Tiket.com Pertimbangkan Merger dengan Blibli Sebelum IPO

Platform OTA Tiket.com dilaporkan tengah mempertimbangkan merger dengan e-commerce Blibli untuk memuluskan rencana IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kabar tersebut pertama kali mencuat dari pemberitaan Bloomberg.

Sebelumnya kepada DailySocial.id, baik Tiket.com maupun Blibli mengonfirmasi bahwa saat ini valuasinya sudah lebih dari $1 miliar dan masuk ke jajaran unicorn. Sehingga aksi go public dengan penggabungan bisnis ini dapat menghasilkan gabungan valuasi setidaknya $2 miliar saat IPO.

“Penjajakan [merger dengan Tiket] tengah berlangsung tetapi belum ada keputusan final,” ungkap sumber tersebut. Baik perwakilan COVA dan Tiket.com menolak berkomentar terkait rencana merger ini. Sementara, perwakilan Blibli belum menanggapi kabar tersebut.

Apabila ini rencana ini benar, Tiket.com ini berpotensi bergabung ke PT Global Digital Niaga yang menaungi Blibli, sebelum melantai di bursa saham — atau membuat sebuah entitas holding seperti yang dilakukan GoTo. Kedua perusahaan mengandalkan konglomerat Djarum Group untuk mendukung IPO ini.

Sebelumnya, Blibli dikabarkan bekerja sama dengan Credit Suisse Group AG dan Morgan Stanley untuk merealisasikan rencana IPO ini.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Tiket.com awalnya juga mempertimbangkan untuk merger dengan COVA Acquisition Corp dengan nilai $2 miliar. Namun, menurut laporan terbaru Bloomberg, sumber menyebut pembicaraan dengan perusahaan cek kosong atau SPAC ini dihentikan karena tidak menemui titik temu.

Selain opsi SPAC, Chief Executive Officer George Hendrata juga tengah mengeksplorasi opsi IPO secara tradisional serta kemungkinan untuk melakukan penggabungan bisnis dengan salah satu super app di Asia Tenggara.

Tiket.com resmi diakuisisi sepenuhnya oleh Blibli yang berada di bawah naungan GDP Ventures. Adapun, GDP Venture merupakan perusahaan venture capital di sektor digital milik Djarum Group. Platform ini tercatat memiliki jaringan lebih dari 90 maskapai penerbangan serta 2,8 juta hotel dan penginapan lainnya. 

Blibli.com merupakan platform e-commerce yang mengandalkan model bisnis B2C, B2B, hingga B2B2C untuk memasarkan berbagai produk dengan lebih dari 100.000 mitra bisnis.

Sinergi

Jika IPO ini terealisasi, Blibli bakal menyusul PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) yang go public dengan opsi merger. GoTo resmi melantai di BEI hari ini, Senin (11/4), dan berhasil memperoleh dana IPO sebesar Rp15,8 triliun.

Pada kasus Blibli dan Tiket.com, sinergi keduanya sudah lebih dulu terjalin manakala keduanya mengumumkan integrasi akun pengguna dan program loyalitas di masing-masing platform pada Februari 2022 lalu. Sinergi ini diklaim menjadi yang pertama antara platform e-commerce dan OTA di Indonesia.

Kemudian, Blibli juga bermitra secara eksklusif dengan bank digital “blu”, yang juga anak usaha BCA yang dimiliki Djarum Group. Seperti halnya kolaborasi Tiket dan Blibli, sinergi ini diklaim juga yang pertama antara e-commerce dan bank digital.

Dalam skala besar, merger ini memungkinkan Blibli untuk mengeksekusi bisnis utamanya untuk memenangkan pasar online dan offline di Indonesia, terutama di segmen UMKM.

Saat ini baik Tiket.com dan Blibli juga turut didukung Cermati Fintech Group, salah satunya dengan mengaplikasikan layanan paylater dari Indodana (salah satu produk CFG). Adapun Cermati juga sebelumnya telah menjadi bagian dari Djarum Group melalui investasi strategis yang digelontorkan. Selain paylater, mereka memiliki sejumlah layanan finansial lainnya, termasuk insurtech, agregator, hingga open finance.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Induk Perusahaan Rumah.com Segera Melantai di Bursa Saham New York

Startup proptech asal Singapura, PropertyGuru atau dikenal dengan produknya Rumah.com di Indonesia, bersiap untuk melantai di Bursa Saham New York (NYSE) pada 18 Maret 2022. Aksi korporasi ini akan direalisasikan usai perusahaan merampungkan proses peleburannya dengan Bridgetown 2 Holdings alias perusahaan cek kosong (SPAC).

Sebagaimana diberitakan oleh The Strait Times, PropertyGuru juga akan menggelar RUPS pada Selasa, 15 Maret 2022 untuk meminta persetujuan dari para pemegang saham. Adapun, aksi mergernya dengan perusahaan SPAC diperkirakan akan mendongkrak valuasi hingga $1,78 miliar. Saat ini, Bridgetown 2 Holdings disokong oleh konglomerat Peter Thiel dan Richard Li.

PropertyGuru merupakan platform listing properti dengan cakupan layanan di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan kinerja keuangan, pertumbuhan PropertyGuru tahun lalu disumbang dari tiga pasar utama, yakni Singapura, Vietnam, dan Malaysia.

Perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar $100,7 juta atau naik 22,7% dari $82,1 juta di tahun sebelumnya. Pencapaian tersebut melampaui target perusahaan yang sebesar $97,5 juta. Tahun ini, PropertyGuru memproyeksikan kenaikan pendapatan sebesar 44% menjadi $145,1 juta.

Diberitakan pula, PropertyGuru sempat menaikkan biaya langganan (agent subscription) sebesar 15% di pasar Singapura pada November 2021. CEO PropertyGuru Hari Krishnan punya andil menilai kenaikan didasarkan pada sejumlah faktor, seperti harga properti, minat konsumen, agen properti yang solid, dan posisi kuat PropertyGuru di pasar proptech.

Sekadar informasi, SPAC juga dikenal sebagai perusahaan cangkang yang mengumpulkan dana lewat penawaran umum untuk mengakuisisi perusahaan yang ditentukan. Jenis perusahaan ini tidak punya model bisnis independen selain transaksi keuangan.

Biasanya, perusahaan yang ingin go public, membidik bursa saham di Amerika Serikat. Namun, baru-baru ini bursa saham di Singapura memperkenalkan aturan terkait IPO via SPAC pada September lalu.

Di Indonesia, sejumlah startup teknologi hendak “go public” dengan menggunakan kendaraan SPAC ketimbang melakukan IPO secara konvensional. Beberapa startup yang tengah bersiap IPO dengan SPAC adalah GoTo, Kredivo, dan Traveloka.

Momentum pasar proptech

Secara umum, pasar properti sempat melesu akibat pandemi Covid-19 sejak 2020. Namun, sejumlah pihak memproyeksi ada momentum kebangkitan kembali di sektor ini meski secara perlahan. Menurut survei yang dilakukan Knight Frank Indonesia, ada tiga sektor yang diestimasi memiliki performa pertumbuhan yang baik, yakni residensial, industri & logistik, dan ritel.

Di samping itu, momentum sektor properti juga ikut diperkuat oleh bertumbuhnya kesadaran generasi milenial untuk mulai membeli properti, misalnya rumah, baik untuk kebutuhan esensial maupun investasi. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di 2019, sebanyak 81 juta milenial belum memiliki rumah.

Terlepas dari proyeksi ini, belum diketahui apakah aksi melantai di bursa akan memengaruhi pertumbuhan PropertyGuru di Indonesia atau tidak, mengingat saat ini pasar utama PropertyGuru disumbang oleh Singapura, Malaysia, dan Vietnam.

Di Indonesia, PropertyGuru beroperasi lewat Rumah.com yang merupakan perusahaan patungannya bersama EMTEK Group. Selain itu, EMTEK juga merupakan investor PropertyGuru di putaran pendanaan seri D.

Platform proptech di Indonesia

Kompetisi di ranah proptech juga semakin kuat manakala pelaku besar mulai melakukan M&A untuk diversifikasi dan memperkuat posisinya di pasar. Di antaranya, PropertyGuru melalui Rumah.com mengakuisisi platform properti RumahDijual.com. Kemudian, platform 99co mencaplok Urbanindo, dan Emerging Markets Property Group juga mengakuisisi Lamudi Global untuk Lamudi Indonesia, Filipina, dan Meksiko.

Application Information Will Show Up Here

4 Hal yang Perlu Diketahui tentang Startup IPO

Tak hanya melalui pemodal ventura, startup dapat mencari pendanaan baru melalui cara “konvensional” yang sudah banyak dipraktikkan korporasi, yakni dengan melakukan initial public offering (IPO). Kabarnya, Bursa Efek Indonesia memberi sejumlah kemudahan bagi startup yang ingin go-public.

Namun bagi Passpod, startup penyedia bisnis sewa WiFi portabel yang baru-baru ini melantai di bursa saham, hal ini tentu tidaklah mudah. Startup yang kini menyandang kode emiten “YELO” ini menilai ada keuntungan dan juga tantangan yang dihadapi untuk mencapainya.

Untuk mengetahui selengkapnya, simak cerita dan pengalaman yang dibagikan oleh Hiro Whardana, CEO Passpod, di sesi #SelasaStartup kali ini.

Alasan IPO dan besaran funding yang ingin dikumpulkan

Alasan utama yang mendorong Passpod melakukan IPO adalah pihaknya butuh pendanaan baru untuk menambah lebih banyak perangkat modem. Keputusan ini diambil setelah perusahaan berkali-kali mencoba menutupi biaya tersebut, mulai dari modal sendiri hingga biaya operasional (opex).

Dalam proses melakukan IPO, Hiro mengamati bahwa dana yang ingin dikumpulkan terbilang setara dengan pendanaan seri A. Karena hal itu pula, proses due dilligence terbilang lebih ketat ketimbang pendanaan setara seeds.

Menurut Hiro, jika melihat nilai pendanaan yang ingin dikumpulkan besar, startup perlu lebih rinci dalam menyiapkan berbagai hal berkaitan dengan bisnis perusahaan, seperti model bisnis dan risk management.

“Untuk raise funding sebesar itu, perusahaan harus punya size [pasar] tertentu,” ujarnya.

Rencana bisnis dan keuntungan menjadi perusahaan publik

Mengambil langkah untuk menjadi perusahaan publik tentu tidak mudah. Selain perlu persiapan matang, melakukan IPO membutuhkan biaya besar untuk menyewa notaris, akuntan publik, pengacara dan semua yang terlibat di dalamnya. Hiro sendiri menuturkan pihaknya merogoh kocek hampir 3 miliar Rupiah untuk itu semua, meskipun pembayarannya dapat diatur pencairannya.

Namun  penting untuk tidak terfokus pada IPO, melainkan rencana bisnis perusahaan di masa mendatang.

“Bukan IPO yang direncanakan, tetapi funding yang ingin dikumpulkan, untuk kapan dan berapa,” paparnya.

Ia juga mengungkap beberapa keuntungan menjadi startup yang go-public. Beberapa inovasi yang dilakukan memiliki limitasi regulasi dengan menjadi perusahaan publik. Misalnya, status perusahaan tetap tercatat sebagai perusahaan dalam negeri meskipun saham dibeli dari investor luar negeri.

“Ini menandakan ada kontrol kredibilitas, berarti kami sudah dicap sebagai perusahaan transparan. Justru ini mempermudah kami kalau ekspansi ke luar negeri.”

Kendali perusahaan paling utama

Ia mengungkap menjadi perusahaan publik memberinya opsi kuat untuk tetap memiliki kendali terhadap perusahaannya sendiri.

“Menurut saya, yang terpenting bagi startup [yang IPO] bukan jumlah sahamnya. Itu tetap penting, saham memang akan terdelusi, tetapi kita tetap punya kontrol terhadap perusahaan,” tuturnya.

Ia mencontohkan pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg yang tetap memiliki kontrol terhadap perusahaan meskipun tak lagi memiliki saham mayoritas di Facebook.

“Mungkin kami juga kurang sabar cari venture capital, [karena kalau VC] semua ingin kontrol. Justru kalau kami ingin kontrol untuk mengembangkan Passpod. Pasarnya masih besar, bayangkan dari 7 juta traveler, yang terkover penyewaan modem baru 200 ribu,” ungkap Hiro.

Kolaborasi Startup Tetap Diperlukan

Salah satu perubahan yang cukup signifikan ketika telah menjadi perusahaan publik adalah laporan keuangan. Perlu diketahui, perusahaan yang melantai di bursa diawasi oleh Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Segala aktivitas harus memiliki pertanggungjawaban lewat laporan keuangan.

Dengan budaya startup yang senang melakukan eksplorasi dan inovasi, menurut Hiro, hal ini tentu tidak bisa lagi dilakukan sembarangan.

“Ketika kami meluncurkan sesuatu, pasti itu akan reflektif ke laporan buku mendatang. Orang tidak bisa lagi main-lempar-jelek-buang,” tuturnya.

Agar tidak membatasi perusahaan dalam bereksplorasi dan mengembangkan inovasi, kolaborasi dengan startup lain perlu dilakukan. Dengan demikian, bisnis dan inovasi tetap bisa jalan beriringan.

“Yang menjadi tantangannya adalah gimana bisa scale up, tapi tetap agile. Nah, strategi agar tetap bisa agile dengan kolaborasi. Di Passpod, kami ada budget R&D yang digunakan untuk kerja sama dengan startup.”

Indonesia’s Standard Calculation Method for Startup Valuation to be Available in Mid-December

Indonesia Stock Exchange (IDX) states the standard calculation method for startup valuation will soon be available, precisely on December 15th, 2017. A guide for valuation calculation is expected to increase startup enthusiasm on finding fresh money through IPO in IDX.

For this standard, IDX coordinates with Indonesia Chartered Accountants (IAI), Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) draft-maker. SFAS is a manual book for accountant containing guidelines for archiving, arranging, consulting, and presenting financial reporting.

SFAS is compiled and legalized by official financial institution.

“IAI will launch the SFAS on how to capitalize startup’s assets. If it’s working, this could be huge. They can go public. SFAS will be launched on December 15th, 2017,” Tito Sulistio, IDX’s President Director, said in Investor Forum 2017, Thursday, (11/23).

According to Sulistio, Indonesia’s startup valuation method is not standardized. In Indonesia, business based on ideas is classified as intangible assets, unable to be converted into number as company valuation.

This intangible assets can be larger than initial funding. After this specific standard available for public, he hopes startup owner will be more enthusiast (on IPO) because intangible assets can be capitalized as part of company valuation.

Nonetheless, it won’t be a guarantee, if this SFAS has been applied, that startup’s IPO can be fully absorbed by public. The decision is made by the market.

“However, I cannot guarantee whether [the stake] can be fully absorbed by public. I gave it to the market mechanism.”

Sulistio also conveyed, one of BEI’s efforts to encourage startup to do IPO easily by creating IDX Incubator program. This program is not only focus on startup development products, but also from business aspects to investor relation. Participants will be taught on necessary things to be prepared for the IPO.

Two startups managed to become a public company this year, namely Kioson and M Cash. The company went into the market with its own effort, not because of IDX Incubator program.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Standar Penghitungan Valuasi Startup Segera Terbit Pertengahan Desember

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan standar penghitungan (kapitalisasi) valuasi startup dalam waktu dekat akan segera terbit pada pertengahan Desember ini, atau lebih tepatnya 15 Desember 2017. Pedoman penghitungan valuasi diharapkan dapat meningkatkan gairah perusahaan startup untuk melantai di BEI sebagai opsi pencarian dana segar.

Dalam meluncurkan pedoman ini, BEI berkoordinasi dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai pihak penyusun Pernyataan Standar Akuntan Keuangan (PSAK). PSAK adalah buku petunjuk pelaku akuntansi yang berisi pedoman tentang pencatatan, penyusunan, perlakuan, dan penyajian pelaporan keuangan.

PSAK disusun IAI dengan mempertimbangkan kondisi keuangan yang berlaku saat ini dan telah disepakati oleh institut atau lembaga resmi di Indonesia.

“IAI akan mengeluarkan PSAK bagaimana mengkapitalisasi program [startup]. Kalau program bisa dikapitalisasi, ini bisa jadi besar. Pada bisa go public anak-anak muda itu. PSAK akan terbit sekitar 15 Desember 2017,” terang Direktur Utama BEI Tito Sulistio di sela-sela diskusi panel Investor Forum 2017, Kamis (23/11).

Menurutnya, metode penghitungan valuasi startup di Indonesia belum memiliki standar. Sebab di Indonesia, bisnis yang berdasarkan ide tergolong aset tak berwujud (intangible asset), sehingga tidak bisa dikonversi ke dalam angka sebagai valuasi perusahaan.

Padahal, aset tak berwujud tersebut bisa menjadi lebih besar melebih modal awal pendirian perusahaan. Dia berharap ketika PSAK sudah terbit, pemilik startup dapat lebih bergairah karena programnya menjadi modal yang dikapitalisasi secara akuntansi.

Meskipun demikian, Tito tidak bisa menjamin ketika PSAK telah terbit dan mulai diterapkan startup lokal sebelum melantai di bursa itu bisa sepenuhnya diserap oleh pasar. Dia menyerahkan keputusan tersebut kepada pasar.

“Tapi saya tidak bisa jamin apakah [sahamnya] bisa diserap publik. Itu saya serahkan ke mekanisme pasar.”

Dalam kesempatan tersebut, Tito juga menyampaikan salah satu upaya BEI untuk mendorong perusahaan startup lebih mudah IPO dengan membuat program IDX Incubator. Program ini tidak hanya fokus pada pengembangan startup dari segi produk saja, tapi juga dari aspek bisnis hingga berkenalan dengan investor. Peserta juga akan diajarkan hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan untuk IPO.

Dua startup berhasil menjadi perusahaan publik tahun ini yakni Kioson dan M Cash. Perusahaan tersebut masuk ke bursa dengan usaha sendiri, bukan karena program IDX Incubator.

Sri Mulyani Janji Permudah Startup “Go Public”

Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan pihaknya berjanji akan permudah startup untuk “go public” di Bursa Efek Indonesia (BEI), sebagai opsi mendapatkan tambahan permodalan. Saat ini, pemerintah, OJK maupun BEI sedang mengkaji aturan mana saja yang dapat dilonggarkan.

“Dalam [sesi] breakfast tadi pagi, kami membahas topik salah satunya bagaimana menciptakan bursa sebagai tempat bagi startup mendapatkan sumber modal tanpa proses panjang,” terangnya Sri Mulyani saat menjadi pembicara di konferensi Ideafest, Jumat (6/10).

Menurutnya, ada banyak persoalan yang harus dibenahi untuk mengoptimalkan peran BEI sebagai penyambung investor dengan perusahaan yang membutuhkan tambahan dana segar. Dia juga mengakui proses listing yang berlaku saat ini dinilai cukup memberatkan pelaku startup, yang umumnya masih anak muda.

Salah satu persyaratan yang berpotensi dapat dilonggarkan adalah memangkas prosedur pencatatan listing, misalnya memangkas syarat rekam jejak kinerja keuangan yang perlu dilampirkan sebagai dokumen persyaratan.

“Perlu ada pengubahan pola pikir, sehingga bisa saja bukan lagi melihat track record keuangan ke belakang, namun mengarah ke ide ke depan yang menjanjikan untuk dijual dan menghasilkan return.”

Kendati demikian, pelonggaran listing ini tidak serta merta menurunkan kredibilitas BEI sebagai otoritas bursa. Menkeu menilai investasi di bursa bukan kegiatan amal. Investor pasti berharap mendapat imbal hasil atas uang yang mereka tanamkan.

“Kami mendiskusikan dengan OJK bagaimana prosedur listing dari sisi akuntan publik, kualitas pelaporan yang tidak terlalu membebani. But this is what I can promise, pemerintah akan mengurangi sebaik mungkin komplikasi untuk listed ke bursa.”

Sri Mulyani pun juga mengingatkan kepada pemilik startup untuk tidak hanya fokus merealisasikan ide usaha kreatif saja. Mereka perlu dewasa dalam menyikapi ekosistem bisnis untuk turut taat pada sisi tata kelola perusahaan, dengan mulai serius menata manajemen bisnis sebelum memutuskan masuk ke bursa.

“Untuk modal, Anda pinjam uang orang. Perlu tata kelola yang baik, dengan menjaminkan agar selalu untung. Yang kasih pinjaman sadar dengan risikonya. Oleh karena itu, Anda tidak bisa seenaknya sendiri. Ujiannya selalu ada pada titik itu,” pungkasnya.

Pada pekan ini (5/9), startup e-commerce O2O Kioson mencatatkan saham perdananya di BEI dengan ticker KIOS. Kioson tercatat sebagai perusahaan emiten ke-24 yang “go public” sepanjang 2017.

Berikutnya, bila tidak ada aral melintang, startup kedua yang akan listed di BEI adalah M Cash pada akhir Oktober 2017 mendatang.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Ideafest 2017