Qualcomm Ungkap Tiga Benefit dari Kemitraannya dengan Sony Semiconductor Solutions

Pada acara Snapdragon Tech Summit 2021, Qualcomm mengungkap chipset smartphone flagship penerus Snapdragon 888 yaitu Snapdragon 8 Gen 1. Salah satu peningkatan besar terjadi pada aspek pencitraan, Qualcomm menampilkan teknologi Snapdragon Sight – nama yang diberikan untuk image signal processor (ISP) 18-bit dan dapat memproses data hingga 3,2 gigapixel per detik.

Pada acara tersebut, Qualcomm juga mengumumkan kemitraannya dengan Sony Semiconductor Solutions untuk bekerja sama di dalam kantor pusat Qualcomm di San Diego. Informasi detail terkait kemitraan tersebut belum diungkap semuanya, tetapi Qualcomm menyebut tiga benefit spesifik terkait teknologi kamera.

Pertama adalah kemampuan untuk mempercepat pengembangan image processing pada perangkat Snapdragon 8 Gen 1. Bagaimana pun kemampuan kamera merupakan salah satu aspek penting dan selalu menjadi sorotan pada saat pengenalan smartphone flagship terbaru. Tampaknya rencana Qualcomm adalah menggunakan kehalian Sony di bidang tersebut untuk lebih cepat meningkatkan teknologi image signal processing-nya.

Benefit kedua ialah kemampuan untuk dengan cepat dan mudah dalam membuat prototipe teknologi terbaru satu sama lain dan bahkan mengembangkan prototipe bersama. Dengan berada di gedung yang sama dan berbagi fasilitas yang sama, baik Qualcomm dan Sony telah menghemat langkah ekstra dan birokrasi yang terlibat saat kemitraan tidak berada di bawah satu atap.

Yang ketiga adalah arsitektur yang dioptimalkan antara hardware dari masing-masing perusahaan. Berada dalam jarak dekat berarti siklus iterasinya bakal lebih cepat dan komunikasi yang lebih baik untuk mendapatkan sistem kamera yang lebih baik ke pasar dan lebih cepat dari sebelumnya.

Biarlah waktu yang akan memberi tahu buah apa yang dihasilkan kemitraan ini. Saya berharap bisa melihat sensor gambar berukuran 1 inci pada Xperia Pro-I bisa ditemukan pada smartphone flagship tahun depan. Juga sepertinya menarik melihat aksesori kamera khusus, entah itu case dengan modul lensa atau mikrofon eksternal guna mendorong lebih jauh lagi kualitas videografi pada smartphone.

Sumber: Dpreview

Sony Umumkan Kamera Sinema Venice 2, Dukung Perekaman Video 8,6K & Sensornya Dapat Ditukar

Sony telah mengumumkan kamera sinema digital flagship terbarunya, Venice 2. Penerus dari Venice generasi pertama yang dirilis tahun 2017 ini mampu merekam video 8,6K dalam mode full frame dan mendukung dynamic range hingga 16 stop.

Sejumlah pembaruan pun diusung oleh Venice 2, seperti form factor yang lebih ringkas sehingga lebih ditangani ketika menggunakan gimbal dan didukung dua opsi sensor berbeda. Termasuk sensor full frame 8,6K baru beresolusi 50MP dengan dynamic range 16 stop atau dapat menggunakan sensor full frame 6K 24,8MP dari Venice original yang menawarkan dynamic range 15 stop dan mampu menghasilkan refresh rate lebih tinggi.

Untuk menukar modul sensor gambar, memang belum sepraktis seperti mengganti lensa, Anda masih membutuhkan bantuan beberapa alat sederhana. Setelah mengganti sensor, kamera tidak membutuhkan pembaruan firmware atau penginstalan ulang, segera setelah sensor baru dipasang, kamera langsung siap digunakan.

Selain itu, Venice 2 juga mewarisi beberapa fitur populer dari Venice original. Mencakup dukungan color science yang sama, dual base ISO 800 dan 3200, serta ND filter bawaan 8 stop. Juga kemampuan untuk merekam footage dalam berbagai resolusi dan rasio crop berbeda, termasuk 4K anamorphic dalam mode full-frame, 4K Super35. dan banyak lagi.

Sony juga menghadirkan rangkaian peningkatan berdasarkan umpam balik dari para penggunanya, yakni opsi perekaman internal untuk X-OCN, Apple 4K ProRes 444, dan Apple 4K ProRes 422 HQ. Berikut mode perekaman maksimum saat merekam dengan sensor 8,6K baru pada Venice 2.

  • 8.6K | 3:2 | 30FPS | Full Frame
  • 8.2K | 17:9 | 60FPS | Full Frame
  • 5.8K | 6.5 Anamorphic | 48FPS | Super35
  • 5.8K | 17:9 | 90FPS | Super35

Untuk menyimpan hasil video, Venice 2 menggunakan kartu memori AXS baru dari Sony yang dapat mentransfer data hingga 6,6 Gbps – lebih dari cukup untuk perekaman 8K 60 fps. Saat ini, Sony belum mengungkap detail harga dari Venice 2, namun rencananya Venice 2 dengan sensor 8.6K baru akan dikirim pada Februari 2022, sedangkan versi 6K akan dikirim pada Maret 2022.

Sumber: DPreview

Samsung Ungkap Fitur Canggih dari Sensor Gambar 200MP ISOCELL HP1

Sebelumnya pada awal bulan September, Samsung telah memperkenalkan sensor gambar flagship ISOCELL HP1 yang menawarkan resolusi mencapai 200MP. Padahal 108MP saja sudah tergolong sangat tinggi dan kini Samsung telah mengungkap lebih detail fitur-fitur canggih dari sensor tersebut.

Keunggulan sensor ISOCELL HP1 ini adalah dapat menghasilkan output gambar yang berbeda sesuai kondisi pencahayaan. Hal itu berkat algoritme remosaicing yang berbasis deep learning.

Dalam kondisi minim cahaya, ia akan menggunakan metode pixel binning 4×4 yang menggabungkan 16 piksel menjadi satu piksel untuk mencapai foto 12,5MP dengan piksel besar 2,56 μm. Sebaliknya saat memotret di kondisi cahaya yang ideal, ia akan menggunakan 2×2 untuk foto50 MP dengan piksel 1,28 μm.

Pada mode 50MP, ia dapat merekam video 8K (7.680×4.320 piksel) pada frame rate 30 fps dengan crop minimum. Pengguna juga diizinkan menggunakan resolusi native 200MP dengan piksel 0,64 μm.

Proses pengambilan gambarnya didukung teknologi Smart-ISO Pro yang dapat meningkatkan kualitas foto di kondisi pencahayaan dengan kontras tinggi dengan menggabungkan bidikan ISO rendah dan tinggi menjadi satu. Juga dapat meningkatkan kualitas video HDR yang lebih tajam dan artefak gerak yang lebih sedikit.

Kemudian ada Staggered HDR yang menawarkan dynamic range lebar hingga 100dB, caranya dengan mengambil frame pada short, middle, dan long exposure untuk mengekspos shadow dan highlight secara akurat. Serta, mendukung teknologi multisampling untuk mengurangi noise dengan menganalisis beberapa pembacaan setiap piksel dan meratakannya menjadi satu.

Selain itu, untuk memastikan kinerja sistem autofocus yang cepat dan akurat, Samsung melengkapi ISOCELL HP1 dengan teknologi phase detection Double Super PD. Dengan piksel autofocus dua kali lebih banyak dari Super PD sehingga dapat menangkap subjek yang bergerak cepat.

Sumber: GSMArena

OPPO Ungkap Teknologi Pencitraan Baru untuk Smartphone Mendatang, dari Sensor RGBW Hingga Kamera Bawah Layar

Lewat unggahan video baru di channel YouTube resmi OPPO yang bertajuk ‘OPPO Future Imaging Event’. OPPO mengungkap serangkaian terobosan dalam teknologi pencitraan smartphone yang berfokus pada peningkatan sensor, modul, dan algoritma. Termasuk sensor RGBW baru, 85-200mm continuous optical zoom, five-axis OIS, dan kamera bawah layar generasi terbaru yang dilengkapi algoritma kecerdasan buatan.

Acara tersebut dipimpin oleh Simon Liu selaku Director of Imaging dari OPPO. Ia menjelaskan bahwa sensor RGBW OPPO yang baru dikembangkan dengan menambahkan sub-piksel putih (W) ke susunan RGB dan menggunakan algoritma pixel binning 4-in-1. Hasilnya sensor dapat menangkap cahaya 60% lebih banyak dibandingkan sensor generasi sebelumnya dan noise berkurang hingga 35%.

Lebih lanjut, OPPO menggunakan teknologi DTI (Deep Trench Isolation) untuk mengisolasi piksel mengumpulkan cahaya dari satu sama lain dan secara efektif mencegah sub-pixel crosstalk dan meningkatkan kualitas gambar. Di sisi lain, algoritma piksel 4-in-1 akan membantu secara substansial meningkatkan kinerja sensor warna, mencegah masalah ketidakakuratan warna, dan pola moiré.

Tak hanya meningkatkan pengambilan foto pada kondisi cahaya rendah, sensor RGBW juga mampu membuat portrait lebih ekspresif baik untuk foto maupun video dengan penyempurnaan pada kulit, tekstur, dan kontras. Sensor ini akan dirilis secara komersial pada produk OPPO mulai Q4 2021.

OPPO 85-200mm Continuous Optical Zoom

Fasilitas zoom di smartphone memperluas kreativitas saat mencari komposisi, namun rentang zoom optical dari kamera smartphone cukup pendek dan kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Modul kamera baru 85-200mm continuous optical zoom milik OPPO ini akan memulai babak baru kemampuan zoom di smartphone.

Bahkan di kamera mirrorless di sistem APS-C pun untuk mendapatkan rentang zoom dari 85mm sampai 200mm membutuhkan lensa berukuran besar. Di sini OPPO mengadopsi teknologi lensa G+P (kaca + plastik) untuk pertama kalinya, dengan dua lensa ultra-tipis aspheric glass lenses.

Modul ini memiliki tunnel magnetoresistance sensor (TMR sensor) yang memungkinkan lensa di dalam modul kamera bergerak dengan lebih stabil dan presisi. Motor poros pemandu baru dibuat dengan meningkatkan kemiringan dinamis di mana sistem lensa dapat dipindahkan, sehingga dapat dengan mudah mendukung zoom optik berkelanjutan pada perbesaran yang lebih tinggi. Teknologi ini juga dapat menghindari berbagai kendala umum seperti ketidakakuratan white balance atau bias warna yang ditemui pada sistem zoom konvensional pada perangkat multi-kamera.

Selain itu, pengembangan OPPO terhadap five-axis OIS memungkinkan prosesor sistem menerima data pergerakan dari giroskop, menganalisisnya, dan memecahnya ke masing-masing komponen melalui algoritma. Data kemudian diteruskan ke dua komponen yang dapat dipindahkan, lensa dan sensor, yang masing-masing digerakkan oleh ball-bearing motors dan shape memory alloys.

Saat pergerakannya relatif kecil, gambar akan distabilkan melalui pergeseran lensa OIS mencakup pergeseran horizontal (X) dan vertikal (Y). Namun, ketika amplitudo gerakan relatif besar, pergeseran sensor OIS akan digunakan, yang meliputi pergeseran horizontal (x), pergeseran vertikal (y), dan rolling. Bersama dengan kompensasi algoritma, untuk mencapai stabilisasi dalam lima sumbu gerakan.

Teknologi ini memungkinkan sudut stabilisasi maksimum ±3°, tiga kali lebih besar dari teknologi OIS tradisional pada smartphone, sensor juga dapat bergeser dengan presisi 2μm. Five-axis OIS dapat meningkatkan kinerja kompensasi getaran hingga 65% dan akan dirilis secara komersial pada produk OPPO mulai Q1 2022.

Terakhir, OPPO memperlihatkan solusi kamera bawah layar generasi berikutnya yang akan bekerja pada kerapatan piksel 400 ppi di sekitar area kamera bawah layar. OPPO menggunakan kabel transparan dan desain baru untuk memberikan kualitas tampilan dan pengalaman visual yang lebih halus.

Setiap rangkaian piksel hanya menggerakkan 1 piksel (“1-ke-1”) pada layar dan teknologi kompensasi algoritmik yang tepat, kromatisitas dan kecerahan keseluruhan layar diatur lebih presisi, dengan penyimpangan sekitar 2% dan meningkatkan masa pakai layar hingga 50%.

Institut Penelitian OPPO di Amerika Serikat telah mengembangkan serangkaian algoritma kecerdasan buatan untuk pencitraan, termasuk pengurangan difraksi, anti-kondensasi, HDR, dan AWB untuk mengoptimalkan kualitas pencitraan kamera bawah layar dengan lebih baik.

Samsung Umumkan Sensor Gambar Terkecil ISOCELL JN1 50MP untuk Kamera Depan dan Sekunder

Samsung telah memperkenalkan sensor gambar untuk kamera smartphone terbarunya, disebut ISOCELL JN1 dan mengemas resolusi 50MP. Hadir dengan ukuran per pikselnya hanya 0.64 μm dan seluruh sensornya adalah tipe 1/2.76 inci yang menjadikannya terkecil di industri saat ini dan yang pernah diproduksi oleh Samsung.

Samsung mengatakan bahwa ukuran sensor yang kecil akan memberikan produsen smartphone lebih fleksibel dan mengurangi ukuran modul kamera hingga 10%. Sensor gambar ini dirancang untuk kamera depan, atau kamera sekunder menggunakan lensa telephoto dan ultra wide angle pada smartphone kelas menengah maupun flagship.

Sejumlah peningkatan yang dibawa Samsung antara lain adalah teknologi ISOCELL 2.0 untuk advanced pixel isolation dan mengurangi cross-talk. Secara teori juga dapat meningkatkan sensitivitas cahaya hingga 16% dan color fidelity.

Samsung juga mengadopsi teknologi phase-detection autofocus generasi kedua yang disebut Double Super PDAF. Di mana memiliki kerapatan piksel phase-detection dua kali lipat lebih banyak dan menawarkan kecepatan AF yang sama cepat meski saat memotret dalam kondisi cahaya 60% lebih rendah bila dibandingkan dengan teknologi Super PDAF.

Selain itu, sensor gambar ISOCELL JN1 menggunakan teknologi pixel-binning Tetracell yang menggabungkan empat piksel menjadi satu piksel besar 1.28 μm untuk kualitas foto optimal pada resolusi 12,5MP. Juga mendukung fitur real-time HDR dan dan Smart ISO, serta perekam video hingga 4K 60fps atau Full HD hingga 240 fps.

Saat ini, sensor gambar Samsung ISOCELL JN1 sudah dalam tahap produksi massal. Artinya, tidak akan butuh waktu lama lagi sampai dapat dijumpai di smartphone baru mendatang.

Sumber: GSMArena

Samsung Umumkan Sensor Gambar ISOCELL GN2 50MP, Pertama dengan Teknologi Dual Pixel Pro

Samsung telah mengumumkan sensor gambar terbarunya, ISOCELL GN2. Penerus ISOCELL G1 ini tetap mengusung resolusi 50MP, namun dengan ukuran piksel lebih besar, konsumsi daya lebih efisien, dan dilengkapi teknologi PDAF baru yang disebut Dual Pixel Pro.

Ukuran sensor Samsung ISOCELL GN2 ini ialah 1/1,12 inci dengan ukuran per piksel 1,4μm dan menjadi yang terbesar di smartphone. Sebelumnya sensor kamera terbesar dimiliki oleh flagship Huawei, P40 dan Mate 40 series yakni Ultra Vision Wide 50MP yang berukuran 1/1,28 inci dengan piksel 1,22µm dan sebagai pembanding sensor ISOCELL HM3 yang tersemat di Galaxy S21 Ultra berukuran 1/1,33 inci.

Dengan teknologi four-pixel-binning yang menggabungkan empat piksel menjadi satu piksel, sensor ISOCELL GN2 dapat menghasilkan foto 12,5MP dengan sensitivitas tinggi berkat piksel besar 2,8μm. Bila membutuhkan resolusi lebih tinggi, sensor ini menyediakan mode 100MP yang menggunakan algoritma cerdas re-mosaic dengan cara membuat tiga layer individu dari frame 50MP dalam warna green, red, dan blue. Lalu, ditingkatkan dan digabungkan untuk menghasilkan satu foto beresolusi 100MP.

ISOCELL GN2 juga merupakan sensor gambar pertama Samsung dengan teknologi PDAF teerbaru, Dual Pixel Pro. Solusi ini menggunakan dua fotodioda dalam setiap piksel dari sensor gambar dan menggunakan seratus juta agen pendeteksi fase untuk pemfokusan otomatis yang lebih cepat bahkan di kondisi minim cahaya dan saat memotret subjek yang bergerak.

Selain itu, Dual Pixel Pro juga memiliki pemfokusan semua arah yaitu piksel red dan blue secara vertikal, serta piksel green secara diagonal. Piksel yang dipisahkan secara diagonal ini membandingkan perbedaan fase antara bagian atas dan bawah piksel selain perbedaan fase di sisi kiri dan kanan.

Fitur lainnya termasuk Smart ISO Pro untuk meningkatkan kualitas foto HDR di kondisi pencahayaan dengan kontras tinggi. Juga mendukung perekaman video dengan frame rate tinggi 1080p pada 480fps dan video 4K pada 120fps.

Sumber: GSMArena

Nikon Kembangkan Sensor 1 Inci yang Mampu Merekam Video 4K HDR di 1.000 fps

Berbeda dari Canon, Nikon tidak memproduksi sensor kameranya sendiri. Sudah menjadi rahasia umum kalau sensor yang tertanam di banyak kamera Nikon adalah buatan Sony. Kendati demikian, beberapa di antaranya tetap didesain oleh tim engineering Nikon sendiri.

Salah satunya adalah sensor CMOS unik yang sedang mereka garap berikut ini, yang diklaim sanggup merekam video 4K di kecepatan 1.000 fps, dan di saat yang sama memiliki dynamic range yang begitu luas. Jadi ketika dipakai untuk merekam di kecepatan 1.000 fps, dynamic range-nya tercatat berada di kisaran 110 dB. Lalu kalau diturunkan ke 60 fps, dynamce range-nya malah naik lebih jauh lagi menjadi 134 dB.

Gambar di bawah ini bisa mengilustrasikan betapa luasnya dynamic range yang dimiliki sensor ini. Pada gambar pertama (yang diambil menggunakan sensor ini), tampak bahwa semua detail yang terdapat di sisi gelap dan sisi terang bisa terlihat dengan jelas. Bandingkan dengan gambar kedua dan ketiga (diambil menggunakan sensor tradisional), yang masing-masing hanya bisa menampilkan detail dari sisi gelap atau sisi terang saja.

Nikon stacked CMOS sensor

Seperti halnya sensor berperforma tinggi bikinan Sony, sensor ini mengadopsi desain stacked alias bertumpuk. Di lapisan atas, ada penampang seluas 1 inci yang berisikan 17,8 juta pixel, dengan ukuran masing-masing pixel sebesar 2,7 μm, lalu di bawahnya ada papan sirkuit yang bertindak sebagai controller.

Nikon sejauh ini belum punya rencana pasti terkait sensor ini dan kamera apa yang bakal menggunakannya. Potensi pengaplikasiannya sendiri sangatlah luas, mulai dari kamera compact, kamera saku, sampai kebutuhan komersial seperti di bidang otomotif.

Terlepas dari itu, kabar ini semestinya bisa mematahkan miskonsepsi umum bahwa Nikon tidak mengembangkan sensornya sendiri dan sepenuhnya bergantung kepada Sony. Nikon justru melihat ada demand yang cukup tinggi akan sensor berperforma tinggi yang memiliki wujud ringkas, dan mereka berkomitmen untuk terus melanjutkan riset dan pengembangannya demi memenuhi permintaan pasar.

Sumber: PetaPixel dan DPReview.

OmniVision Perkenalkan Sensor Kamera 64 MP 1.0µm Pertama di Dunia

Selama ini kita selalu melihat sensor dari smartphone yang diluncurkan akan terpampang nama Sony atau Samsung. Jika tidak ada merek kedua vendor tersebut, biasanya yang terpasang adalah OmniVision. OmniVision sendiri merupakan produsen sensor kamera untuk mobile terbesar ke tiga setelah Sony dan Samsung. Dan saat ini, OmniVision kembali membuat sebuah gebrakan lagi pada pasar sensor kamera mobile.

OmniVision mengumumkan bahwa mereka telah meluncurkan sensor OmniVision OV64A. Sensor ini merupakan format optik besar pertama 1.0 µm 64 megapiksel pertama di dunia. Sebagai pembanding, sensor 64 MP saat ini masih memiliki ukuran piksel sebesar 0.8 mikron saja.

OV64A menawarkan resolusi 64 MP terbesar di kelasnya dengan 1.0 mikron dan 1/1,34 inci. Hal ini akan memberikan kinerja pada rendah cahaya yang lebih baik untuk sebuah kamera smartphone. Selain itu, terdapat pula feature triple exposure, 4 in 1 HDR, on-chip combo tone mapping, dan frame rate tinggi.

Omnivision OV64A

OV64A juga akan membawa chip PureCel Plus-S dari OmniVision, filter warna terintegrasi 4-in-1, dan algoritma pengurangan piksel untuk Bayer pada 64 megapiksel atau video 8K. Hal ini akan menghasilkan performa yang lebih baik pada kondisi rendah cahaya karena akan menghasilkan gambar 16 megapiksel yang hasil gambarnya setara dengan yang berukuran piksel 2 mikron. Hal ini tentu saja mengingatkan kita pada teknologi quad bayer dari Sony atau TetraCell pada Samsung Isocell.

OmniVision OV64 juga mampu mengambil gambar 64 megapiksel sebanyak 15 frame per detik, 60 frame per detik untuk 16 MP, dan video 4K serta 2K dengan 120 fps. Sensor ini juga mendukung video 8K 30 fps, 1080p 240 fps, serta 720p 480 fps. Fitur lainnya termasuk antarmuka CPHY dan DPHY, serta deteksi fase berpelindung empat-dalam-setengah untuk autofokus cepat.

Format keluaran OV64A termasuk 64 megapiksel (15 bingkai per detik), 16 megapiksel (60 bingkai per detik dengan penggabungan 4-in-1 piksel), dan video 4K / 2K (120 bingkai per detik dengan piksel tambahan yang diperlukan untuk stabilisasi gambar elektronik ). Sensor tersebut juga mendukung video 8K pada 30 fps, video 1080p pada 240 fps, dan video 720p pada 480 fps. Fitur lainnya termasuk antarmuka CPHY dan DPHY, serta 4C half-shield phase detection untuk autofokus yang lebih cepat.

Spesifikasi dari OV64A seperti yang dikutip dari situs resminya adalah sebagai berikut

Spec OV64A40-GA5A-002A-Z
Package COB
RW
Technology PureCel®Plus-S
Interface MIPI
Shutter Type Rolling Shutter
Resolution 64MP
CFA (Chroma) Color
Analog / Digital Digital
Power Requirement Standby: <10 µW
Active: ~765 mV (64MP @ 15 fps)
Output Format 10-bit HDR RGB RAW
Operating Temperature -30°C to +85°C
Optical Format 1/1.32″
Frame Rate Full @ 15 fps
Pixel Size 1.008 µm
Image Area 9354.24 x 7031.808 μm

sumber: Omnivision, gambar feature: depositphotos

Sensor Baru Canon Kecil tapi Sangat Cekatan Mengambil Video di Kondisi Nyaris Gelap Gulita

Makin besar penampang fisik suatu sensor kamera, makin bagus kualitas gambar yang dihasilkannya pada malam hari. Itu patokan sederhananya. Namun kalau ditelaah lebih jauh lagi, faktor seperti ukuran pixel juga sangat penting untuk urusan mengambil gambar di lokasi yang minim cahaya, terlepas dari seberapa luas sensor yang menjadi rumahnya.

Kalau perlu bukti, lihat saja sensor CMOS baru yang dikembangkan Canon. Sensor bernama LI7050 ini punya ukuran cuma 1/1,8 inci, jauh lebih kecil daripada sensor full-frame, dan lebih mendekati ukuran sensor kamera saku secara umum. Namun berkat ukuran masing-masing pixel sebesar 4,1 µm, sensor ini mampu merekam video full-HD dalam kondisi nyaris gelap gulita.

Lebih istimewa lagi, sensor ini juga dilengkapi mode HDR, dan ketika diaktifkan, ia bisa mengambil gambar pada suatu area dengan perbedaan intensitas cahaya yang sangat drastis (antara 0,08 lux sampai 80.000 lux) selagi memastikan area yang terang tidak kelihatan terlalu terang, dan yang gelap tidak kelewat gelap sehingga semua masih bisa menampilkan detail secara jelas.

Video demonstrasi yang Canon berikan di atas benar-benar bisa menggambarkan keunggulan dari sensor ini. Canon melihat potensi pengaplikasiannya pada produk-produk seperti kamera pengawas maupun kamera wearable yang umum dipakai oleh petugas keamanan di malam hari. Kamera-kamera jenis ini umumnya merupakan kamera inframerah yang hanya bisa merekam dalam format monokrom saja.

LI7050 di sisi lain sama sekali tidak kesulitan merekam video berwarna yang bersih dan mendetail di kegelapan, dan ini tentu saja bisa membantu operator mengidentifikasi detail-detail seperti warna kendaraan, warna baju, dan lain sebagainya yang sebelumnya tidak dimungkinkan jika memakai kamera inframerah.

Berhubung ukuran sensornya terbilang ringkas, tidak salah apabila kita berharap sensor ini juga bisa diaplikasikan ke smartphone ke depannya. 1/1,8 inci itu lebih kecil daripada ukuran sensor kamera utama Galaxy Note20 Ultra (1/1,33 inci), dan sensor yang dikhususkan untuk perekaman video dalam kondisi low-light semacam ini semestinya bisa menjadi tambahan yang lebih esensial di smartphone daripada kamera macro atau kamera monokrom.

Sumber: DPReview dan Canon.

Samsung Umumkan Sensor Gambar ISOCELL GN1 Beresolusi 50MP

Samsung telah mengumumkan sensor gambar baru yang dirancang untuk kamera utama smartphone high-end. Adalah Samsung ISOCELL GN1 yang menawarkan resolusi 50MP dengan piksel berukuran 1,2μm.

Untuk pertama kalinya, Samsung menggabungkan sistem autofocus Dual-Pixel dengan teknologi Tetracell. Guna meningkatkan sensitivitas cahaya, serta meningkatkan kinerja autofocus yang lebih tepat dan cepat pada berbagai kondisi pencahayaan.

samsung-umumkan-sensor-gambar-isocell-gn1-beresolusi-50mp-2

Sistem Dual Pixel AF ini artinya setiap piksel memiliki dua dioda, artinya sensor ini memiliki 100 juta phase detection autofocus (PDAF). Semua piksel pada sensor aktif berfungsi ganda sebagai piksel fokus yang meningkatkan kecepatan autofocus di semua kondisi pencahayaan.

Selain itu, Samsung juga memanfaatkan Dual Pixel dan menyediakan algoritma yang dapat mengambil informasi dari masing-masing dioda untuk menghasilkan foto yang setara dengan resolusi 100MP. Sementara itu, teknologi Tetracel akan menggabungkan empat piksel yang berdekatan menjadi satu untuk meningkatkan sensitivitas cahaya terutama saat memoret di cahaya rendah. Hasilnya adalah 12,5MP tapi dengan ukuran per piksel besar 2,4μm.

Selain itu, sensor ISOCELL GN1 menawarkan fungsi Smart-ISO yang secara cerdas menetapkan nilai ISO optimal dan mode HDR secara real-time. Sanggup merekam video 8K 30 fps dan punya electronic image stabilization menggunakan data dari gyro bawaan.

Menurut Samsung, produksi massal sensor ISOCELL GN1 telah dimulai bulan ini. Pada kondisi cahaya yang berlimpah, bisa menggunakan mode 50MP dengan piksel berukuran 1,2μm. Sedangkan dalam kondisi cahaya rendah, teknologi Tetracell dapat menghasilkan foto 12,5MP 2,4μm dengan noise rendah dan rentang dinamis yang luas.

Sumber: GSMArena