Mengenal Profesi Chief of Executive (CEO), Tugas, Tanggung Jawab dan Skill yang Dibutuhkan

Apa sih pengertian CEO? Mungkin kamu juga sudah tidak asing lagi mendengar istilah CEO, karena dengan berkembangnya startup di Indonesia, kata CEO juga semakin banyak di dengar.

Akan tetapi, apakah kamu tau apa itu CEO dan bagaimana tugas serta tanggung jawab CEO di sebuah perusahaan?

Yuk, simak lebih lanjut pembahasan CEO di artikel berikut!

Apa itu CEO?

Untuk membangun sebuah perusahaan tentunya ada banyak posisi yang harus dibentuk agar bisa menjalankan bisnis yang kamu jalani. Biasanya kita lebih mengenal struktur perusahaan dengan sebutan pimpinan pemimpin dan anggota. Namun, posisi pemimpin ini juga ternyata ada berbagai sebutannya, loh! Salah satunya adalah chief of executive atau CEO.

CEO atau chief of officer adalah sebuah jabatan tertinggi di sebuah perusahaan. Biasanya penggunaan kata CEO ini digunakan pada perusahaan rintisan atau startup. Pengertian CEO adalah sebuah posisi untuk anggota tertinggi yang memiliki tugas serta peran untuk mengawasi dan juga menjalankan visi misi perusahaan untuk menuju kesuksesan.

Selain mengawasi perusahaan, CEO juga berperan untuk memastikan anggaran dari perusahaan kamu agar selalu tersedia dan juga beberapa CEO di perusahaan memiliki wewenang untuk merekrut dan mempertahankan karyawan terbaik.

Perbedaan CEO, Owner, dan juga direktur

Mungkin di antara kamu juga sudah tidak asing lagi mendengar kata direktur dan owner, karena kedua posisi ini sama-sama mengisi kedudukan tertinggi. Akan tetapi, apakah CEO, direktur, dan owner itu sama atau berbeda?

Nah, ternyata sebutan CEO dan juga direktur itu sama, loh! Penggunaan kata CEO biasanya digunakan oleh perusahaan startup atau perusahaan yang memiliki kultur budaya dari luar. Sedangkan, istilah direktur itu biasanya digunakan oleh perusahaan konvensional atau perusahaan corporate.

Hal ini juga sudah tertuang secara hukum Indonesia dan menurut Keputusan Menteri Transmigrasi dan Tenaga Kerja Nomor 40 Tahun 2021, posisi CEO lebih dikenal dengan istilah direksi, komisaris, dan eksekutif. 

Sehingga, bisa dibilang CEO dan direktur adalah posisi yang sama, hanya saja penyebutannya berbeda sesuai dengan kultur kebudayaan perusahaan.

Apa bedanya CEO dan owner?

Dikutip dari Huntclub, owner adalah individu yang memulai perusahaan dan membangunnya dari tahap perencanaan sampai menghasilkan keuntungan. Biasanya juga seorang owner akan memiliki pengetahuan yang cukup luas terkait pemasaran dan produk dari bisnis yang ia kembangkan, karena ia adalah orang pertama yang membangun bisnisnya.

Maka dari itu, seorang owner atau pemilik bisnis juga wajar memiliki sebuah kesempatan untuk memiliki bisnisnya 100% bila pemilik tersebut tunggal. Seperti yang dilakukan oleh Kylie Jenner terkait kepemilikan saham Kylie Cosmetic, sebelum 51% ke perusahaan Coty. Namun, jika sebuah bisnis didirikan dengan bantuan mitra lain, maka mitra tersebut menjadi pemilik bersama.

Owner dan juga CEO bisa dijabat oleh satu orang sekaligus, biasanya hal ini terjadi ketika perusahaan tersebut belum berkembang secara besar. Akan tetapi, bisa berbeda jika sebuah perusahaan sudah sukses maka perusahaan tersebut mampu untuk merekrut CEO.

Seorang pemilik bisa menjabat sekaligus menjadi CEO, hal ini sering terjadi apabila bisnis yang dikembangkan belum terlalu besar dan perusahan tersebut belum mampu merekrut CEO. Jadi, pemilik usaha bisa menjadi CEO, tetapi tidak semua CEO bisa menjadi owner atau pemilik usaha.

Tugas CEO dan owner di perusahaan

Untuk memimpin sebuah perusahaan, CEO juga memiliki daftar tugas dan wewenang lainnya yang harus kamu ketahui, seperti berikut:

  • CEO memiliki tanggung jawab untuk mengawasi anggaran perusahaan
  • Menetapkan arah strategis perusahaan
  • Memimpin perusahaan, menetapkan tujuan pendapatan dan produktivitas
  • Mewakili citra publik perusahaan
  • Menentukan visi, misi, hingga arah perusahaan
  • Meninjau sekaligus menganalisis perubahan ekonomi dan industri sebuah perusahaan.

Sedangkan, untuk kamu yang menjabat sebagai owner di bisnis yang kamu kembangkan, selain sebagai pemilik, kamu juga memiliki peran lainnya.

Jika CEO memiliki peran besar untuk menjaga citra perusahaan. Maka, untuk hal ini hanya berlaku jika kamu sudah bisa merekrut CEO untuk perusahaanmu.

Namun, tidak jarang bila tanggung jawab dan tugas owner itu biasanya tidak tertulis, terkadang peran kamu sebagai owner juga bisa saja tidak menentu. Akan tetapi, biasanya owner akan membantu CEO untuk memantau operasional, hingga sumber daya manusia perusahaan. Sehingga, kamu akan lebih banyak berdiskusi dengan CEO.

Tidak hanya itu, owner juga akan membangun visi dan misi sebuah perusahaan yang sesuai dengan standar dan industrinya. Jika, ada kerugian bisnis jug owner lah yang akan bertanggung jawab.

Berapa gaji CEO di Indonesia?

Menempati posisi tertinggi di sebuah perusahaan, pasti juga membuat kamu penasaran berapa, sih, gaji seorang CEO di perusahaan Indonesia?

Dikutip dari OCBC NISP dengan sebuah tanggung jawab yang cukup besar, gaji CEO di perusahaan Indonesia pada tahun 2021 bisa mencapai Rp130 sampai Rp250 juta per bulannya. Bila dihitung pertahun, CEO akan mendapatkan penghasilan RP1,5 hingga Rp3 miliar.

Namun, kamu juga perlu tahu gaji sebesar tersebut bisa kamu dapatkan jika kamu bekerja di sebuah startup unicorn. Di Indonesia sendiri ada 12 startup unicorn yaitu GoTo, Xendit

Ajaib, Bukalapak, Tokopedia, JD.id, Blibli.com, Traveloka, Ovo, Kredivo, J&T Express, dan Kopi Kenangan.

Skill yang harus dimiliki CEO

Tidak sembarangan orang bisa menjadi CEO, karena untuk memimpin sebuah perusahaan itu bukan lah hal yang mudah. Kamu harus memiliki skill yang mumpuni, terutama dalam hal kepemimpinan. Kemudian, beberapa skill di bawah ini juga harus kamu terapkan jika ingin menjadi CEO.

1. Kreativitas dan inovasi

Memiliki pemikiran kreatif dan ide-ide baru bisa membuat bisnis berkembang dalam jangka yang panjang karena dengan inovasi bisa membuat perusahaan lebih progresif.

2. Keberanian

Dengan memiliki skill tidak mengenal rasa takut bisa menanamkan kualitas pada karyawan, karena CEO nantinya akan berhadapan dengan  tantangan. Jika tidak memiliki rasa keberanian bagaimana CEO bisa menemukan solusi yang kreatif dan menguntungkan perusahaan.

3. Memiliki skill komunikasi yang kuat

Dalam menjalankan perannya, seorang pemimpin akan menyampaikan pesan atau instruksi secara efektif. Pesan efektif yang disampaikan oleh jabatan yang tinggi kepada karyawan bisa meminimalisir kesalahpahaman dan juga memberikan faktor motivasi. Sebab, komunikasi berperan penting dalam tugas dan tanggung jawab sehari-hari.

4. Inovasi dan kreativitas

Untuk mengembangkan sebuah perusahaan dengan jangka waktu yang yang panjang, kamu sebagai CEO harus mampu berpikir kreatif dan memiliki inovasi yang tinggi agar bisa mendapatkan banyak ide tentang bisnis yang sesuai dengan bisnis yang kamu jalani, karena CEO yang bisa berpikir kreatif dan berinovasi bisa menguntungkan bisnisnya.

5. Harus bisa bekerja secara tim atau kolaborasi

Menjadi seorang CEO, kamu tidak akan bekerja secara mandiri, kadang kala kamu akan bekerja sama dengan pemilik bisnis atau jajaran c-suite lainnya seperti dewan direksi dan kepala departemen lainnya. Kolaborasi ini akan menghasilkan informasi dan ide yang terbaik untuk memajukan perusahaan, karena berkolaborasi juga dapat membuat kreativitas yang tinggi.

Cara menjadi CEO

Setelah kamu merasa cukup untuk memiliki skill yang sesuai dengan kriteria CEO, mungkin kamu bertanya-tanya bagaimana cara menjadi CEO? Nah, untuk mencapai posisi ini biasanya ada dua cara yang bisa kamu lakukan, yaitu:

1. Membangun perusahaan sendiri

Kamu bisa membangun usaha rintisan dari nol dengan komitmen dan tekad yang bulat. Jika perusahaan yang kamu kembangkan bisa berjalan lancar dengan kepemimpinan kamu maka kamu sudah bisa disebut sebagai CEO.

2. Pertumbuhan karir

Melewati jalur pertumbuhan karir memang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Akan tetapi, dengan mendapatkan pengalaman dan pengetahuan saat kamu naik jabatan dalam sebuah perusahaan yang sama akan memberikan nilai unggul lebih. Biasanya juga dewan redaksi perusahaan akan lebih memilih kandidat internal untuk menjadi CEO dibandingkan kandidat eksternal. 

Selain, kedua poin di atas juga ada beberapa cara yang bisa membantu kamu untuk meraih posisi sebagai CEO yaitu:

1. Memiliki sertifikasi profesional

Dengan memiliki sertifikasi profesional di bidang yang sesuai juga bisa membantu kamu mendapatkan kualifikasi yang tinggi, karena sertifikasi juga sangat berguna untuk mengembangkan perusahaan yang nanti kamu jalani.

Dikutip dari situs Leverage Edu ada beberapa sertifikat profesional yang dapat membantu kamu menjadi CEO di antaranya: Chartered Financial Analyst (CFA), Certified Management Accountant (CMA), Certified Public Accountant (CPA), dan Project Management Professional (PMP).

2. Menempuh pendidikan

Memang siapa saja bisa menjadi CEO. Akan tetapi, dengan memiliki gelar sarjana bisa membuat kualifikasi kamu bertambah. Bahkan, dilansir dari Forbes, setengah CEO Fortune 100 sudah menempuh gelar akuntansi, bisnis, dan ekonomi. Sedangkan, 27% bergelar sarjana sains dan teknik, sisanya 14% menempuh pendidikan hukum.

CEO yang menginspirasi

1. Ifandi Khairum Ranin

Salah satu CEO muda Indonesia dan founder dari startup yang bergerak dalam bidang pendidikan yaitu Satu Persen. Satu persen dibangun oleh Ifandi pada tahun 2019 dengan format channel Youtube. Sebelumnya ia hanya sering membagikan konten terkait pendidikan, kesehatan mental, dan self development di akun Youtube pribadinya sejak tahun 2018.

2. Hanifa Ambadar

Female Daily, salah satu forum wanita yang cukup besar di Indonesia. Kamu juga pasti sudah tidak asing lagi dengan Female Daily. Beautytech ini sudah hadir sejak 2005 di mana saat itu masih berbasis blog. Namun, sekarang Female Daily sudah memiliki aplikasi dan beauty studio dengan 50 juta pengikut dengan 4 juta unique user per bulannya.

3. Pete Cashmore

Mashable adalah salah satu situs web berbasis blog yang berfokus pada teknologi dan entertainment, ternyata didirikan oleh seorang anak muda bernama Pete Cashmore. Mashable dirintis pada tahun 2005, yang berarti saat itu Cashmore berusia 19 tahun.

4. Kylie Jenner

Kylie Cosmetic didirikan sejak tahun 2015 dan pada tahun 2018 Kylie Cosmetic sudah mendapatkan penghasilan dari penjualannya sebesar $360. Kemudian, beberapa waktu setelah itu Forbes juga menyatakan jika Kylie Cosmetic memiliki penilaian sebesar $800. Hal ini menjadikan Kylie Jenner sebagai miliarder termuda.

Nah, itulah penjelasan tentang definisi, tugas, gaji dan skill yang harus dimiliki oleh seorang CEO. Walaupun, gaji menjadi CEO cukuplah besar, tetapi beban kerjanya pun cukup berat dan semuanya harus dilakukan secara bertahap.

CEO inspirasi di atas juga membuktikan bila anak muda dapat menempati posisi CEO dengan memiliki pemikiran yang kreatif dan inovasi yang tinggi untuk berkembang.

Bukalapak Ubah Alokasi Dana IPO, Dorong Akselerasi Pertumbuhan Bisnis

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) mengumumkan perubahan alokasi dana yang diperoleh sebesar Rp21,9 triliun dari aksi melantai di Bursa Efek Indonesia. Bukalapak mengubah porsi modal kerja dan mengalokasikan sebesar 33% untuk pengembangan perusahaan dan anak usaha, misalnya melalui pembelian atau penyertaan saham dan/atau aset.

Dalam keterangan resminya, perubahan alokasi dana IPO ini disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bukalapak yang digelar pada Rabu, 23 Desember 2021.

Direktur Utama Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan bahwa langkah ini sejalan dengan strategi perusahaan untuk fokus mencapai pertumbuhan perusahaan secara berkesinambungan. Perusahaan akan terus mengelola biaya-biaya yang timbul secara efisien serta mengkaji potensi dan kesempatan untuk mendorong pertumbuhan di masa depan.

Rinciannya, sebesar 33% dari dana IPO akan digunakan untuk modal kerja perusahaan. Kemudian, 34% untuk modal kerja anak usaha yang terdiri dari; Buka Mitra (15%), Buka Usaha (15%), serta Buka Investasi, Buka Pengadaan, Bukalapak, dan Five Jack masing-masing 1%.

Bukalapak memberikan alokasi baru sebesar 33% untuk pengembangan usaha perusahaan dan anak usaha. Dalam pernyataannya, pengembangan usaha ini tidak terbatas pada pembelian saham dan/atau aset, dan/atau penyertaan saham pada satu atau lebih perusahaan termasuk perjanjian patungan (joint venture), metode transaksi lain yang sesuai, serta pelunasan fasilitas pinjaman yang digunakan untuk keperluan pertumbuhan dan/atau pengembangan usaha baik sekarang maupun yang akan datang.

ALOKASI SEBELUM SESUDAH
Modal kerja 66% 34%
Buka Mitra  15% 15%
Buka Usaha  15% 15%
Buka Investasi Bersama 1% 1%
Buka Pengadaan 1% 1%
Bukalapak Pte. Ltd 1% 1%
Five Jack (itemku) 1% 1%
Pengembangan usaha lewat model; (1) pembelian saham dan/atau aset, (2) penyertaan saham pada satu atau lebih perusahaan, (3) pelunasan fasilitas pinjaman untuk keperluan pertumbuhan dan/atau pengembangan usaha saat ini dan akan datang  33%

Selain perubahan penggunaan dana IPO, RUPSLB juga mengumumkan pengunduran diri Lau Eng Boom dari jajaran Dewan Komisaris. RUPSLB ini dipimpin oleh Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen Bukalapak Bambang Brodjonegoro.

Lau Eng Boom telah memulai masa pensiunnya di Government of Singapore Investment Corporation Pte Ltd (GIC). Dengan kondisi ini, berakhir pula masa tugas Lau Eng Boon sebagai Komisaris Bukalapak.

“Agenda RUPSLB ini merefleksikan dinamika positif dan komitmen Bukalapak sebagai perusahaan publik untuk terus tumbuh melalui berbagai pengembangan. Kami optimistis pengembangan ini dapat terus mendukung tujuan Bukalapak menuju pertumbuhan berkelanjutan serta profitabilitas,” ujar Komisaris Utama dan Komisaris Independen Bukalapak Bambang Brodjonegoro.

Sebagaimana diketahui, Bukalapak resmi mencatatkan diri sebagai perusahaan publik pada Agustus 2021 dengan meraup dana sebesar $1,5 miliar atau sebesar Rp21,9 triliun (kurs saat itu). Bukalapak tercatat sebagai startup unicorn pertama yang go public di Asia Tenggara.

Mendukung bisnis existing

Jika mengacu pada pencapaian kinerja dan fokus strategi, alokasi dana baru ini bisa saja dimanfaatkan untuk mendongkrak bisnis existing Bukalapak, terutama pada lini bisnis yang tumbuh signifikan, melalui strategi anorganik.

Sebagai ujung tombak bisnis perusahaan, Mitra Bukalapak punya PR besar untuk mendigitalisasi segmen warung dan UMKM. Unit bisnis ini juga mengincar ruang pertumbuhan baru dengan rencana ekspansi ke kota tier 2 dan 3. Strategi anorganik ini dapat membantu Bukalapak mengakselerasi pertumbuhan Mitra Bukalapak.

Berdasarkan laporan keuangan di kuartal III 2021, marketplace memang masih menjadi kontributor pendapatan terbesar dengan Rp780,4 miliar, tetapi hanya tumbuh 5,1% secara tahunan. Sementara, pertumbuhan Mitra Bukalapak meroket hingga 322% menjadi Rp496,7 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu.

Bukalapak saat ini tengah mengecap momentum dari pertumbuhan Mitra Bukalapak serta klaim posisinya yang mendominasi segmen warung dan UMKM. Bukalapak kini punya 7 mitra dalam lima tahun sejak diluncurkan.

Porsi pendapatan Bukalapak didasarkan pada unit bisnisnya / DailySocial.id

Menurut survei Nielsen terhadap 1.800 warung dan 1.200 kios pulsa, Mitra Bukalapak tercatat sebagai pemimpin di pasar O2O dengan penetrasi sebesar 42% dibandingkan pemain O2O yang memiliki pengguna 2,5 kali lipat lebih banyak di survei ini.

Dihubungi secara terpisah, Head of Media and Communications Bukalapak Fairuza Ahmad Iqbal belum dapat memberikan informasi lebih lanjut terkait rencana dari alokasi baru tersebut. Ia menegaskan bahwa pihaknya terbuka terhadap peluang di sektor yang dapat menciptakan hasil yang bermanfaat dengan sumber daya yang dimiliki.

“Dengan disetujuinya perubahan penggunaan dana IPO ini, kami dapat menggunakan dana untuk mengimplementasikan rencana akuisisi. Namun, sampai sekarang belum ada ada yang bisa kami laporkan,” ungkapnya.

Application Information Will Show Up Here

Approaching the IPO Moment, GoTo’s Valuation to Reach 403 Trillion

Last week (20/10) the decacorn GoTo Group announced a strategic cooperation agreement with the Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) subsidiary. As a follow-up, ADIA led the fundraising for GoTo’s pre-IPO worth $400 million or equivalent to IDR 5.6 trillion. This funding is estimated to boost the company’s valuation to $28.5 billion or equivalent to IDR 403.7 trillion – according to Reuters‘ sources.

This value increased significantly compared to the previous estimated valuation of $18 billion, by combining each company’s valuations as they were doing separate fundraising. Today’s situatuion is estimated to bring GoTo’s value to more than $30 billion in the lead-up to its IPO, with the public investment climate gains its best momentum.

“We are proud to welcome ADIA as the company’s newest investor and the first in our pre-IPO fundraising, as we prepare the business for exponential growth for years to come. This kind of support underscores our belief that Indonesia and Southeast Asia will be the next big destination for technology investment,” GoTo Group’s CEO, Andre Soelistyo said.

He said, GoTo has generated more than 1.8 billion transactions in 2020 with a total GTV of more than $22 billion. In the company’s ecosystem, there are more than 11 million partners, with the majority being MSMEs and more than 2 million driver-partners.

Fluktuation before IPO

Although it has not been officially announced, the GoTo IPO plan is predicted to be finalized in early 2022. Sources say that the go-public process will start at the local exchange (IDX), followed by New York.

“The IPO is one of our strategies to support the company’s sustainable growth. What we can ensure is that GoTo will always comply with all applicable regulations in carrying out every corporate action,” a company representative said to DailySocial.id.

The success of Bukalapak’s IPO at IDX and Grab’s previously announced plan to go public via SPAC become the benchmarks for ‘success’ to the next unicorn that will enter the stock market. Grab’s plan was delayed from the schedule, the SPAC agreement was targeted to complete in mid-2021. It is actually due to the request for a financial audit from the local exchange authority. The company is targeting a valuation of nearly $40 million just before going public.

The startup path to the stock exchange is being tested with various uncertainties. Including the declining interest in public offerings through SPAC – as it was too blatant. In 2021, there will be a lot of SPAC transactions on the NASDAQ, which will have an effect on the decline in the selling price of shares to below the expected nominal value. According to EY data, as of H1 2021 there were 634 successful SPAC transactions, a new record on the local stock exchange.

Previously, rumor has it that Traveloka would make a deal with Bridgetown Holdings Ltd. for SPAC. However, as we’ve recently informed, Traveloka’s board of directors decided not to proceed with this step. The company is likely to explore the traditional IPO process, remaining on US exchanges, according to Bloomberg sources.

On the other hand, Bukalapak’s corporate action in August 2021 also illustrates the good enthusiasm of local investors in welcoming local unicorns to the stock market.

Gojek-Tokopedia synergy

The GoTo Group continues to strive to accelerate its business pace, especially by combining the capability of Gojek and Tokopedia. Several initiatives were recently announced, such as setting Gopay and Gopaylater as the main payment options on Tokopedia.

“In addition, the synergies embodied in the GoTo ecosystem include cross-selling and upselling, a wider hyperlocal delivery network, the largest digital payment ecosystem and financial technology, as well as promotions and loyalty programs to expand users,” GoTo’s Corporate Affairs Nila Marita added.

Synergy is also designed to expand opportunities for Gojek driver partners to earn additional income, among others, realized through a number of Gojek and Tokopedia collaboration programs such as Indonesia Shopping Time (WIB). Driver partners have the opportunity to be able to send more orders from Tokopedia consumers.

“This business synergy also opens up great opportunities for GoTo to expand in several lines, such as daily necessities (grocery), fast-moving consumer goods (FMCG), and logistics,” Nila said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

OnlinePajak Claims Unicorn Status, Is that How Big the Market Size?

Tax management focused SaaS startup for business “OnlinePajak” claim its “unicorn” status. It was directly mentioned by the executives at a media meeting, as quoted by Katadata.

Previously, news about the unicorn status emerged from CBInsights. However, it is known that currently (14/10) CBInsights has removed the name OnlinePajak from the list.

We have tried to ask related parties on this matter to the company, including the company’s latest funding round [if any]. Until this publication, we have received no feedback. We tried asking one of the investors, however, there’s no comment on the unicorn status.

Based on data submitted to the regulator, OnlinePajak’s last funding round was the Series C round in July 2021. Tencent and a series of investors poured around $12 million, raise the company’s valuation to $179 million — 1/10th of what it claims to be a unicorn startup.

The company’s also backed by popular investors such as Alpha JWC Ventures, Sequoia Capital India, Endeavor Catalyst, and several others.

We actually have included OnlinePajak on the Centaur list since last year, which marks the company’s milestone reaching a valuation of over $100 million.

OnlinePajak service

Currently, OnlinePajak services are divided into three main product categories: Invoice, Payroll, and Others. In the Invoice sub-service, there are various features such as calculating/depositing/reporting VAT and PPh, making withholding books, invoices, NPWP validation, and others.

While Payroll includes payroll features, PPh 21 tax, salary calculations, and slips. While in the Other category, there are channels for payment, reporting, including for personal taxes. Currently they also operate the TaxPay service to facilitate the tax payment process.

In order to facilitate users, in addition to portals on the web, OnlinePajak presents an application on Android which has been downloaded by around 10 thousand+ users with 3.7 rating. Another application that also helps accommodate tax needs is HiPajak, on Google Play the platform has been downloaded by 50 thousand+ users and gets the same rating.

Another innovation launched by local startups to make it easier for businesses and individuals to manage taxes is Pajak.io. Its main service is based on a chatbot called “Bee-Jak”, ready to answer and assist various complaints regarding tax reporting and payment. Meanwhile, other SaaS services that focus on HR and Payroll also generally have the capability to perform tax calculations, such as those provided by Catapa, Fast-8, and Mekari.

Statistics comparison of OnlinePajak and KlikPajak by Mekari / SimilarWeb

Market size

Based on data compiled by Fortune Business Insight, the market size of tax management software has reached $5.24 billion in 2018 globally. The number is projected to increase to $11.19 billion in 2026 at a CAGR of 10.4%.

Basically the nature of the service helps businesses or companies to do tax management. However, in Indonesia likewise, all processes can actually be done independently. Even among corporations, they usually have a special consultant who focuses on tax advocacy.

The MSME segment may be the main target, although the government the tax collection process considered this circle has received “privileges”, both in terms of a simple process and a relatively lower value. According to data from the Directorate General of Taxes at the Ministry of Finance in 2019, the final income tax contribution of MSMEs was only around Rp7.5 trillion or around 1.1% of the total PPh in the same year at Rp711.2 trillion.

In order to overcome this, several applications that focus on recording MSME finances also feature a tax calculation function. Even the KemenkopUKM also presents the LAMIKRO application that can be used and downloaded for free.

OnlinePajak unicorn status

With the size of the market [specifically on tax calculation software], it is actually interesting to know OnlinePajak’s current valuation has reached $1 billion. As its business model accommodates a fairly niche market. However, it has the potential to target a wider product segment starting from the pain point around taxes – to being an end-to-end SaaS for businesses.

In general note, for OnlinePajak’s business line (tax payment), the company has appointed Mulia Dewi as CEO. While the Founder Charles Guinot currently serves as Group CEO. It is possible that there is a wider service segment the company is currently preparing to reach potential for a larger market share.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Blibli Confirms to Reach Unicorn Status

Blibli adds to the list of Indonesian unicorn startups. The news was confirmed by the CEO, Kusumo Martanto in a Mastermind exclusive interview with DailySocial.id.

Martanto said, “Although we have not openly announced any kind of status, our business size has exceeded billions of dollars. Can I say that we have reached unicorn status? Yes. However, as a digital company, we want to create a sustainable company with positive value and impact on society.

Previously, Tiket.com has conveyed the unicorn status, an OTA startup acquired by Blibli in 2017. Tiket.com is reportedly exploring the potential to go public through SPAC COVA Acquisition Corp vehicle. (COVA) with an estimated combined company value of $2 billion.

The following is a complete list of Indonesian unicorn startups – several companies have specifically confirmed its status to DailySocial.id and yet to announced it to the public

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak ~$3 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Blibli (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Tiket.com (dikonfirmasi perusahaan) ~$1 miliar
Kredivo $2,5 miliar

Blibli’s business map

Under GDP Venture, an investment company owned by Djarum group, Blibli has taken a number of strategic actions towards several startups in Indonesia. In addition to acquiring Tiket.com, they also became investment arm and acquisition vehicle to other startups. This initiative led the Blibli’s CEO to a member of the board/commissioner in a number of startups.

In its core business, during the last two years, the company has launched various initiatives. First, strengthening the company’s O2O concept, including through BlibliMart services — which in early 2020 was said to be the second strongest category in Blibli after electronics in terms of order and GMV. They also initiated an offline store, but its expansion was delayed due to the pandemic.

In the late 2020, along with Indodana which is Cermati Fintech Group’s subsidiary, Blibli launched a paylater feature to extend the payment channels. Blibli Mitra is also promoted as an effort to collaborate with more MSMEs – as of the end of 2020, it is claimed to have found 16,000 partners with more than 1 million consumers.

This year, the company focuses on several initiatives. First, to capture the used car marketplace trend that continues to skyrocket, Blibli is increasing its collaboration with Garasi.id, its business unit, to serve the needs of buying and selling used cars.

Furthermore, in the era of digital banking, they collaborate with BCA Digital as an exclusive partner. At the initial stage, Blibli users can create blu accounts, make e-commerce payments, and transact via in-app payments.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Blibli Konfirmasi Status “Startup Unicorn”

Blibli menambah daftar startup unicorn Indonesia. Konfirmasi ini disampaikan CEO Kusumo Martanto dalam sebuah wawancara eksklusif kolom Mastermind dengan DailySocial.id.

Kusumo mengatakan, “Meskipun kami belum mengumumkan status apapun secara terbuka, ukuran bisnis kami telah melampaui miliaran dolar. Lalu, apakah saya bisa mengatakan sudah mencapai status unicorn? Ya. Namun, sebagai perusahaan digital yang sangat kami inginkan adalah menciptakan bisnis berkelanjutan dengan nilai dan dampak positif bagi masyarakat.”

Sebelumnya konfirmasi status unicorn juga disampaikan Tiket.com, startup OTA yang diakuisisi Blibli pada tahun 2017. Tiket.com dikabarkan menjajaki potensi go public melalui kendaraan SPAC COVA Acquisition Corp. (COVA) dengan estimasi nilai gabungan perusahaan mencapai $2 miliar.

Berikut ini daftar selengkapnya startup unicorn Indonesia – beberapa perusahaan mengonfirmasi statusnya secara khusus kepada DailySocial.id dan belum mengumumkannya ke publik:

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak ~$3 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Blibli (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Tiket.com (dikonfirmasi perusahaan) ~$1 miliar
Kredivo $2,5 miliar

Peta bisnis Blibli

Di bawah naungan GDP Venture, perusahaan investasi grup Djarum, Blibli telah melakukan sejumlah aksi strategis. Selain mengakuisisi Tiket.com, mereka juga menjadi perpanjangan tangan akuisisi dan investasi ke startup lain. Inisiatif tersebut mengantarkan CEO Blibli sebagai anggota board / komisaris di sejumlah startup.

Di bisnis utamanya, selama dua tahun terakhir, berbagai inisiatif digenjot perusahaan. Pertama penguatan konsep O2O perusahaan, termasuk melalui layanan BlibliMart — yang pada awal 2020 dikatakan menjadi kategori terkuat kedua di Blibli setelah elektronik untuk tingkat pesanan dan GMV. Mereka juga sempat menginisiasi offline store, namun ditunda perluasannya akibat pandemi.

Akhir 2020, bersama Indodana yang merupakan anak usaha dari Cermati Fintech Group, Blibli meluncurkan fitur paylater untuk menambah kanal pembayaran. Blibli Mitra juga digalakkan sebagai upaya menggandeng lebih banyak UMKM — per akhir 2020 diklaim sudah mendapati 16 ribu mitra dengan 1 juta lebih konsumen.

Di tahun ini, ada beberapa inisiatif yang menjadi fokus perusahaan. Pertama, untuk menangkap tren used car marketplace yang terus meroket, Blibli meningkatkan kolaborasinya bersama Garasi.id, unit bisnisnya, untuk melayani kebutuhan jual-beli mobil bekas.

Selanjutnya, di era bank digital, mereka menggandeng BCA Digital sebagai mitra eksklusif. Di tahap awal ini pengguna Blibli dapat melakukan pembukaan rekening blu, pembayaran e-commerce, hingga bertransaksi lewat in-app payment.

Application Information Will Show Up Here

Tiket.com Confirms the Unicorn Status, Considering IPO through SPAC on the NYSE

Tiket.com is exploring the potential to go public on the New York stock exchange through SPAC. According to a Bloomberg report, the company is in discussions with COVA Acquisition Corp. (COVA), with an estimated of $2 billion combined value of the companies. The company is also said to consider raising an additional $200 million through the PIPE scheme.

The representative of Tiket.com has confirmed the unicorn status. He ensured that the company is exploring the potential to go public.

“Regarding that, we can now confirm that Tiket.com is now a unicorn, and Tiket.com plans for an IPO in the future,” a spokesperson for Tiket.com said.

Tiket.com was founded in 2011 and acquired by the Djarum Group through Blibli in 2017. Currently, both are operating as separate legal entities (PT), therefore, it is possible whether Tiket.com run for an IPO first.

Tiket.com founders are Mikhael Gaery Undarsa (CMO), Wenas Agusetiawan, Dimas Surya Yaputra (CCO), and Natali Ardianto (CTO – already exited). George Hendrata currently serves as Tiket.com’s CEO.

In April 2021, Tiket.com’s Co-Founder & CMO Gaery Undarsa stated at the media gathering that airline ticket sales has increased by 331%, while hotel reservations increased by 321%.

The positive result was obtained amidst various restrictions due to the pandemic.

Previously, several unicorn startups had planned to go public through SPAC, including Traveloka, which is Tiket.com’s closest competitor. Other unicorns also  rumored to conduct an IPO, including GoTo (Gojek and Tokopedia) and Bukalapak. In addition, the MNC conglomerate’s OTT business unit has chosen a similar step.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tiket.com Konfirmasi Sandang Status Unicorn, Jajaki Potensi Melantai di Bursa New York (UPDATED)

Menurut pemberitaan Bloomberg, Tiket.com dikabarkan menjajaki potensi go public di bursa saham New York melalui SPAC. Perusahaan tengah berdiskusi dengan COVA Acquisition Corp. (COVA), dengan estimasi nilai gabungan perusahaan mencapai $2 miliar. Perusahaan disebut juga berpotensi meraih dana tambahan $200 juta melalui skema PIPE.

Kepada DailySocial, pihak Tiket.com mengonfirmasi status unicorn ini. Mereka juga memastikan perusahaan sedang menjajaki potensi go public. Meskipun demikian, perusahan tidak menyebutkan apakah akan menggunakan kendaraan SPAC.

“Sehubungan dengan itu, saat ini kami dapat memastikan bahwa Tiket.com telah berstatus unicorn, dan Tiket.com memiliki rencana IPO ke depan,” ujar juru bicara Tiket.com.

Tiket.com didirikan tahun 2011 dan diakuisisi Djarum Group melalui Blibli pada tahun 2017. Saat ini keduanya tetap berjalan dengan entitas legal (PT) terpisah, sehingga memungkinkan jika Tiket.com melangsungkan IPO terlebih dulu.

Para pendiri Tiket.com adalah Mikhael Gaery Undarsa (CMO), Wenas Agusetiawan, Dimas Surya Yaputra (CCO), dan Natali Ardianto (CTO – sudah exit). George Hendrata saat ini menjadi CEO perusahaan.

Di sebuah kesempatan temu media pada April 2021 lalu, Co-Founder & CMO Tiket.com Gaery Undarsa menyampaikan penjualan tiket pesawat naik sebesar 331%, sementara reservasi hotel naik di angka 321%.

Capaian positif ini didapat di tengah berbagai pembatasan akibat pandemi.

Sebelumnya beberapa startup unicorn telah merencanakan go public via SPAC, termasuk Traveloka yang merupakan kompetitor terdekat Tiket.com. Unicorn lain yang dikabarkan hendak menjajaki IPO adalah GoTo (Gojek dan Tokopedia) dan Bukalapak. Di samping itu unit bisnis OTT konglomerasi MNC juga memilih langkah serupa.

Application Information Will Show Up Here

Bagaimana Merger Gojek Tokopedia Memberi Dampak Positif terhadap Konsumen dan Industri

Berita teranyar yang dibicarakan semua orang di minggu pertama tahun 2021 adalah merger antara Gojek dan Tokopedia yang tampaknya akan segera terjadi, dua startup teknologi paling menjulang di Indonesia. Berbeda dengan rumor dangkal dengan Grab, diskusi yang saya lakukan di berbagai jejaring tentang potensi integrasi antara Gojek dan Tokopedia dari banyak sudut pandang yang berbeda sangatlah menarik. Berikut analisis saya mengenai dampak dari merger ini.

Dampak kepada konsumen

Dari sisi konsumen, kawin silang produk yang saling melengkapi ini akan menjadi sangat fantastis. Infrastruktur transportasi, e-commerce, dan keuangan semuanya dalam satu produk terintegrasi? Hal ini merupakan impian setiap konsumen, niaga hiperlokal! Sekarang, kita sudah memiliki sistem pengiriman di hari yang sama yang tengah berlangsung. Integrasi antara Gojek dan Tokopedia dapat menghasilkan sesuatu yang mungkin lebih menggugah, pengiriman instan ala Amazon Prime dalam hitungan jam, membantu mendorong transaksi e-commerce dan kepuasan pelanggan sekaligus meningkatkan utilisasi pengemudi sehingga lebih ekonomis sebagai bisnis.

Pada dasarnya, Gojek telah melakukan model perdagangan hiperlokal ini melalui platform GoFood, di mana pelanggan bisa mendapatkan makanan yang mereka pesan dalam sekejap, bahkan kurang dari 30 menit. Integrasi dengan Tokopedia akan menghubungkan infrastruktur logistik ini dengan merchant Tokopedia, yang merupakan keunggulan utama Tokopedia di tengah persaingan ketat dengan Shopee SEA.

Hal itu membawa kita melihat pasar lain yang secara praktis menjadi fokus semua unicorn: industri UKM. Baik Gojek dan Tokopedia memiliki basis pengguna UKM yang besar di bawah platform mereka, meskipun dengan jenis kebutuhan yang berbeda. Tanpa tumpang tindih, hanya saling melengkapi. Gojek adalah UKM(restoran, toko, warung) berbasis layanan yang berpedoman pada waktu dan Tokopedia lebih seperti UKM berbasis kerajinan tangan. Kedua unicorn tersebut juga telah melakukan upaya besar dalam digitalisasi UKM melalui Point-of-Sales, aplikasi pemasaran pedagang, bahkan menyediakan modal demi pertumbuhan.

Selain bisnis inti mereka, kedua unicorn juga menjelajahi ruang teknologi keuangan (fintech). Tokopedia dengan investasi strategis di Ovo, yang tertanam dengan baik dan merupakan metode pembayaran default di pasarnya, dan Gojek dengan platform GoPay dan GoPay Paylater. Keduanya juga telah menghadapi persaingan besar oleh ShopeePay, salah satu produk fintech dengan pertumbuhan tercepat di pasar terutama selama pandemi di mana Shopee semakin mendorong akuisisi pelanggan ShopeePay seperti kebakaran hutan dengan menggunakan anggaran pemasaran yang tampaknya tak ada habisnya.

Dampak terhadap industri

Jika disandingkan, kedua perusahaan itu akan mencapai valuasi sekitar $18 miliar. Tentunya, sudah bukan rahasia bahwa IPO menjadi salah satu alasan utama di balik merger ini, investor di kedua perusahaan membutuhkan likuiditas dan pengembalian, lagipula tidak ada salahnya untuk kedua perusahaan mendapatkan modal di masa yang tidak pasti ini. Perusahaan gabungan kemungkinan besar akan mencoba dual-listing jika mereka memilih untuk go public di tahun ini, BEI dan kemungkinan Nasdaq (bisa jadi pasar paling ramah untuk IPO teknologi tahun ini).

IPO akan berdampak pada pasar global dan Indonesia. Baik Gojek dan Tokopedia adalah perusahaan yang ternama yang jika digabungkan, akan menjadikannya sangat besar dan unik. Seperti yang dicetuskan Bloomberg, “sebuah persatuan lokal dari Uber, PayPal, Amazon.com, dan DoorDash.” dan mereka menyampaikannya dengan sangat baik. Meskipun sangat menarik bagi beberapa investor, ini adalah wilayah baru yang unik dan asing bagi sebagian orang, dan akan terjadi penyesuaian dalam memahami bisnis dan fundamentalnya dalam perspektif utuh. Namun demikian, IPO tersebut akan menempatkan Indonesia dalam peta seperti saat Yahoo! mengakuisisi aplikasi media sosial buatan Indonesia, Koprol pada tahun 2010, sebuah peristiwa yang memicu pertumbuhan startup.

Bagi Indonesia sendiri, atau lebih tepatnya investor yang telah berinvestasi di startup teknologi Indonesia, IPO kali ini menjadi cahaya ilahi di ujung jalan. Kemungkinan IPO teknologi raksasa itu ada, tetapi yang lebih penting, pertautan unicorn akan langsung menjadi tujuan utama bagi startup yang ingin diakuisisi, seperti Apple dan Google bagi Silicon Valley.

Tentu saja, saya berasumsi bahwa perusahaan gabungan tersebut akan secara aktif mengakuisisi startup Indonesia yang bisa diandalkan dalam industri ini. Ini juga dapat memulai siklus karyawan-ke-pendiri dan pendiri-ke-investor yang sangat dibutuhkan negara ini.

Meski sangat menarik perhatian, merger juga memiliki beberapa poin yang harus diperhatikan. Privasi data konsumen adalah salah satu yang terpenting. Produk gabungan juga merupakan garis depan profil konsumen. Platform akan mengetahui di mana Anda berada, ke mana Anda pergi, apa yang Anda beli, dan pada dasarnya profil keuangan Anda. Itu baru permukaannya saja. Integrasi ke depan akan meraup lebih banyak data dari konsumen yang akan menjadi sangat berharga bagi perusahaan gabungan. Lihat Amazon sebagai sepotong gambaran di masa depan.

Konsolidasi tidak pernah mudah, restrukturisasi, pengurangan biaya, optimalisasi, dll. Tetapi jika dilakukan dengan benar, hasilnya bisa tak terduga. Potensi luar biasa sudah menanti pasca-merger Gojek dan Tokopedia, keduanya menarik sekaligus menakutkan. Namun sejujurnya, saya sangat bersemangat menantikannya.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Gojek Tokopedia Merger Will Positively Impact Consumer and Industry

Major news, the thing everybody was talking about in the first week of 2021, is the seemingly imminent merger of Gojek and Tokopedia, Indonesia’s two most valuable tech startups. Unlike the weakly rumor of a merger with Grab, the discussion I’ve had in different channels about the potential integration between Gojek and Tokopedia is super exciting from a lot of different angles. Here’s my analysis of how the merger can impact.

Consumer Impact

From a consumer point of view, this marriage of complementary products will be tremendously magical. Transportation infrastructure, e-commerce, and finance all under one integrated product? That’s every consumer’s dream, hyperlocal commerce! Today, we have same-day delivery which works most of the time. The integration between Gojek and Tokopedia can produce something even better, Amazon Prime-style instant same-hour delivery, helping push e-commerce transaction and customer satisfaction even more while increasing driver utilization rate making it more economical as a business.

Gojek has basically done this hyperlocal commerce model through their GoFood platform, where customers can get the food they order in an instant, sometimes less than 30 mins. The integration with Tokopedia will connect this logistical infrastructure with Tokopedia’s merchants, which is a major advantage for Tokopedia amidst the neck on neck competition with SEA’s Shopee.

And that brings us to another market that practically all the unicorns have been focusing on: the SME industry. Both Gojek and Tokopedia has a big user base of SMEs under their platform, albeit with a different type of needs. Minimum overlap, mostly complimentary. Gojek is a time-sensitive service-based SME (restaurants, stores, warungs) and Tokopedia is more like a craft, product-based SME. Both unicorns have also been doing a major effort in SME digitalization through Point-of-Sales, merchant marketing apps, even providing growth capital.

Aside from their core businesses, both unicorns also ventured around the financial technology (fintech) space. Tokopedia with its strategic investment in Ovo, which is well embedded and is the default payment method in its marketplace, and Gojek with its GoPay and GoPay Paylater platform. Both also have been facing major competition by ShopeePay, one of the fastest-growing fintech products in the market especially during the pandemic where Shopee further pushed ShopeePay customer acquisition like a bushfire using a seemingly endless marketing budget.

Industry Impact

Combined, the two companies are valued at around $18 billion. And it’s no secret that IPO is one of the major reason behind this merger, investors in both companies need liquidity and returns, and it won’t hurt both companies to get some capital during these uncertain time. The combined company will most likely look at dual-listing if they choose to go public this year, BEI and maybe Nasdaq (possibly the friendliest market for tech IPOs this year).

The IPO will impact both the global and Indonesian markets. Both Gojek and Tokopedia are amazing companies but combined, it makes a very large and unique. As Bloomberg puts it, “a local mashup of  Uber, PayPal, Amazon.com, and DoorDash.” and they couldn’t be more right. Although this can be exciting for some investors, it’s a unique new and unfamiliar territory for some, and there’s going to be a learning curve in understanding its business and fundamentals in full perspective. Nevertheless, the IPO will put Indonesia on the map the same way Yahoo! acquired made-in-Indonesia social media app, Koprol back in 2010 an event that sparked the startup growth.

For Indonesia itself, or more specifically investors who have been investing in Indonesia’s tech startups, this IPO is a bright light at the end of their tunnel. The possibility of a major tech IPO exists but more importantly, the combined unicorn will instantly become a major destination for startups to aim for acquisition, like what Apple and Google are to Silicon Valley.

Of course, I’m assuming that the combined company will actively acquire Indonesian startups which the industry will rely on. This can also kick start the employees-to-founders and founders-to-investors cycle this country desperately needs.

Although a lot of cause for excitement, the merger also has some points for concern. Consumer data privacy is one of the big ones. The combined product is the next frontier of consumer profiling, too. It will know where you are, where you’re going, what you buy, and essentially your financial profile. And that’s just the surface. Future integration will bring out more data from consumers that will become very valuable for combined companies. For a quick glimpse of the future, look at Amazon.

Consolidation is never easy, restructuring, cost reductions, optimizations, etc. But if done right, the result can be magical. And there are amazing possibilities lie ahead for the Gojek and Tokopedia post-merger, both exciting and frightening.  But if I’m honest, I’m feeling excited more than anything else.


Image from DepositPhotos.com