IFC Masuk ke Jajaran Investor eFishery

International Finance Corporation (IFC) masuk menjadi investor startup akuakultur eFishery. IFC melalui “WM-IFC Co-Invest SPC Golden Hook SP”, kendaraan investasi hasil kerja sama dengan Wavemaker Partners, berhasil mencaplok 1,12% saham perusahaan melalui tiga transaksi sekunder. Kesepakatan ini disebut menuntun exit dua investor sebelumnya Maloekoe Ventures dan Social Capital.

Masuknya IFC juga telah dikonfirmasi oleh Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah dan dikatakan bagian dari putaran seri B yang didapatkan tahun lalu. Aksi strategis ini menyambung rangkaian IFC dalam membantu pemulihan ekonomi Indonesia melalui berbagai inisiatif di sektor swasta. Sebelumnya, institusi keuangan di bawah naungan Bank Dunia ini juga telah berinvestasi kepada startup insurtech PasarPolis dan induk usaha AnterAja.

Bagian pendanaan seri B

Tepat satu tahun yang lalu, eFishery berhasil meraih pendanaan seri B yang dipimpin oleh Go-Ventures dan Northstar. Berdasarkan data yang disetor ke regulator, nilainya berkisar $15 juta tersebut telah membawa valuasi pasca-investasi mencapai $80 juta.

Didirikan pada tahun 2013, eFishery memiliki empat produk utama. Pertama adalah eFisheryFeeder, yakni perangkat pemberi pakan otomatis. Kedua adalah eFisheryFeed, membantu petani ikan dan udang mendapatkan produk pakan dengan harga kompetitif. Kemudian ada eFisheryFund, merupakan program pinjaman untuk pembudidaya. Dan yang keempat ada eFisheryFresh, platform online grocery untuk bantu petani jual hasil panen mereka.

Tahun lalu, eFishery juga telah menggandeng Alami Sharia sebagai mitra dan mendorong kehadiran paylater berbasis syariah serta menjalin kerja sama strategis dengan Investree terkait penyaluran pinjaman modal ke mitra petani/pembudidaya. Selain itu, layanan pembiayaan ini juga telah bermitra dengan iGrow, BRI Syariah, Amartha, dan Batumbu.

Startup akuakultur di Indonesia

Ukuran pasar akuakultur global diperkirakan akan memperoleh pertumbuhan pasar pada periode perkiraan 2020 hingga 2025, dengan CAGR 3,5%% pada periode perkiraan 2020 hingga 2025 dan diperkirakan akan mencapai $239,8 triliun pada 2025, dari $209,4 triliun pada tahun 2019.

Setiap tahun, akuakultur meningkatkan kontribusinya terhadap produksi makanan laut global. Sektor ini menghasilkan 110,2 juta ton pada tahun 2016, senilai $243,5 miliar dan merupakan 53 persen dari pasokan makanan laut dunia. Menurut data FAO, 90 persen volume produksi diproduksi di Asia.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa startup yang mulai menyasar segmen sejenis. Sebut saja Aruna, startup teknologi yang menyediakan platform untuk mempermudah para nelayan dalam menjual produknya langsung ke pasar global dan domestik. Perusahaan ini juga telah berhasil meraih pendanaan di tahun 2020 dari East Ventures, AC Ventures, dan SMDV.

Satu lagi startup yang bergerak di sektor yang lebih spesifik yaitu Jala. Startup ini menghadirkan solusi teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas petani udang di Indonesia. Di tahun 2019, timnya berhasil mengamankan pendanaan putaran awal dari 500 Startups sebesar 8 miliar Rupiah.

Mengutip dari Liputan6.com, Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia memiliki potensi ekonomi kelautan sebesar $1,4 triliun per tahun. Namun, saat ini tingkat pemanfaatan sektor ini baru 7,5 persen sampai 20 persen saja.


Gambar Header: Depositphotos.com

Coworking Space Rework Umumkan Perolehan Dana 40 Miliar Rupiah

Coworking space Rework mengumumkan perolehan dana Pra-Seri A senilai $3 juta (hampir 40 miliar Rupiah) untuk berekspansi di area Jakarta, Surabaya, dan Bali. Diharapkan tahun depan Rework sudah memiliki 35 lokasi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Pendanaan kali ini dipimpin ATM Capital dan Convergence Ventures, sementara raksasa coworking space Tiongkok (berstatus unicorn) UrWork, Social Capital, Fortune Union Investments, ACE Capital, dan sejumlah investor terdahulu juga turut berpartisipasi.

Masuknya UrWork ke Indonesia melalui Rework meningkatkan persaingan sektor coworking space, setelah sebelumnya unicorn coworking space Amerika Serikat WeWork mengakuisisi Spacemob yang baru saja membuka unit coworking space baru di Indonesia.

Founder dan CEO Rework Vanessa Hendriadi mengatakan, “Setelah merasakan energi dan nilai-nilai yang diberikan ruang kerja kolaboratif untuk UKM [dan startup], saya tahu hal ini [coworking space] akan menjadi peluang besar di Indonesia dan saya memiliki latar belakang dan jaringan yang tepat untuk menciptakan produk yang bernilai unik.”

Para investor terkesan bagaimana Vanessa menjalankan bisnisnya dan menyebutkan potensi besar sektor coworking space di Indonesia.

Pendiri UrWork, Mao Da Qing, yang memiliki valuasi lebih dari $1,3 miliar soal keputusannya terlibat investasi di Rework menyebutkan, “Vanessa jelas-jelas menunjukkan passion dan purpose untuk misinya memberdayakan bisnis melalui ruang kerja kolaboratif. Kami melihat potensi di Indonesia dan sangat senang bermitra dengan mereka untuk merevolusi ruang kerja di Indonesia.”

Berdasarkan perbincangan kami dengan sejumlah pengelola coworking space, saat ini mereka belum fokus soal profit dan lebih tertarik soal bagaimana membantu kolaborasi antar startup dan pengembangan ekosistem. Disebutkan kini ruang kerja fleksibel (semacam coworking space) hanya mencakup 1% dari total ruang kerja yang tersedia di Indonesia.

Platform Rekrutmen Urbanhire Umumkan Perolehan Dana Pra-Seri A

Platform rekrutmen Urbanhire mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri A, dengan jumlah yang tidak disebutkan, dari sejumlah investor yang dipimpin oleh Convergence Ventures. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini adalah Social Capital, 500 Startups, Tortola Capital, Denali Capital, dan Intrafood Group. Urbanhire disebutkan adalah portofolio Social Capital pertama di Asia Tenggara. Social Capital merupakan investor sejumlah startup ternama, seperti Slack, Box Inc, dan SurveyMonkey.

Dana yang diperoleh bakal digunakan untuk memperluas jangkauan layanan (secara nasional dan regional), membangun kapabilitas penjualan dan pemasaran, dan mempercepat pengembangan produk (termasuk pencocokan algoritma pencari kerja dan perusahaan).

Urbanhire, yang didirikan oleh Benson Kawengian, Hengki Sihombing, dan Jepri Sinaga di tahun 2016, kini disebutkan telah memiliki mitra lebih dari 2000 entitas yang menggunakan sistem rekrutmennya. Urbanhire juga membantu grup Kompas Gramedia mendirikan kembali KompasKarier.

“Dalam waktu dekat platform kami akan menggunakan machine learning untuk memfasilitasi pencocokan kebutuhan antara perusahaan dan pencari kerja, ujar CEO Urbanhire Benson Kawengian.

Meski tidak menyebutkan nominal, Benson memastikan dana ini bisa menjadi bahan bakar perusahaan hingga 1-2 tahun ke depan.

Managing Partner Convergence Ventures Adrian Li berkomentar, “Rekrutmen adalah salah satu aspek terpenting dalam bisnis apapun dan tim Urbanhire telah membangun produk yang berbeda dengan menggunakan teknologi untuk membuat perekrutan lebih cepat dan mudah bagi bisnis.”


Marsya Nabila berkontribusi dalam pembuatan artikel ini