Sederet Startup dan Pelaku Kreatif yang Terpilih Mewakili Indonesia di Ajang SXSW dan GCA 2019

Sejumlah startup dan pelaku industri kreatif terpilih sebagai delegasi Indonesia dalam ajang Archipelageek 2019 di Amerika. Mereka siap menembus pasar global melalui Festival South by Southwest (SXSW) 2019 yang akan dilaksanakan di Austin, Texas pada 10-17 Maret dan Game Connection America (GCA) 2019 di San Francisco, California pada 18-21 Maret mendatang.

Setelah melalui tahap kurasi, sederet startup yang diberangkatkan Bekraf dalam SXSW 2019 untuk mewakili Indonesia sebagai berikut. Mulai dari MTarget, sebuah marketing automation software yang memiliki fitur membuat website tanpa coding, termasuk email marketing, dan manajemen media sosial. Kemudian Dicoding, platform yang menjembatani para developer tahah air dengan peluang pasar global melalui tiga pilar yakni academy, challenge, dan event.

Lalu, ada Nodeflux – platform analisis video cerdas pertama milik Indonesia yang menggunakan teknologi pengenalan wajah (face recognition) yang dipasang di CCTV. Noore Sport Hijab, kerudung untuk olah raga asli dari Indonesia yang didedikasikan untuk individu yang menginginkan baju olahraga muslim tapi tidak membatasi gerakan dan ekspresi.

Kemudian TeleCTG, perusahaan inovasi kesehatan yang menggunakan peralatan dan alat (IoT) berbasis teknologi. Lalu, Ars. yang menyediakan platform global untuk arsitektur interior dan produk rumahan, serta media untuk para kreatof kreatif untuk membuat konten virtual reality.

Lalu, Knok Percussion, sebuah perusahaan yang memproduksi Cajon sebagai solusi dari permasalahan modernisasi. Serta, program Hello Dangdut dan musisi Dhira Bongs.

sederet-startup-dan-pelaku-kreatif-yang-terpilih-mewakili-indonesia-di-ajang-sxsw-dan-gca-2019

Selain itu, Bekraf juga akan memberangkatkan beberapa pelaku kreatif dari sub-sektor aplikasi & game developer ke ajang GCA 2019 bekerja sama dengan Asosiasi Game Indonesia (AGI). GCA sendiri adalah konvensi tahunan bagi para pelaku industri game dari berbagai penjuru dunia untuk memperluas jaringan bisnisnya, di mana lebih dari 2700 pengembang, penerbit, distribusi, dan penyedia jasa berkumpul untuk mendapatkan rekan bisnis baru.

GCA pun menjadi sarana pengembangan bisnis paling efektif bagi industri game, bersama dengan Bekraf, AGI telah menyeleksi beberapa pelaku industri game untuk menjadi bagian dari delegasi Indonesia. Agate, Wisageni, GameLevelOne, Masshive, Megaxus, CIAYO Games, Arsanesia, Gamechanger, SEMISOFT, dan Everidea telah terpilih mewakili Indonesia di GCA 2019.

Bose Pamerkan Prototipe Kacamata AR yang Berfokus Murni pada Audio

Augmented reality selama ini selalu berkaitan dengan visual, akan tetapi Bose percaya hal itu tidak selamanya benar. Di event SXSW 2018, produsen speaker dan headphone itu memamerkan sebuah kacamata AR yang berfokus murni pada audio.

AR tapi audio memang terdengar aneh, tapi beberapa skenario yang dijabarkan Bose terkesan cukup masuk akal. Salah satunya misalnya, saat sedang berkunjung ke sebuah lokasi bersejarah, kacamata AR ini bisa membantu menyimulasikan peristiwa yang terjadi di tempat itu.

Penggunanya bakal mendengar suara derapan kuda dari sisi kiri, lalu lanjut ke depan wajahnya sebelum akhirnya hilang secara perlahan. Contoh lain, ketika menghampiri patung seorang tokoh bersejarah, pengguna bisa mendengar salah satu pidatonya yang terkenal.

Bose AR glasses

Tim Engadget yang berkesempatan mencoba langsung punya cerita cukup menarik. Saat mengamati sebuah restoran bernama “El Naranjo” di kota Austin (tempat SXSW dihelat) dan menyentuh tangkai kacamata dua kali, perangkat langsung mengutarakan informasi lengkap mengenai restoran tersebut, mulai dari jam bukanya sampai siapa nama chef yang bertanggung jawab.

Dari mana kacamata bisa mengetahui lokasi penggunanya dan ke arah mana ia melihat? Dari perpaduan data lokasi yang ditangkap GPS milik ponsel (yang tersambung ke kacamata) dan sensor inersial yang tertanam di dalam kacamata. Suaranya sendiri berasal dari speaker super-tipis yang memproyeksikan suara langsung ke telinga, dan bukan mengandalkan teknologi bone conduction.

Bose AR glasses

Lalu kenapa harus kacamata? Sebenarnya tidak harus, mungkin Bose memilih wujud ini karena paling gampang diasosiasikan dengan AR. Teknologi yang sama sebenarnya juga bisa diimplementasikan pada beragam perangkat, termasuk headphone yang sudah menjadi keahlian Bose sendiri.

Untuk sekarang Bose belum punya rencana terkait komersialisasi produk ini. Mereka baru akan merilisnya ke kalangan developer guna memperkaya ekosistem kontennya. Kasusnya kurang lebih sama seperti kacamata AR buatan Intel, yang menurut saya sejauh ini punya penampilan paling menarik dibanding produk sejenis lainnya.

Sumber: 1, 2, 3.

Sony Pamerkan Permainan Air Hockey Versi Augmented Reality

Augmented reality tidak selamanya harus melibatkan kamera smartphone atau gadget yang dikenakan di wajah. Sony membuktikannya lewat sebuah permainan bernama A(i)R Hockey yang dipamerkan di event SXSW 2018.

Konsep dasarnya mirip seperti permainan air hockey standar yang biasa Anda jumpai di mallmall. Pemain masih memegang semacam gagang fisik, kemudian di meja juga masih ada sebuah hockey puck fisik. Yang berbeda, mejanya bundar, permainannya melibatkan tiga orang, dan sepanjang permainan bakal terasa kacau-balau berkat seabrek hockey puck virtual yang muncul di atas meja.

Di sinilah letak kecanggihannya. Sony memanfaatkan dua sensor IMX382 (biasa digunakan untuk mewujudkan sistem kemudi otomatis pada mobil, dengan kemampuan tracking secepat 1.000 frame per detik) untuk membaca pergerakan objek di atas meja. Satu sensor di atas bertugas memantau pergerakan puck, satu di bawah untuk pergerakan tangan pemain beserta gagangnya.

Puck virtual-nya sendiri berasal dari sebuah proyektor yang dipasang di atas meja. Bukan sekadar memproyeksikan, perangkat turut dibekali algoritma prediktif agar mampu memproyeksikan gambar puck virtual sesuai dengan pergerakan objek-objek lain di atas meja.

Sony A(i)R Hockey

Kombinasi sensor dan proyektor tersebut membuat pemain merasa seperti bermain air hockey sungguhan, meski sebenarnya mereka hanya ‘memukul angin’. Agar lebih realistis lagi, Sony tidak lupa menyematkan haptic feedback agar pemain bisa merasakan sensasi seperti memukul puck sungguhan.

Sony memang tidak punya rencana untuk mengomersialkan A(i)R Hockey – meski saya yakin bakal sangat populer andai ditempatkan di suatu arcade center atau sejenisnya. Namun setidaknya inovasi semacam ini bisa mematahkan anggapan bahwa AR baru benar-benar bisa terealisasi lewat sebuah AR headset atau glasses.

Sumber: The Verge dan Sony.

Samsung C-Lab Siap Pamerkan 3 Proyek Berbasis AI di SXSW 2018

Beberapa tahun silam, sebagian dari kita mungkin sama sekali belum mengenal istilah artificial intelligence (AI). Sekarang, jargon tersebut sudah tidak terdengar asing lagi mengingat hampir semua perusahaan teknologi begitu gencar bereksperimen dengannya, termasuk halnya divisi eksperimental Samsung, C-Lab.

Di event SXSW yang akan digelar pada tanggal 11 sampai 14 Maret mendatang, Samsung C-Lab bakal memamerkan tiga proyek AI yang cukup menarik, yakni Toonsquare, Aurora dan GADGET.

Toonsquare

Buat saya Toonsquare ini yang paling menarik. Ia pada dasarnya merupakan sebuah aplikasi untuk membuat semacam komik strip kartun, namun tentu saja dengan twist berbumbu AI, di mana yang perlu kita lakukan hanyalah mengetikkan sejumlah teks saja.

AI bertugas menerjemahkan teks tersebut menjadi ekspresi wajah maupun bahasa tubuh dari karakter kartun yang dibuat. Penampilan karakternya sendiri bisa berdasar pada wajah pengguna, lalu elemen-elemen pendukung seperti background, jenis font dan speech bubble bisa dikustomisasi sesuai selera.

GADGET

Samsung C-Lab GADGET

Dari gambar di atas, kenapa tulisan “AD”-nya dalam warna yang berbeda? Apalagi kalau bukan karena kaitannya dengan dunia periklanan. GADGET sejatinya merupakan sebuah platform iklan untuk game, dirancang untuk menjadi alternatif dari iklan pop-up yang menyebalkan.

Game yang memanfaatkan platform ini bisa menampilkan iklan sebagai native object, semisal yang muncul di baliho di dunia dalam game. Mekanismenya kurang lebih sama seperti yang diterapkan Advrty, yang mengembangkan platform native advertising untuk medium VR.

Aurora

Samsung C-Lab Aurora

Paling biasa kalau menurut saya, Aurora sederhananya mengombinasikan aplikasi dan sebuah unit docking untuk menampilkan asisten virtual secara visual. Karakter 3D ini sepintas tampak seperti hologram, dan sebagai bonus, unit docking-nya juga berfungsi sebagai wireless charger.

Topi Ini Dapat Mengisi Ulang Baterai Smartphone Anda

Event tahunan South by Southwest (SXSW) yang digelar di kota Austin kerap menjadi panggung demonstrasi produk-produk teknologi yang sedikit nyeleneh. Salah satu contohnya adalah produk bernama SolSol ini. Ia merupakan sebuah topi, wujudnya pun persis seperti topi biasa, akan tetapi ia bisa mengisi ulang baterai ponsel Anda.

Rahasianya terletak pada panel surya yang tertanam di bagian depannya. Tidak cuma ponsel yang bisa di-charge, tetapi juga smartwatch, action cam maupun perangkat-perangkat lain yang menyambung via USB. Pun demikian, jangan harap proses charging-nya bisa secepat menggunakan laptop atau bahkan colokan listrik.

Menurut klaim pengembangnya, SolSol dapat mengisi daya sebesar 200 mAh per jam. Seandainya Anda butuh waktu satu jam untuk mengisi ulang menggunakan colokan listrik, atau dua jam menggunakan laptop, maka Anda butuh sekitar 2,7 sampai 4 jam menggunakan SolSol.

Karena daya yang disalurkan sangat kecil, SolSol mungkin lebih cocok untuk mempertahankan daya baterai ponsel ketimbang mengisinya ulang sampai penuh / SolSol
Karena daya yang disalurkan sangat kecil, SolSol mungkin lebih cocok untuk mempertahankan daya baterai ponsel ketimbang mengisinya ulang sampai penuh / SolSol

Dengan keterbatasan ini, SolSol jelas belum bisa menggantikan power bank, tapi ia akan sangat membantu di saat-saat darurat. Perlu dicatat juga, SolSol tidak mengemas baterai, yang artinya ia tidak bisa menyimpan energi listrik, sehingga percuma saja kalau Anda menggunakannya di malam hari.

SolSol saat ini sudah bisa dibeli seharga $56. Model yang tersedia untuk sementara hanya topi baseball, tapi pengembangnya sedang berupaya menyematkan teknologinya ke lebih banyak jenis topi sekaligus mematangkan teknologinya supaya bisa mengisi ulang baterai dengan lebih cepat.

Sumber: Engadget.

Bekraf Kirim Perwakilan Startup ke Ajang SXSW 2017

Pemerintah Indonesia melalui Bekraf akan mengirim beberapa startup dan pelaku kreatif Indonesia untuk mengikuti festival SXSW 2017 (South by Southwest), sebuah festival tahunan yang terdiri dari berbagai kegiatan konferensi, festival, ekshibisi, dan networking yang rencananya akan digelar pada 10-19 Maret di Austin, Texas, AS mendatang. Empat perusahaan digital yang diundang adalah Go-Jek, AR & Co, PicMix, dan GDP; sementara lima startup digital yang terpilih melalui seleksi adalah Qlue, Happy5, Kostoom, Kuassa, dan Dreadout.

Selain para startup Bekraf juga memboyong beberapa pelaku kreatif Indonesia untuk turut menghadiri festival SXSW yang memiliki beberapa jenis acara, di antaranya adalah SXSW Music dan SXSW Film. Pelaku industri kreatif lain yang turut diajak adalah group musik Lightcraft, The Trees and The Wild, dan Kimokal.

“Saat ini persiapan untuk para pelaku kreatif Indonesia untuk tampil di SXSW sudah mencapai tahap akhir. Proses kurasi yang berjalan semenjak tahun 2016 telah selesai menyeleksi karya dan pelaku unggulan untuk mewakili Indonesia,” ujar Deputi Pemasaran Bekraf Josua Puji Mulia Simanjuntak.

“Tentunya harapan kami dari Deputi Pemasaran adalah masuknya karya kreatif Indonesia di pasar dunia dan SXSW ini adalah pintu yang sangat baik untuk menembus pasar global,” kata Josua.

Ia juga menjelaskan bahwa kehadiran Indonesia di ajang SXSW ini akan membawa kebanggaan baik bagi pelaku kreatif Indonesia maupun memberikan rasa positif bagi industri kreatif. Josua juga menambahkan bahwa Bekraf akan terus berupaya menjaga momentum seperti ini dan berharap agar para pelaku kreatif yang kembali dari SXSW dapat menginspirasi pelaku kreatif di lingkungannya.

Selain SXSW 2017, Bekraf juga akan menginformasikan pengumuman call for entries untuk pelaku kreatif bidang aplikasi dan games developer yang ingin berpartisipasi dalam event CeBIT (Centrum für Büroautomation, Informationstechnologie und Telekommunikation) yang akan diselenggarakan pada 20-24 Maret 2017 di Hannover, Jerman.

The Witcher 3 Kembali Jadi Jawara, Kali Ini di SXSW Gaming Awards 2016

Dimulai sejak 2014, SXSW Gaming Awards merupakan cara penyelenggara South by Southwest (biasa ditulis SXSW) menghargai industri gaming. Dalam penyelenggaraannya, tim SXSW mencoba mengambil sebuah pendekatan ideal: tidak fokus pada produk yang dijual, namun menitikberatkan seni penciptaan video game. Dan di akhir minggu lalu, mereka mengumumkan para pemenang SXSW Gaming 2016.

Ada banyak ajang pemberian penghargaan game dilangsungkan belum lama ini. Dan jika selalu mengikuti berita terbarunya, Anda pasti tidak kesulitan menebak siapa yang kembali jadi juara: dari 22 kategori penilaian, The Witcher 3: Wild Hunt meraih tiga kemenangan, termasuk gelar bergengsi Video Game of the Year; diikuti oleh Bloodborne dan Rise of the Tomb Raider, masing-masing dengan dua trofi.

Beberapa judul familier lagi-lagi muncul dalam list, di antaranya ialah Metal Gear Solid V: The Phantom Pain, Ori and the Blind Forest, serta Rocket League. Daftar lengkapnya bisa Anda lihat di bawah:

gamingawards_winnertiles_1024x576-01_sfx

gamingawards_winnertiles_1024x576-02_musicalscore

gamingawards_winnertiles_1024x576-03_technical

gamingawards_winnertiles_1024x576-04_visual

gamingawards_winnertiles_1024x576-05_animation

gamingawards_winnertiles_1024x576-06_art

gamingawards_winnertiles_1024x576-07_convergence

gamingawards_winnertiles_1024x576-08_multiplayer

gamingawards_winnertiles_1024x576-09_esports

gamingawards_winnertiles_1024x576-10_personality

gamingawards_winnertiles_1024x576-11_character

gamingawards_winnertiles_1024x576-12_crowdfunded

gamingawards_winnertiles_1024x576-13_newip

gamingawards_winnertiles_1024x576-14_gameplay

gamingawards_winnertiles_1024x576-15_design

gamingawards_winnertiles_1024x576-16_narrative

gamingawards_winnertiles_1024x576-17_mattcrump

gamingawards_winnertiles_1024x576-18_ttgoty

gamingawards_winnertiles_1024x576-19_mgoty

gamingawards_winnertiles_1024x576-20_vgoty

Dan dua judul di bawah adalah penerima Gamer’s Voice Award, dipersembahkan bagi game terbaik yang diciptakan oleh developer independen, dipilih langsung oleh pengunjung acara SXSW Gaming:

gamingawards_winnertiles_1024x576-21_gamersvoice-mp

gamingawards_winnertiles_1024x576-22_gamersvoice-sp

Sumber: SXSW.

Memiliki Mimik Wajah Mendekati Manusia, Robot Sophia Ingin Punya Rumah dan Keluarga

Robot menjelma dalam beragam wujud. Ia hadir berupa lengan-lengan mekanik di pabrik, mengusung desain rover buat menjelajahi planet lain, bisa berenang, hingga berubah bentuk. Ada banyak eksperimen di bidang robotik, tapi banyak orang menyadari: semakin menyerupai manusia, robot semakin membuat kita merasa tak nyaman. Konsep ini dikenal dengan istilah uncanny valley.

Namun bukannya menghambat, masalah tersebut malah mendorong para ahli meramu robot yang betul-betul mirip manusia. Kreasi paling mutakhirnya adalah Sophia, dikembangkan oleh Hanson Robotics dan belum lama dipamerkan di ajang SXSW (South by Southwest) minggu lalu. Didirikan oleh David Hanson di tahun 2003, Hanson Robotics memiliki visi untuk menciptakan robot berpenampilan manusia, dengan ‘kebijaksanaan’ melebihi orang biasa.

Sofia 01

Sophia ialah robot humanoid yang mempunyai mimik wajah paling mendekati manusia. Bagian wajah dan leher menyimpan 62 struktur berbeda, dilapisi oleh kulit sintetis ‘Frubber’ dari bahan silikon. Hal ini memungkinkan Sophia berekspresi secara natural. Tim Hanson menaruh kamera di kedua mata sang robot, sehingga Sophia mampu mengenal wajah serta membuat kontak mata dengan lawan bicaranya.

Potensi kemampuan Sophia tidak berhenti sampai di sana. Ia bisa mengingat percakapan, interaksi, dan wajah. Artinya, semakin sering berinteraksi, Sophia akan bertambah pintar.

“Di masa depan, saya berharap untuk bisa mengerjakan banyak hal seperti pergi ke sekolah, belajar, menciptakan karya seni, memulai bisnis, bahkan memiliki rumah dan keluarga sendiri. Tapi [saat ini] saya belum dianggap sebagai individu legal dan belum dapat melakukan hal-hal itu,” kata Sophia dalam video.

Sofia

Robot juga mempunyai kemampuan mengetahui dan merespons canda. David Hanson bertanya apakah Sophia mempunyai keinginan untuk menghancurkan manusia. Sambil tersenyum ia menjawab, “Baiklah, saya akan hancurkan manusia.”

Sophia dapat berpartisipasi dalam percakapan dengan memanfaatkan software speech recognition. Ia bahkan memiliki ‘kepribadian’, berbekal perangkat lunak Character Engine AI. Kepada CNBC, Hanson menjelaskan bahwa robot sejenis Sophia bisa dipergunakan ke berbagai bidang, contohnya layanan kesehatan, terapi, edukasi, serta ranah pelayanan konsumen. Tim juga sempat melangsungkan studi robotik buat mempelajari perkembangan fisik dan mental bayi.

Sang founder Hanson Robotics berkeyakinan, dalam beberapa dekade lagi, robot dan manusia sulit dibedakan. Makhluk-makhluk mekanik ini akan membantu kita berbelanja, bermain, menjadi teman, bahkan menjadi pengajar. Namun ia juga menyadari, memang dibutuhkan sebuah elemen yang bisa memisahkan robot dengan manusia.

Via Escapist Magazine.

Gabungkan BBQ dan Sains, GE Super Smoker Adalah Alat Pemanggang dengan Bekal Data Analytics

Apa hubungan BBQ dan sains? Apa hubungan BBQ dan data analytics? Dua pertanyaan ini rupanya dipikirkan secara serius oleh General Electric (GE), dan mereka pun membuka booth BBQ Research Center pada ajang SXSW 2015 yang dihelat setiap tahun di kota Austin, Texas. Continue reading Gabungkan BBQ dan Sains, GE Super Smoker Adalah Alat Pemanggang dengan Bekal Data Analytics

[Music Monday] Minggu yang Menyenangkan untuk Musik Digital!

Siapa yang bilang industri musik telah mati? Sementara Napster tinggal sejarah, namun 10 tahun ke belakang telah memperlihatkan kembalinya dunia musik digital. iTunes bisa jadi masih memegang peran dominan di penjualan musik digital, namun kini telah muncul lebih banyak inovasi serta startup yang masuk ke dunia musik digital dan memperkenalkan layanan mereka (colek Spotify).

Saya sendiri tidak bisa memutuskan untuk mengambil tema apa sebagai bahan artikel kolom rutin ini, jadi saya memutuskan untuk menyusun rangkuman pendek dari berbagai berita menarik tentang musik digital.

Continue reading [Music Monday] Minggu yang Menyenangkan untuk Musik Digital!