalangan Dana di Masa Sekarang dari Kacamata Eksekutif Startup

Penggalangan dana atau fundraising adalah bagian penting dalam perjalanan founder. Namun, aktivitas ini bisa menjadi sebuah tantangan yang rumit, dan sering kali membebani founder itu sendiri. Apalagi, penggalangan dana tak lagi semudah dulu.

Sebut saja proses pitching atau negosiasi persyaratan, yang mana menuntut keuletan dan pola pikir strategis dari para founder. Dari pengalaman ini, founder mengantongi pelajaran berharga yang dapat dimanfaatkan dalam mengambil keputusan bisnis selanjutnya.

DailySocial.id berbincang dengan tiga eksekutif startup yang tengah mengejar dan sudah mencapai profitabilitas tentang lika-liku penggalangan dana, dan menawarkan tips berharga yang dapat membantu calon founder selanjutnya menavigasi industri startup.

Strategi alokasi pendanaan

Sektor P2P Lending mendapat sorotan publik dan regulator sejak beberapa tahun ini. Kredit macet, memburuknya kinerja, hingga isu usang seperti pinjol ilegal, telah menjadi alarm bagi pelaku P2P untuk memperkuat fundamental bisnisnya.

Country Head Modalku Arthur Adisusanto bilang, potensi penyaluran pinjaman masih sangat besar. Sejak 2021, ia mencatat penyaluran pinjaman Grup Modalku, baik Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, terbilang cukup stabil dengan rata-rata pertumbuhan hampir 30% setiap tahunnya.

Namun, di situasi makroekonomi yang tidak menentu ini, pihaknya mengaku fokus mengejar profitabilitas untuk menunjukkan pertumbuhan yang positif. Ia juga berhati-hati mengelola pengeluaran untuk menjaga kesehatan keuangan perusahaan.

Tren Pendanaan Startup 2021-2023 / Sumber: Indonesia’s Startup Handbook 2023

“Kami melihat adanya peningkatan dry powder yang ditahan oleh banyak dana VC dikarenakan valuasi pasar semakin ketat. Di samping itu, di tengah situasi ekonomi global yang menantang saat ini, ekspektasi dari para investor pun mengalami perubahan, di mana banyak investor yang saat ini akan lebih fokus kepada profitabilitas,” ujar Arthur.

Langkah ini turut tercermin dari strategi Grup Modalku mencari pendanaan. Perusahaan menggalang dana dari sejumlah VC untuk pengembangan produk dan jangkauan bisnis. Sementara, debt funding yang diperolehnya baru-baru ini digunakan untuk meningkatkan fasilitas pinjaman untuk UMKM di Asia Tenggara.terutama UMKM yang masih underserved atau underbanked.

Untuk memastikan pinjaman bisa diterima oleh UMKM yang tepat, Modalku menerapkan prinsip responsible lending untuk melakukan penilaian terhadap penerima dana dan kemampuan finansial mereka melunasi pendanaan,

Pencapaian, bukan narasi

Sudah menjadi rahasia umum dulu mudahnya mendapatkan investasi dari VC. Tak sedikit startup yang mudah meyakinkan investor hanya berbekal ide. Setidaknya demikian diungkap oleh Co-Founder Eden Farm David Setyadi Gunawan saat bicara situasi fundraising startup satu dekade lalu.

Hal ini juga tak lepas dari fakta bahwa VC kala itu mengincar investasi di high growth company, dengan menggunakan metrik-metrik familiar, misalnya pendapatan atau GMV. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, ada perubahan mindset di mana VC membidik startup yang punya arah profitabilitas yang jelas.

“Dulu, [startup] hanya menggunakan narasi, sedangkan sekarang harus ada clear and proven way, apa saja yang telah dicapai. Kami selalu memakai metrik data dari apa yang telah kami lakukan dan capai–dan terbukti hasilnya,” cerita David.

Itupun, ungkapnya, memakan waktu delapan bulan untuk menutup kesepakatan pendanaan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelum pandemi di mana startup dapat menggalang dana jutaan dolar AS dan memperolehnya dalam 1-2 bulan.

“Dulu persaingan VC ketat, siapa saja bisa mudah dapat modal. Kini VC mulai berkurang, dan investor mulai mengobservasi sebelum berinvestasi, apalagi setelah The Fed menaikkan suku bunga hingga 5%.”

Pentingnya due diligence

Melakukan penggalangan dana saat menjadi solo founder tidak mudah bagi Ryan Gondokusumo. Ada 80 VC yang ia jumpai sebelum mengamankan pendanaan dari Asteria Corporation pada 2014. Akunya, saat itu tak banyak opsi dari VC lokal, kebanyakan dari luar negeri.

Selain itu, rata-rata VC yang ia temui kurang tertarik dengan due diligence yang prosesnya kompleks dan panjang. Investor bahkan tidak memahami pasar dalam negeri karena tidak pernah turun ke lapangan. Padahal, ucapnya, proses ini justru sangat penting.

Meski menghabiskan banyak waktu, ia mengaku pengalaman tersebut membantunya untuk menghindari langkah ‘ranjau’ yang berisiko bagi bisnisnya.

“Begitu saya memutuskan ke profitabilitas, apalagi kue pasar [Sribu] tidak sebesar consumer, di situlah VC tidak begitu tertarik. Ini menjelaskan kenapa investor kami adalah korporat karena mereka menuntut profit.”

Pentingnya due diligence dan mencari VC yang memahami pasar / Sumber: Pixabay

Soal pengembangan bisnis, Ryan berpesan agar founder memperbanyak gali informasi di pasar, mengenali apa mereka butuhkan. Hal ini untuk menghindari biaya mahal yang keluar untuk pengembangan produk tanpa tahu pasarnya. “Coba tes pasar dengan secepat dan semurah mungkin. Misanya, Sribu Rekrutmen belum ada produk, tapi kami punya talentanya. Start with servicing, kita tidak coba jual, tetapi ingin tahu appetite dari pasar.”

Bottom line, pastikan ke mana arah bisnis, terutama apabila harus bakar uang. Pasalnya, penggalangan dana tidak akan ada habisnya. Fokus memperkuat fundamental bisnis yang bagus, nantinya investor akan datang sendiri.

Setelah Diakuisisi Mynavi Corporation, Sribu Rencanakan Perluasan Lini Bisnis

Usai diakuisisi oleh Mynavi Corporation tahun lalu, Sribu ingin memperkuat posisinya di pasar talenta dan rekrutmen Indonesia, baik segmen pekerja lepas (freelance) maupun pekerja tetap (full time). Sejumlah strategi dan produk disiapkan untuk membidik skala bisnis yang lebih besar.

Sekilas terkait akuisisinya, perusahaan SDM asal Jepang Mynavi Corporation mencaplok mayoritas kepemilikan saham Sribu. Co-Founder & CEO Sribu Ryan Gondokusumo bilang proses pengambilalihan tersebut memakan waktu dua tahun. Pasca-diakuisisi, ia mengaku tidak ada perubahan manajemen. Sribu tetap memegang kendali terhadap pengembangan bisnis dan strateginya.

“Setelah diakuisisi, kami mencoba meredefinisi visi-misi Sribu, menentukan ke mana arah model bisnisnya. Hal ini kami diskusikan juga dengan Mynavi. Sribu memutuskan untuk fokus untuk meningkatkan kualitas talenta di Indonesia,” ujarnya saat berbincang dengan DailySocial.id soal profitabilitas baru baru ini.

Untuk mencapai standar emas yang dirancangnya, Sribu akan mengurasi sebanyak 30.000 freelancer di platformnya. Proses kurasi akan mengacu pada sejumlah metrik, seperti jumlah portofolio, ulasan klien, dan biografi freelancer. “Apabila [metriknya] bagus, mereka akan mencapai tahap interview. Nantinya, akan ada sertifikasi dan spesialisasi. Kami juga berencana grabbing overseas companies dalam 2-3 tahun ke depan.”

Kurasi freelancer ini juga sejalan dengan strategi Sribu untuk menyuplai pekerja lepas ke proyek yang lebih besar. Sribu juga mengembangkan fitur/produk white label untuk membidik segmen B2B atau pemilik bisnis yang butuh project/talent management, seperti PR dan advertising agency.

“Ada tool untuk invoicing atau quotation, cuma tidak pakai label Sribu. Pemilik bisnis bisa mengelola proyeknya [di platform Sribu]. White label menjadi salah satu revenue model kami.”

Kemudian, freelancer kini dapat memasang jasa sendiri atau mempromosikan dirinya dengan kata kunci pekerjaan yang lebih spesifik, tidak seperti sebelumnya yang hanya menampilkan profil untuk custom job. Fitur berupa search bar ini baru saja dirilis. Menurut Ryan, fitur tersebut dikembangkan untuk memenuhi permintaan pekerjaan yang suplainya tidak banyak atau sulit dicari di Indonesia. Contohnya, pengecekan Google Search Console.

Kepopuleran ChatGPT dan potensi munculnya teknologi baru di masa depan mau tak mau mendorong Sribu untuk meningkatkan kualitas talenta. Bisa jadi perkembangan teknologi berpotensi melenyapkan pekerjaan lama, tetapi otomatis menghadirkan jenis pekerjaan baru.

“Kebutuhan pekerja copywriting mulai berkurang, tetapi kategori baru muncul, yakni ChatGPT prompter. Kebutuhannya ada karena buat prompt itu sulit. Saya melihat pasar akan membutuhkan ekspertis, karena teknologi baru berarti ada suplai baru,” tambahnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pekerja lepas di Indonesia telah mencapai angka 34 juta orang pada 2022. Adapun, perusahaan yang membutuhkan jasa pekerja lepas ini diestimasi sebanyak 683 ribu yang bergerak di berbagai skala usaha.

Rekrutmen

Terakhir, Sribu juga akan masuk ke penyediaan talenta untuk pekerja penuh, akan bersaing pula dengan platform job marketplace di Indonesia. Saat ini, Sribu tengah menyiapkan produknya sebelum komersial ke publik.

“Saat ini sudah siap sekitar 500 talenta untuk IT dan programming. Modelnya adalah matching. Misalnya, kami provide tiga CV. Jika tertarik untuk lanjut ke proses interview, klien bisa deposit. Jika tidak cocok, deposit kembali. Mirip dengan recruitment agency. Saat ini, kami fokus di middle staff karena kami tidak ingin berkompetisi dengan head hunter,” jelasnya.

Untuk sourcing talent ini, Sribu hanya fokus di lima kategori pekerja, antara lain desainer grafis, programmer; video, audio & photographer; writer, translator, data entry; serta digital marketer.

Sekadar informasi, Indonesia memiliki sejumlah platform di bidang talenta dan rekrutmen yang hadir dengan beragam model dan pendekatan berbeda. Ada Jobseeker yang fokusnya mengincar pekerja kerah biru dengan model social recruitment.

Startup KUPU memanfaatkan AI ke dalam proses rekrutmen, baik untuk proses matching maupun interview. Sementara, KarirLab menghubungkan mahasiswa, perguruan tinggi, dan perusahaan dengan menyediakan platform pengembangan dan manajemen karir.

Ryan Gondokusumo Buka-Bukaan Perjalanan Sribu Capai Profitabilitas

“Akhirnya, saya bisa tidur nyenyak setelah memutuskan untuk mengejar profitabilitas,” Founder Sribu Ryan Gondokusumo.

Bagi Ryan, mengejar pertumbuhan dan fundraising bak pertunjukan tiada akhir. Enam tahun ia lalui sebagai solo founder bukanlah hal yang mudah. Apalagi, ia mengakui di awal industri startup berkembang di Indonesia, sempat terdoktrin bahwa startup harus terus mengejar pertumbuhan.

Berbincang dengan DailySocial.id, Ryan menceritakan bagaimana perjalanan startupnya menuju profitabilitas. Selama enam tahun, Sribu mencari ‘bensin modal’ dari penggalangan dana, yang mana bagi Ryan adalah sebuah proses kompleks dan memakan waktu.

Sribu adalah startup penyedia jasa freelance dan crowdsourcing desain. Didirikan oleh Ryan Gondokusumo pada 2011, Sribu menjadi saksi pertumbuhan digital tanah air lebih dari satu dekade. Sribu berada di fase di mana saat itu hanya ada tiga venture capital saja yang berinvestasi di startup.

Sumber: Sribu
Sumber: Sribu

East Ventures adalah investor perdana Sribu pada 2012. Pada 2014 dan 2018, Sribu memperoleh pendanaan dari Asteria (sebelumnya Infoteria Corporation) dan CrowdWorks.

“Sebelum mengamankan pendanaan dari Asteria, saya sempat bicara dengan 80 VC selama satu setengah tahun. Sangat time-wasting.”

Eksperimen hingga kejar profit

“Saya merasa sampai kapan harus kejar growth. Kalau begini terus, minimal harus punya 2-3 co-founder. Sementara, saat itu saya sendiri. Baru dipertemukan dengan co-founder di tahun ketujuh kami beroperasi, yang kini memegang posisi CTO,” tuturnya.

Ia mengaku aksi bakar duit kerap berlangsung sejak 2012-2016. Sebelum melakukan penggalangan ketiga pada 2018, Sribu sempat bereksperimen; (1) memisahkan Sribu dan Sribulancer; serta (2) mengembangkan asisten virtual Halo Diana.

“Memisahkan Sribu dan Sribulancer adalah kesalahan. Saat itu, saya pikir pasar Sribu dan Sribulancer masih kecil. Saya bicara tanpa data. Kesalahan ini kami tebus dua tahun berhenti pengembangan fitur, cuma fokus mergering platform. Ini sulit karena portofolio kami sudah banyak sekali saat itu, datanya sangat besar,” ungkap Ryan.

Saat ini, Sribu telah melayani lebih dari 30 ribu klien dari 50 sektor industri. Jumlah freelancer mencapai 30 ribu, satu pertiganya adalah pengguna aktif.

Dari kisah pemisahan Sribu dan Sribulancer, Ryan dan timnya memutuskan mengembangkan asisten virtual bernama “Halo Diana”. Namun, lagi-lagi gagal dan tidak ada cukup resource untuk mengeksekusinya. Ryan masih berpikir untuk terus mengejar pertumbuhan sampai akhirnya modal menipis.

Tahun 2017 menjadi pivotal bagi Sribu karena di tahun itu perusahaan memutuskan arah navigasinya ke profitabilitas. Ryan berujar saat itu startup kesulitan mencari investor. Alasan lainnya, Sribu juga ingin scale up bisnisnya untuk melayani proyek lebih besar di segmen B2B.

“Pada tahun 2017 onward, kami sudah mengantongi keuntungan bersih. Kemudian, kami mendapat pendanaan dari CrowdWorks pada 2018. Saat itu, spending kami fokuskan untuk marketing, bukan hiring.

Akuisisi dan redefinisi bisnis

Akuisisi Sribu oleh Mynavi Corporation menjadi tonggak perjalanan selanjutnya untuk meredefinisi bisnisnya, yakni meningkatkan standar talenta Indonesia sebagai fokus baru.

“Kami menentukan kembali ke mana arah model bisnis kami. Saat ini, fokus utama kami ada di lima kategori. Kami berdiskusi dengan Mynavi, apakah mau masuk ke segmen blue collar, kategori lain, atau masuk ke konsultasi bisnis,” tuturnya.

Sumber: Sribu

Sribu akan meningkatkan level bisnisnya dengan menentukan standar emas; mengurasi satu per-satu dari total 30.000 freelancer, serta bertahap melakukan sertifikasi dan spesialisasi. Kurasi ini juga dalam rangka meningkatkan kualitas freelancer Sribu sejalan dengan rencana ekspansinya ke luar negeri dalam 2-3 tahun ke depan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pekerja lepas di Indonesia telah mencapai angka 34 juta orang pada 2022.

Kepemilikan saham Sribu kini dikuasai mayoritas oleh Mynavi Corporation, menandakan pengambilan keputusan harus sangat diperhitungkan. Namun, ungkap Ryan, bukan berarti akuisisinya memengaruhi pengambilan keputusan maupun spending bisnis.

“Meski Mynavi adalah korporasi dan sangat hierarki, kami tidak ingin culture itu masuk karena bisa slow us down. Keputusan tetap ada di kami. Proses akuisisi memakan waktu dua tahun sehingga kami punya understanding lebih baik.”

Belajar dari kesalahan

Tujuh tahun perjalanannya menuju titik profitabilitas, Ryan menyebut tiga kesalahan yang ia pelajari saat membangun Sribu.

  1. Selalu mengandalkan data
    Pengembangan produk/layanan baru, atau pengambilan keputusan strategis tidak bisa berlandaskan perasaan. Selalu memantau perubahan atau tren baru untuk lebih memahami pasar juga wajib dilakukan. “Semua harus berbasis data. Apakah market size bankable, misalnya? Karena revenue model kami jelas, kami tahu how to make money,” ujarnya.
  2. Tak perlu ikut-ikutan
    Halo Diana adalah salah satu kegagalan yang terjadi pada pengembangan bisnis Sribu. Halo Diana tidak berlanjut karena tidak product-market fit, dan berakhir sebagai produk yang nice to have saja. “Jangan sampai ikut-ikutan membuat satu produk hanya karena perusahaan lain punya. Tekanan dari kompetitor pasti akan selalu ada. Fokus pada bisnis.”
  3. Pahami kapabilitas sendiri
    Jika ingin terus-menerus mengejar pertumbuhan, pahami sejauh mana kemampuan sumber daya yang dimiliki. Enam tahun menjadi solo founder, Ryan memutuskan untuk fokus mengejar profitabilitas demi keberlangsungan perusahaan.

Platform Pekerja Lepas “Sribu” Diakuisisi Perusahaan SDM Asal Jepang

Platform marketplace pekerja lepas Sribu mengumumkan telah diakuisisi oleh Mynavi Corporation Japan, perusahaan SDM dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, dengan nominal dirahasiakan. Akuisisi ini menandai debut Mynavi dalam memperluas portofolio bisnisnya di Indonesia.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini (30/3), Founder dan CEO Sribu Ryan Gondokusumo menyampaikan aksi korporasi ini telah tuntas sejak awal 2022, menjadikan Mynavi sebagai pemegang saham terbesar di perusahaan. Ia pun memastikan bahwa tidak ada perubahan di sisi manajemen dan operasional Sribu.

Alasan perusahaan mau diakuisisi karena melihat kesamaan dari visi dan misi Mynavi yang kuat di bidang sumber daya manusia. Sribu dapat memanfaatkan seluruh keahlian dan pengalaman Mynavi untuk membantu pengembangan bisnisnya. “Mynavi mau masuk karena manajemen kami yang kuat, semakin fokus semakin tajam kami bisa tumbuh. Ini enggak akan berubah, makanya kepercayaan dan dukungan yang diberikan Mynavi kepada kami akan membuat kami naik ke level berikutnya,” ucapnya.

Pendapat Ryan turut didukung oleh perwakilan Mynavi Kazuyoshi Miyamoto yang turut hadir dalam kesempatan tersebut. Ia mengatakan, Sribu merupakan perusahaan dengan pengalaman yang mendalam di bidang pekerja lepas di pasar Indonesia, berkat dukungan tim yang solid. Dilihat dari segi potensinya, juga besar. Kondisi ini juga turut tercermin di Jepang yang memiliki potensi pekerja lepas muda.

“Melalui pengalaman, rekam jejak dan keahlian kami di bidang sumber daya manusia, kami berharap dapat turut mengembangkan sektor HR di Indonesia melalui penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan membangun infrastruktur yang menghadirkan berbagai alternatif cara bekerja bagi tenaga kerja di Indonesia.”

Ryan menambahkan, dukungan dari Mynavi akan menjadi fondasi yang kuat sebelum Sribu memastikan diri untuk ekspansi ke tingkat regional pada tiga sampai empat tahun mendatang. “Organisasi kami akan lebih teratur, tapi di saat yang bersama tetap fokus membuat kami sebagai perusahaan yang profitable. Langkah ini akan kami lakukan step by step, dengan tetap menjadikan Indonesia sebagai target utama. Harus kuatkan local market [sebelum ke regional].”

Perjalanan Sribu

Sribu sendiri sudah berdiri sejak 2011 dengan tim manajemen, Ryan Gondokusumo (CEO), Dermawan Lobion (CTO), Wei Leen (CMO), dan Sanjay Kischand (COO). Timnya sebanyak 42 orang. Hingga kini perusahaan telah menjaring pekerja lepas terkurasi sebanyak 26 ribu orang dan melayani lebih dari 15 ribu perusahaan, tidak hanya perusahaan lokal tapi juga multinasional. Para pekerja ini memiliki keahlian yang berkaitan dengan pembuatan konten, seperti desain, penulisan, pembuatan situs, fotografi, videografi, dan social media marketing.

Dalam rekam jejak perusahaan selama satu dekade, perusahaan telah menerima pendanaan tahap awal dari East Ventures pada 2012. Pada dua tahun kemudian, menerima pendanaan dari Asteria. Pada 2018, CrowdWorks turut menyuntik Sribu. Kedua investor tersebut berasal dari Jepang.

Dari segi inovasi produk, Sribu meluncurkan Sribulancer pada 2015. Sribulancer adalah situs yang mempertemukan bisnis dengan pekerja lepas untuk mengerjakan proyek dengan scope lebih singkat, seperti freelance programmer, website desainer, desainer grafis, voice over, pembuat video, penulis artikel, dan lainnya. Berikutnya, pada 2017 merilis Sribu Solution yang menjadikan Sribu sebagai agensi untuk perusahaan besar yang ingin masuk ke ranah digital dan membutuhkan solusi jasa pemasaran digital yang terintegrasi.

Di Indonesia, potensi pasar pekerja lepas ini begitu gurih. Jumlah pekerjanya ditaksir mencapai 4,14 juta orang. Mereka mampu mengeksekusi pekerjaan yang berkaitan dengan konten digital senilai Rp29 triliun. Adapun perusahaan yang membutuhkan jasa-jasa pekerja lepas ini diestimasi sebanyak 683 ribu, yang bergerak di berbagai skala usaha.

“Kami melihat perkembangan yang sangat baik di bidang freelancing ini. Pelaku usaha sudah semakin terbuka dengan konsep freelance. Begitu juga para tenaga kerja semakin melihat freelancing sebagai pekerjaan yang berprospek cerah. Di masa pandemi bahkan kami melihat bertumbuhnya jumlah calon freelancer yang mendaftar di Sribu. Artinya, pekerjaan freelance semakin dilirik dan dapat menjadi langkah awal dalam memupuk jiwa kewirausahaan,” pungkas Ryan.

Platform Pekerjaan Lepas Berinisiatif Dorong Permintaan dari Peluang Baru

Sejumlah perusahaan di dunia mulai mengambil keputusan sulit akibat efek domino pandemi Covid-19. Industri penerbangan merupakan sektor yang paling terpukul dari situasi ini. Peningkatan jumlah kasus positif baru, mau tak mau memaksa dunia untuk menutup jalur akses dari luar dan melakukan pembatasan gerak.

Krisis kesehatan global ini tak pandang bulu. Terkini, startup unicorn AS di bidang travel management, TripActions, malah terpaksa merumahkan 350 karyawannya. Sementara, menurut Indonesia National Air Carriers Association (INACA) maskapai Indonesia sudah mulai merumahkan pilot, awak kabin, teknisi, dan karyawan pendukung lain.

Tak hanya para pekerja tetap, pandemi ini juga berimbas terhadap nasib pekerja lepas. Dengan ketidakpastian situasi, banyak pebisnis membatalkan sejumlah proyeknya. Sebagai gambaran, dengan status negara dengan jumlah kematian tertinggi di dunia, pekerja lepas atau freelancer Italia dihadapkan pada situasi buruk.

Berdasarkan riset terbaru Statista, pada periode 26-28 Februari 2020 terdapat 57,6 persen kasus penundaan komisi dan 47,3 persen pembatalan komisi proyek. Kemudian pada periode 14-16 Maret 2020, persentasenya meroket di mana sebanyak 82,9 persen mengalami penundaan komisi dan 71,5 persen mengalami pembatalan komisi proyek.

Di Indonesia saat ini memang belum ada laporan serupa. Namun, dampak yang sama juga diprediksi bakal terjadi kepada freelancer di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Mei 2019, jumlah freelancer di Indonesia berkisar 5,89 juta orang.

DailySocial menghimpun informasi dari dua platform Sribu.com dan Freelancer.com, terkait dampak pandemi terhadap para pekerja lepas di Tanah Air maupun langkah mitigasi yang akan dipersiapkan.

Kebijakan “WFH” picu penurunan permintaan proyek

CEO Sribu Ryan Gondokusumo mengakui ada penurunan demand proyek atau pekerjaan lepas di platform-nya. Penurunan ini dipicu imbauan pemerintah kepada seluruh pebisnis dan karyawannya untuk bekerja dari rumah. Menurutnya, kebijakan WFH jangan disalahartikan bahwa sejumlah pekerjaan dapat digantikan (switch) oleh pekerja lepas.

Ia menyebut Sribu mengalami penurunan demand terbesar pada empat sektor industri, yakni travel, event, export dan import, serta fashion. Ia juga memprediksi penurunan demand bakal berimbas ke sektor F&B mengingat sejumlah pusat perbelanjaan dan sentra komersial sudah mulai mengurangi kegiatan operasional, terutama di kawasan Jabodetabek.

“Anggaplah restoran, mereka pakai jasa kami untuk memberikan proyek social media marketing. Karena tidak beroperasi, freelancer tidak dapat order. Sebetulnya, demand ada, tapi barang yang mau dijual tidak ada karena sejumlah bisnis mulai tidak beroperasi,” jelasnya.

Sebaliknya, Freelancer.com justru melihat adanya tren kenaikan jumlah proyek pekerja lepas yang diposkan maupun jumlah pengguna baru di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Berdasarkan data perusahaan, Indonesia merupakan negara terbesar kelima, setelah India, Amerika Serikat, Tiongkok, dan Pakistan dalam jumlah basis pengguna dengan 1,4 juta dari total 42 juta pengguna.

Namun, menurut Communications Manager Freelancer.com Helma Kusuma, saat ini masih terlalu dini untuk mengumpulkan data representatif yang dapat menggambarkan permintaan pekerjaan di Indonesia. Hal ini mengingat kebijakan WFH baru dimulai sejak 15 Maret 2020. Data belum bisa menggambarkan kondisi sebenarnya.

“Banyak perusahaan di dunia masih beradaptasi dengan konsep WFH. Tentu ini menjadi tantangan besar karena ada kebutuhan untuk mengubah cara berpikir secara drastis mengenai bagaimana segala sesuatu dilakukan. Kami mengharapkan akan ada kenaikan signifikan permintaan jasa freelancer dalam beberapa pekan ke depan,” jelasnya dalam pernyataannya kepada DailySocial.

Di sisi lain, CEO Kreavi Anto Motulz justru menilai pekerja kreatif atau kreator di Indonesia tidak terlalu sulit untuk beradaptasi di situasi sekarang mengingat kebanyakan dari mereka merupakan freelancer atau pekerja kontrak per proyek. Dengan kata lain sudah terbiasa karena mereka digital native.

“Belum ada informasi berapa kreator yang terdampak. Namun, mungkin yang terdampak adalah pekerjaan yang prosesnya melibatkan banyak orang dan harus outdoor, seperti video shooting dan photo session,” tuturnya.

Saat ini Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) tengah mengumpulkan data terkait jumlah pekerja kreatif di Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19.

Peluang situasional terhadap permintaan jasa baru

Lebih lanjut, Helma berujar bahwa penerapan kebijakan bekerja dari rumah ini justru dapat membuka kesempatan bagi pebisnis untuk tetap menghasilkan pemasukan, terutama pebisnis yang ingin meningkatkan penggunaan jasa untuk tujuan efisiensi.

Ia menilai kebijakan tersebut menjadi cara untuk mengedukasi perusahaan yang belum terbiasa dengan cara-cara bekerja semacam ini. Untuk memudahkan adaptasi dan transisi ini, ujar Helma, pihaknya memperkuat fitur, saranan, hingga pengalaman pengguna untuk mengakomodasi tujuan bisnis di dunia.

Sementara itu, meski diakuinya ada penurunan permintaan di sejumlah vertikal, Ryan meyakini bahwa situasi ini akan memunculkan peluang pekerjaan baru. Situasi ini menjadi celah bagi platform Sribu untuk mendorong permintaan pekerjaan lepas dari vertikal lain.

Ambil contoh, permintaan jasa pembuatan Alat Pelindung Diri (APD) dan hand sanitizer. Contoh lainnya adalah copy writing yang dinilai berpotensi naik permintaannya. Ia menilai sejumlah pebisnis bakal memanfaatkan jasa tersebut untuk mengetahui update mengenai situasi COVID-19 saat ini.

“Kami pikirkan mereka ini butuh jasa apa, setelah itu baru kita approach. Kita lebih strategic thinking, di mana ada demand, di situ akan kejar. Kami lihat ada dua sektor potensial, yakni healthcare dan e-groceries. Kami coba penetrate apa jasa yang cocok,” tambahnya.

Coworking Indonesia Imbau Anggotanya Hentikan Operasional Sementara

Persoalan yang ditimbulkan corona virus disease 2019 (COVID-19) menyentuh lapisan-lapisan hidup masyarakat yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Hal ini tak hanya membuat banyak pasien memadati fasilitas kesehatan, tapi juga mengharuskan banyak orang membatasi kegiatannya di rumah saja.

Sebagai bagian ruang kerja, coworking space merupakan salah satu tempat keramaian di mana sejumlah orang dari berbagai perusahaan serta individu berbagi tempat untuk bekerja atau untuk menggelar berbagai hajatan. Sifat coworking space yang dinamis ini kini mewajibkan para penghuninya ekstra hati-hati sejak COVID-19 merebak.

DailySocial berbicara dengan sejumlah pelaku coworking space dan perusahaan yang memakai jasa mereka. Beberapa mengambil langkah yang cenderung moderat, sementara beberapa yang lain memilih opsi yang lebih drastis.

Aryo Ariotedjo, CEO & Founder Wellspaces, mengutarakan 12 lokasi mereka masih beroperasi normal sampai saat ini. Hanya saja, per kemarin, Wellspaces mengaku jumlah anggota yang masih berkantor hanya sekitar 50%. Jumlah itu berkurang seiring makin santernya persebaran COVID-19 di Indonesia.

“Ini sebenarnya upaya juga untuk mengurangi risiko penyebaran,” ujar Ario.

Langkah serupa juga diambil CoHive. Penjaja coworking space ini masih membuka ruangnya bagi para anggota yang ingin bekerja. Hanya saja sejumlah penyesuaian dilakukan guna meminimalisasi kontak yang dapat terjadi di antara para penghuni.

CEO CoHive Jason Lee mengemukakan, penyesuaian itu dimulai dari meningkatkan frekuensi dan jangkauan pembersihan di setiap ruangan, menangguhkan penggunaan peralatan makan bersama, hingga meminta setiap pengunjung untuk mengisi deklarasi kesehatan.

“CoHive terus mengoperasikan semua center kami dan memutakhirkan langkah-langkah untuk mencegah penyebaran COVID-19 dalam rangka mendukung kebutuhan member kami,” imbuh Jason lewat pernyataan tertulisnya.

COVID-19 adalah pandemi global yang sudah menjadi momok besar di banyak negara. Tiongkok, Italia, Iran, dan Spanyol adalah negara yang terdampak paling parah saat ini dengan kematian mencapai ribuan nyawa.

Imbauan untuk berhenti sementara

Dihubungi terpisah, Faye Alund selaku Presiden Coworking Indonesia, asosiasi yang menghimpun pelaku bisnis coworking space, telah mengambil langkah yang lebih drastis. Faye berpendapat penutupan operasional coworking space untuk sementara akan berarti guna menghambat laju penyebaran virus.

Selain Wellspaces dan CoHive, memang masih ada sejumlah coworking space lain yang masih membuka layanannya sampai sekarang. Mengenai hal itu, ia mengaku tak bisa memaksa.

“Dari asosiasi cuma bisa mengimbau sih,” tukas Faye yang juga merupakan CEO Kumpul ini.

Sampai saat ini, total kasus positif virus Corona di Indonesia sudah menyentuh angka 227, dengan pasien sembuh 11 orang, dan 19 orang di antaranya meninggal. Jakarta menjadi titik persebaran paling padat dibanding provinsi lain. Tercatat ada 125 pasien positif COVID-19 yang tersebar di Jakarta.

Keganasan penyebaran virus ini yang membuat Faye lebih keras mengajak para pelaku coworking space lain untuk menutup layanannya sementara waktu. Imbauan dari Coworking Indonesia itu mencakup panduan dari segi operasional, relasi komunitas, hingga pengoperasian kembali.

“Jadi kita bilang kenapa perlu menutup space dan kerja dari rumah karena ketika ada banyak orang terinfeksi COVID-19 secara bersamaan, fasilitas kesehatan kita tidak cukup untuk menampung dan akibatnya tingkat kematian pada kelompok berisiko tinggi akan meningkat,” ujar Faye.

Baik CoHive dan Wellspaces sejatinya sudah punya pertimbangan untuk menutup sementara seperti imbauan tersebut. Namun keduanya juga tak bisa mengambil keputusan sepihak, mengingat belum semua klien memilih metode bekerja dari rumah.

Keputusan untuk tutup sementara baru akan diambil jika klien mereka sudah benar-benar mengambil jarak seperti anjuran pemerintah.

“Saya kembalikan lagi ke member kami karena kita punya misi masing-masing dalam perputaran roda ekonomi Indonesia. Jadi gimana pun juga kami berusaha support mereka dengan melakukan tindakan yang membantu pencegahan juga di lokasi-lokasi kami,” ucap Ario.

Sejumlah alasan melatari perusahaan belum menuruti anjuran pemerintah untuk bekerja dari rumah. CEO Sribu Ryan Gondokusumo mengaku timnya efektif baru bekerja dari rumah per Selasa (17/3) lalu.

Ryan bercerita beberapa pekan terakhir memang situasi di coworking space tempat mereka berkantor sudah relatif sepi. Melihat penyebaran virus yang makin cepat setiap hari berganti, akhirnya Sribu memilih bekerja dari rumah.

“Jujur dua minggu lalu apakah kepikiran WFH belum ada sih, tapi semuanya terjadi dengan cepat,” kata Ryan.

Sementara TaniHub, yang berkantor di CoHive, sudah mengimplementasi kebijakan bekerja dari rumah secara penuh sejak Senin (16/3). Kebijakan untuk mencegah penularan virus corona ini berlaku hingga 29 Maret jika kondisi sudah membaik.

“Sebagai komitmen, kami mengunci kantor HQ selama periode WFH. Access card karyawan HQ untuk masuk ke kantor kami nonaktifkan selama periode tersebut,” pungkas Astri Purnamasari, VP of Corporate Services TaniHub Group.

DStour #64: Mengunjungi Kantor Sribulancer di Coworking Space Huddle Hub

Terletak di kawasan Jakarta Selatan, startup yang fokus kepada penyediaan tenaga kerja paruh waktu (freelancer) Sribulancer saat ini menempati kantor baru di coworking space Huddle Hub. Menempati hampir 70% ruangan di coworking space tersebut, Sribulancer berusaha meminimalisir penggunaan ruangan yang tidak diperlukan.

Dengan jumlah tim yang tidak terlalu banyak, Sribulancer mencoba memanfaatkan dengan optimal fasilitas di Huddle Hub. Dipandu CEO Sribulancer Ryan Gondokusumo, berikut ini liputan DStour selengkapnya.

Memahami Urgensi Penggalangan Dana

Di artikel sebelumnya, DailySocial memberikan tips melakukan penggalangan dana untuk startup pemula. Penggalangan dana adalah hal yang krusial dalam proses pengembangan bisnis startup, meskipun bukan menjadi satu-satunya cara agar bisnis terus berjalan.

Salah satu cara konvensional yang bisa digunakan adalah memanfaatkan profit perusahaan untuk menutup biaya operasional dan biaya lain yang diperlukan. Hal ini tidak mudah, mengingat biasanya fokus startup adalah mengembangkan produk dan bisnis. Namun demikian kebanyakan startup memutuskan untuk melakukan penggalangan dana dengan tujuan yang beragam.

Satu hal yang pasti, fundraising bisa membantu startup bergerak lebih cepat, apapun model bisnis atau segmen yang disasar startup tersebut.

CEO Sribulancer Ryan Gondokusumo berpendapat:

“Akan menjadi sulit bagi startup untuk tidak melakukan penggalangan dana karena adanya kebutuhan capital itu sendiri untuk mempercepat pertumbuhan startup. Untuk itu pastikan fokus awal startup terlebih dahulu sejak awal, apakah mengejar growth atau sustainability.”

Fokus ke tujuan awal

Meskipun saat ini makin sulit menarik perhatian venture capital (VC) untuk berinvestasi di startup baru, hal ini tidak menyurutkan kegiatan penggalangan dana oleh berbagai startup.

Banyak startup yang mendapatkan pendanaan dengan jumlah yang besar. Meskipun demikian, perolehan funding bukan berarti otomatis startup tersebut akan mampu bertahan lama. Padahal aspek ini menjadi kunci utama agar startup bisa terus menjalankan bisnis.

Sangat penting bahwa founder tidak membiarkan proses penggalangan dana mengalihkan perhatian perusahaan menemukan product market fit yang diperlukan untuk menciptakan bisnis yang nyata.

“Menurut saya sebenarnya pada akhirnya orang membangun startup agar bisa menghasilkan uang. Jadi pasti memang harusnya profit dan sustain untuk bisnis yang baik. Pada akhirnya ada dua pilihan: apakah startup ingin bergerak secara organik atau kemudian mulai fokus kepada pertumbuhan bisnis dengan memanfaatkan fundraising,” kata CEO Sirclo Brian Marshal.

Brian menambahkan, agar bisa terus eksis dan relevan ke pengguna, stakeholder, dan investor, proses penggalangan dana memang sebaiknya dilakukan. Meskipun tidak terlalu sering, paling tidak bisa menjadi benchmark untuk startup itu sendiri.

Selain VC, Ryan melihat penggalangan dana dengan melakukan pendekatan kepada perusahaan bisa menjadi alternatif yang ideal. Selain mendapatkan modal, startup juga bisa menjalin kerja sama strategis dengan perusahaan itu sendiri.

“Pada akhirnya startup dibangun agar bisa menjadi bisnis yang menguntungkan. Jika tidak menguntungkan tentunya akan menjadi percuma. Untuk itu fundraising perlu dilakukan, menyesuaikan dengan prioritas dan target dari startup yang ingin dicapai,” ujar Ryan.

Profit dan skalabilitas

Mulai banyak startup yang kembali fokus memperoleh pendapatan demi menjalankan bisnis, terutama yang menyasar segmen bisnis atau B2B. Sifat B2B yang tergolong lebih rasional dibandingkan B2C atau C2C (yang biasanya lebih emosional), menjadikan segmen B2B makin banyak dilirik startup, seperti misalnya Sirclo, Ralali, Akseleran, atau Telunjuk untuk menjalankan bisnis.

“Kami memilih untuk tidak melakukan fundraising saat ini dan hanya fokus memanfaatkan profit dari perusahaan. Meskipun tidak terlalu besar namun paling tidak kami tidak tergantung dengan investasi dan ekuitas yang kerap diminta oleh venture capital,” kata CEO Telunjuk Hanindia Narendrata.

Penggalangan dana terakhir yang didapatkan Telunjuk adalah pada pertengahan tahun 2015 lalu. Telunjuk memperoleh pendanaan Seri A dari Venturra (sebelumnya Lippo Digital Ventures).

Untuk meraih profit, ada beberapa langkah yang wajib dilalui. Salah satunya adalah mengelola dan menekan biaya pengeluaran perusahaan. Perusahaan juga harus bisa mendapatkan repeat order dan memperoleh klien baru secara rutin.

Hal tersebut yang juga dilakukan Sribulancer, Mereka mencoba menggunakan funding dengan cara yang paling tepat dan menekan pengeluaran yang tidak diperlukan setelah tahu siapa target pasar yang ingin dicapai.

“Untuk startup yang menyasar bisnis B2B seperti Akseleran tentunya lebih menguntungkan karena kita berhubungan dengan pasar yang sudah mature. Namun tidak bisa dipungkiri penggalangan dana tetap kita butuhkan meskipun waktunya tidak harus terlalu sering,” kata Ivan.

Saham dan kontrol pendiri

Banyak alasan mengapa startup memutuskan untuk melakukan penggalangan dana, mulai dari mengakuisisi pengguna, melancarkan kegiatan pemasaran, hingga menambah jumlah tim.

Sabagai “imbalan” terhadap penggalangan dana, investor mendapatkan saham perusahaan. Menurut Hanindia, pembagian saham yang ideal tergantung dari kebutuhan masing-masing startup itu sendiri. Jumlah dan persentase saham bisa dinegosiasikan antara VC dan pendiri startup.

“Tergantung seberapa besar ekspektasi founder terhadap calon investor. Tergantung juga bagaimana ekspektasi investor terhadap founder. Apapun yang diinginkan founder dan investor, pastikan disepakati bersama secara tertulis dalam akta perusahaan.”

Hal senada disampaikan CEO Akseleran Ivan Tambunan. Ivan menambahkan, valuasi startup juga menjadi faktor pertimbangan.

“Kalau menurut saya, biasanya angel investor sampai 15%, kemudian tahapan seed dan Seri A investor masing-masing [mendapat] sekitar 20%-25%. Semakin advance pendanaan, dilusi biasanya juga makin besar.”

Setelah jumlah saham ditentukan antara founder dan VC, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memastikan startup memiliki kontrol usai penggalangan dana dilakukan. Yang Ryan lakukan di Sribulancer adalah membuat cap table dan simulasi. Jika ada investor baru yang ingin masuk dengan memberikan sekitar X%, maka startup bisa mendapatkan sisanya–apakah kurang dari 51%.

“Jika pada akhirnya jumlah tersebut kurang dari 51% yang kemudian sisanya didapatkan oleh startup, bisa jadi startup sudah tidak lagi mendapatkan kontrol pada startup mereka,” kata Ryan.

Sementara menurut Ivan, ada dua cara yang bisa dilakukan agar startup masih bisa memiliki kontrol usai penggalangan dana dilakukan. Cara pertama adalah memastikan founders memegang tidak kurang dari 50,1% saham. Cara lainnya, dalam shareholders agreement diatur bahwa manajemen (direksi) diisi oleh orang-orang yang didominasi oleh founders sekalipun saham founders tidak sampai 50,1%.

Founders perlu berdiskusi dengan lawyer yang biasa memegang transaksi fundraising startup atau Mergers dan Acquisitions (M&A), agar tidak salah langkah dan mendapat perlindungan yang tepat,” kata Ivan.

Rencana Marketplace Pekerja Lepas “Sribulancer” di Tahun 2019

Bertujuan untuk menyeleksi tenaga pekerja lepas (freelancer) terpilih dan berkualitas, Sribulancer platform marketplace pekerja lepas profesional melakukan kurasi terhadap kandidat yang terdaftar. Dari 17 ribu pekerja lepas yang ada sebelumnya, setelah proses kurasi kini Sribulancer hanya mempertahankan sekitar 5 ribu kandidat.

Kepada DailySocial CEO Sribulancer Ryan Gondokusumo mengungkapkan, proses yang dilakukan pada bulan Februari 2019 ini bertujuan untuk menyeleksi freelancer berdasarkan portofolio dan juga kerja sama freelancer dalam melakukan tugasnya. Beberapa tolok ukurnya adalah ketepatan waktu dan ketanggapan respons freelancer saat berkomunikasi, baik dengan tim Sribulancer maupun dengan klien.

“Tujuan utama dari kurasi ini adalah untuk meningkatkan kualitas freelancer yang bergabung dengan kami, sehingga pada akhirnya juga akan meningkatkan kepercayaan klien, baik kepada Sribulancer sebagai penyedia platform, maupun kepada freelancer yang akan melakukan tugas.”

Selain melakukan kurasi tenaga freelancer, Sribulancer juga telah mendapatkan pendanaan dari perusahaan crowdsourcing terbesar di Jepang yaitu Crowdworks.jp pada tahun 2018 lalu. Disinggung apakah tahun ini Sribulancer memiliki rencana untuk melakukan fundraising, Ryan menyebutkan jika sesuai rencana akhir tahun 2019 kegiatan penggalangan dana kembali dilakukan.

Meluncurkan aplikasi

Setelah sebelumnya lebih banyak diakses oleh pengguna melalui situs dan mobile browser, tahun 2019 ini Sribulancer juga memiliki rencana untuk meluncurkan aplikasi. Saat ini masih proses persiapan dan beta version, jika sesuai dengan rencana dalam aplikasi Sribulancer akan segera diluncurkan.

Untuk meningkatkan performa platform, Sribulancer juga dilengkapi dengan beberapa fitur seperti penyaringan untuk memastikan kualitas anggotanya yang terdaftar sebagai pencari kerja. Ada juga fitur review yang memungkinkan perusahaan melihat rekam jejak para freelancer yang melamar pekerjaan di situs ini. Fitur chat room di mana seluruh proses rekrut dilakukan di dalam situs ini dan sistem pembayaran yang dikelola langsung oleh manajemen Sribulancer.

“Tidak hanya itu, bila perusahaan atau klien tidak puas dengan pekerjaan freelancer yang direkrut di situsnya, Sribulancer memberikan jaminan uang kembali (money back guarantee) karena pembayaran akan dipegang oleh Sribulancer terlebih dulu, hingga pekerjaan antara klien dan freelancer selesai. Kategori yang kami tawarkan fokus kepada hal berbau konten seperti jasa penulisan, desain, fotografi dan video,” kata Ryan.

Saat ini Sribulancer mengklaim telah telah membantu 15 ribu lebih klien berbayar. Sribulancer mencatat, kebanyakan lokasi klien berada di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan juga luar negeri seperti Thailand dan Singapura. Klien Sribulancer yang sebelumnya lebih banyak dari latar belakang UKM, sekarang mulai merambah ke perusahaan menengah dan besar dengan bidang beragam yang di antaranya adalah properti, F&B, dan juga perbankan.

“Sementara freelancer kami banyak tersebar di kota Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan lainnya. Pekerjaan yang banyak dicari adalah desain dikarenakan melalui Sribulancer, klien mendapatkan variasi desainer yang dapat dipilih dan tentunya dengan beragam desain yang berbeda,” kata Ryan.

Strategi bersaing dengan layanan serupa

Melihat potensi yang masih sangat besar di Indonesia, Sribulancer tidak memiliki rencana untuk melakukan ekspansi ke negara lain. Sribulancer masih ingin tetap fokus di pasar Indonesia karena pasarnya dinilai masih sangat besar dan juga kemungkinan untuk menambah kategori jasa yang dapat ditugaskan kepada freelancer Sribulancer berdasarkan data yang didapatkan dari permintaan pasar.

Sementara itu disinggung tentang strategi Sribulancer agar bisa bersaing dengan layanan serupa yang saat ini makin banyak hadir, Ryan menegaskan sesuai dengan visi Sribulancer yaitu “home of world class freelancers” dengan misi “to change the way people work”. Oleh karena itu Sribulancer fokus kepada penetrasi ke pasar dengan strategi yang memprioritaskan kualitas freelancer melalui kecepatan dan hasil kerjanya.

“Kami telah melakukan kurasi dengan menyeleksi ulang freelancer terdaftar kami. Kami juga tengah meningkatkan kerja sama melalui program cross promotion bersama pihak lain seperti coworking space, event bertema digital, maupun komunitas sosial,” tutup Ryan.

Tingkatkan Kredibilitas Freelancer, Sribulancer Luncurkan Program “Trusted Freelancer”

Platform Sribulancer yang mempertemukan freelancer profesional dari berbagai bidang dengan orang-orang yang membutuhkan jasa freelance, meluncurkan layanan terbaru untuk perusahaan hingga startup yang membutuhkan tenaga kerja paruh waktu. Melalui program Trusted Freelancer, kini perusahaan hingga startup yang membutuhkan tenaga freelancer bisa memilih para freelancer berkualitas yang sebelumnya telah di seleksi ketat oleh tim Sribulancer.

Dalam rilisnya, CEO Sribulancer Ryan Gondokusumo menyebutkan program ini sebelumnya telah berjalan selama 3 bulan, bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas para freelancer sekaligus memberikan kesempatan memperoleh pekerjaan lebih banyak.

“Bagi para klien yang menggunakan jasa situs kami pun, tidak perlu khawatir lagi dengan kualitas para freelancer karena mereka yang memiliki predikat Trusted Freelancer sudah terbukti memiliki kualitas yang terbaik dengan harga bersaing.”

Saat ini Sribulancer telah memiliki 120 ribu freelancer yang tersebar di seluruh Indonesia, 500 trusted freelancer yang sudah melayani 7 ribu klien dengan total 20 ribu job posting.

Perusahaan yang telah menggunakan jasa Sribulancer yaitu Google, MAP, Auto2000, Line hingga Otoritas Jasa Keuangan. Beberapa startup lokal juga telah memanfaatkan jasa freelancer yang tergabung dalam Sribulancer, seperti Traveloka dan Berrybenka.

Tiga aspek penilaian trusted freelancer

Program Trusted Freelancer ini didasarkan pada tiga aspek penilaian. Yaitu kepribadian dan profesionalisme freelancer yang dilihat dari tingkah laku, cara berkomunikasi dan komitmen untuk menyelesaikan pekerjaan, portofolio pekerjaan yang pernah dikerjakan, dan komentar dan rating yang diberikan oleh klien Sribulancer yang pernah mempekerjakan freelancer sebelumnya.

Manajemen Sribulancer akan melakukan serangkaian wawancara dengan para freelancer yang memiliki tiga aspek ini untuk ditawari predikat Trusted Freelancer. Bagi para freelancer yang ingin ikut dalam program Trusted Freelancer, mereka dapat mengirimkan profil diri dan portofolio pekerjaan ke Sribulancer.

Sejak diluncurkan pada tahun 2014, Sribulancer yang merupakan produk kedua PT Sribu Digital Kreatif setelah Sribu.com, telah menyediakan layanan jasa antara lain terdiri dari situs dan pengembangan, penulisan dan penerjemahan, desain dan multimedia hingga bisnis dan pemasaran online.