A Kaleidoscope of Strategic Corporate Acts in 2019

The disruptive era has been driven not only by the startup industry. In recent years, a number of large-scale corporations have taken part in developing the digital ecosystem in Indonesia.

Moreover, innovation development within the scope of the corporation or corporate innovation will come back to its main goal, a sustainable business.

The year 2019 highlighted some strategic steps with various instruments, from internal innovation incubation, collaboration with startups, and the rise of venture capitals.

DailySocial summarizes the most engaging corporate actions of some sectors within the year of 2019 as follows:

A synergy of state-owned e-money products

Last year begins with Telkomsel’s e-money service transformation, Tcash, to LinkAja. This is said to be the former SOE Minister Rini Soemarno’s initiative who wants to put state-owned e-money companies altogether into one platform.

Tcash is considered to have the most ready ecosystem at that time than any other SOE e-money, therefore, It was designated as an “embryo” for the LinkAja platform. This is quite a surprising decision since Tcash plans to become an agnostic e-money service and spin off from Telkomsel in the mid-2018.

Meanwhile, LinkAja has been announced and started rolling in February. In fact, it was officially launched in the middle of the year due to the long-await for the integration of all SOE e-money to be completed.

It is to be highlighted that LinkAja is the result of a joint venture of state-owned companies in which 25% of the shares owned by Telkomsel, 20% each for Mandiri, BRI and BNI, BTN, Pertamina with 7%, and Jiwasraya Insurance also involved with 1%.

Prior to this, LinkAja positioned itself as e-money for daily basis. Therefore, this joint venture – to be followed by other shareholders – is considered to fasten the acceleration for the company’s use case, such as transportation and gasoline purchases.

Collaboration and Innovation

Innovation and collaboration between corporations and startups have made the news in 2019. It indicates a number of business sectors have realized the power of inclusiveness towards Indonesia’s digital business development.

As an example, Gojek officially partners with Indonesian Railways (KAI) to support the integration of digital ecosystems and railroad services through orders and payments in one transaction. In this case, Gojek is the first and last-mile provider, while KAI acts as the middle mile provider.

Next, BRI kicked off the market through its collaboration with Traveloka through the “PayLater Card” launching. This co-branding partnership allows users to transact at offline and online merchants in 53 million locations worldwide and receive payments by VISA.

In late 2019, BRI is to increase its digital service portfolio by launching a BRI Ceria virtual credit card that provides loans starting from Rp500 thousand to Rp1 million. The app-based service aims for BRI customers in the underbanked segment.

In terms of telco, Telkomsel initiated another breakthrough by launching the first digital app-based cellular service product by.U. It’s called digital-based for all activities of purchase, registration, and use are fully carried out in the application.

It was internally incubated and developed through MVP, the by.U service has become Telkomsel’s strategic “weapon” to win the market in the digital era. In fact, by.U is targeting gen Z for their digital literacy and unwillingness to be “regulated” for data packages.

The rise of Corporate Venture Capitals

2019 highlights the aggressive penetration of Corporate Venture Capital (CVC). In our observation, there are four new CVCs established to capture great opportunities in the Indonesian digital industry. They include Amatil X (Coca Cola Amatil), Telkomsel Mitra Inovasi / TMI (Telkomsel), BRI Ventures (BRI), and Sarana Papua Ventura (BTN).

Furthermore, DailySocial also highlighted Nicko Widjaja‘s transfer from MDI Ventures to be the head of BRI Ventures. Nicko’s appointment as CEO is expected to bring a new success story in the coming year.

Broadly speaking, each CVC targets a different business vertical, depending on the demand and values ​​of the company’s business development. Likewise, the funding stage. For example, TMI is currently aiming for early-stage and BRI Ventures will focus on growth and late-stage startups.

In addition to the CVC, Telkom Group has recently added more to its managed funds by launching the Centauri Fund.  The new strategy is a joint venture between the telco giant with KB Financial Group, which is one of the largest banks in South Korea.

Expecting the next strategic step in 2020

Through the summarize of various corporate actions above, we can draw a common thread that inclusiveness will be the main key for players – whoever are both corporations and startups – in driving the development of the digital ecosystem in the future.

Collaboration will be more aggressive and there are more innovations to arrive. A number of Indonesian corporates have realized the power of innovation and digital transformation. Some of those, such as BRI and Telkomsel, have prepared themselves to start a new chapter in 2020.

Moreover, in line with the more mature startup ecosystem, the VC industry will be more selective for its investment. The investment climate is predicted to increase. However, we are likely to see a decrease in the initial funding.

For some reason, both CVC and VC will be more focused on growth and late-stage funding. Aside from minimizing risk — learn from the previous years — startups must have clear traction, scale-up, and monetizing plans.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kaleidoskop Aksi Korporasi Strategis di Sepanjang 2019

Era disruptif sesungguhnya tak hanya didorong oleh industri startup. Faktanya sejumlah korporasi berskala besar turut ambil bagian dalam pengembangan ekosistem digital di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Walau demikian, pengembangan inovasi di lingkup korporasi atau corporate innovation akan kembali mengacu pada tujuan utamanya, yakni kelangsungan bisnis untuk jangka panjang.

Tahun 2019 menandai ramainya sejumlah langkah strategis dengan instrumen bervariasi, mulai dari inkubasi inovasi internal, kolaborasi dengan startup, hingga pembentukan pemodal ventura.

DailySocial merangkum berbagai aksi korporasi menarik dari beberapa sektor industri di sepanjang 2019 berikut ini:

Sinergi besar-besaran e-money BUMN

Tahun 2019 diawali dengan transformasi layanan e-money Telkomsel, Tcash, menjadi LinkAja. Transformasi ini disebut sebagai inisiasi dari eks Menteri BUMN Rini Soemarno yang ingin menggabungkan seluruh e-money milik perusahaan pelat merah ke dalam satu platform.

Tcash dinilai punya ekosistem paling siap saat itu dibandingkan e-money BUMN yang lain sehingga Tcash ditetapkan sebagai “embrio” bagi platform LinkAja. Keputusan ini tentu cukup mengagetkan mengingat di pertengahan 2018, Tcash berencana untuk menjadi layanan e-money agnostik dan spin off dari Telkomsel.

Adapun, LinkAja diumumkan dan beroperasi pada Februari, namun baru diluncurkan secara resmi di pertengahan tahun karena menunggu integrasi seluruh e-money BUMN rampung.

Yang perlu digarisbawahi, LinkAja merupakan hasil kongsi perusahaan BUMN yang saat ini sahamnya dimiliki oleh Telkomsel sebesar 25 persen, Mandiri, BRI, dan BNI yang masing-masing menguasai 20 persen, BTN dan Pertamina 7 persen, serta Asuransi Jiwasraya 1 persen.

Sejak awal, LinkAja memposisikan diri sebagai e-money untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka itu, kongsi ini–dan akan bertambah dengan masuknya pemegang saham lain–dinilai akan memperkuat akselerasi use case yang disiapkan perusahaan, seperti transportasi dan pembelian bensin.

Kolaborasi dan inovasi

Inovasi dan kolaborasi antara korporasi dan startup mewarnai pemberitaan di sepanjang 2019. Ini menandakan sejumlah sektor bisnis telah menyadari pentingnya inklusivitas terhadap pengembangan bisnis digital di Indonesia.

Misalnya, Gojek resmi bermitra dengan Kereta Api Indonesia (KAI) untuk mendukung integrasi ekosistem digital dan layanan perkeretaapian melalui penerapan pesanan dan pembayaran dalam satu transaksi. Dalam hal ini, Gojek menjadi penyedia first mile dan last mile, sedangkan KAI sebagai penyedia middle mile.

Kemudian BRI menggebrak pasar lewat kolaborasinya dengan Traveloka lewat peluncuran kartu kredit “PayLater Card”. Kerja sama co-branding ini memungkinkan pengguna untuk bertransaksi di merchant offline dan online yang tersebar di 53 juta lokasi di seluruh dunia dan menerima pembayaran dengan VISA.

Di penghujung tahun 2019, BRI kembali menambah portfolio layanan digital dengan meluncurkan kartu kredit virtual BRI Ceria yang menyediakan pinjaman mulai dari Rp500 ribu-Rp1 juta. Layanan berbasis aplikasi ini hanya menyasar nasabah BRI di segmen underbanked.

Dari sektor telekomunikasi, Telkomsel juga membuat gebrakan baru dengan meluncurkan produk layanan seluler pertama berbasis aplikasi digital by.U. Disebut digital karena seluruh aktivitas pembelian, registrasi, dan pemakaian sepenuhnya dilakukan di aplikasi.

Diikubasi di internal dan dikembangkan secara MVP, layanan by.U menjadi “senjata” strategis Telkomsel untuk memenangkan pasar di era digital. Maka tak heran, by.U membidik generasi Z yang dianggap sudah melek digital dan tidak mau “diatur” dalam memilih paket.

Corporate Venture Capital paling bersinar

Tahun 2019 menyoroti agresifnya pembentukan Corporate Venture Capital (CVC). Menurut catatan kami, terdapat empat CVC baru yang didirikan untuk menangkap peluang besar di industri digital Indonesia. Mereka antara lain Amatil X (Coca Cola Amatil), Telkomsel Mitra Inovasi/TMI (Telkomsel), BRI Ventures (BRI), dan Sarana Papua Ventura (BTN).

Kemudian, DailySocial juga menyoroti kepindahan Nicko Widjaja dari MDI Ventures untuk menakhodai BRI Ventures. Penunjukkan Nicko sebagai CEO diharapkan membawa kisah kesuksesan baru di tahun mendatang.

Secara garis besar, setiap CVC memiliki target vertikal bisnis berbeda, tergantung dengan kebutuhan dan nilai yang diincar untuk pengembangan bisnis perusahaan. Demikian pula tahapan pendanaan. Misalnya, TMI saat ini membidik early-stage dan BRI Ventures akan fokus terhadap startup di growth dan late stage. 

Selain pembentukan CVC, Telkom Group baru-baru ini juga menambah dana kelolaan dengan membentuk Centauri Fund. Strategi dana kelolaan baru tersebut merupakan hasil kongsi raksasa telekomunikasi ini dengan KB Financial Group, yakni salah satu perusahaan bank terbesar di Korea Selatan.

Menantikan langkah strategis selanjutnya di 2020

Lewat rangkuman beragam aksi korporasi di atas, kami dapat menarik benang merah bahwa inklusivitas akan menjadi kunci utama bagi pemain—siapapun itu baik korporasi dan startup—dalam mendorong pengembangan ekosistem digital di masa depan.

Kolaborasi akan semakin agresif dan inovasi akan terus berdatangan. Sejumlah korporasi di Indonesia sudah menyadari pentingnya inovasi dan transformasi digital. Beberapa di antaranya, seperti BRI dan Telkomsel, telah mempersiapkan diri memulai babak baru di tahun 2020.

Di sisi lain, sejalan dengan semakin matangnya ekosistem startup, industri VC akan semakin selektif dalam memilih pendanaan. Iklim investasi memang diprediksi meningkat. Akan tetapi, kita tampaknya bakal melihat menurunnya fokus pendanaan tahap awal.

Baik CVC atau VC akan mulai lebih fokus membidik pendanaan growth dan late stage karena sejumlah alasan. Selain minim risiko—belajar dari pengalaman di tahun-tahun sebelumnya—startup memang harus memiliki traction, rencana scale up, dan monetisasi yang jelas.

LinkAja Aims for 40 Million Users This Year

LinkAja is officially launched per last week. It’s a collaboration of the red-plate companies amidst the tight competition of e-commerce dominated by Go-Pay of Gojek and Lippo Group’s Ovo.

After the migration of all e-money users of Himbara (State-owned Banks Association) and Tcash, LinkAja has now acquired 23 million users. They set for an additional 17 million new users to reach 40 million by the end of this year.

LinkAja run its operation under PT Fintek Karya Nusantara or Finarya, also the collaboration of four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, and Jiwasraya.

Lots of issues to realize by the mid-year of 2019, particularly on the company’s main focus to develop public-based services.

What is the strategy? How the metamorphosis into LinkAja happened?

Acceleration using daily use case

In an interview with DailySocial, LinkAja’s CEO Danu Wicaksana is against the idea that LinkAja was built to interfere with Go-Pay and Ovo domination.

“LinkAja has come up as complimentary after the current market. We didn’t mean to make the same offering like more promo. We want to produce something different,” Wicaksana said.

In the Fintech Report 2018 published by DailySocial with OJK (Financial Service Authority) stated from 1,419 respondents, 79.4% are using Go-Pay. While the other 58.4% are using Ovo, and 55.5% are using Tcash.

Go-Pay and Ovo are the two biggest competitors for having a greater ecosystem. In addition, both already had collaborations with many offline and online merchants with various cashback, for accommodation, food, and lifestyle.

He said LinkAja has set the main focus on basic services instead of selling many promos on lifestyle. It also supported by State-owned enterprise ecosystem, such as banking networks and its ATM services.

The team is still integrating LinkAja to be available in other state-owned banks. They currently handle eight product categories, data plan, bill payment, transportation, retail merchants, e-commerce, donation, remittance, and insurance. LinkAja is now available at 180 payment points and 150 thousand merchants.

“We just digitized middle to upper segment, not the basic services. It’s like a toll road, we’re now tapping, but still, have to go to the ATM for a top-up. We want it to be fully digitized,” he added.

Transportation trial and remittance

Wicaksana mentioned some features are available since the shifting from Tcash to LinkAja. The rest are getting into trial or pilot.

Remittance is one example. Currently, LinkAja has partnered up with Singtel as the local partner for money transfer from Indonesia’s Migrant Workers. He said to coordinate with Bank Indonesia (BI) and Singapore’s official authority for license.

In addition, he also explored remittance in three other countries, Malaysia, Hong Kong, and Taiwan. In terms of Singapore’s merchant transaction in Singapore, LinkAja partners with switching global VIA that also leads thousands of merchants.

“In terms of merchant transaction, we’re targeting Thailand and Saudi Arabia. Particularly for Saudi Arabia, we explore partnerships with a different switching party,” he added.

In the transportation category, the company has piloted in the train station’s gate. They’re to be introduced as customer presented mode (CPM) where’s no need for customers to scan a QR Code at the gate.

They only required to shake the phone and the QR Code will pop up. The service is currently made commercial in Palembang LRT for Asian Games 2018. When the license issued, the model is to be implemented in LRT, MRT, and Commuter Line by the end of 2019.

RFID stickers are to be available in some toll gate. The trials are just for 20 selected gates. For starter, LinkAja is to add 200 gates by the end of this year.

“Toll gates are an old issue. On the way of the digital transformation using QR Code and RFID, it requires to upgrade. We’re doing it. While the CPM model for trains is being verified by Bank Indonesia. The realization’s going to take time due to infrastructure upgrade and testing,” he explained.

Wicaksana also mentioned another use case on development, a transaction feature in 5,000 Pertamina gas stations in this year. Furthermore, LinkAja will automatically become the e-wallet source without having to top-up through Himbara.

There are other features named Agent App and Mini App to be launched in the Q4 this year. Both are going to be a different app with a different function.

Agent App was designed for merchants or stalls to monitor real-time finance and sales. While Mini App was developed facilitate B2B partners for service placement in LinkAja.

Tcash transformation to LinkAja

In addition to product development, LinkAja has internally prepared to adapt to the dynamic industry. They will increase resources in 2020 and build R&D for Yogya’s team.

In terms of organization, LinkAja’s team are pure professionals from external state-owned enterprise. Wicaksana made sure the shareholders aren’t investing only on LinkAja circle.

He also said all Tcash members are appointed to run LinkAja at the beginning based on evaluation and decision made by shareholders. To date, LinkAja has hired 200 employees, including 80 new talents from various industry background, such as technology, banking, and FMCG.

“LinkAja must be different from any other state-owned enterprises for there will be no representative of shareholders. With the great vision and mission, we hire professionals outside BUMN,” Wicaksana said as the former CEO of Tcash.

He thought LinkAja was initiated by Rini Soemarno. It was followed by a long discussion among Himbara and Telkomsel where Tcash is selected to be the “embrio” to unify all e-money services to one platform.

How to converse Tcash platform in order to migrate users and features from all e-money?

“Talking about payment, there must be a core platform. Himbara banks decided Tcash as the most scalable. Therefore, LinkAja is using Tcash as the core from the beginning, but we’re improving. Himbara has a different feature for each e-money, we tried to combine it,” he said.

He also said the company is still developing LinkAja’s UI/UX to show up all features as the shareholder’s demand.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Targetkan 40 Juta Pengguna Hingga Akhir Tahun

LinkAja akhirnya resmi diluncurkan pekan lalu. Layanan hasil kongsi perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut hadir di tengah ketatnya persaingan uang elektronik yang saat ini didominasi Go-Pay milik Go-Jek dan OVO yang terafiliasi dengan Grup Lippo.

Pasca-migrasi seluruh pengguna e-money Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) dan Tcash, LinkAja kini telah mengantongi 23 juta pengguna. LinkAja mematok tambahan 17 juta pengguna baru sehingga di akhir tahun total penggunanya mencapai 40 juta.

LinkAja dikelola PT Fintek Karya Nusantara atau Finarya yang merupakan perusahaan kongsi dari empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, dan Jiwasraya.

Ada banyak hal yang perlu segera direalisasikan pada paruh tahun ini, terutatama yang mengacu pada fokus utama perusahaan untuk menggarap layanan basis masyarakat.

Apa saja strateginya dan bagaimana prosesnya bermetamorfosis menjadi  LinkAja?

Akselerasi dengan use case sehari-hari

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, CEO LinkAja Danu Wicaksana menolak anggapan bahwa LinkAja hadir sebagai upaya melawan dominasi Go-Pay dan OVO.

“LinkAja hadir sebagai complimentary dari yang sudah ada di pasar. Kami tidak bermaksud memberikan offering yang sama, misalnya dengan more promo. Kami ingin memberikan sesuatu yang berbeda,” papar Danu.

Fintech Report 2018 yang diterbitkan DailySocial dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan dari 1.419 responden, sebanyak 79,4 persen menggunakan GoPay. Sementara, 58,4 persen menggunakan OVO dan 55,5 persen memakai layanan Tcash.

Go-Pay dan OVO menjadi pesaing kuat karena keduanya sama-sama bagian dari Go-Jek dan Grab yang punya ekosistem layanan yang lebih banyak. Di samping itu, keduanya juga telah berkolaborasi dengan banyak merchant offline dan online yang disertai dengan promo cashback, mulai dari transportasi, makanan, hingga lifestyle.

Menurut Danu, LinkAja telah menetapkan strategi utama untuk fokus terhadap layanan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, ketimbang memperbanyak promo pada layanan lifestyle. LinkAja juga diperkuat dukungan ekosistem BUMN, seperti jaringan bank dan ATM Himbara.

Ia menyebut pihaknya masih terus mengintegrasikan LinkAja agar bisa digunakan di bank-bank BUMN. Saat ini LinkAja melayani delapan kategori produk, antara lain pulsa/data, tagihan, transportasi, merchant ritel, e-commerce, donasi, remitansi, dan asuransi. Kini LinkAja telah tersedia di 180 titik pembayaran dan 150 ribu merchant.

“Yang sudah terdigitalisasikan itu baru segmen menengah dan menengah ke atas. Justru layanan dasar belum sepenuhnya. Sama halnya dengan jalan tol, kita masih tap kartu, tapi top up-nya terkadang masih harus ke ATM. Kita ingin elevate itu menjadi full digital,” ungkapnya.

Uji coba transportasi hingga remitansi

Danu mengungkap beberapa fitur baru sudah bisa digunakan sejak Tcash berganti nama menjadi LinkAja. Sementara sisanya telah memasuki tahap uji coba atau pilot.

Misalnya, layanan remitansi. Saat ini, LinkAja sudah bekerja sama dengan Singtel sebagai mitra lokal untuk pengiriman uang dari Pekerja Migran Indonesia (PMI). Danu mengungkap telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan otoritas resmi Singapura terkait perizinan.

Selain Singapura, Danu juga menjajaki remitansi di tiga negara lainnya, yakni Malaysia, Hong Kong, dan Taiwan. Sementara untuk layanan transaksi merchant di Singapura, LinkAja bekerja sama dengan mitra switching global VIA yang juga menaungi ribuan merchant.

“Untuk transaksi merchant, kami juga incar Thailand dan Arab Saudi. Khusus Arab Saudi, kami menjajaki kerja sama dengan mitra switching yang berbeda,” tambahnya.

Dari kategori transportasi, perusahaan telah melakukan pilot di gate stasiun kereta api. Rencananya, LinkAja akan hadir dalam belum customer presented mode (CPM) di mana pelanggan tidak perlu lagi scan QR Code di setiap gate, melainkan sebaliknya. Pengguna tinggal melakukan shake pada ponsel, lalu akan muncul QR Code.

Saat ini, layanan tersebut baru komersial di LRT Palembang untuk perhelatan Asian Games 2018. Jika sudah mendapat izin dari pemerintah, model ini akan diimplementasikan di LRT, MRT, dan Commuter Line di akhir 2019.

Kemudian penggunaan sticker RFID di sejumlah gardu pintu tol. Uji coba ini baru diterapkan di 20 gardu pintu tol. Untuk tahap awal, LinkAja akan menambah ke 200 gardu lagi hingga akhir tahun ini.

Problem pintu tol itu infrastrukturnya sudah lama. Saat mau transformasi ke digital dengan QR Code dan RFID, butuh waktu untuk upgrade sekaligus. Itu yang sedang kami lakukan. Sedangkan, model CPM untuk kereta sedang dikaji oleh Bank Indonesia. Realisasinya butuh waktu juga karena pihak KAI harus upgrade infrastruktur dan testing,” jelasnya.

Danu juga menyebutkan use case lain yang tengah dipersiapkan, yakni fitur transaksi di SPBU yang akan diterapkan di 5.000 SPBU pada tahun ini. Kemudian, E-wallet yang akan menjadi sumber pendanaan otomatis LinkAja tanpa perlu top up melalui jaringan bank Himbara.

Fitur lainnya, yakni Agent App dan Mini App ditarget meluncur pada kuartal keempat tahun ini. Keduanya diperkirakan menjadi aplikasi terpisah dengan fungsi berbeda-beda.

Agent App dirancang bagi para merchant atau warung untuk dapat melacak dana dan hasil penjualan secara real time. Sementara Mini App dikembangkan bagi mitra B2B yang ingin menaruh layanannya di platform LinkAja.

Transformasi Tcash menjadi LinkAja

Tidak hanya pengembangan produk, LinkAja telah melakukan kesiapan internal agar cepat beradaptasi dengan dinamika industri. LinkAja akan melipatgandakan jumlah SDM di 2020 dan membangun R&D untuk tim di Yogyakarta.

Secara organisasi, ungkap Danu, LinkAja murni berisi tenaga profesional yang dipekerjakan dari luar BUMN. Danu memastikan setiap pemegang saham tidak menyuntik SDM ke dalam lingkup organisasi LinkAja.

Danu menyebutkan, seluruh karyawan Tcash dipilih untuk menjalankan LinkAja di awal pembentukannya berdasarkan evaluasi dan keputusan dari para pemegang saham. Hingga saat ini LinkAja telah memiliki 200 karyawan, termasuk 80 orang baru yang dipekerjakan dari berbagai latar belakang industri, seperti teknologi, perbankan, dan FMCG.

“LinkAja harus berbeda dari perusahaan BUMN lain sehingga mereka memberikan mandat agar tidak boleh ada penempatan [perwakilan] pemegang saham. Dengan visi dan misi yang besar, kita hire tenaga profesional di luar BUMN,” ucap Danu yang sebelumnya menjabat sebagai CEO Tcash.

Menurut Danu, pembentukan LinkAja terjadi melalui inisiasi Menteri BUMN Rini Soemarno. Inisiasi ini berlanjut pada diskusi panjang antara bank-bank Himbara dan Telkomsel, yang mana Tcash diputuskan menjadi “embrio” untuk menyatukan seluruh layanan e-money ke satu platform.

Lalu bagaimana mengonversikan platform Tcash agar bisa mengakomodasi migrasi pengguna dan fitur dari semua e-money?

“Bicara payment selalu ada core platform. Bank-bank Himbara memutuskan yang paling scalable itu Tcash. Makanya sejak awal LinkAja menggunakan core Tcash, tetapi terus kami improve. Fitur di e-money bank Himbara kan beda-beda, jadi kita kombinasikan,” ungkapnya. 

Di sisi lain, Danu menyebut bahwa perusahaan tetap merancang UI/UX LinkAja dari awal yang dapat menunjukkan dinamisme keseluruhan fitur sesuai aspirasi pemegang saham.

Application Information Will Show Up Here

Integrasi Belum Rampung, Produk E-Money Himbara Diprediksi Tersedia di LinkAja Akhir Maret

Kemarin, Minggu (3/3), Menteri BUMN Rini Soemarno mengumumkan LinkAja sudah dapat digunakan sebagai alat pembayaran berbasis digital. Dalam keterangan resminya, LinkAja ke depannya dapat digunakan untuk beragam jenis transaksi, termasuk pembayaran bahan bakar di SPBU milik Pertamina, pembelian tiket kereta api dan Damri, serta asuransi Jiwasraya.

Untuk saat ini, LinkAja baru bisa digunakan pengguna Tcash yang sudah melebur pada akhir Februari lalu. Integrasi aplikasi pembayaran digital milik Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) ke LinkAja, seperti E-cash (Bank Mandiri), T-Bank (BRI), UnikQu dan Yap! (BNI), akan dilakukan secara bertahap. Realisasi ini mundur dibanding target semula awal Maret.

Dalam pesan singkatnya kepada DailySocial, General Manager Divisi E-Banking BNI Anang Fauzi menyebutkan bahwa pengguna UnikQu dan Yap! saat ini memang belum bisa menggunakan LinkAja.

Direktur Teknologi Informasi dan Operasi BRI, Indra Utoyo juga memastikan pihaknya belum melakukan integrasi pelanggan T-Bank ke LinkAja karena aspek keamanan. Integrasi ini baru akan dilakukan pertengahan Maret ini.

“Masih ada pengujian yang harus dilalui, termasuk aspek keamanan. Dari tahap migrasi TCash ke LinkAja, ada beberapa masukan untuk perbaikan. Ditambah pengujian sistem dan keamanan untuk memastikan kesiapan sebelum migrasi nasabah uang elektronik bank Himbara,” ujarnya dalam pesan singkat.

Ia menegaskan, migrasi nasabah layanan bank tetap mematuhi ketentuan, yakni migrasi data dan dana telah mendapat persetujuan nasabah. Para nasabah diharapkan sudah memberikan respons atas pemberitahuan bank sejak 1 Februari lalu

Indra menargetkan T-Bank sudah bisa melebur ke LinkAja dan dapat dinikmati pengguna pada akhir Maret ini.

“Sejauh ini kesepakatan dengan bank-bank Himbara sama. Secara tahap migrasi, [saya rasa] bisa diprediksi demikian,” ujarnya.

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Asuransi Jiwasraya, dan Pertamina.

Sebelumnya, TCash sudah lebih dulu melebur ke dalam aplikasi LinkAja pada 22 Februari lalu yang sempat diwarnai sejumlah gangguan teknis di aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Tcash Officially Merges to LinkAja, Danu Wicaksana Leads Finarya

Friday (2/22), Telkomsel’s e-money service is officially merged into LinkAja. Tcash’s President Director, Danu Wicaksana is appointed to lead the service under PT Fintek Karya Nusantara (Finarya).

In the official release to DailySocial, Wicaksana said there’s no different service from Tcash to LinkAja. Users can use Tcash as per usual.

However, LinkAja will introduce some new features soon. “We’ll be developing some new features of LinkAja in time,” he added.

LinkAja is a QR Code-based payment system to be managed by alliance of four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, and Pertamina.

After Tcash, server-based e-money platforms under state-owned banks, such as BRI’s My QR and BNI’s Yap!, will merge into LinkAja payment system in early March.

An interesting news arose, Jiwasraya is to involve in LinkAja shareholders. Telkomsel will acquire 25%, followed by BNI, BRI, and Mandiri of 20%. Both BTN and Pertamina will have 7% each, and 1% for Jiwasraya.

Strategy to compete with Ovo and Go-Pay

The plan of state-owned companies to create its own payment system has spread since the late 2018. In fact, rumor has it that they will partner with WeChat Pay and Alipay.

Soon after that, the state-owned alliance announces to launch QR Code-based payment system, LinkAja, in the late January 2019. To date, state-owned companies involved are sealed when it comes to LinkAja’s development in the future.

One that is certain, LinkAja is developed to break Go-Pay and Ovo’s domination in Indonesia.

“It was because Go-Pay and Ovo is strong, it triggers state-owned companies to make synergy. Previously, each company work independently. Mrs. Rini (Ministry of State-owned companies) wants to merge the whole effort to LinkAja,” David Bangun, Telkom’s Digital and Strategic Portfolio Director said, not long time ago.

Based on DailySocial’s Fintech Report 2018, Go-Pay is the most popular with 79.39% of the respondents have tried the app, followed by Ovo at 58.42%, and Tcash 55.52%

Difficult to access

Until this afternoon, LinkAja users still complain about the difficulty to access the app. It has been going on since this morning.

DailySocial has tried to login. The first time, it succeed. The second trial and the next ones did not.

The access is using cellphone number. When logging in, user will receive verification code sent to the cellphone number. Unfortunately, after the verification code entered, it keeps loading and not getting into the app.

In its official release, Wicaksana said the LinkAja system is currently upgrading because the high demand of users. He guarantee the account safety with its balance.

“”LinkAja’s technical team is trying to make it easier for user to acces the app. We’re very sorry for the inconvenience in accessing LinkAja,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Alami Gangguan Teknis, Tcash Tunda Konversi ke LinkAja Hingga Awal Maret

Setelah mengalami kendala teknis sejak Jumat (22/2) pagi hingga malam ini, Tcash akhirnya menunda peleburan layanannya ke aplikasi LinkAja. Dengan demikian, pelanggan Tcash masih bisa menggunakan layanan tersebut seperti semula.

Dalam keterangan resminya, CEO Tcash Danu Wicaksana mengatakan setelah menganalisis secara menyeluruh, pihaknya memutuskan untuk menunda migrasi aplikasi mobile Tcash ke LinkAja hingga minggu depan

“Kami mengucapkan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Pelanggan akan kami kembalikan ke aplikasi Tcash seperti semula, di mana akun dan saldo pelanggan dipastikan aman,” kata Danu.

Sebelum migrasi ini berjalan, Danu menyebut bahwa pihaknya telah melakukan berbagai persiapan bisnis maupun teknis. Namun, kendala teknis muncul pada saat proses konversi update aplikasi Tcash ke LinkAja. Akibatnya, pelanggan sulit untuk login ke aplikasi LinkAja.

Kendati demikian, layanan berbasis lainnya tetap berjalan normal, seperti pembayaran dengan NFC dan token, pengisian saldo di mitra Tcash dan ATM, hingga layanan USSD (*800#) bagi pengguna ponsel non-smartphone.

“Pelanggan Tcash yang lebih dari 95 persen memakai ponsel Android, akan menerima SMS petunjuk untuk update aplikasi mereka kembali ke aplikasi Tcash. Dengan begitu mereka bisa kembali bertransaksi secara normal. Namun, pelanggan iOS belum bisa menggunakan aplikasi Tcash dalam beberapa hari ke depan,” ujar Danu.

Sungguh disayangkan mengingat peleburan Tcash menjadi LinkAja baru diresmikan hari ini. Danu sendiri telah didapuk memimpin LinkAja yang bernaung di bawah PT Fintek Karya Nusantara (Finarya).

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang akan dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, dan Pertamina.

Rencananya usai peleburan Tcash, bakal menyusul platform e-money berbasis server milik bank BUMN, seperti My QR milik BRI dan Yap! dari BNI, yang akan melebur ke dalam sistem pembayaran LinkAja awal Maret mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Tcash Resmi Melebur Jadi LinkAja, Danu Wicaksana Pimpin Finarya

Hari ini, Jumat (22/2), layanan uang elektronik atau e-money milik Telkomsel resmi melebur ke dalam LinkAja. Direktur Utama Tcash Danu Wicaksana ditunjuk memimpin layanan yang bernaung di bawah PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) ini.

Dalam keterangan resmi yang DailySocial terima, Danu menyebutkan bahwa tidak akan ada perubahan layanan dari Tcash ke LinkAja. Pengguna Tcash dapat menggunakan layanan ini seperti biasa.

Hanya saja, LinkAja akan menghadirkan sejumlah fitur baru ke depannya. ”Kami akan mengembangkan berbagai fitur baru dari LinkAja dari waktu ke waktu,” ungkap Danu.

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang akan dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, dan Pertamina.

Setelah Tcash, bakal menyusul platform e-money berbasis server milik bank BUMN, seperti My QR milik BRI dan Yap! dari BNI, yang akan melebur ke dalam sistem pembayaran LinkAja awal Maret mendatang.

Menariknya Jiwasraya akan masuk ke dalam jajaran pemegang saham LinkAja. Telkomsel nantinya akan mengantongi 25 persen kepemilikan, diikuti BNI, BRI, dan Mandiri 20 persen. Baik BTN dan Pertamina memiliki 7 persen, sedangkan Jiwasraya 1 persen.

Strategi hadapi Ovo dan Go-Pay

Rencana BUMN menggarap sistem pembayaran sendiri sudah ramai dibicarakan sejak akhir 2018 lalu. Malah saat itu, informasi yang beredar justru menyebutkan BUMN akan bermitra dengan WeChat Pay dan Alipay.

Tak berapa lama berselang, kongsi BUMN mengumumkan akan meluncurkan sistem pembayaran berbasis QR Code LinkAja pada akhir Januari 2019. Hingga sekarang, seluruh perusahaan BUMN yang terlibat dalam kongsi ini masih menutup rapat-rapat mengenai bagaimana pengembangan LinkAja ke depan.

Yang pasti, LinkAja sengaja dipersiapkan untuk mematahkan dominasi Go-Pay dan Ovo di pasar fintech Tanah Air.

“Justru karena GoPay dan OVO kuat, maka itu memicu munculnya kesadaran perlunya sinergi BUMN. Sebelumnya, masing-masing BUMN maju sendiri-sendiri, Bu Rini [Menteri BUMN] ingin menggabungkan semua effort ke dalam LinkAja,” jelas Direktur Digital and Strategic Portfolio Telkom David Bangun saat kami hubungi beberapa waktu lalu.

Berdasarkan Fintech Report 2018 yang dirilis DailySocial, Go-Pay memimpin di sisi popularitas dengan 79,39 persen responden sudah pernah menggunakannya, diikuti Ovo 58,42 persen, dan Tcash 55,52 persen.

Masih sulit diakses

Hingga sore ini, pengguna LinkAja mengeluhkan sulitnya akses ke dalam aplikasi. Kesulitan akses masuk (login) ke aplikasi LinkAja sudah terjadi sejak pagi tadi.

DailySocial sempat menjajal login ke aplikasi ini. Pada saat login pertama, akses berhasil. Namun saat percobaan kedua dan seterusnya, kami tidak berhasil masuk ke dalam aplikasi.

Akses masuk ke aplikasi menggunakan nomor seluler. Dan untuk login, pengguna akan menerima kode verifikasi yang dikirimkan ke nomor seluler. Sayang, usai kode verifikasi dimasukkan, proses loading terus berjalan dan tidak mau masuk ke dalam aplikasi.

Dalam keterangan resminya, Danu menyebutkan bahwa saat ini sistem LinkAja sedang dalam proses upgrade dikarenakan tingginya jumlah unduhan dari para pengguna. Ia memastikan akun dan saldo pengguna tetap aman.

”Tim teknis LinkAja sedang berupaya untuk mempermudah akses pelanggan untuk masuk ke aplikasi ini . Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda dalam mengakses layanan LinkAja,” tuturnya.

Application Information Will Show Up Here

Produk E-Money Bank BUMN Berbasis Server Segera Dilebur Jadi LinkAja

Perusahaan fintech BUMN LinkAja (PT Finarya) bakal diresmikan pada 1 Maret 2019. Empat bank yang tergabung dalam Himbara (Perhimpunan Bank Negara) secara paralel akan melakukan migrasi produk e-money berbasis server milik mereka menjadi LinkAja.

BNI jadi bank pertama yang mengumumkan informasi peleburan ini kepada publik pada pekan lalu, bersamaan dengan T-Cash.

General Manager Divisi E-Banking (EBK) BNI Anang Fauzi menjelaskan, penyebaran informasi ini merupakan langkah bank dalam melakukan sosialisasi yang menurut aturan harus dilakukan setidaknya sebulan sebelumnya.

BNI menyebar informasi berbentuk pesan singkat ke konsumen tentang penggabungan produk Yap! dan UnikQu ke dalam LinkAja ini.

Di situsnya, BNI menjelaskan LinkAja adalah produk fintech sinergi milik BUMN (Himbara, Telkomsel, Pertamina, dan Jiwasraya) yang menghadirkan layanan untuk kemudahan dan kenyamanan bertransaksi untuk kebutuhan masyarakat.

LinkAja akan jadi produk fintech milik BUMN yang fokus menjalankan bisnis e-money berbasis server. LinkAja menghadirkan layanan holistik dengan beragam fitur pembayaran, seperti pembayaran tagihan (listrik, PDAM, BPJS, internet), transaksi di merchant, pembayaran moda transportasi, hingga pembelian online.

Anang melanjutkan, saat ini secara paralel pihaknya sedang menyiapkan proses migrasi dengan baik agar pengalaman pengguna tetap baik dan nyaman. Secara bertahap migrasi dimulai dari Maret 2019. Namun ia enggan menjelaskan lebih detail apakah BNI akan jadi bank pertama yang meleburkan sistemnya dengan LinkAja.

“Migrasi bertahap di bulan Maret. Apakah BNI pas tanggal tersebut? Belum tahu, lihat kesiapan teknis nanti karena masih koordinasi. Tanggal launching nanti akan ada press release tersendiri,” jelasnya kepada DailySocial.

UnikQu dirilis pada 2016, sementara Yap baru tahun lalu. Bila ditotal, keduanya telah memiliki sekitar 400 ribu pengguna. Adapun jumlah merchant-nya sebanyak 200 ribu tersebar di seluruh Indonesia.

Anang berharap ide menggabungkan seluruh platform uang elektronik berbasis server dan e-wallet Himbara dan BUMN menjadi hal yang positif. Pasalnya penerimaannya akan sangat luas karena melibatkan semua BUMN yang ada.

Direktur IT BRI Indra Utoyo menambahkan, peleburan ke LinkAja ini hanya berlaku untuk produk e-money berbasis server. Sementara yang berbasis kartu masih dikelola sendiri oleh perbankan.

“Yang dialihkan bukan Brizzi tapi nasabah T-Bank yang berbasis server. Brizzi masih dikelola kami. Rencananya per bulan Maret 2019 sudah bisa beralih ke LinkAja,” katanya.

BRI merilis produk e-money berbasis server bernama T-Bank di 2013, yang kini disebutkan memiliki sekitar 520 ribu pengguna. Sementara kartu Brizzi sudah tersebar sebanyak 12,5 juta buah.

“Tentu kita berharap di era digital payment dengan kolaborasi LinkAja bisa lebih menguntungkan.”

Sementara itu, Bank Mandiri juga mengonfirmasi bahwa peresmian LinkAja akan dimulai pada 1 Maret.

“Ya. Rencana launch 1 Maret,” kata Direktur Teknologi Informasi dan Operasi Bank Mandiri Rico Usthavia Frans.

Saat ini Bank Mandiri memiliki E-Money dan E-Cash yang bila ditotal jumlahnya mencapai 47 juta buah.

Rico tidak menjelaskan lebih detail bagaimana nasib Mandiri Pay setelah kehadiran LinkAja. Sebelumnya diinfokan Mandiri Pay akan jadi aplikasi pembayaran dengan pemindai QR yang terintegrasi dengan e-money, kartu debit, dan kredit. Modelnya seperti Yap yang diusung BNI.

Bank BUMN lain, BTN, juga turut mengisi berpartisipasi kepemilikan di LinkAja. Dibandingkan bank pelat merah lainnya, inovasi BTN tidak agresif. BTN baru merilis kartu e-money Blink hasil co-branding dengan Bank Mandiri E-Money.

Saat ini 99,99% saham di LinkAja (dengan entitas Finarya) dikuasai Telkomsel. Nantinya kepemilikan Telkomsel tersebut akan terdilusi seiring masuknya sejumlah BUMN yang tergabung dalam konsorsium. BNI, BRI, dan Bank Mandiri masing-masing akan menguasai 20%, Telkomsel (25%), BTN (7%), dan Jiwasraya (1%). Belum ada informasi lebih lanjut tentang Pertamina, yang disebut-sebut juga ikut di dalam konsorsium, dan jumlah kepemilikannya.

Tcash Jadi LinkAja Per 21 Februari Mendatang

Tcash secara resmi mengumumkan perubahan nama menjadi LinkAja, yang efektif bakal berlaku mulai 21 Februari mendatang. LinkAja, sebuah BUMN fintech yang tidak lagi sekadar platform pembayaran milik Telkom Group, menjadi ujung tombak untuk bersaing di sektor pembayaran digital yang makin kompetitif.

Sebelumnya kami telah memberitakan bahwa LinkAja merupakan joint venture enam BUMN besar, yaitu Telkom, Pertamina, Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN. BUMN Fintech ini akan menggunakan skema QR Code terstandar sebagai landasan platform pembayaran digital. Digadang-gadang mereka juga akan bermitra dengan raksasa pembayaran Tiongkok WeChat Pay dan Alipay.

Menurut Fintech Report 2018, Tcash adalah platform uang elektronik berbasis server terpopuler ketiga
Menurut Fintech Report 2018, Tcash adalah platform uang elektronik berbasis server terpopuler ketiga

Menurut Fintech Report 2018, Tcash adalah platform uang elektronik terpopuler ketiga di Indonesia setelah Go-Pay dan OVO. Dikabarkan CEO Tcash saat ini, Danu Wicaksana, bakal memimpin inisiatif LinkAja.

Di laman resmi yang dihadirkan Tcash, disebutkan tidak ada perubahan fitur berarti antara Tcash dan LinkAja. Pengguna existing Tcash tinggal memperbarui aplikasinya mulai tanggal 21 Februari dan secara otomatis akan dikonversi menjadi konsumen LinkAja. Saldo yang ada di dompet Tcash juga bakal secara utuh dipindahkan ke dompet LinkAja.

Sebelumnya di keterbukaan ke BEI, Telkom Group juga mengumumkan pendirian anak perusahaan yang khusus mengurusi fintech, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya). Belum ada informasi lebih lanjut bagaimana kaitan antara Finarya dan LinkAja.

Tcash saat ini tidak lagi eksklusif untuk pengguna Telkomsel dan bisa digunakan oleh pengguna operator seluler apapun mulai pertengahan tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here