Netflix Uji Kids Clips, Format Video Pendek untuk Bantu Anak-Anak Temukan Konten Baru

Netflix sedang menguji fitur baru bernama Kids Clips. Sesuai namanya, fitur ini dirancang untuk menyuguhkan video-video pendek dari koleksi konten anak-anak milik Netflix, dengan harapan supaya anak-anak bisa lebih mudah menemukan konten baru yang menarik untuk ditonton.

Pada layanan yang memiliki koleksi konten begitu masif seperti Netflix, aspek discovery memang kerap menjadi problem. Tidak jarang, pengguna malah menghabiskan lebih banyak waktu memilih ketimbang menonton filmnya, dan sering kali algoritma rekomendasinya pun tidak mampu menolong.

Kenapa harus video pendek? Kemungkinan Netflix banyak belajar dari TikTok, yang bisa dibilang sangat sukses dalam hal discovery. Menurut Netflix, format video pendek bisa membantu konsumen mengeksplorasi katalog kontennya secara “menyenangkan, cepat, dan intuitif”.

Ini bukan pertama kalinya Netflix bereksperimen dengan format video pendek. Maret lalu, Netflix memperkenalkan fitur bernama Fast Laughs; ibaratnya TikTok tapi yang isinya potongan-potongan video dari koleksi konten komedi milik Netflix, dan yang bisa ditambahkan ke watch list dengan mudah ketimbang dibubuhi komentar. Fast Laughs bahkan juga ditampilkan dalam format vertikal seperti TikTok.

Kids Clips sejatinya juga didasarkan pada premis yang serupa, akan tetapi eksekusinya sedikit berbeda. Ketimbang menggunakan format vertikal, konten Kids Clips tetap disajikan dalam format horizontal. Netflix pun juga membatasi supaya anak-anak hanya bisa menonton sebanyak 10 sampai 20 klip dalam sekali duduk (ditandai dengan angka pada ujung kanan atas layar).

Berhubung masih diuji, Kids Clips baru tersedia di beberapa negara yang menggunakan Inggris, Spanyol, dan Portugis sebagai bahasa utamanya. Sejauh ini belum ada informasi kapan Kids Clips bakal merambah negara-negara lain, dan fitur ini pun untuk sementara hanya bisa diakses melalui aplikasi Netflix di perangkat iOS saja.

Sumber: Bloomberg dan TechCrunch.

Apple Kecolongan, App Store Sempat Disinggahi Aplikasi Streaming Film Bajakan

Sejak pertama diluncurkan, Apple App Store dikenal sangat ketat dalam hal pemilihan aplikasi bikinan developer. Sederet kebijakan Apple terapkan sampai-sampai terkesan seperti ingin memonopoli pasar, dan inilah yang pada akhirnya menjadi salah satu topik bahasan utama dalam perseteruan legal antara Apple dan Epic Games. Namun seketat apapun benteng pertahanan App Store, sesekali mereka rupanya juga bisa kecolongan.

Berdasarkan laporan 9to5Mac, belum lama ini ada sebuah aplikasi streaming film bajakan yang berhasil menyusup ke App Store. Nama aplikasinya Zoshy+, dan ia sempat bertahan selama sekitar tiga minggu di dalam App Store. Namun saat artikel ini diterbitkan, Apple sudah menghapusnya dari App Store.

Yang menjadi pertanyaan tentu adalah bagaimana aplikasi tersebut bisa lolos dari tinjauan tim App Store. Usut punya usut, Zoshy+ menyamar sebagai aplikasi permainan Sudoku gratisan. Deretan screenshot-nya di App Store menunjukkan tampilan permainan Sudoku standar tanpa ada sesuatu yang mencurigakan, dan aplikasinya pun tercantum dalam kategori Puzzle di App Store.

Screenshot aplikasi Zoshy+ di App Store, sekaligus tampilannya saat awal dibuka / SlashGear

Saat aplikasinya dibuka, pengguna juga akan dihadapkan dengan permainan Sudoku seperti pada umumnya. Namun setelah beberapa detik, akibat semacam trik yang diaktifkan dari sisi server oleh sang developer, tampilan aplikasinya berubah drastis menjadi seperti aplikasi streaming film, lengkap dengan katalog film dan serial TV bajakan, termasuk halnya beberapa konten orisinal dari layanan Apple TV+.

Kalau bukan karena artikel yang dipublikasikan 9to5Mac, kemungkinan Zoshy+ masih akan tetap eksis di App Store hingga sekarang. Pasalnya, ulasan pengguna yang tercantum di App Store atas aplikasi tersebut pun tidak mempan dan tidak terdeteksi oleh radar Apple. Pada tanggal 4 Juni misalnya, sempat ada ulasan pengguna yang membahas ‘fitur tersembunyi’ sang aplikasi secara terang-terangan.

Di ulasan lainnya, pengguna mengaku mengetahui soal aplikasi ini melalui sebuah video TikTok yang sejauh ini telah mendulang sebanyak 2,6 juta view. Sejauh ini memang tidak bukti kalau Zoshy+ sempat melakukan hal yang membahayakan pengguna secara langsung, seperti misalnya menginjeksi malware, tapi tetap saja ia berhasil membuktikan kalau kebijakan ketat yang Apple terapkan demi menjaga keamanan dan kualitas konten di App Store itu tidak sepenuhnya benar.

Via: SlashGear.

Jumlah Pelanggan Disney+ Tembus 73,7 Juta dalam Setahun Pertama

Seperti yang kita tahu, pandemi memukul hampir seluruh industri terkecuali industri streaming. Semakin banyak orang yang berdiam diri di rumah merupakan kabar gembira bagi Netflix dan penyedia layanan streaming lainnya, termasuk halnya Disney.

Langkah berani mereka meluncurkan layanan streaming filmnya sendiri (Disney+) tepat satu tahun yang lalu (12 November 2019) rupanya tidak sia-sia. Per 3 Oktober kemarin, Disney+ tercatat memiliki jumlah pelanggan sebanyak 73,7 juta orang. Memang kecil jika dibandingkan Netflix yang mempunyai lebih dari 195 juta pelanggan, tapi tetap impresif kalau melihat umur Disney+ yang baru satu tahun.

Pertumbuhannya pun juga sangat pesat kalau dibandingkan dengan layanan streaming lain yang juga diluncurkan di tahun 2019 macam Apple TV+ atau HBO Max. Pada kenyataannya, pencapaian Disney+ ini bisa dibilang berhasil melampaui prediksi mereka sendiri. Awalnya, Disney menargetkan bahwa Disney+ bakal menggaet antara 60 sampai 90 juta pelanggan dalam lima tahun pertamanya.

Kalau belum setahun saja sudah 73,7 juta, saya kira tahun depan pun Disney+ sudah bisa memenuhi target tersebut. Dari 73,7 juta pelanggan Disney+ tersebut, sekitar 19 juta sendiri datang dari India dan Indonesia. Seperti yang kita tahu, Disney+ resmi meluncur di Indonesia pada bulan September lalu dengan branding Disney+ Hotstar. Pelanggan-pelanggan baru Disney+ Hotstar ini adalah kontributor terbesar terhadap pertumbuhan Disney+ pada pada kuartal terakhir.

Katalog dan tarif kompetitif jadi daya tarik

Disney+ Hotstar

Seperti halnya Netflix, daya tarik Disney+ juga berasal dari koleksi konten orisinalnya. Yang paling populer tentu saja adalah The Mandalorian, terutama di kalangan penggemar franchise Star Wars. Selain Star Wars, pastinya Disney+ juga memikat bagi para penggemar film dan serial besutan Marvel Studios.

Lalu buat para penggemar The Simpsons, Disney+ juga punya lengkap dari season 1 sampai season 32 yang sedang berjalan saat ini. Bukan hanya konten luar, konten lokal juga cukup berlimpah di Disney+, bahkan beberapa film lama Warkop DKI pun juga tersedia sekaligus dapat ditonton dalam resolusi HD. Tentu saja berhubung ini properti Disney, koleksi kartun Mickey Mouse dan kawan-kawannya pun juga lengkap.

Selain itu, tarif berlangganan yang sangat-sangat kompetitif menurut saya juga menjadi resep keberhasilan utama Disney+, setidaknya di Indonesia. Layanan ini mematok biaya berlangganan Rp39.000 per bulan, atau Rp199.000 per tahun, sangat terjangkau jika dibandingkan dengan tarif yang dipatok Netflix.

Satu kekurangannya sejauh ini kalau buat saya adalah terkait dukungan aplikasi. Aplikasi Disney+ Hotstar memang sudah tersedia di Android, iOS, Android TV dan Apple TV, tapi belum untuk platform seperti Samsung Tizen atau LG webOS, sehingga sejumlah pelanggan masih harus mengandalkan metode mirroring dari smartphone ke TV. Namun semestinya problem ini dapat diatasi seiring berjalannya waktu.

Sumber: CNET. Gambar header: Mika Baumeister via Unsplash.

Netflix Gratiskan 10 Film, Bisa Ditonton Langsung Tanpa Mendaftar Dulu

Free trial untuk sebuah layanan berlangganan hampir selalu menjadi penawaran yang menggiurkan bagi para konsumen. Daripada sekadar meninjau fasilitas yang diberikan suatu langganan, konsumen bisa langsung mencobanya tanpa perlu membayar terlebih dulu berkat program free trial.

Yang terkadang membuat malas adalah, sebelum bisa menikmati free trial, kita harus mendaftarkan akun terlebih dulu. Ibaratnya kalau lagi jalan-jalan di mall, lalu ada pegawai sebuah restoran yang menawarkan sampel menu makanannya, kita wajib mengisi buku biodata pembeli terlebih dulu sebelum melahapnya. Pasti jadi malas, bukan?

Itulah mengapa penawaran terbaru Netflix berikut terkesan jauh lebih menarik ketimbang free trial. Mereka baru saja merilis 10 film untuk ditonton secara cuma-cuma di semua negara tempat Netflix tersedia. Tidak ada akun yang perlu didaftarkan terlebih dulu. Cukup buka netflix.com/watch-free di browser komputer/laptop/perangkat Android, maka 10 filmnya bisa langsung ditonton sampai habis.

Netflix free movies and shows

Selain film-film tenar seperti “Birdbox” dan “The Two Popes”, juga ada episode pertama dari serial-serial populer macam “Stranger Things”, “When They See Us”, maupun “The Boss Baby: Back in Business”. Saya sudah mencobanya sendiri; di awal ada iklan singkat yang bisa di-skip, dan di akhir kita akan diarahkan untuk mendaftar sebagai pelanggan.

Kalau boleh jujur, ini merupakan pertama kalinya saya menonton Stranger Things mengingat layanan internet yang saya gunakan memang baru bisa mengakses Netflix belum lama ini (tanpa perlu sebut merek saya yakin Anda sudah tahu namanya). Sesuai dugaan, tema sci-fi dan setting tahun 80-an langsung membuat saya kecantol, dan Netflix pun sukses menggaet pelanggan baru meski jumlahnya memang sudah naik drastis dalam beberapa bulan terakhir.

Ini memang bukan pertama kalinya Netflix menggratiskan sejumlah kontennya, tapi ini pertama kali jumlahnya sampai sebanyak ini, dan dalam skala global. Sebelumnya, Netflix juga sempat merilis serial dokumenter “Our Planet” secara cuma-cuma di YouTube demi membantu memudahkan pembelajaran selama pandemi.

Sumber: TechCrunch. Gambar header: Samet Özer via Unsplash.

Tiga Bulan Pasca Peluncuran Quibi, Jumlah Konsumen yang Lanjut Berlangganan Sangat Sedikit

Diluncurkan di Amerika Serikat pada bulan April lalu, Quibi merupakan layanan streaming baru besutan eks bos Disney sekaligus pendiri DreamWorks, Jeffrey Katzenberg. Namun latar belakang pendirinya bukan satu-satunya alasan di balik hype-nya yang cukup besar. Quibi juga menawarkan premis yang unik: semua kontennya orisinal, berdurasi singkat, dan eksklusif untuk platform mobile.

Aspek eksklusivitas ini sempat memicu kekhawatiran sejumlah pihak bahwa Quibi tidak mampu menggaet banyak konsumen. Kehadiran suatu layanan di banyak platform otomatis membuka peluang untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Kalau hanya tersedia di mobile, Quibi tentu bakal kesulitan memikat perhatian konsumen yang lebih suka menonton di TV.

Kekhawatiran tersebut nampaknya cukup akurat. Berdasarkan laporan dari Sensor Tower, Quibi hanya mampu meyakinkan sekitar 8% dari total konsumennya untuk lanjut berlangganan setelah masa free trial tiga bulannya usai. Jadi dari sekitar 910.000 konsumen yang mendaftarkan akun Quibi selama beberapa hari pasca peluncurannya, cuma sekitar 72.000 yang sekarang lanjut menjadi pelanggan dengan membayar biaya bulanan.

Kalau cuma dilihat persentasenya saja, 8% sebenarnya cukup lumayan. Sebagai perbandingan, Sensor Tower mencatat tingkat konversi Disney+ sebesar 11%. 11 persen dari berapa, itu yang juga harus kita perhatikan, sebab dalam tiga hari pertama peluncurannya di Amerika Serikat dan Kanada, Disney+ berhasil menggaet sebanyak 9,5 juta konsumen. 11 persennya saja sudah mengalahkan jumlah keseluruhan konsumen yang mendaftar di Quibi.

Quibi sejauh ini belum pernah mengumumkan jumlah pelanggan berbayarnya seberapa banyak, namun mereka sempat bilang aplikasinya sudah diunduh lebih dari 5,6 juta kali sejak bulan April. Tentu saja angka ini tidak bisa dijadikan patokan, mengingat kita tidak tahu berapa banyak dari mereka yang sempat mengunduh Quibi yang masih terus menggunakannya sampai sekarang.

Dalam wawancaranya bersama New York Times Mei lalu, Jeffrey Katzenberg sempat berdalih bahwa pandemi COVID-19 merupakan alasan utama mengapa pencapaian awal Quibi tidak sesuai dengan ekspektasinya. Andai Quibi meluncur dengan aplikasi untuk smart TV maupun web player sekaligus (seperti yang sudah menjadi standar buat layanan streaming saat ini), saya kira bosnya tidak akan sekecewa itu.

TikTok saja dengan jutaan konten user-generated-nya bisa diakses lewat browser laptop, masa Quibi tidak? Memang benar format video pendek lebih cocok dikonsumsi lewat smartphone, tapi tentu ada kalanya juga pelanggan ingin menontonnya di laptop atau TV sambil bersantai, apalagi di saat semua orang lebih banyak berdiam di rumah seperti sekarang.

Sumber: The Verge.

Jumlah Pelanggan Netflix Naik Drastis Selama Pandemi

Netflix adalah satu dari segelintir perusahaan yang justru diuntungkan oleh pandemi COVID-19. Himbauan untuk tidak keluar rumah maupun kebijakan lockdown berujung pada meningkatnya aktivitas streaming secara drastis.

Pada kenyataannya, Netflix berhasil menggaet 15,77 juta pelanggan berbayar baru selama kuartal pertama tahun 2020, lebih dari dua kali lipat angka yang mereka prediksi sebelum pandemi. Kenaikannya sekitar 22,8% dibanding tahun lalu, dan di akhir kuartal pertama, jumlah pelanggan berbayar Netflix tercatat sebanyak 182,9 juta.

Meski begitu, Netflix paham betul bahwa tren ini hanya sementara. Mereka memprediksi pertumbuhannya bakal melambat dalam beberapa bulan ke depan, seiring negara-negara mulai menyudahi kebijakan lockdown-nya, dan orang-orang mulai kembali beraktivitas di luar rumah.

Netflix juga bukan satu-satunya layanan streaming film yang kebanjiran pelanggan baru selama pandemi. Belum lama ini, Disney+ mengumumkan bahwa jumlah pelanggannya telah menembus angka 50 juta, naik dari 28,6 juta di awal bulan Februari.

Itu berarti Disney+ berhasil meminang lebih dari 21 juta pelanggan baru hanya dalam waktu sekitar dua bulan. Lebih mengesankan lagi, Disney+ belum tersedia secara global seperti Netflix. Cakupan negaranya lebih sedikit mengingat layanan ini baru berusia sekitar lima bulan.

27 Mei nanti, Netflix juga bakal kedatangan rival berat baru, yakni HBO Max. Layanan milik WarnerMedia itu turut menjanjikan konten orisinal yang melimpah. Di samping itu, HBO Max semestinya juga bakal dilirik oleh para pencinta anime, sebab katalog mereka akan mencakup konten dari Crunchyroll, layanan streaming anime yang juga berada di bawah naungan WarnerMedia.

Sumber: Variety. Gambar header: Thibault Penin via Unsplash.

Dengan Netflix Party, Acara Nonton Bareng Bisa Terlaksana Secara Online

Di masa-masa seperti ini, sebagian besar dari kita pasti akan mengapresiasi kehadiran layanan-layanan seperti Netflix, YouTube, dan lain sebagainya. Kalau boleh disimpulkan, kita tidak akan kehabisan hiburan selama ada internet.

Kendati demikian, himbauan untuk mempraktikkan social distancing pastinya bakal mempengaruhi cara kita mengonsumsi hiburan. Mereka yang terbiasa berkumpul di akhir pekan untuk bersama-sama menikmati serial favorit di Netflix misalnya, kini terpaksa harus mengurungkan niat tersebut demi mencegah penyebaran virus corona.

Namun kalau bekerja bersama tim saja sudah bisa dilakukan secara online, menonton Netflix bersama pun semestinya juga bisa. Di sinilah Netflix Party datang membantu. Netflix Party merupakan sebuah extension untuk browser Chrome yang memungkinkan dua pelanggan Netflix atau lebih untuk menikmati tayangan secara bersamaan, tanpa harus berada di ruangan yang sama.

Netflix Party

Anda di rumah, saya juga di rumah, tapi film yang kita tonton sama dan pemutarannya juga berlangsung secara sinkron, kira-kira begitu skenario yang ditawarkan Netflix Party. Kalau Anda pernah menggunakan fitur Watch Party di Facebook, Anda pastinya tidak akan asing lagi dengan konsep seperti ini.

Untuk memulai, salah satu dari kita harus membuka situs Netflix di Chrome dan memilih tayangannya terlebih dulu. Setelahnya, klik tombol “NP” yang muncul di kanan atas setelah extension berhasil di-install, lalu bagikan tautannya ke pelanggan Netflix lain yang hendak diajak menonton bersama.

Selagi menonton, kita juga bisa chatting tanpa harus mengalihkan perhatian dari tayangannya. Acara nonton bareng pun terlaksana tanpa mengharuskan kita saling bertatap muka. Buat yang tertarik, silakan install extension Netflix Party melalui Chrome Web Store. Gratis!

Sumber: Chrome Unboxed.

Quibi Siap Mengguncang Industri Streaming Film pada 6 April

6 April nanti, dunia bakal kedatangan satu layanan streaming film baru bernama Quibi. Dibandingkan Netflix atau layanan serupa lainnya, Quibi cukup berbeda karena kontennya semua orisinal dan berdurasi singkat. Lebih lanjut, Quibi juga disajikan secara khusus lewat perangkat mobile, tanpa ada aplikasi untuk smart TV yang akan menyusul.

Nama Quibi merupakan singkatan dari “quick bites“, mengindikasikan kalau kontennya siap dikonsumsi tanpa harus memakan banyak waktu setiap harinya (tidak lebih dari 10 menit per episode). Pendirinya merupakan seorang veteran di industri film, yakni Jeffrey Katzenberg, mantan petinggi Disney sekaligus pendiri DreamWorks.

Meski belum resmi meluncur, Quibi sudah berhasil menarik banyak perhatian. Total pendanaan yang sudah mereka peroleh sejauh ini berkisar $1,75 miliar, dan untuk tahun pertamanya, mereka berambisi menyuguhkan 175 judul konten orisinal. 50 judul di antaranya bahkan disebut siap dinikmati di hari peluncurannya.

Quibi

Video berdurasi pendek identik dengan reality show, akan tetapi katalog konten Quibi nantinya juga bakal mencakup banyak film. Uniknya, film-film ini akan disajikan per bab (chapter), dengan durasi 7 – 10 menit di setiap episodenya. Beberapa trailer konten yang disiapkan Quibi sudah bisa kita tonton di channel YouTube resminya.

Juga sangat unik adalah bagaimana cara Quibi menyajikan kontennya. Penonton tidak diwajibkan menggenggam ponsel dalam orientasi landscape, sebab Quibi juga merancang agar konten-kontennya tetap enak ditonton dalam posisi vertikal. Di beberapa judul, cara penonton memegang smartphone bahkan bisa memberikan perspektif yang sangat berbeda.

Dalam sebuah film triller berjudul “Nest “misalnya, saat adegan menampilkan karakter yang sedang memegang smartphone, penonton bisa memutar ponselnya dari landscape menjadi portrait untuk melihat tampilan smartphone milik sang lakon. Lebih jelasnya bisa Anda lihat langsung pada video di bawah ini.

Quibi menamai fitur dua perspektif ini dengan istilah TurnStyle. Tidak semua judul bakal menerapkan perubahan perspektif yang drastis seperti “Nest”, tapi yang pasti TurnStyle dirancang supaya perpindahan orientasi landscape ke portrait (atau sebaliknya) bisa terasa seamless.

Seperti Netflix, Quibi juga menerapkan sistem subscription. Ada dua paket berlangganan yang ditawarkan: $5 per bulan (dengan iklan), atau $8 per bulan (tanpa iklan). Kabar baiknya, Quibi bakal menawarkan akses free trial selama 90 hari bagi mereka yang mendaftar di situsnya sebelum 6 April 2020.

Sumber: TechCrunch.

Persaingan Industri Streaming di AS Makin Ketat, Netflix Tunjukkan Pertumbuhan Pesat di Pasar Internasional

Untuk pertama kalinya dalam 9 tahun berkiprah di industri streaming, Netflix merilis laporan finansialnya di pasar internasional. Meski besar di Amerika Serikat, Netflix rupanya juga menunjukkan pertumbuhan yang pesat di kawasan lain, terutama di kawasan Asia Pasifik.

Data dari laporannya menunjukkan bahwa pendapatan Netflix di kawasan Asia Pasifik selama dua tahun terakhir (sampai kuartal ketiga 2019) naik sebesar 153% menjadi $382 juta. Jumlah pelanggannya juga meningkat drastis menjadi 14,49 juta orang. Cukup mengesankan mengingat di Indonesia sendiri Netflix punya banyak pesaing.

Tren pertumbuhan yang positif ini semakin kelihatan saat melibatkan kawasan-kawasan lainnya. Dilansir Deadline, saat ini Netflix memiliki sekitar 158 juta pelanggan secara total, dan lebih dari separuhnya berasal dari luar AS, demikian pula 90% pertumbuhannya.

Kalau melihat pola pertumbuhan yang seperti ini, ditambah lagi semakin ketatnya persaingan industri streaming di AS dengan hadirnya sejumlah pemain baru seperti Disney+ dan HBO Max tahun depan, kita tidak perlu heran apabila ke depannya Netflix semakin giat membesarkan platform-nya di pasar internasional.

The Night Comes for Us

Di Indonesia sendiri, tahun lalu akhirnya kita melihat konten orisinal pertama yang berasal dari sineas lokal, yakni “The Night Comes for Us” yang dibintangi oleh aktor dan aktris ternama seperti Joe Taslim, Iko Uwais serta Julie Estelle. Netflix pun telah mengungkapkan komitmennya untuk memproduksi lebih banyak konten berbahasa Indonesia.

Belum lama ini, Netflix juga mengumumkan rencananya untuk menggandeng komunitas kreator konten lokal demi memperbanyak katalog konten orisinalnya di pasar tanah air. Konten orisinal memang menjadi senjata andalan Netflix dalam beberapa tahun terakhir. Mereka bahkan tidak segan berhutang sampai miliaran dolar demi memproduksi film dan serial yang hanya akan tayang secara eksklusif di platform-nya.

Dana pinjaman yang luar biasa besar ini rupanya tidak disia-siakan begitu saja. Berdasarkan laporan Variety, tahun 2019 ini saja Netflix merilis 371 konten orisinal yang mencakup film dan serial. Ini berarti setiap harinya ada lebih dari satu konten orisinal baru yang Netflix luncurkan. Seandainya setiap hari kita menonton satu film di Netflix, berarti sampai satu tahun pun belum semua konten orisinalnya selesai kita nikmati.

Jumlahnya pun naik lebih dari separuh jika dibandingkan dengan total 240 konten orisinal yang mereka rilis tahun lalu. Tahun depan, sudah semestinya jumlahnya akan bertambah lagi. Pasalnya, seperti yang saya bilang tadi, persaingan di industri streaming bakal semakin ketat, dan konten orisinal merupakan salah satu trik paling jitu untuk mencegah konsumen membatalkan langganan dan berpindah ke platform pesaing.

Sumber: Variety. Gambar header: Freestocks.org via Unsplash.

 

Plex Luncurkan Layanan Streaming Film Gratis untuk Semua Pengguna

Aplikasi media streamer populer Plex punya persembahan spesial bagi para konsumennya. Mereka baru saja meluncurkan layanan streaming film ala Netflix, dan yang istimewa, layanan ini dapat diakses secara cuma-cuma oleh seluruh pengguna tanpa terkecuali, bukan cuma mereka yang berlangganan paket premiumnya saja.

Layanan streaming-nya ini dapat diakses langsung dari aplikasi Plex yang tersedia di beragam perangkat dan platform, termasuk dari browser di komputer atau laptop. Selama Anda sudah mempunyai akun Plex, Anda dapat langsung menikmati suguhan film-filmnya secara gratis.

Plex free streaming service

Sesuai dugaan, layanan ini sifatnya ad-supported, yang berarti sesi menonton akan sesekali diinterupsi oleh iklan. Kabar baiknya, jumlah iklannya diperkirakan hanya sekitar sepertiga dari iklan yang umumnya membanjiri layanan TV kabel tradisional.

Keistimewaan layanan streaming Plex ini adalah terkait ketersediaannya. Kepada TechCrunch, Plex bilang bahwa layanan streaming-nya sudah bisa diakses oleh konsumen dari 220 negara. Selama ini, ekspansi internasional memang selalu menjadi kekurangan utama layanan streaming karena harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti hak distribusi film dan lain sebagainya.

Plex free streaming service

Meski demikian, layanan dari Plex ini bukanlah tanpa kekurangan. Meski mereka menjanjikan katalog yang amat beragam, mulai dari dokumenter sampai film musikal India, nyatanya belum semua dapat saya jumpai. Untuk konsumen Indonesia, mayoritas konten yang tersedia saat ini adalah film-film lawas, dan sebagian besar judulnya tidak saya kenal karena memang bukanlah film-film yang populer.

Problem ini tentunya akan dibenahi seiring berjalannya waktu, dan Plex sendiri juga berkomitmen untuk menambahkan lebih banyak konten lokal. Untuk sekarang, nampaknya saya masih akan lebih sering membuka Plex untuk mengakses koleksi film yang tersimpan di hard disk ketimbang yang dapat di-stream secara online.

Sumber: Plex.