Qualcomm Berniat Menciptakan Chip Laptop Baru untuk Menyaingi Apple M1

Peluncuran chip Apple M1 merupakan pukulan telak bagi Intel dan AMD. Dua produsen prosesor komputer itu pada dasarnya tengah ditantang untuk menciptakan prosesor seefisien Apple M1, yang kini juga sudah digunakan di perangkat iMac maupun iPad Pro. Namun sebelum Intel dan AMD bisa membalas, sepertinya kita bakal melihat respon dari Qualcomm lebih dulu.

Kepada Reuters, Cristiano Amon selaku CEO baru Qualcomm mengatakan bahwa salah satu agenda terdekat mereka adalah merilis chip laptop yang bakal bersaing langsung dengan Apple M1. Sebagai sebuah system-on-a-chip (SoC), produk tersebut bakal mengemas semua komponen esensial yang dibutuhkan di samping prosesor, termasuk halnya modem 5G.

Menariknya, Qualcomm berniat untuk mengeksekusi rencana ini tanpa bergantung pada ARM. Saat ini Qualcomm memang sudah punya sejumlah chip laptop, tapi semua itu dibangun di atas fondasi yang sama seperti lini chip Snapdragon, yang inti prosesornya menggunakan arsitektur rancangan ARM.

Sebagai gantinya, Qualcomm bakal memaksimalkan aset dan sumber daya baru yang mereka dapatkan dari Nuvia, startup yang mereka akuisisi pada bulan Januari kemarin dengan nilai $1,4 miliar. Nuvia didirikan oleh sekelompok eks engineer Apple yang sebelumnya sempat bekerja langsung di tim yang mengembangkan chip M1. Nuvia bahkan sempat dituntut oleh Apple, yang mengklaim bahwa pendiri Nuvia mencuri teknologi rancangan Apple.

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Qualcomm semestinya siap memproduksi chip laptop baru ini mulai tahun 2022. Terlepas dari itu, Qualcomm tidak menutup kemungkinan untuk melisensikan teknologi dari ARM seandainya ARM berhasil menciptakan prosesor yang lebih baik dari racikan mereka sendiri.

Selain untuk mengembangkan chip laptop baru, teknologi rancangan Nuvia juga bakal Qualcomm lisensikan kepada perusahaan cloud computing yang tertarik menciptakan sendiri chip untuk digunakan di data center mereka masing-masing.

Sumber: Ars Technica dan Reuters. Gambar header: Depositphotos.com.

Drone dan Action Cam 8K Bakal Hadir pada Awal Tahun 2022

Di kalangan produsen system-on-a-chip (SoC), nama Ambarella memang kalah populer dibanding Qualcomm atau MediaTek. Kendati demikian, Ambarella selama ini punya peran besar dalam memajukan industri kamera dan drone, dan chip buatannya juga sudah lama menjadi otak di balik produk-produk populer keluaran GoPro maupun DJI.

Yang terbaru, Ambarella memperkenalkan AI vision processor CV5 di ajang CES 2021, dan SoC anyar ini bakal memulai tren action cam beserta drone dengan kemampuan merekam video 8K. Bukan sembarang 8K, melainkan 8K 60 fps. Sebagai referensi, ponsel flagship terbaru Samsung pun ‘hanya’ mampu merekam video 8K 24 fps.

Secara teknis, Ambarella CV5 memadukan AI engine CVflow dengan sepasang prosesor ARM Cortex-A76. Produksinya telah memanfaatkan teknologi pabrikasi 5 nanometer, dan itu berujung pada efisiensi energinya yang luar biasa: untuk encoding video 8K 30 fps misalnya, CV5 hanya mengonsumsi daya sebesar 2 watt saja.

Karena sangat irit daya, SoC ini tidak cuma ideal untuk action cam maupun drone saja, melainkan juga perangkat seperti kamera pengawas maupun kamera mobil. Namun tidak bisa dipungkiri, CV5 punya daya tarik tersendiri di mata produsen drone, terlebih berkat kemampuannya mengeksekusi fitur-fitur navigasi pintar selagi sedang mengolah data hasil perekaman video 8K 60 fps secara real-time.

Ambarella CV5 AI vision processor

Untuk produsen action cam, CV5 juga kian menarik berkat kemampuannya mengatasi perekaman video 4K 240 fps, yang berarti adegan slow-motion bisa diabadikan dalam resolusi yang lebih tinggi lagi. Lebih lanjut, fakta bahwa CV5 dapat memproses empat 4K stream sekaligus tentu bakal menarik perhatian para produsen kamera 360 derajat.

Ambarella sejauh ini memang belum menyebutkan pabrikan mana saja yang sudah berniat menggunakan SoC CV5 pada produknya, tapi semestinya brand besar seperti GoPro, Insta360, atau DJI tentu tidak akan melewatkan peluang untuk menciptakan kamera maupun drone dengan kemampuan merekam video 8K 60 fps atau 4K 240 fps, tidak ketinggalan pula dukungan terhadap fitur-fitur advanced macam HDR maupun image stabilization.

Kapan perangkat-perangkat tersebut bakal tersedia masih tanda tanya. Namun kalau menurut perwakilan Ambarella sendiri, yakni Christopher Day yang menjabat sebagai VP of Marketing and Business Development, biasanya butuh waktu sekitar satu tahun sebelum perangkat-perangkat yang menggunakan SoC terbaru Ambarella bisa diluncurkan ke pasaran. Dengan kata lain, sepertinya kita masih harus bersabar sampai awal tahun depan.

Sumber: CNET dan Ambarella.

Fugaku Adalah Supercomputer Tercepat di Dunia yang Ditenagai Prosesor ARM

Supercomputer tercepat di dunia umumnya bertempat di Amerika Serikat atau Tiongkok, namun tidak untuk pertengahan tahun 2020 ini. Top500 baru saja mengukuhkan Fugaku, sebuah supercomputer buatan Jepang, sebagai yang tercepat; mengalahkan jawara sebelumnya, yaitu Summit milik Departemen Energi Amerika Serikat.

Fugaku adalah supercomputer milik Riken Center for Computational Science di kota Kobe, Jepang. Namun yang paling istimewa adalah komponen yang menjadi otaknya: bukan CPU Power9 bikinan IBM atau malah prosesor rancangan Intel dan AMD, melainkan system-on-a-chip (SoC) 48-core besutan Fujitsu (masih ingat merek ini?).

Kata kuncinya ada di “SoC” itu tadi, yang merujuk pada arsitektur prosesor ARM yang kita kenal selama ini sebagai prosesor smartphone. Ini merupakan pertama kalinya sebuah supercomputer yang ditenagai prosesor ARM ditetapkan sebagai yang tercepat, dan ini sejatinya juga bisa membantu kita lebih memahami rencana Apple untuk meluncurkan Mac versi ARM.

ARM sejatinya menyimpan potensi yang sangat besar di bidang komputasi, dan kalau dalam konteks supercomputer, performanya dapat betul-betul dimaksimalkan tanpa harus memperhatikan faktor seperti konsumsi daya. Fugaku pada dasarnya membuktikan bahwa ARM tidak kalah perkasa dibanding x86 maupun arsitektur prosesor lainnya.

Tentunya Fugaku tidak mengemas satu saja chipset bikinan Fujitsu tersebut, melainkan sebanyak 158.976 unit yang menghabiskan biaya sebesar $1 miliar dan waktu pengembangan selama 6 tahun. Dipadukan semuanya, Fugaku mencatatkan performa komputasi secepat 415,5 petaflop, atau sekitar 2,8 kali lebih kencang daripada supercomputer Summit itu tadi.

Juga menarik adalah bagaimana Fugaku bisa meraih pencapaian ini tanpa melibatkan kartu grafis khusus yang dirancang untuk mendongkrak kinerja komputasi berbasis AI, macam Nvidia Ampere misalnya. Meski begitu, Fugaku kabarnya sudah digunakan untuk membantu berbagai proses riset seputar COVID-19.

Guardian melaporkan bahwa Fugaku sudah menjalankan beragam simulasi terkait bagaimana virus SARS-CoV-2 menyebar via droplet di lingkup kantor dan kereta komuter, dan para ahli berharap Fugaku bisa membantu mengidentifikasi metode perawatan potensial dari sekitar 2.000 obat-obatan yang sudah tersedia, termasuk beberapa yang belum sempat diuji secara klinis.

Sumber: Engadget dan New York Times.

Google Diam-Diam Tanamkan Chipset Buatannya Sendiri ke Pixel 2 dan Pixel 2 XL

Tahun 2015 lalu, sempat beredar rumor bahwa Google tertarik untuk mengembangkan prosesor smartphone-nya sendiri, macam yang sudah dilakukan Apple selama beberapa tahun terakhir. Perlahan rencana itu tampaknya mulai terwujudkan, tepatnya ketika Google berhasil ‘menculik’ Manu Gulati, salah satu engineer senior di divisi pengembangan prosesor Apple, pada bulan Juni kemarin.

Investasi besar Google itu sepertinya mulai terbayarkan secara perlahan. Belum lama ini, Google mengumumkan bahwa Pixel 2 dan Pixel 2 XL rupanya mengemas sebuah chipset hasil rancangan mereka sendiri yang bernama Pixel Visual Core. Chipset ini berperan sebagai co-processor untuk Snapdragon 835 yang tertanam di jantung Pixel 2.

Bagan Pixel Visual Core / Google
Bagan Pixel Visual Core / Google

Tugas utama Pixel Visual Core adalah mendongkrak kinerja dan kualitas kamera Pixel 2. Di dalamnya terdapat 8-core image processing unit (IPU), yang diklaim mampu mengatasi lebih dari 3 triliun pengoperasian setiap detiknya, tanpa mengonsumsi energi secara berlebihan.

Pada prakteknya, Pixel Visual Core dapat mempercepat proses pengambilan gambar HDR+ pada Pixel 2 hingga 5x lipat selagi mengonsumsi sepersepuluh daya yang dibutuhkan apabila prosesnya ditangani oleh prosesor bawaan. Dilihat dari kacamata sederhana, Pixel Visual Core memungkinkan kamera Pixel 2 untuk menghasilkan foto yang lebih berkualitas secara lebih cepat dan efisien.

Perbandingan gambar yang diambil menggunakan HDR+ (kanan) dan tidak (kiri) / Google
Perbandingan gambar yang diambil menggunakan HDR+ (kanan) dan tidak (kiri) / Google

Menariknya, untuk sekarang chipset ini masih dalam keadaan nonaktif di semua unit Pixel 2 dan Pixel 2 XL yang akan dipasarkan. Google berencana mengaktifkannya lewat sebuah software update yang akan dirilis dalam waktu dekat.

Di samping itu, Google juga berencana memberikan aplikasi pihak ketiga akses ke fitur HDR+, yang berarti pengguna Pixel 2 dan Pixel 2 XL bisa mendapatkan kualitas foto yang paling maksimal tanpa harus menggunakan aplikasi kamera bawaan.

Mempercepat kinerja HDR+ dan membuka aksesnya ke aplikasi pihak ketiga baru sebagian dari cerita Pixel Visual Core. Google rupanya juga punya visi besar untuk memanfaatkan potensi chipset tersebut pada penerapan fitur berbasis machine learning lain ke depannya.

Sumber: Google.

Berkat Chipset Qualcomm 205, Feature Phone Nantinya Bisa Terhubung ke Jaringan 4G LTE

Kehadiran Nokia 3310 generasi modern membawa makna baru untuk feature phone. Namun pada kenyataannya, tanpa kemunculannya pun feature phone masih memiliki pangsa pasar di negara-negara berkembang.

Koneksi internet sudah termasuk fitur standar yang ditawarkan feature phone di tahun 2017 ini, meski dalam kasus Nokia 3310 tadi koneksinya hanya terbatas di jaringan 2G. Namun ke depannya, pengguna feature phone dipastikan juga dapat menikmati internet cepat yang ditawarkan jaringan 4G LTE, demikian premis yang sejatinya ingin disampaikan Qualcomm lewat peluncuran chipset barunya, Qualcomm 205.

Chipset ini dirancang dan dikembangkan secara spesifik untuk feature phone. Di dalamnya terdapat prosesor dual-core 1,1 GHz dan GPU Adreno 304, dengan dukungan resolusi layar maksimum 480p dan kamera 3 megapixel. Ingat, yang kita bicarakan ini adalah feature phone, yang pastinya punya spesifikasi lebih inferior ketimbang smartphone kelas budget.

Qualcomm 205 Mobile Platform tidak termasuk dalam lini Snapdragon / Qualcomm
Qualcomm 205 Mobile Platform tidak termasuk dalam lini Snapdragon / Qualcomm

Wi-Fi dan Bluetooth 4.1 turut hadir, namun sekali lagi yang terpenting adalah dukungan jaringan 4G LTE, dengan kecepatan download maksimum mencapai 150 Mbps (secara teori). Tidak hanya itu, fitur modern seperti VoLTE (Voice over LTE) pun bisa Qualcomm 205 hadirkan pada feature phone.

Penamaannya sendiri sengaja tidak menggunakan brand “Snapdragon” karena Qualcomm memang sudah mengumumkan kalau nama itu sekarang hanya berlaku untuk chipset dengan nomor model 4xx, 6xx dan 8xx. Sisanya, yaitu model 2xx, ditempatkan di bawah nama Qualcomm Mobile.

Feature phone yang mengusung chipset Qualcomm 205 kabarnya bakal meluncur ke pasaran mulai kuartal kedua tahun ini. Pasar yang ditunjuk sendiri mencakup kawasan Amerika Selatan, Asia Tenggara dan India.

Sumber: Qualcomm dan Ars Technica. Gambar header: Pixabay.