Fan-Made Content: Tanda Cinta atau Pembawa Celaka?

Setiap orang punya love language masing-masing. Sebagian orang menunjukkan rasa sayangnya dengan memberikan hadiah, sebagian yang lain lebih memilih untuk menghabiskan waktu bersama. Hal yang sama juga berlaku dalam hubungan antara fans dengan hiburan yang mereka konsumsi. Sebagian fans sudah puas dengan memainkan game kesayangannya selama puluhan — atau bahkan ribuan — jam. Sementara sebagian fans yang lain ingin berinteraksi dengan hiburan yang mereka konsumsi, seperti dengan membuat fan art, fan fiction, animasi, fan game, sampai melakukan cosplay dari karakter kesayangan mereka.

Fan Labor, Kenapa Fans Melakukannya?

Terlepas dari konten yang Anda buat — fan art, fan fiction, fan game, dan lain sebagainya — membuat konten tersebut akan memakan waktu, dan terkadang, menghabiskan biaya juga. Padahal, biasanya, konten yang dibuat fans tidak bisa dikomersilkan. Menurut Lynn Zubernis, Psychologist and Professor, West Chester University of Pennsylvania, salah satu alasan mengapa fans secara aktif melibatkan diri dalam fandom dan membuat konten adalah karena mereka terinspirasi dari media yang mereka konsumsi dan mereka ingin menjadi bagian dari dunia dalam media tersebut, ungkap Zubernis pada WIRED.

Alasan lain mengapa fans tidak keberatan untuk menghabiskan waktu — dan terkadang uang — mereka untuk membuat konten dalam fandom adalah karena hal itu bisa menjadi cara untuk mengasah kemampuan mereka; meningkatkan kemampuan menggambar dengan membuat fan art atau kemampuan menulis dengan membuat fan fiction. YouTuber 3D Print Guy membenarkan hal ini.

3D Print Guy adalah fan dari film-film science-fiction, seperti The Thing dan 2001: A Space Odyssey. Dia juga menyukai Among Us. Karena itu, dia mencoba untuk membuat trilogi animasi untuk Among Us bertema horor. Dia mengatakan, ada banyak hal yang dia pelajari selama membuat trilogi tersebut, seperti memilih musik yang tepat untuk membangun mood penonton. Dan kemampuan yang dia pelajari dari membuat fan animation bisa dia terapkan ketika dia membuat animasi lain di masa depan.

Aktif membuat konten untuk fandom juga bisa menjadi cara bagi seseorang untuk mencari jati diri mereka. Studi berjudul What Art Educators Can Learn from the Fan-Based Artmaking of Adolescents and Young Adults mencoba untuk mempelajari perilaku para fan artists berumur 14-24 tahun. Dari studi itu, diketahui bahwa 70% partisipan mengaku, mereka tertarik dengan karakter tertentu dalam media karena karakter itu punya sifat yang mereka ingin miliki.

Terakhir, alasan mengapa banyak orang mau aktif di fandom adalah karena mereka bisa menjadi bagian dari komunitas. Karena, konten buatan fans biasanya hanya dibagikan di dalam komunitas mereka sendiri. “Menjadi bagian dari komunitas dari orang-orang yang punya pemikiran yang sama dengan Anda, hal ini akan menjadi validasi dari ide yang Anda coba ekspresikan melalui fan art yang Anda buat,” kata Zubernis.

Bagaimana Fan Labor Bisa Membantu Perusahaan

Pada tahun 2019, ada lebih dari 8,2 ribu game yang dirilis di Steam. Agar bisa dilirik oleh konsumen, penting bagi publisher untuk bisa memarketkan game yang mereka rilis. Media sosial jadi salah satu alat yang bisa digunakan oleh publisher. Sayangnya, terkadang, perusahaan mengalami masalah berupa kekurangan konten. Di sinilah peran fan content.

Keuntungan lain yang didapat perusahaan dari fan content adalah konten itu lebih dipercaya oleh konsumen lainnya. Menurut Nielsen Trust Index, 92% konsumen lebih mempercaya konten buatan pengguna — User-Generated Content (UGC) — daripada iklan yang dibuat oleh perusahaan.

Di industri game, bentuk konten yang fans buat tidak terbatas pada gamber, cerita, atau animasi, tapi juga modifikasi pada game itu sendiri atau bahkan fan game. Sama seperti konten buatan fans lainnya, mods bisa menguntungkan komunitas dan developer game. Di sisi komunitas, para gamers diuntungkan karena mereka bisa menggunakan mods untuk mendapatkan pengalaman bermain yang mereka inginkan.

Misalnya, Anda ingin visual yang lebih bagus ketika bermain Minecraft? Anda bisa pasang mods. Anda ingin mengendalikan cuaca di The Elder Scroll V: Skyrim? Tinggal pasang mods. Anda tidak ingin menyiram tanaman di Stardew Valley? Ada mods yang bisa membuat semua tanaman Anda secara otomatis tersiram.

Sementara itu, keuntungan yang developer dapat dengan keberadaan mods adalah hal itu membuat umur game mereka menjadi lebih panjang. Skyrim diluncurkan 10 tahun lalu, tapi sampai sekarang, ribuan orang masih memainkan game itu. Selain itu, keberadaan mods juga membantu developer untuk menjangkau lebih banyak orang. Karena, mods memungkinkan pemain untuk menyesuaikan pengalaman bermain sehingga menjadi seperti yang mereka inginkan. Mods yang populer bahkan bisa menjadi game sendiri. Dota, Counter-Strike, dan Team Fortress adalah beberapa contoh game populer yang berasal dari mods.

Walau mods bisa menguntungkan developer, biasanya mereka juga menetapkan syarat dan ketentuan bagi orang-orang yang hendak memodifikasi game mereka. Sebagai contoh, Bethesda Game Studios memang mendukung keberadaan mods untuk Skyrim. Namun, mereka hanya mengakui mods yang dibuat menggunakan software yang sudah mereka sediakan di creation kit pada situs resmi mereka.

Tak terbatas pada mods atau konten digital, perusahaan game juga terkadang membiarkan fans membuat merchandise fisik. Dua contoh perusahaan yang memberikan izin pada fans untuk membuat dan menjual merchandise berdasarkan IP mereka adalah miHoYo dengan Genshin Impact dan Supergiants Games dengan semua game mereka. Tentu saja, keduanya juga menetapkan syarat dan ketentuan bagi para fans yang ingin menjual merchandise berdasarkan IP mereka.

Misalnya, Supergiant Games melarang fans untuk memproduksi massal merchandise yang hendak mereka jual. Jika mereka ingin menjual merchandise yang diproduksi secara massal, para fans harus mendapatkan izin dari Supergiant. Selain itu, fans yang menjual merchandise juga harus menegaskan bahwa produk yang mereka jual bukanlah produk resmi alias unofficial. Fans juga tidak boleh menggunakan logo atau trademark dari  Supergiant Games, Hades, Pyre, Transistor, atau Bastion atau menggunakan aset resmi dari game-game Supergiant.

Salah satu merchandise resmi dari Supergiant. | Sumber: Supergiant

Peraturan lain yang Supergiant tetapkan adalah fans tidak boleh membuat merchandise yang mirip dengan merchandise resmi dari Supergiants. Fans juga tidak boleh menjual produk mereka melalui toko-toko online besar, seperti Amazon, Redbubble, Displate, dan Society6. Supergiant juga tidak mau dikaitkan dengan nilai yang bertentangan dengan nilai yang diusung oleh perusahaan.

Sementara itu, salah satu peraturan yang miHoYo terapkan pada fans yang ingin membuat merchandise Genshin Impact adalah mereka tidak boleh menjelekkan Genshin Impact, miHoYo, atau segala sesuatu yang berhubungan dengan game dan developer. Batas maksimal merchandise yang bisa fans jual adalah 200 unit. Namun, untuk light merchandise, fans bisa menjual hingga 500 unit. Fans juga tidak boleh menggunakan, menjual, atau memodifikasi konten asli dari Genshin Impact, termasuk screenshot, menurut laporan Grid.

Olivinearc adalah salah satu penggemar yang menjual merchandise Genshin Impact di Twitter. Kepada Kotaku, dia menjelaskan alasan mengapa para fans Genshin Impact mau membeli merchandise buatan fans lain. “Para fans Genshin Impact lebih bersedia untuk membeli merchandise fisik karena kemungkinan, mereka sudah mengeluarkan banyak uang di dalam game. Jika mereka tidak menghabiskan uang, mereka sudah menginvestasikan banyak waktu di game Genshin Impact,” ujarnya. “Hal itu berarti, para fans punya kedekatan emosional dengan para karakter Genshin Impact.”

Kontra: Alasan Perusahaan Tidak Mendukung Fan Content

Tidak semua perusahaan mendukung konten yang dibuat oleh fans, baik dalam bentuk digital maupun fisik. Disney adalah salah satu perusahaan yang dikenal sangat ketat dalam menjaga IP mereka. Menurut hemat saya, alasan Disney melarang fans menjual merchandise yang didasarkan pada IP mereka sederhana: karena keberadaan merchandise itu akan mengganggu bisnis Disney. Buktinya, Disney pernah melarang penjualan merchandise “Baby Yoda” dari The Mandalorian di platform e-commerce Etsy pada awal tahun lalu. Alasannya, karena Disney ingin meluncurkan merchandise mereka sendiri.

Disney punya beberapa sumber pemasukan. Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, divisi media and entertainment memberikan kontribusi terbesar, mencapai US$50,87 miliar. Sementara itu, divisi parks, experiences and products — divisi yang kemungkinan menaungi pemasukan dari penjualan merchandise — hanya memberikan kontribusi sebesar US$16,55 miliar.

Sumber pemasukan Disney. | Sumber: Statista

Walau penjualan merchandise bukan sumber pemasukan terbesar Disney, hal itu tidak mengubah fakta bahwa jika Disney membiarkan fans untuk memperjualbelikan merchandise berdasar IP mereka, bisnis merchandising mereka akan terganggu. Tak hanya itu, membiarkan fans menjual merchandise juga berpotensi untuk mengurangi sumber pemasukan Disney dari divisi content sales/licensing.

Sementara itu, perusahaan yang dikenal ketat dalam memberlakukan peraturan hak cipta adalah Nintendo. Pada Januari 2021, Nintendo pernah mengajukan Digital Millennium Copyright Act (DMCA) takedown pada Game Jolt, situs yang menampilkan fan game. Alhasil, ada 379 fan game yang harus dihapus dari situs tersebut, seperti yang disebutkan oleh Nintendo Life.

Sebulan sebelum Nintendo mengeluarkan permintaan takedown, mereka telah memberikan peringatan. Dalam surat peringatan itu, mereka menjelaskan bahwa di Game Jolt, ada game-game yang menggunakan IP Nintendo. Padahal, Game Jolt mendapatkan pemasukan dari pemasangan iklan banner yang tayang di situs atau dari iklan yang muncul ketika game tengah loading. Dari sini, kita bisa menyimpulkan, salah satu alasan Nintendo melarang keberadaan fan game adalah karena mereka tidak ingin ada pihak ketiga yang mendapatkan untung dari IP mereka.

Alasan lain mengapa perusahaan game tidak mendukung mods atau fan game adalah karena mereka ingin melindungi hak cipta dari IP mereka. Kepada WIRED, Alex Tutty, Digital Media IP Expert, Sheridans menjelaskan bahwa walau fan game dibuat dengan niat baik, tapi fan game tetap melanggar hak cipta. Memang, perusahaan game bisa tutup mata akan keberadaan fan game. Namun, jika perusahaan terus mengacuhkan pelanggaran akan hak cipta mereka, maka perlindungan dari hak cipta itu justru bisa memudar atau bahkan menghilang.

Nintendo tidak mendukung keberadaan fan game. | Sumber: Red Bull

“Ketika perusahaan mengacuhkan kasus pelanggaran hak cipta satu kali, di masa depan, mereka akan kesulitan untuk menuntut pihak lain yang melanggar hak cipta mereka,” kata Tutty.

Kabar baiknya, jika fans ingin membuat fan game berdasarkan IP dari  milik sebuah developer game, mereka bisa meminta izin pada perusahaan. Hal ini akan menguntungkan kedua belah pihak. Fans akan bisa membuat fan game yang mereka mau dan developer bisa mendapatkan sumber pemasukan baru. Hanya saja, developer tidak punya kewajiban untuk menjawab izin permintaan dari para fans. Terkadang, walau fans sudah meminta izin pada perusahaan, pihak perusahaan tidak memberikan jawaban sama sekali.

Kesimpulan

Bagi perusahaan media, termasuk developer game, fan-made content layaknya pisau bermata dua. Di satu sisi, keberadaan fan-made content menunjukkan kecintaan fans pada sebuah media hiburan, termasuk game yang dibuat oleh developer. Kecintaan ini membantu developer untuk memarketkan game yang mereka buat. Di sisi lain, konten buatan fans juga bisa menghilangkan sumber pemasukan perusahaan. Tak hanya itu, fan-made content juga bisa dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.

Pada akhirnya, perusahaan bebas menentukan apakah mereka akan mendukung keberadaan fan-made content. Namun, berdasarkan contoh-contoh yang saya sebutkan di atas — Supergiant Games, miHoYo, Disney, dan Nintendo — tampaknya, bisa disimpulkan bahwa perusahaan yang tidak mendukung fan-made content biasanya perusahaan yang memang memiliki IP super populer. IP mereka sudah dikenal semua orang sehingga mereka tidak lagi membutuhkan marketing dari fan-made content. Malah, keberadaan fan-made content bisa mengganggu bisnis perusahaan, seperti ketika fans membuat dan menjual merchandise fisik dari IP Disney.

Pasang Surut Dominasi Perusahaan Jepang di Industri Game

Jepang merupakan negara dengan pasar game terbesar ketiga. Menurut data dari Newzoo, nilai industri game di Jepang mencapai US$20,6 miliar. Tak hanya itu, Jepang juga menjadi rumah dari beberapa perusahaan game ternama, seperti Sony dan Nintendo. Jepang bahkan sempat mendominasi pasar game global pada tahun 1980-an dan 1990-an.

Perusahaan-perusahaan game Jepang menguasai 50% dari pangsa pasar game global sekitar 25 tahun lalu. Namun, sekarang, dominasi Jepang telah mulai luntur. Pertanyaannya: apa yang membuat kejayaan Jepang di industri game runtuh?

Era Kejayaan Jepang di Industri Game

Kesuksesan Jepang di dunia game berawal dari arcade. Game arcade pertama, Periscope, diluncurkan pada 1966. Namun, di Jepang, game arcade baru mulai populer pada 1970-an, ketika Atari meluncurkan game arcade pertama mereka, Computer Space, di 1971. Sejak saat itu, mesin arcade menjamur, ditempatkan di berbagai pusat perbelanjaan dan bar. Sebenarnya, saat itu, para gamers sudah bisa membeli konsol untuk memainkan game di rumah. Hanya saja, seperti yang disebutkan oleh Japan Times, game arcade lebih populer karena ia menawarkan grafik yang lebih bagus.

Salah satu perusahaan Jepang yang menuai sukses dari bisnis game arcade adalah Sega. Dan salah satu game arcade Sega yang dianggap sukses adalah Sega Rally Championship. Game itu bahkan dianggap sebagai game balapan revolusioner karena menawarkan fitur berupa gaya gesek yang berbeda untuk setiap permukaan yang berbeda. Tetsuya Mizuguchi adalah salah satu developer yang mengembangkan Sega Rally Championship.

Sega Rally arcade. | Sumber: Wikipedia

Mizuguchi bergabung dengan Sega pada 1990, saat dia berumur 25 tahun. Dia mengaku, alasan dia ingin bekerja untuk Sega adalah karena dia kagum dengan mesin arcade yang Sega buat. Contohnya, R360, mesin arcade yang bisa berputar 360 derajat. Kepada Channel News Asia, dia mengaku bahwa ketika dia mengirimkan lamaran pekerjaan ke Sega, dia tidak berusaha untuk mencoba melamar pekerjaan di tempat lain.

Pada tahun 1990-an, Sega berhasil mendapatkan miliaran dollar dengan membuat dan menjual mesin arcade. Hal ini membuat Sega tidak segan-segan untuk mengucurkan banyak uang bagi divisi riset dan pengembangan. Mizuguchi bercerita, pada awal dia bergabung dengan Sega, perusahaan itu punya atmosfer layaknya startup. Pasalnya, kebanyakan kreator game di sana masih berumur 20-an.

“Kami semua tidak punya pengalaman, tapi kami terus berusaha untuk membuat hal baru. Ketika itu, saya merasa, atmosfer perusahaan Sega sangat menyenangkan. Kami mencoba untuk membuat sesuatu yang baru. Kami percaya, kami bisa mencoba untuk melakukan sesuatu walau kami tidak tahu caranya. Dan jika kami gagal, kami akan bisa mencoba lagi,” cerita Mizuguchi.

Sayangnya, pada 2000-an, bisnis arcade mulai lesu. Hal ini terjadi karena berkembangnya bisnis konsol, yang menurunkan minat para gamers untuk bermain di arcade. Lesunya industri arcade bahkan membuat Sega ada di ujung tanduk. Akhirnya, pada 2004, Sega akhirnya memutuskan untuk melakukan merger dengan Sammy Corporation. Sega selamat dari kebankrutan. Namun, setelah merger, atmosfer perusahaan berubah. Perubahan tersebut mendorong Mizuguchi untuk keluar.

“Tadinya, saya bisa mencoba untuk membuat hal-hal baru dan menantang di Sega. Tapi, atmosfer baru di perusahaan membuat saya kesulitan untuk melakukan hal itu,” ungkap Mizuguchi. “Namun, saya rasa, hal ini terjadi di banyak perusahaan.”

Turunnya minat akan mesin arcade memang merupakan kabar buruk untuk Sega. Namun, meningkatnya popularitas konsol menjadi kabar baik untuk produsen konsol, seperti Sony dan Nintendo. Pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, konsol buatan Sony dan Nintendo mendominasi pasar. Sampai saat ini, daftar lima konsol dengan penjualan terbaik diisi oleh konsol-konsol buatan kedua perusahaan Jepang tersebut.

Runtuhnya Dominasi Jepang

Era 2000-an menjadi awal dari memudarnya dominasi Jepang di industri game. Menurut Matt Alt, penulis, penerjemah, dan penulis yang bermarkas di Tokyo, peluncuran Xbox oleh Microsfot merupakan salah satu alasan di balik runtuhnya dominasi Jepang di industri game. Dengan adanya Xbox, developer di Amerika Utara dan Eropa bisa membuat game untuk konsol berbasis Windows. Selain itu, mereka tidak lagi perlu khawatir akan masalah bahasa, mengingat Microsoft adalah perusahaan Amerika Serikat.

Peluncuran Xbox oleh Microsoft jadi salah satu faktor dari lunturnya dominasi Jepang di industri game. | Sumber: Digital Trends

Senada dengan Alt, Shin Imai, jurnalis IGN Jepang mengatakan, kemunculan Xbox menjadi awal dari menurunnya penjualan game buatan Jepang di pasar global. Alasannya adalah karena game-game dari developer di luar Jepang juga mulai menarik perhatian gamers. Sementara itu, John Ricciardi, localizer game Jepang, menganggap bahwa meningkatnya biaya untuk membuat game menjadi salah satu alasan mengapa game Jepang menjadi kurang populer di pasar global.

“Ongkos untuk membuat game mendadak meroket, dan proses pengembangan game menjadi kaku serta tidak fleksibel. Dan saya rasa, Jepang terjebak di sini,” ujar Ricciardi. “Di Barat, game engine mulai muncul. Para developer game melakukan semua yang bisa mereka lakukan untuk menyederhanakan proses pembuatan game. Jadi, mereka bisa fokus pada sisi kreatif pembuatan game. Namun, hal ini tidak terjadi di Jepang.”

Sementara dominasi Jepang di industri game mulai lutur, pada 2000-an, industri game Korea Selatan justru mulai tumbuh. Menariknya, budaya game Korea Selatan jauh berbeda dengan Jepang. Hal ini terjadi karena pemerintah Korea Selatan melarang impor konsol dan game dari Jepang. Memang, hubungan antara Jepang dan Korea Selatan kurang baik karena Jepang pernah menjajah Korea Selatan.

Larangan pemerintah untuk menjual game dan konsol Jepang mendorong munculnya format game baru yang unik, yaitu game berbasis teks yang disebut Multi-User Dungeon alias TextMUD. Sesuai namanya, “game” TextMUD tidak punya grafik sama sekali. Sebagai gantinya, pemain bisa berinteraksi dengan satu sama lain dalam dunia virtual dengan mengetikkan perintah sederhana. TextMUD biasanya menggabungkan elemen RPG, hack and slash, PVP, dan online chat. Dan format game ini menjadi awal dari kemunculan game online.

“Dengan kata lain, jika konsol game Jepang mendominasi pasar game Korea Selatan, genre inovatif TextMUD tidak akan pernah muncul,” kata Jong Hyun Wi, President of Korean Academic Society of Games. Di masa depan, popularitas game online juga turut berperan dalam membentuk budaya gaming di Korea Selatan. Jika gamers Jepang lebih suka bermain sendiri, gamers Korea Selatan lebih menikmati bermain bersama teman di game online. Dan hal ini akan mendorong kemunculan esports.

Peran Perusahaan Game Jepang di Tiongkok

Korea Selatan bukan satu-satunya negara yang melarang penjualan konsol  buatan Jepang. Pemerintah Tiongkok juga melakukan hal yang sama pada 2000. Ketika itu, alasan Beijing melarang penjualan konsol — baik buatan perusahaan Jepang maupun Amerika Serikat — adalah karena orang tua dan guru khawatir game akan menjadi “heroin digital”. Larangan penjulaan konsol ini juga mempengaruhi pertumbuhan industri game Tiongkok. Karena konsol dilarang, maka di Tiongkok, industri game PC dan mobile tumbuh pesat.

Tiongkok adalah pasar game terbesar di dunia. Lisa Hanson, Games Industry Consultant, Niko Partners mengatakan, Tiongkok menguasai setidaknya 25% pada pangsa pasar game global. “Banyak perusahaan game yang ingin bisa mendapatkan akses ke gamers Tiongkok,” katanya. “Dan halangan pertama yang harus mereka hadapi adalah regulasi. Ada banyak regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk para pelaku industri game. Perusahaan yang ingin bisa masuk ke Tiongkok harus memenuhi regulasi tersebut.”

PS5 terjual habis di Tiongkok. | Sumber: SCMP

Lebih lanjut, Hanson menjelaskan, untuk bisa meluncurkan game di Tiongkok, sebuah perusahaan tidak hanya harus mematuhi semua peraturan yang dibuat oleh Beijing, mereka juga harus bekerja sama dengan perusahaan lokal. “Karena, hanya perusahaan lokal di Tiongkok yang bisa mengakses infrastruktur telekomunikasi,” ujarnya.

Kabar baik untuk perusahaan pembuat konsol, pemerintah Tiongkok menghapus larangan impor konsol pada 2015. Setelah larangan untuk menjual konsol dihapus, Nintendo menggandeng Tencent untuk meluncurkan Switch di Tiongkok. Tak mau kalah, Sony juga meluncurkan PlayStation 5 di Tiongkok pada Mei 2021. Dan PS5 laku keras di Tiongkok, membuktikan bahwa gamers Tiongkok punya minat akan konsol.

“PS5 terjual habis dalam waktu singkat. Konsol itu juga mendapat banyak pujian,” kata Hanson. “Gamers Tiongkok punya minat tinggi akan PS5 dan Switch dan Xbox. Memang, tidak semua gamers Tiongkok ingin bermain di konsol. Tapi, orang-orang yang berminat dengan konsol, mereka sangat senang dengan keberadaan konsol.” Dia menambahkan, di masa depan, dengan keberadaan cloud gaming — yang memungkinkan game-game konsol untuk dimainkan di perangkat lain via cloud — hal ini akan membuka kesempatan baru bagi perusahaan konsol.

Meskipun begitu, tidak bisa dipungkiri, kontribusi segmen konsol di pasar game Tiongkok memang sangat kecil. Menurut Alt, kontribusi konsol pada keseluruhan pasar game Tiongkok hanyalah 2-3$. Dia menjelaskan, “Pangsa pasar konsol di Tiongkok sangat kecil karena game PC dan mobile mendominasi. Jadi, apa yang Nintendo, Sony, dan Microsoft coba lakukan adalah membangun audiens konsol yang setia.”

Industri Game Jepang di Masa Depan

Selera gamers Jepang berbeda dengan gamers dari Amerika Utara atau kawasanlain. Imai mengatakan, gamers dari Amerika Utara biasanya menyukai game dengan grafik yang realistis karena budaya menonton film di bioskop cukup kental di sana. Sebaliknya, gamers Jepang lebih terbiasa mengonsumsi media hiburan selain film, seperti manga dan anime. Perbedaan selera ini berpotensi membuat perusahaan game Jepang bingung: apakah mereka harus fokus pada pasar domestik atau global. Pasalnya, industri game Jepang juga cukup besar sehingga sebuah perusahaan bisa tetap sukses meskipun mereka hanya fokus pada pasar domestik.

Menurut Alt, di masa depan, akan semakin banyak game yang menggunakan karakter atau elemen khas Jepang lainnya, tapi dibuat oleh developer dari luar Jepang. Dia menjadikan Pokemon Go sebagai contoh. Walau menggunakan franchise Pokemon, game AR itu dibuat oleh Niantic, yang merupakan perusahaan Amerika Serikat. Alt bahkan menduga, karakter atau trope khas Jepang bisa menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mencoba teknologi baru.

Pokemon Go dibuat oleh Niantic, yang berasal dari AS.

Sementara itu, ketika ditanya tentang memudarnya dominasi Jepang di industri game, Mizuguchi menjawab bahwa dia tidak merasa pangsa pasar Jepang di bisnis game menurun. Hanya saja, industri game sudah berkembang menjadi jauh lebih besar. Alhasil, pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Jepang terlihat menyusut. Selain itu, dia juga merasa, kreativitas developer game Jepang juga masih hidup.

“Kami tidak punya keinginan untuk menguasai pasar game,” ujar Mizuguchi. “Kami lebih mementingkan kreativitas, teknologi, keahlian, dan seterusnya. Saya rasa, developer Jepang akan tetap membuat game sesuai dengan prinsip mereka. Dan jika game tersebut memang sukses, maka jumlah orang yang memainkan game yang kami kuasai akan naik dengan sendirinya.”

Sumber header: Tech Radar

SEGA Mengaku Pengumuman Game Terbaru Sonic Terlalu Dini

Kehadiran teaser dari game terbaru Sonic Team memang menjadi kejutan besar bagi para fans pada live stream Sonic the Hedgehog bulan Mei lalu. Apalagi para fans memang telah menunggu cukup lama sebelum SEGA akhirnya mengumumkan game terbaru untuk landak biru ini.

Namun ternyata pengembang Sonic Team menyimpan kekhawatiran karena mereka merasa mengumumkan teaser game terbaru mereka tersebut terlalu dini. Dalam wawancaranya dengan media Jepang 4Gamer, pimpinan dari Sonic Team, Takashi Iizuka mengungkapkan kekhawatirannya tersebut.

“Kami belum mengumumkan game baru untuk seri Sonic sejak Sonic Forces. Dan hal tersebut membuat banyak fans khawatir. Meskipun agak terlalu dini, saya setidaknya ingin mengambil kesempatan dalam peringatan 30 tahun Sonic untuk mengumumkan bahwa judul baru kini sedang dalam pengembangan.” Ungkap Iizuka.

Memang tidak banyak yang ditunjukkan oleh teaser yang hanya berdurasi 32 detik tersebut. Apalagi teaser tersebut lebih mengarah ke adegan sinematik ketimbang gameplay sesungguhnya. Teaser tersebut hanya menampilkan sosok Sonic yang tengah berlari di Hutan dengan jalur yang membentuk sebuah logo di akhir teaser-nya.

Logo misterius ini juga coba ditanyakan kepada Iizuki yang dijawab bahwa logo tersebut adalah satu simbol yang akan muncul dalam game-nya nanti. Namun mengenai makna dari simbol tersebut masih dirahasiakan.

Iizuka juga sebelumnya telah menyatakan bahwa tim pengembang dari game baru Sonic ini tidak akan terburu-buru untuk memastikan bahwa game-nya telah benar-benar sempurna dan memiliki perubahan baru terhadap seri-seri Sonic sebelumnya.

Logo misterius yang muncul di akhir teaser. Image credit: Sonic Team

Jadi, para fans kelihatannya harus ekstra bersabar untuk kepastian judul game Sonic terbaru ini terlepas dari rumor yang beredar. Game terbaru ini akan memiliki judul “Sonic Ranger” yang akan membawa konsep eksplorasi dunia open-world, lengkap dengan tower, sistem XP, dan juga skill tree.

Meskipun begitu dalam teaser tersebut dituliskan bahwa game Sonic terbaru tersebut akan tiba pada tahun 2022 mendatang dan akan dirilis untuk platform PC, PS4, PS5, Xbox Series X|S, Xbox One, dan bahkan Nintendo Switch.

Game Baru Two Point Campus Akhirnya Diumumkan

Setelah sempat dirumorkan beberapa kali sebelumnya, Two Point Studios dan SEGA akhirnya secara resmi mengumumkan game terbaru mereka yaitu Two Point Campus. Jelas dari namanya, game ini akan mengajak Anda untuk membangun kampus impian.

Diumumkan pada event Kickoff dari gelaran Summer Game Fest 2021, Two Point Campus memperkenalkan dan merilis trailer perdananya. Seperti yang bisa diharapkan, game ini masih membawa ciri khas game “Two-Point” sebelumnya, mulai dari art style hingga humor khas mereka.

Jelas terlihat bahwa secara gameplay, game baru ini tidak akan banyak berubah dari Two Point Hospital. Pemain tetap akan menjadi seorang direktur yang akan membangun berbagai macam fasilitas untuk memastikan bahwa uang terus mengalir untuk mengembangkan kampus.

Namun alih-alih mengobati pasien yang sakit, para pemain kini diminta untuk mengubah para siswa yang masuk untuk siap menjadi pemimpin di masa depan setelah dari sana. Dan bukan game Two-Point namanya bila masa depan anak-anak ini terlalu umum.

image credit: Two Point Studios

Di Two Point Campus pemain bisa membuka beragam jurusan termasuk jurusan perang untuk para ksatria berzirah, badut, koki yang membuat makanan raksasa, dan bahkan para penyihir. Pemain akan membangun beragam fasilitas penunjang pendidikan termasuk berinvestasi untuk membeli beragam perlengkapan khusus untuk setiap jurusan.

Di luar perkuliahan, pemain juga harus menjaga agar para siswa yang tinggal di sana tetap terhibur lewat kerja paruh waktu, klub ekstrakurikuler, hingga fasilitas olah raga. Dan terakhir para pemain juga harus mendatangkan para staf yang bisa dipilih mulai dari yang terbaik hingga yang sesuai dengan dana pemain.

image credit: Two Point Studios

“Kami berharap bahwa komunitas Two Point akan menyukai semua kebebasan berkreasi yang ditawarkan Two Point Campus dan para pemain baru akan tergugah lewat setting dan juga dunia unik yang coba kami bangun, yang tentunya dikemas dengan humor dan persona khas kami.” Ucap Gary Carr, Co-founder dan direktur kreatif dari Two Point Studios.

Two Point Campus akan dirilis di banyak platform yaitu PC, PS4, PS5, Xbox One, Xbox Series X and S, dan bahkan Nintendo Switch pada tahun 2022 mendatang. Dan mengingat masih ada waktu satu tahun lagi, kemungkinan besar kita akan melihat lebih banyak intipan dari game ini ke depannya.

Nimo TV Bakal Siarkan Konten Wild Rift, Pengiriman Monster Hunter Rise Tembus 4 Juta Unit

Dalam sepekan terakhir, ada beberapa berita menarik yang muncul di dunia game dan esports. Sebagian merupakan berita baik, sebagian yang lain berupa berita buruk. Kabar baik datang dari Nimo TV, yang menjalin kerja sama dengan Riot Games. Melalui kerja sama ini, Nimo TV akan menyiarkan konten dari game-game Riot, termasuk Wild Rift. Sementara itu, Nielsen mengungkap bahwa mereka berencana untuk menutup divisi SuperData mereka.

Nimo TV Bakal Siarkan Konten Game-Game Riot

Nimo TV, merek milik platform game streaming Tiongkok Huya, mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan hak siar dari Riot Games di Brasil. Dengan begitu, mereka berhak untuk menayangkan konten serta pertandingan dari game-game Riot, seperti League of Legends, Teamfight Tactics, Valorant, dan Wild Rift. Dua turnamen yang akan Nimo TV siarkan antara lain League of Legends Championship di Brasil dan Valorant Challengers untuk Brasil.

Kerja sama antara Nimo TV dan Riot, yang berlangsung sepanjang 2021, tidak bersifat eksklusif. Hal itu berarti, Riot akan tetap menyiarkan turnamen esports mereka di channel YouTube dan Twitch resmi mereka. Namun, Riot tengah menyiapkan konten eksklusif dari Wild Rift untuk Nimo TV. Pasalnya, Nimo TV memang lebih fokus pada mobile game, lapor The Esports Observer.

Pengiriman Monster Hunter Rise Capai 4 Juta Unit

Capcom mengumumkan, secara global, pengiriman Monster Hunter Rise menembus 4 juta unit. Padahal, game itu baru diluncurkan pada 26 Maret 2021. Besarnya volume pengiriman dari Rise membuktikan bahwa para gamer Switch memang menginginkan game Monster Hunter. Sebagai perbandingan, pengiriman Monster Hunter World — yang diluncurkan untuk Xbox One dan PlayStation 4 — mencapai 5 juta unit, hanya 1 juta unit lebih banyak dari Monster Hunter Rise.

Monster Hunter Rise baru diluncurkan pada akhir Maret 2021 untuk Switch.
Monster Hunter Rise baru diluncurkan pada akhir Maret 2021 untuk Switch.

Kesuksesan dari peluncuran global World memperkuat keyakinan Capcom bahwa Rise juga bisa sukses jika game itu langsung diluncurkan di seluruh dunia. Monster Hunter World adalah game Monster Hunter pertama yang dirilis secara global dan langsung tersedia di Xbox One dan PS4. Sebelum itu, game-game Monster Hunter selalu diluncurkan di Jepang terlebih dulu dan hanya tersedia secara eksklusif untuk konsol PlayStation atau buatan Nintendo, lapor Games Industry.

VSPN Akuisisi Famulei, Perusahaan Manajemen Streamers

Versus Programming Network (VSPN) mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi perusahaan manajemen streamer asal Tiongkok, Famulei. Sayangnya, tidak diketahui nilai dari akuisisi ini. Satu hal yang pasti, Famulei akan beroperasi secara mandiri di bawah VSPN. Operasi Famulei mencakup manajemen talenta, marketing, licensing, dan e-commerce di sektor esports, hiburan, dan livestreaming. Sejauh ini, mereka telah menjalin kerja sama dengan beberapa organisasi dan pemain esports internasional, seperti Team Liquid, T1, Gen.G, dan Lee “Faker” Sang-hyeok, menurut laporan Esports Insider. Setelah akuisisi ini, VSPN dan Famulei akan fokus pada monetisasi dari influencer dan konten esports.

Nielsen Bakal Tutup Departemen SuperData

Nielsen berencana untuk menutup divisi gaming mereka, SuperData. Alasannya, performa dari divisi itu tidak sesuai harapan. Nielsen mengakuisisi SuperData Research pada akhir 2018. Ketika itu, Nielsen mengungkap, mereka berharap akuisisi ini akan membantu Nielsen Gaming dan Nielsen Esports untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas.

Sementara itu, SuperData menyebutkan, setiap bulan, mereka melacak lebih dari 160 juta gamers secara global. Mereka bisa menyediakan data untuk tim dan liga esports serta pelaku esports lainnya. Namun, Nielsen tetap memutuskan untuk menutup departemen SuperData, seperti yang disebutkan oleh The Esports Observer.

Graffiti Games Mendapatkan Investasi Sebesar US$1,5 Juta

Graffiti Games, publisher game-game indie, mengungkap bahwa mereka telah mendapatkan pendanaan sebesar US$1,5 juta. Dalam wawancara dengan VentureBeat, CEO dan Co-founder Graffiti Games, Alex Josef menyebutkan, nilai perusahaan sekarang mencapai US$4,5 juta, lapor Games Industry.

Blue Fire adalah salah satu game dari Graffiti Games.
Blue Fire adalah salah satu game dari Graffiti Games.

Kucuran dana segar ini akan Graffiti gunakan untuk menambah jumlah pekerja dan mencari proyek-proyek baru. Sepanjang 2020, pemsaukan dari publisher ini naik 10%. Graffiti Games bukan satu-satunya program Josef terkait indie developer. Pada November 2020, dia dan Co-founder Graffiti lainnya, Alex Van Lepp meluncurkan India Game Coach, yaitu jasa konsultasi untuk para developer indie yang bisa didapatkan dengan harga terjangkau atau bahkan gratis.

Nexon Menanamkan US$874 Juta ke Hasbro, Bandai, Konami, dan Sega

Perusahaan game online raksasa, Nexon, baru saja menanamkan investasi sebesar US$874 juta di empat perusahaan ternama, yaitu manufaktur mainan Hasbro serta tiga publisher game: Bandai Namco, Konami, dan Sega Sammy. Keputusan ini diambil setelah dewan Nexon setuju untuk menyuntikkan US$1,5 miliar ke perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang hiburan. Karakteristik perusahaan yang mereka cari adalah perusahaan yang dapat membangun intellectual property yang menarik dan mempertahankannya secara global.

Mengingat Nexon baru mengalokasikan 58% dari total dana yang mereka siapkan, Games Industry menyebutkan, Nexon kemungkinan akan membuat pengumuman investasi baru di masa depan. Nexon menyebutkan, investasi yang mereka berikan bersifat jnagka panjang dan mereka tidak berencana untuk mengakuisisi perusahaan yang menerima pendanaan mereka di masa depan.

Sega Bakal Hidupkan Kembali Franchise Virtua Fighter, Fokus ke Esports

Sega berencana untuk menghidupkan kembali franchise fighting game Virtua Fighter. Mereka membuat pengumumkan terkait hal ini dalam acara Tokyo Game Show pada Jumat, 25 September 2020.

Terlahir pada 1993, franchise Virtua Fighter kini telah berumur 27 tahun. Game Virtua Fighter pertama kali diluncurkan untuk platform arcade Model 1 milik Sega. Ketika itu, game tersebut dikenal berkat visualnya yang ciamik pada masanya. Sejak saat itu, game Virtua Fighter telah dirilis di berbagai platform.

Virtua Fighter 5, yang dirilis pada 2006, menjadi game orisinal terakhir yang Sega luncurkan untuk franchise tersebut. Game itu kemudian mendapatkan update dan dirilis ulang dengan nama Virtua Fighter 5 Final Showdown. Saat diluncurkan pada 2010, Virtua Fighter 5 Final Showdown hanya dapat dimainkan di arcade. Dua tahun kemudian, pada 2012, game itu juga dirilis untuk PlayStation 3 dan Xbox 360. Anda juga bisa menemukan game tersebut dalam game Yakuza 6, Yakuza: Like a Dragon, atau Judgment.

Sekarang, Sega mengungkap bahwa mereka punya proyek baru yang dinamai Virtua Fighter x esports. Sayangnya, tidak banyak informasi yang ada terkait proyek itu. Masih belum diketahui apakah Sega akan merilis game Virtua Fighter yang sama sekali baru atau sekadar memperbarui game Virtua Fighter lama sehingga game itu bisa dimainkan di platform yang lebih baru, lengkap dengan fitur multiplayer untuk turnamen. Satu hal yang pasti, terlihat jelas bahwa Sega akan fokus pada sisi esports dari game Virtua Fighter.

Sebelum ini, Sega juga pernah fokus pada fitur competitive multiplayer dan esports dalam salah satu game mereka, yaitu Puyo Puyo Champions, yang dikenal dengan nama Puyo Puyo eSports di Jepang. Game tersebut merupakan game puzzle yang bisa dimainkan di Nintendo Switch, Xbox One, PlayStation 4, dan Windows.

Esports memang tengah berkembang pesat. Jadi, tak heran jika Sega juga tertarik untuk menghidupkan kembali franchsie Virtua Fighter dan fokus pada esports. Walaupun game-game esports yang populer merupakan game MOBA atau FPS, seperti Dota 2, Counter-Strike: Global Offensive, atau PUBG, fighting game juga punya fans dan komunitas tersendiri. Buktinya, EVO sukses menjadi turnamen besar.

Sumber: Polygon, PCMag

Astro City Mini Adalah Versi Mungil dari Mesin Arcade Sega yang Populer di Tahun 90-an

Tren console lawas yang dihidupkan kembali sebagai perangkat berukuran mini terus berlanjut sampai di tahun 2020 ini. Yang diciutkan pun sekarang bukan cuma console mainstream seperti NES dan PlayStation saja, melainkan juga mesin arcade.

Itulah yang dilakukan Sega baru-baru ini. Mereka sedang bersiap untuk meluncurkan Astro City Mini, sebuah miniatur dari mesin arcade retro Astro City yang diluncurkan pertama kali di tahun 1993. Tentunya Sega bukan yang pertama menyusutkan mesin arcade lawas menjadi perangkat untuk konsumsi modern, sebab di tahun 2018 SNK sempat merilis Neo Geo Mini.

Seperti mesin aslinya, Astro City Mini turut mengemas panel display-nya sendiri, meski tentu ukurannya jauh lebih mungil. Sejauh ini belum ada informasi terkait ukuran dan resolusinya, tapi yang pasti ia juga dapat disambungkan ke TV via HDMI jika mau, atau jika seandainya konsumen merasa layar bawaannya terlampau kecil.

Sega Astro City Mini

Kontrolnya sendiri mengandalkan joystick 8 arah plus 6 buah tombol (2 tombol lebih banyak ketimbang Neo Geo Mini). Sega tak lupa membekali Astro City Mini dengan dua colokan USB supaya konsumen dapat menyambungkan joystick tambahan, yang kabarnya bakal dijual secara terpisah. Asupan dayanya sendiri mengandalkan sambungan micro USB, sayang tidak ada info apakah perangkat juga dibekali unit baterai yang rechargeable (jadi bisa portable).

Astro City Mini menawarkan 36 game yang berbeda. Semuanya merupakan judul-judul klasik yang kerap dijumpai di mesin arcade lawas macam Golden Axe atau Virtua Fighter. Daftar lengkapnya belum ada, tapi beberapa yang sudah dikonfirmasi di antaranya adalah Alien Syndrome, Alien Storm, Altered Beast, Columns II, Dark Edge, Tant R, dan Fantasy Zone. Berhubung perangkat ini dimaksudkan untuk konsumsi rumahan, tentu saja ada fitur save state untuk tiap judul.

Sega dilaporkan bakal memasarkan Astro City Mini di Jepang mulai akhir tahun ini. Harganya dipatok 12.800 yen, atau setara dengan Rp 1,7 juta. Belum ada kabar soal ketersediaannya di kancah global, akan tetapi perilisan Sega Genesis Mini untuk pasar global tahun lalu seharusnya bisa menjadi indikasi akan kemungkinannya untuk dijual di negara-negara lain. Baru-baru ini, Sega juga sempat merilis Game Gear Micro yang imut-imut.

Sumber: VGC dan Sega Driven.

Dirilis 13 Agustus 2020, Total War Saga: Troy Bisa Didapat Secara Gratis di Hari Pertamanya

Kabar gembira bagi para penggemar seri game strategi Total War. Judul terbarunya yang diumumkan tahun lalu, Total War Saga: Troy, akhirnya mendapat jadwal rilis pasti, yakni 13 Agustus 2020 melalui platform Epic Games Store.

Eksklusif? Ya, tim Creative Assembly dan Sega selaku publisher sekaligus perusahaan induknya rupanya telah meneken kontrak agar game ini bisa menjadi penawaran eksklusif Epic Games Store selama satu tahun pasca perilisannya. Namun kabar baiknya adalah, Total War Saga: Troy bisa didapatkan secara cuma-cuma di hari pertama peluncurannya.

Jadi jangan lupa catat di kalender dan buat reminder, sebab periode gratisan ini hanya berlaku selama 24 jam pertama. Menurut pengembangnya, ini merupakan kado yang sangat istimewa bagi franchise Total War, yang bakal merayakan ulang tahun ke-20 tidak lama lagi.

Total War Saga: Troy

Total War Saga: Troy terbilang unik karena ia mencoba meleburkan sejumlah elemen mitologi ke dalam peristiwa sejarah yang, hingga saat ini, juga masih dipertanyakan kebenarannya. Dalam naskah aslinya, kisah Perang Troya banyak diselipi elemen supranatural, seperti misalnya makhluk-makhluk mitos macam minotaur dan centaur.

Menariknya, seperti dijelaskan secara mendetail oleh tim Creative Assembly, mereka punya interpretasinya sendiri akan elemen mitologi di game ini. Ketimbang menggambarkan minotaur sebagai seekor banteng bertubuh manusia, game menyajikannya sekadar sebagai prajurit bertubuh besar yang mengenakan tengkorak banteng sebagai topeng.

Demikian pula untuk centaur, yang dalam game ini tidak lebih dari sekadar pasukan berkuda ketimbang makhluk campuran manusia dan kuda. Di sini bisa kita lihat bahwa Creative Assembly masih lebih memprioritaskan aspek sejarah, selagi di saat yang sama mencoba menambahkan bumbu penyedap guna meningkatkan keasyikan bermain.

Sumber: PC Gamer dan Creative Assembly.

Game Total War Berikutnya Akan Bawa Anda ke Masa Perang Troya

Di antara begitu banyaknya jenis permainan, genre strategi ialah spesies yang mulai punah. Dari tahun ke tahun, kuantitas perilisan game strategi terus menurun. Sudah dua tahun berlalu sejak Age of Empires IV diumumkan tanpa ada update info apapun, dan kini banyak penggemar strategi menyandarkan harapannya pada tim The Creative Assembly selaku pencipta seri Total War.

Seri ini melakukan debutnya 19 tahun silam lewat peluncuran Shogun di PC. Ciri khas utama Total War adalah kombinasi gameplay antara strategi turn-based dengan skenario pertempuran real-time berskala raksasa, menantang Anda untuk memimpin ribuan prajurit di saat yang bersamaan. Total War umumnya selalu mengangkat tema sejarah (dengan Warhammer sebagai perkecualian). Tapi kali ini, Creative Assembly mencoba membawa kita ke masa ketika sejarah dan mitos tercampur aduk.

Minggu ini, studio asal Inggris itu resmi mengumumkan A Total War Saga: Troy. Seperti yang bisa diterka dari judulnya, permainan fokus pada konflik Perang Troya. Para sejarawan hingga kini masih mencari tahu apakah Perang Troya betul-betul terjadi atau itu semua hanyalah hasil imajinasi sang penulis legendaris Homer lewat epos Iliad. Namun latar belakang cerita game tetap seperti yang pernah Anda dengar/saksikan: Paris dari Troya menculik ratu Helen dari Sparta, memercik perang selama satu dekade.

A Total War Saga Troy 2

Tapi sedikit berbeda dari Iliad, faksi-faksi Yunani tidak serta-merta bersatu untuk memerangi Troya. A Total War Saga: Troy tetap menghidangkan struktur sandbox, dan delapan faksi yang bisa Anda pilih boleh jadi malah saling berperang. Beberapa kelompok juga ada yang lebih cenderung mendukung Troya, dan dengan bermain sebagai mereka, Anda bahkan bisa menghentikan bangsa Sparta sebelum mencapai Troya.

Saat game dimulai, faksi-faksi tersebut tidak besar. Dan seandainya memilih bermain jadi Raja Meneleus dari Sparta, Anda tak bisa langsung menghimpun prajurit dan berlayar ke Troya. Anda perlu mengumpulkan perbekalan seperti pangan dan anggur, serta menjalin persekutuan dengan faksi lain. Kemenangan juga lebih mudah dicapai jika para pahlawan mendukung Anda. Beberapa nama terkenal bisa Anda rekrut, contohnya Achilles, Agammemnon dan Hector. Pemain bahkan bisa memperkuat pasukannya dengan makhluk-makhluk mitos seperti minotour.

A Total War Saga Troy 3

Yang membuat A Total War Saga: Troy lebih dinamis adalah karakteristik unik para hero. Mereka sangat kuat, suka pamer dan gemar menantang sesamanya dalam pertempuran satu lawan satu. Pahlawan-pahlawan juga punya misi sendiri. Misalnya di tengah perang, Odysseus diminta pulang demi mengusir beberapa orang yang mencoba meminang istrinya serta merebut kerajaannya. Jika berhasil, ia akan mendapatkan senjata baru sekaligus mengangkat putranya sebagai hero.

A Total War Saga Troy 1

Dewa juga memegang peranan penting di Perang Troya. Mereka mungkin tidak akan membantu Anda meluluh-lantakkan musuh secara langsung, namun dengan tunduk dan patuh pada dewa-dewi tertentu, Anda akan mendapatkan bonus – contohnya membuat pasukan lebih kuat atau mendongkrak kemampuan negosiasi pemimpin faksi.

Sega selaku perusahaan induk Creative Assembly berencana untuk meluncurkan A Total War Saga: Troy rencananya di PC pada di tahun 2020, tapi buat sekarang, tanggal pasti perilisannya belum diketahui.

Via PC Gamer.

Yakuza 7 Perkenalkan Tokoh Utama Baru dan Sajikan Gameplay yang Berbeda

Seri Yakuza terlahir dari keinginan produser Toshihiro Nagoshi untuk menciptakan permainan video yang mengisahkan kehidupan yakuza. Toshihiro sempat kesulitan menemukan platform buat menggarap proyek tersebut hingga Sony menunjukkan ketertarikan. Permainan pertama dirilis pada tahun 2005 dan sejak saat itu, franchise ini melahirkan tujuh sekuel, empat remake dan delapan spin-off.

Kelanjutan seri ini, Yakuza 7, diumumkan Sega di penghujung bulan Agustus kemarin. Dan di perhelatan Tokyo Game Show 2019, sang publisher Jepang mengungkap informasi lebih detail terkait permainan plus memublikasikan trailer anyar. Game bertajuk lengkap Yakuza 7: Whereabouts of Light and Darkness itu nantinya akan diperkenalkan sebagai Yakuza: Like a Dragon di negara-negara Barat. Aspek paling menarik dari Yakuza 7 adalah, arahan gameplay-nya sangat berbeda dari permainan Yakuza terdahulu.

Lalu apa perbedaannya? Sebagai awalnya, Yakuza 7 difokuskan pada karakter baru karena kisah Kazuma Kiryu sudah berakhir di Yakuza 6. Permainan ini memperkenalkan tokoh proragonis bernama Ichiban Kasuga. Ceritanya dimulai di tahun 2001, ketika Kasuga diminta oleh sang boss yang ia anggap seperti ayahnya sendiri untuk jadi kambing hitam dan mengorbankan diri buat dijebloskan ke penjara. Tapi setelah terkurung selama 18 tahun, yang Kasuga dapatkan hanyalah pengkhianatan.

Yakuza: Like a Dragon akan membawa pemain bertualang ke daerah baru, yaitu Isezaki Ijincho di Yokomaha. Wilayahnya tiga kali lipat lebih luas dari Kamurocho di Tokyo (setting lokasi di permainan-permainan sebelumnya), dan masing-masing daerah di Isezaki Ijincho punya karakteristik serta sejarahnya sendiri. Namun kejutan yang Sega bubuhkan di Yakuza 7 tidak berhenti sampai di sana.

Dengan menghadirkan karakter utama baru, Sega turut memutuskan buat memanfaatkan formula gameplay yang distingtif pula. Elemen pertarungan bergaya arcade yang diusung di permainan Yakuza lawas kini digantikan oleh sistem pertempuran turn-based ala game role-playing khas Jepang.

Yakuza 7.

Melalui pendekatan ini, developer berharap agar gamer bisa lebih menikmati Yakuza 7. Sistem turn-based di sana memperkenankan Anda memilih teknik bertempur (kemungkinan kita harus menyesuaikannya dengan jenis lawan yang dihadapi), serta mengatur secara tepat kapan Ichiban Kasuga dan timnya harus menyerang, bertahan atau saling mendukung.

Yakuza 7: Whereabouts of Light and Darkness rencananya akan dirilis terlebih dahulu di kawasan Jepang pada tanggal 16 Januari 2020 di PlayStation 4. Selanjutnya, game baru akan didistribusikan ke negara-negara lain di bawah judul Yakuza: Like a Dragon beberapa bulan setelahnya. Saya pribadi berharap agar seperti Yakuza 0, serta Kiwami 1 dan 2, Yakuza 7 juga dirilis di PC.

Via Eurogamer. Sumber tambahan: Gematsu.