Dash Electric Raih Pendanaan Awal dari The Radical Fund, Kevin Aluwi, dan Sejumlah Investor

Dash Electric, startup penyedia layanan kendaraan listrik (EV-as-a-Service) di Indonesia, mengumumkan keberhasilan dalam mengamankan pendanaan awal dengan nominal yang tidak disebutkan. Pendanaan ini dipimpin oleh The Radical Fund dan didukung oleh Bali Investment Club (BIC), serta melibatkan partisipasi dari Schneider Electric Energy Access Asia (SEEAA), Aksara Ventures, dan Kevin Aluwi, salah satu pendiri Gojek. Investor awal mereka, Antler, turut berinvestasi kembali pada ronde ini.

Didirikan pada 2023 oleh Aditya Brahmana dan Robert Mulianto, Dash Electric bertujuan mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia dengan menyediakan infrastruktur hijau bagi bisnis. Dengan layanan komprehensif, Dash Electric menawarkan solusi armada kendaraan listrik yang dapat disesuaikan, baik untuk kebutuhan logistik berbasis langganan maupun sistem pay-per-use. Dalam rangka mendukung visi Indonesia mencapai 100% penggunaan EV pada tahun 2040, Dash Electric berkomitmen menjadi pelopor dalam transisi ini.

Menjawab tantangan dekarbonisasi sektor transportasi

Dengan lebih dari 137 juta sepeda motor di jalanan, Indonesia dihadapkan pada kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi karbon dalam sektor transportasi. Namun, hanya kurang dari 1% kendaraan di Indonesia yang bertenaga listrik, jauh tertinggal dari negara-negara lain seperti Tiongkok (20%) dan Vietnam (10%).

Co-Founder & CEO Dash Electric Aditya Brahmana menyatakan, “Misi kami adalah membuat adopsi kendaraan listrik menjadi mudah bagi bisnis dan pengemudi. Infrastruktur kami menangani aspek logistik sehingga perusahaan bisa fokus pada bisnis inti mereka.”

Lonjakan permintaan pengiriman cepat di Indonesia turut memacu kebutuhan akan infrastruktur ramah lingkungan untuk layanan antar-jemput. Dash Electric hadir sebagai solusi hijau untuk mendukung sektor logistik, e-commerce, ritel, dan makanan dalam memenuhi permintaan pengiriman yang semakin cepat.

Saat ini, Dash Electric telah membantu berbagai klien, termasuk perusahaan besar seperti Lazada, DHL, JNE, dan Janji Jiwa dalam menjalankan pengiriman berkelanjutan. Selain itu, Dash juga menawarkan solusi armada listrik yang fleksibel untuk startup seperti Jala dan Sayurbox, yang disesuaikan untuk kebutuhan bisnis mereka.

Mempermudah kepemilikan EV

Dash Electric juga memberikan kesempatan bagi pengemudi untuk memiliki EV tanpa biaya awal melalui skema rent-to-own. Program ini memudahkan pengemudi, terutama pekerja sektor gig, untuk mengakses kendaraan listrik yang efisien dan ramah lingkungan, sekaligus menghemat biaya bahan bakar.

Co-Founder & COO Dash Electric Robert Mulianto menyampaikan, “Banyak pengemudi yang sebelumnya melihat EV sebagai barang mewah, namun melalui Dash, mereka sekarang dapat mengakses transportasi berkelanjutan yang juga mengurangi biaya operasional.”

CEO The Radical Fund Alina Truhina menambahkan bahwa Dash Electric memiliki potensi besar dalam mengubah industri logistik Indonesia melalui teknologi yang inovatif dan berkelanjutan. “Kami bangga dapat mendukung para pendiri Dash yang memiliki pengalaman luas di sektor logistik dan manajemen rantai pasokan di Asia Tenggara. Pengalaman ini menempatkan Dash pada posisi yang kuat untuk tumbuh pesat menjadi perusahaan unicorn,” ujarnya.

Rencana ekspansi Dash Electric

Dengan suntikan dana baru ini, Dash Electric berencana untuk memperluas jaringan pengemudi, menambah jumlah armada EV, dan mengembangkan solusi perangkat lunak guna meningkatkan manajemen armada. Langkah ini akan semakin mempermudah integrasi dengan pelanggan melalui API yang memfasilitasi pengoperasian yang lebih efisien.

Dengan langkah-langkah inovatif ini, Dash Electric siap menjadi pemain utama dalam sektor EV di Indonesia, mendukung bisnis untuk beralih ke solusi logistik ramah lingkungan, sekaligus mendorong target nasional dalam mengurangi emisi karbon.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Startup Insurtech Rey Umumkan Pendanaan Tambahan Rp53 Miliar

Startup insurtech Rey mengumumkan tambahan pendanaan sebesar $3,5 juta atau setara Rp53 miliar. Pendanaan ini dipimpin CyberAgent Capital, Arthazen Capital, dan PT Gametraco Tunggal, serta didukung investor sebelumnya, termasuk Trans Pacific Technology Fund (TPTF), Genesia Ventures, dan Reycom Document Solusi (RDS).

Dengan dana segar ini, Rey ingin memperkuat visinya untuk mentransformasi proteksi kesehatan melalui layanan yang holistik, terjangkau, dan sepenuhnya digital. Hingga saat ini, Rey telah melayani lebih dari 50.000 pengguna dan 100 organisasi.

Selain menawarkan layanan kesehatan individu dan organisasi, Rey mencatat keberhasilan dengan rasio klaim produk asuransi yang terintegrasi hanya sekitar 50%, jauh lebih rendah dibandingkan asuransi kesehatan konvensional yang mencapai 105,7% pada semester pertama 2024. Rey juga tidak pernah menaikkan premi sejak 2022, menjadikannya solusi yang kompetitif.

Inovasi Rey

Rey juga terpilih sebagai salah satu penyelenggara Inovasi Digital Kesehatan (IDK) di Regulatory Sandbox Kementerian Kesehatan pada tahun 2024. Sebelumnya, Rey menyelesaikan Regulatory Sandbox Inovasi Keuangan Digital dari OJK, menegaskan perannya sebagai pionir dalam integrasi layanan kesehatan dan keuangan.

Rey menawarkan solusi baru untuk sistem administrasi pihak ketiga (TPA) yang selama ini cenderung administratif. Melalui teknologi dan ekosistemnya, Rey memperkenalkan active health management, yang mengedepankan keterlibatan kesehatan berkelanjutan, baik preventif maupun kuratif. Langkah ini menjadi solusi bagi tantangan industri asuransi kesehatan yang menghadapi peningkatan klaim.

Sebagai pionir di industri ini, Rey juga mengembangkan sistem berbasis generative AI dan rekam medis elektronik untuk klaim dan underwriting. Teknologi ini telah dipaparkan dalam Indonesia Underwriting Summit 2024 dan diklaim mendapat respons positif dari berbagai perusahaan asuransi di Indonesia.

Tahun 2024 menjadi tahun yang sibuk bagi Rey, dengan pendanaan baru, partisipasi dalam program IDK Kemenkes, penyelesaian Regulatory Sandbox OJK, serta prestasi internasional dengan masuk sebagai Top 4 di ajang Fintech Elevator Pitch Competition di Hong Kong.

“Kami bangga dengan pencapaian tahun ini dan akan terus berinovasi untuk menghadirkan solusi proteksi kesehatan yang berkelanjutan,” ujar Co-Founder & CEO Rey Evan Tanotogono.

Sebelumnya Rey terakhir kali mengumumkan pendanaan pada Juli 2022 lalu. Kala itu perusahaan mengumumkan pendanaan baru sebesar $4,2 juta (lebih dari 63 miliar Rupiah) dipimpin oleh Trans-Pacific Technology Fund (TPTF), Genesia Ventures, dan PT Reycom Document Solusi (RDS).

TPTF merupakan investor pra-awal Rey yang menyuntik dana sebesar $1 juta pada September 2021. Bersamaan dengan itu, perusahaan juga merilis fitur pendukung untuk kartu keanggotaan dinamai ReyCare, ReyCard, dan ReyFit.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Startup Fintech-Enabler Pallav Terima Pendanaan Awal, Bantu Lembaga Kredit Lakukan Digitalisasi

Startup fintech-enabler Pallav mengumumkan perolehan pendanaan awal dengan nominal dirahasiakan dari sejumlah investor termasuk M Venture Partners, Kadan Capital, dan Monk’s Hill Ventures. Selain itu beberapa eksekutif senior di bidang keuangan, seperti Jefferson Chen (pendiri Advance Intelligence Group) dan Arun Pai (mantan eksekutif Flow/AsiaCollect), juga berpartisipasi dalam investasi ini. Dana ini akan digunakan Pallav untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan memperluas tim guna memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat.

Pallav bertujuan untuk membangun sistem operasi kredit yang membantu lembaga keuangan tradisional di Indonesia dan sekitarnya. Co-founder & CEO Pallav Nathan Gunawan, menyatakan bahwa fokus utama mereka adalah memperkuat akses keuangan bagi masyarakat luas yang memerlukan kredit, dengan memberdayakan bank dan lembaga keuangan lainnya agar lebih efisien dan menguntungkan.

Selain Pallav, sejumlah startup lokal juga hadir sebagai fintech-enabler membantu lembaga keuangan tradisional lakukan digitalisasi. Misalnya Finfra, mereka memungkinkan bisnis untuk menambahkan fitur lending ke dalam model bisnisnya, misalnya untuk skenario invoice financing atau solusi pembiayaan purchasing. Selain itu ada juga Komunal yang fokus membantu proses digitalisasi BPR.

Transformasi digital untuk lembaga keuangan tradisional

Salah satu tantangan utama yang diidentifikasi Pallav dalam operasional lembaga keuangan tradisional adalah praktik penagihan yang masih manual dan tidak efisien. Metode ini tidak hanya mempersulit lembaga untuk melayani nasabah dengan risiko lebih tinggi, tetapi juga meningkatkan biaya operasional. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pallav memperkenalkan modul layanan pinjaman yang mendukung peminjaman berisiko tinggi dan mengoptimalkan proses penagihan melalui teknologi canggih.

Platform Pallav yang telah bersertifikasi ISO-27001 ini dilengkapi dengan template perilaku berbasis kecerdasan buatan (AI), proses penagihan digital, serta dasbor pemantauan yang memastikan kepatuhan terhadap regulasi ketat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Solusi ini membantu bank meningkatkan upaya pemulihan pinjaman mereka dengan lebih efektif.

Diluncurkan pada April 2024, Pallav kini telah bermitra dengan hampir 20 lembaga keuangan di Indonesia. Modul layanan pinjamannya membantu meningkatkan pemulihan pinjaman hingga 30% lebih tinggi dibandingkan metode konvensional yang digunakan oleh lembaga keuangan sebelumnya.

Dipimpin oleh Nathan Gunawan, Jason Rusli, Vikram Jain, dan Sajan Pruthi, tim Pallav memiliki pengalaman luas di industri keuangan dan teknologi. Mereka sebelumnya terlibat dalam proyek-proyek inovatif di perusahaan seperti Bain & Company, TravelokaPayLater, dan MoneyView di India.

Dengan pendanaan baru ini, Pallav berkomitmen untuk terus mengembangkan teknologi yang mampu mentransformasi layanan keuangan di Indonesia, khususnya dalam ruang pinjaman, demi memberikan solusi yang lebih aman dan efisien bagi masyarakat luas.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

CarbonEthics Raih Pendanaan Awal Rp32,2 Miliar Dipimpin Intudo Ventures

CarbonEthics mengumumkan keberhasilan meraih pendanaan sebesar $2,1 juta atau setara Rp32,2 miliar dalam putaran pendanaan awal (seed) yang dipimpin oleh Intudo Ventures. Beberapa angel investor strategis lainnya turut serta dalam pendanaan ini.

Didirikan pada Mei 2019, CarbonEthics awalnya fokus pada pengembangan ekosistem blue carbon, sebelum memperluas cakupannya ke ekosistem gambut dan hijau. Dengan solusi iklim berbasis alam, perusahaan ini memadukan dampak lingkungan dan komersial, mengembalikan ekosistem alami yang rusak untuk mendukung bisnis dalam perjalanan dekarbonisasi mereka serta menciptakan sumber pendapatan baru.

CarbonEthics menawarkan tiga layanan inti, yaitu:

  1. Proyek Karbon Berbasis Alam: Melindungi ekosistem untuk menyerap karbon, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menjaga keanekaragaman hayati.
  2. Penanaman Pohon: Mendukung rehabilitasi ekosistem, khususnya ekosistem blue carbon.
  3. Konsultasi Karbon: Menyediakan layanan konsultasi ESG (Environmental, Social, and Governance) untuk membantu klien mencapai target pengurangan karbon dan mematuhi regulasi terkait.

Co-Founder & CEO CarbonEthics Bimo Soewadji, menyatakan bahwa pencapaian emisi nol bersih (net-zero) tidak hanya penting untuk melindungi bumi dari risiko perubahan iklim, tetapi juga membuka peluang pertumbuhan yang menguntungkan. “Kami mengundang lebih banyak mitra untuk bergabung dalam mengembangkan inisiatif iklim yang berdampak besar dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan yang menguntungkan manusia dan planet,” ujar Bimo.

CarbonEthics juga bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perusahaan swasta, BUMN, lembaga pemerintah, dan organisasi non-pemerintah. Beberapa klien ternama mereka antara lain Allianz, Ernst & Young, dan Danone. Hingga saat ini, CarbonEthics telah menyelesaikan studi kelayakan untuk proyek karbon di lahan seluas lebih dari 4,2 juta hektare dengan potensi proyek karbon lebih dari 1 juta ton CO2e per tahun, serta menanam sekitar 288.000 biota, termasuk mangrove, lamun, rumput laut, dan terumbu karang.

Melalui pendanaan ini, CarbonEthics akan memperkuat portofolionya dengan mengamankan proyek karbon tambahan dan merekrut ahli teknis terbaik untuk melayani kebutuhan klien. Pada tahun 2030, CarbonEthics menargetkan untuk melindungi dan memulihkan 8 juta hektare lahan serta menciptakan dampak CO2e lebih dari 160 juta ton, sembari membangun ekonomi berkelanjutan bagi lebih dari 50.000 masyarakat lokal.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Djoin Raih Pendanaan Awal dari 500 Global untuk Digitalisasi Lembaga Keuangan Mikro

Djoin, startup fintech berbasis di Bali, mengumumkan pendanaan awal dari 500 Global. Investasi ini akan memungkinkan Djoin mempercepat strategi pemasaran, memperluas tim untuk mendukung permintaan yang meningkat, serta memperluas kemampuan platform pinjaman ke wilayah-wilayah baru di Indonesia.

Sebelumnya pada pertengahan 2022 lalu, Djoin juga mengumumkan perolehan pendanaan angel round dari investor yang tidak disebutkan.

Co-founder & CEO Djoin Indra Adhi Suputra menyatakan, “Mayoritas orang mengenal Bali karena pariwisatanya; runtuhnya industri ini selama pandemi COVID-19 mendorong generasi technopreneur lokal baru dan munculnya ekosistem inovasi yang dinamis. Dengan memberdayakan lembaga keuangan mikro melalui teknologi yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional mereka, kami berharap untuk membangun komunitas yang lebih kuat dan tangguh di Indonesia.”

Lebih dari 50% masyarakat Indonesia tidak memiliki akses penuh atau sama sekali ke layanan perbankan, sehingga sangat bergantung pada lembaga keuangan mikro, terutama koperasi simpan pinjam. Tidak seperti bank konvensional yang melayani pelanggan di kota besar, koperasi simpan pinjam menjangkau daerah pedesaan dan terpencil yang melayani setengah dari populasi negara ini.

Transformasi digital lembaga keuangan mikro

Djoin menyediakan platform perbankan menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan lembaga keuangan mikro seperti koperasi dan masyarakat yang kurang terlayani. Layanan mereka mencakup sistem perbankan SaaS, mesin keputusan kredit, dan produk penyaluran pinjaman. Antarmuka berbasis data Djoin dinilai dapat meningkatkan efisiensi operasional, mengoptimalkan manajemen pinjaman, mengurangi kredit bermasalah, dan mendorong stabilitas keuangan.

Inovasi ini memungkinkan lembaga keuangan mikro menawarkan pembiayaan kepada komunitas yang kurang terlayani dengan suku bunga lebih rendah, membantu menutup kesenjangan pembiayaan sebesar $140 miliar dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Sejumlah startup turut mengambil porsi di pasar ini dengan pendekatan sebagai fintech enabler maupun SaaS. Di pasar koperasi misalnya ada Kodi, Kuelap, dan Cashcoop by Finnet yang menyediakan platform digitalisasi proses bisnis. Sementara di lembaga keuangan kecil lainnya ada Komunal yang fokus mendigitalkan layanan perbankan di BPR.

Peran strategis Djoin

Pada tahun 2023, Djoin memfasilitasi penyaluran pinjaman lebih dari Rp700 miliar (~$35 juta). Tim ini berhasil mengakuisisi lebih dari 80 klien lembaga keuangan mikro di Bali, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur, serta berhasil mengurangi rata-rata kredit bermasalah mereka sebesar 52% dari tahun 2022 hingga 2023.

Managing Partner 500 Global Khailee Ng menambahkan, “Untuk mengikutsertakan seluruh Indonesia dalam ekonomi yang terus berkembang, kita perlu menggunakan teknologi. Koperasi simpan pinjam telah melayani banyak komunitas yang tidak memiliki akses perbankan, penggunaan Djoin untuk membantu mereka berkembang dapat memungkinkan lebih banyak lagi untuk negara ini.”

Djoin dipimpin oleh I Wayan Indra Adhi Suputra, Farzikha Soerono, dan I Putu Takumi Wijaya yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di industri koperasi, keuangan, dan teknologi. Misi mereka selaras dengan visi Mohammad Hatta tentang koperasi sebagai soko guru perekonomian berbasis Pancasila di Indonesia, dengan komitmen untuk memberikan pinjaman berkualitas dan meningkatkan kelas koperasi.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Pawprints Mengumumkan Tambahan Pendanaan Seed dari Asia Fund X

Startup D2C pengembang pakan hewan peliharaan berbahan dasar serangga protein tinggi Pawprints mengumumkan pendanaan seed lanjutan dari Asia Fund X (AFX) yang didukung oleh MSW Ventures dan Pavilion Capital. Putaran pendanaan ini, yang jumlahnya tidak diungkapkan, bertujuan untuk memperkuat inovasi dan memperluas tim ahli hewan dan produk nutrisi perusahaan.

Investasi ini merupakan lanjutan dari putaran pendanaan awal senilai $1,7 juta pada November 2023 yang dipimpin Creative Gorilla Capital serta didukung Altrui (family office Japfa Comfeed) dan Tujuh Bersaudara Investindo (family office Tigaraksa Satria). Dana yang diterima dinilai dapat memperkuat kemampuan inovasi dan kapasitas operasional perusahaan melalui peningkatan tim dan perekrutan ahli hewan dan nutrisi.

Pawprints Group, yang menaungi merek Pawprints dan Heka, mengedepankan keberlanjutan dengan menggabungkan protein dari Black Soldier Fly (BSF) dalam makanan hewan peliharaan mereka. Metode ini secara signifikan mengurangi dampak lingkungan, karena budidaya protein serangga menghasilkan emisi gas rumah kaca 97% lebih sedikit dibandingkan dengan sumber daging tradisional.

Dengan menggabungkan nutrisi holistik dan inovasi kontemporer, Pawprints Group menargetkan hewan peliharaan yang memiliki alergi dan sensitivitas makanan dengan protein serangga yang dianggap superfood ini.

Founder & CEO Pawprints Group Jacqueline Sulistyo menyatakan, “Misi kami adalah mendefinisikan ulang nutrisi hewan peliharaan. Dari pengalaman saya sebagai pemilik hewan peliharaan dan latar belakang saya di perhotelan, saya selalu memahami pentingnya kualitas dan detail. Saat mencari makanan yang tepat untuk kucing saya yang pemilih, Leo, saya menyadari kebutuhan untuk memberikan pilihan yang superior dan berkelanjutan untuk semua hewan peliharaan, terutama yang pemilih dan sensitif.”

Sejak peluncuran merek Pawprints pada Juni 2023, perusahaan mengklaim telah menggandakan pendapatan bulanan mereka dan menjual lebih dari 120 ton makanan hewan peliharaan, menunjukkan permintaan yang kuat dan kesesuaian pasar yang luas untuk nutrisi hewan peliharaan yang berfokus pada kesehatan dan keberlanjutan.

Pawprints telah menyelesaikan lebih dari 35.000 pesanan dan tersedia di lebih dari 700 outlet offline, dengan tingkat retensi pelanggan yang tinggi, di mana lebih dari 33% pendapatan bulanan di Jepang berasal dari pelanggan setia.

Pawprints Group bekerja sama dengan ahli nutrisi hewan bersertifikasi internasional untuk merumuskan produknya, memastikan keamanan dan kualitas superior dalam nutrisi hewan peliharaan. Makanan hewan peliharaan mereka melampaui standar nutrisi dan pedoman pelabelan yang ditetapkan oleh Association of American Feed Control Officials (AAFCO), menjamin bahwa setiap produk disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan diet spesifik hewan peliharaan sesuai dengan ras, usia, dan gaya hidup mereka.

Dengan kehadiran yang kuat di pasar yang berkembang pesat, Pawprints Group siap memanfaatkan industri perawatan hewan peliharaan Asia yang sedang berkembang, yang kini bernilai $47 miliar dan tumbuh dengan CAGR 11%. Perusahaan berencana untuk memperkenalkan lebih dari sepuluh SKU produk baru pada akhir 2024.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Startup Pengembang Teknologi Ekstraksi Nikel dan Laterit BANIQL Umumkan Pendanaan Awal

Startup pengembang teknologi ekstraksi nikel dan kobalt dari laterit, BANIQL, mengumumkan penutupan pendanaan awal senilai $1,4 juta atau setara Rp22,4 miliar dipimpin BENEEXT. Sejumlah investor turut berpartisipasi, di antaranya Seedstars International Ventures, A2D Ventures, XA Network, dan sejumlah angel investor dari Amerika Serikat, Indonesia, Singapura, dan Malaysia.

Salah satu produk keluaran BANIQL menjadi komponen penting dalam baterai kendaraan listrik dan teknologi penyimpanan energi ramah lingkungan lainnya. Perusahaan juga mengaku telah mengantongi paten di AS atas teknologi yang dikembangkan. Dengan 25% cadangan nikel dunia, Indonesia akan menjadi pasar awal dan target utama perusahaan — selanjutnya mereka juga berencana masuk ke negara lain seperti Korea Selatan, Australia, dan Filipina.

Teknologi BANIQL menawarkan pendekatan ekstraksi alternatif yang berkelanjutan dan efisien dibandingkan metode tradisional, yang sering dikaitkan dengan kerusakan lingkungan. Proses yang dikembangkan memiliki potensi untuk mengurangi konsumsi air dan energi, meminimalkan penggunaan bahan kimia, dan mengurangi jejak ekologis.

“Kami sangat senang mendapat dukungan dari investor yang percaya pada teknologi dan misi kami. Pendanaan ini akan memungkinkan kami membawa BANIQL ke tingkat berikutnya dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap transisi menuju masa depan yang lebih berkelanjutan untuk industri,” ujar Co-Founder & CEO BANIQL Willy Halim.

Potensi pasar dari transisi ke teknologi terbarukan

Seiring peralihan menuju energi bersih, permintaan mineral penting ini melonjak. Pasar bahan baku baterai diperkirakan mencapai $60 miliar pada tahun 2030. Integrasi vertikal di industri ini membuka peluang pasar tambahan sebesar $62 miliar. Dengan potensi pasar gabungan sebesar $120 miliar, BANIQL ingin menangkap pangsa pasar dengan potensi meraup pendapatan $1-3 miliar.

BANIQL telah juga telah menjalin kemitraan strategis dengan pemain kunci di industri ini, seperti salah satu perusahaan pertambangan Indonesia dan distributor ROV. Co. Ltd di Korea. Kemitraan ini akan memberikan mereka akses berharga ke sumber daya, keahlian, dan jaringan pasar saat perusahaan menuju komersialisasi.

“Kami sangat senang mendukung BANIQL dalam misi mereka untuk merevolusi ruang mineral penting. Teknologi inovatif mereka memiliki potensi untuk mengatasi permintaan nikel dan kobalt yang terus meningkat secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Kami percaya BANIQL memiliki visi yang kuat dan menarik, dan kami berharap dapat mendukung mereka dalam perjalanan mereka,” ujar Partner BEENEXT Faiz Rahman.

Jajaran tim pendiri yang kuat

Tim BANIQL menggabungkan keahlian yang beragam dari teknik kimia, ilmu material, teknologi baterai, logistik, dan manajemen fasilitas. CEO dan Co-founder Willy Halim, lulusan UC Berkeley dan Cornell asal Indonesia, mengkhususkan diri dalam penelitian baterai kendaraan listrik. COO dan Co-founder Eric Januar, juga dari Indonesia, membawa 12 tahun pengalaman dalam R&D elektronik, baterai, dan semikonduktor, dengan keberhasilan exit di startup sebelumnya.

Co-founder Seung Wan Kim memberikan kontribusi 15 tahun pengalaman industri baterai dan jaringan yang kuat dalam produsen baterai Korea Samsung, Hyundai, dan LG. Co-founder Aristotle Vergara menawarkan lebih dari 20 tahun pengalaman logistik dan fasilitas, memainkan peran penting dalam menemukan ruang yang cocok untuk bukti konsep perusahaan dan berkontribusi pada eksperimen, pembuatan prototipe, dan pengembangan infrastruktur.

Lewat dana segar yang didapat, perusahaan akan membangun fasilitas pra-percontohan, memperluas tim R&D dan teknik, serta mendukung operasi umum, termasuk pengembangan paten, kolaborasi, dan pengembangan produk.

“Tim kami telah bekerja keras untuk mengembangkan teknologi yang tidak hanya mengatasi permintaan nikel dan kobalt yang terus meningkat, tetapi juga memprioritaskan keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan,” kata Co-founder & COO BANIQL Eric Januar. “Putaran pendanaan ini adalah tonggak penting bagi kami, karena memungkinkan kami untuk mempercepat upaya kami dan memberikan dampak yang langgeng pada masa depan produksi baterai dan praktik penambangan berkelanjutan.”

Raih Pendanaan Rp16 Miliar, Gapai Siap Majukan Pekerja Migran

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja migran Indonesia, Gapai, startup yang berfokus pada penyaluran tenaga kerja ke luar negeri, berhasil mendapatkan suntikan dana tahap awal sebesar $1 juta atau sekitar Rp16 miliar. Pendanaan ini dipimpin oleh Wavemaker Partners dan diikuti oleh Antler. Keduanya merupakan investor startup tahap awal terkemuka di Asia Tenggara.

Dengan adanya dana segar ini, Gapai berambisi untuk memperluas jangkauan layanan penempatan kerja internasional, sekaligus meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses penyaluran tenaga kerja. Pendanaan ini juga akan digunakan untuk mengembangkan infrastruktur teknologi yang lebih canggih untuk mendukung operasional perusahaan.

“Kami sangat antusias dengan potensi pertumbuhan Gapai dalam merevolusi proses penyaluran kerja migran antarnegara,” ujar Founder & CEO Gapai Radityo Susilo.

Gapai telah berhasil mengembangkan jaringan yang terdiri dari 12.000 pekerja berkualitas dan berencana untuk mengirim 2.200 pekerja migran Indonesia untuk berkarier di luar negeri pada tahun ini. Selain itu, mereka juga menargetkan untuk memperluas pasar ke 15 negara di Eropa, Asia-Pasifik, dan Timur Tengah.

Pendanaan ini tidak hanya memperkuat posisi Gapai di pasar penyaluran tenaga kerja lintas negara yang kini bernilai $56 miliar, tetapi juga membantu meningkatkan standar pengalaman penempatan pekerja migran dengan lebih efisien dan transparan.

“Dengan platform kami, proses perekrutan dan penempatan menjadi lebih cepat, menghemat biaya tenaga kerja dan perekrutan bagi perusahaan,” tambah Radityo Susilo. “Kami berkomitmen untuk memberikan kesempatan yang adil bagi para tenaga kerja Indonesia untuk memaksimalkan potensi penghasilan mereka.”

Gapai terus berupaya menjadi pelopor dalam menyediakan lapangan kerja yang memuaskan bagi masyarakat Indonesia di panggung global, mendorong kesejahteraan pribadi dan pertumbuhan nasional.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Elevarm Dapat Pendanaan Awal Rp41,7 Miliar dari Insignia, 500 Global, dan Gibran Huzaifah

Elevarm, platform yang mengintegrasikan berbagai layanan dan produk hortikultura, baru-baru ini mengumumkan keberhasilan dalam mendapatkan pendanaan awal sebesar $2,6 juta atau setara Rp41,7 miliar. Pendanaan ini diharapkan dapat meningkatkan produksi bibit dan pupuk organik guna mendukung petani kecil di Indonesia.

Putaran ini sebenarnya sudah mulai bergulir sejak tahun 2022 lalu. Pendanaan yang dipimpin oleh Insignia Ventures Partners dari Singapura ini juga melibatkan partisipasi dari 500 Global dan Gibran Huzaifah, pemimpin startup eFishery.

“Kami berkomitmen untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh petani kecil dengan menyediakan akses yang lebih baik ke bibit dan pupuk berkualitas tinggi,” ujar Co-founder & CEO Elevarm Bayu Syerli Rachmat.

Selain itu, Elevarm juga akan fokus pada pengembangan NextBio, divisi penelitian dan pengembangan yang bertujuan untuk menciptakan produk pertanian organik yang inovatif. Pendanaan ini juga akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan pembangunan fasilitas pabrik baru yang dilengkapi dengan teknologi manufaktur canggih.

“Kami menyadari pentingnya solusi hortikultura yang terjangkau dan berbasis teknologi untuk mengatasi berbagai tantangan lokal di setiap tahap perjalanan bertani,” tambah Bayu.

Dengan lebih dari 13,000 mitra pertanian dan 5,000 petani aktif sebagai pelanggan, Elevarm telah mencatat pertumbuhan pendapatan yang signifikan, meningkat tujuh kali lipat dari tahun sebelumnya. Perusahaan ini berharap dapat terus memberikan dampak positif tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh kawasan dengan memperluas jangkauan produk organik dan solusi pertanian berkelanjutan.

Melalui inisiatif ini, Elevarm menunjukkan komitmennya dalam mendukung pertumbuhan berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup para petani kecil di Indonesia, sejalan dengan visi mereka untuk memajukan industri pertanian melalui inovasi dan teknologi.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Startup Pembelajaran Bahasa Inggris EduKita Raih Pendanaan Awal

Startup edutech EduKita dikabarkan telah mendapat pendanaan awal (seed). Menurut data yang diinput ke regulator, seperti dikutip dari Alternative.pe, saat ini dana yang berhasil terkumpul senilai $1,75 juta atau setara 28,3 miliar Rupiah. Adapun investor yang turut andil meliputi 500 Southeast Asia, Star Capital, W Ventures, Aldi Haryopratomo, dan beberapa lainnya.

EduKita didirikan sejak tahun 2021 oleh Peter Gumulia dan Sean Widjaja. Sebelum mendirikan startupnya, Peter adalah VP Strategy & Growth di Gopay — ia bekerja saat Aldi menjadi CEO di platform pembayaran digital GoTo tersebut. Sementara Sean sebelumnya menjabat sebagai Head of Strategy & Business Operations untuk Airbnb SEA-India.

Salah satu layanan utama EduKita adalah kursus Bahasa Inggris bersama native sepaker. Mereka memiliki program kelas maupun privat bagi pelajar (usia 5-18 tahun), dan punya program khusus untuk korporasi (B2B). Kurikulum di Edukita berbasis internasional: ACTFL dari Amerika Serikat dan CEFR dari Eropa.

Selain program tersebut, Edukita menyediakan program-program pilihan berbasis internasional lainnya seperti Public Speaking, Book Club, dan Debate.

Dalam wawancara sebelumnya bersama DailySocial.id, Peter mengatakan Edukita hadir sebagai platform pembelajaran daring yang interaktif dengan metode pengajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar anak. Platform ini mengklaim punya konsep kelas yang berbeda dari kelas pada umumnya. Kurikulumnya terbagi antara 80% praktik dan 20% teori, yang mana bertujuan untuk mengajarkan para siswa untuk berpikir kritis.

“Bukan dengan cara tradisional, seperti membaca jurnal riset, tetapi dengan kelas menyenangkan seperti ‘Detective Club’. Kami mengajak siswa mencari petunjuk, menyimpulkan, dan mempresentasikan kasus ini di kelas. Metode ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis hingga menyelesaikan masalah,” tutur Peter.

Peter berpendapat, kebanyakan pembelajaran daring saat ini cenderung membosankan. Hal ini membuat banyak siswa dan orang tua menganggap online learning tidak lebih efektif dari pembelajaran tatap muka. Padahal, salah satu fondasi penting dari online learning adalah peningkatan motivasi belajar anak.

Selain EduKita, sejumlah edtech memiliki fokus pembelajaran bahasa Inggris, di antaranya Cakap, Bahaso, hingga English Academy by Ruangguru.