Bisnis Telemedisin Tumbuh Positif, Alodokter Klaim Capaian Profit Tahun Ini

Terdorong adopsi layanan telemedisin selama pandemi, bisnis Alodokter tumbuh subur dan mengklaim telah mencapai posisi laba tahun ini.

“Sudah profit official mulai tahun ini, tahun depan mau profitable lebih besar lagi. Bisnis Alodokter ini sangat berhubungan satu sama lain karena berbentuk ekosistem, makanya monetisasi kami saling bersinergi,” ucap Co-founder dan Presiden Direktur Alodokter Suci Arumsari kepada DailySocial.id.

Kontribusi pendapatan dari bisnis telemedisin disebutkan mencapai 30%-40% per bulannya. Kemudian sisanya datang dari buat janji konsultasi, Aloshop, Aloproteksi, dan iklan content marketing. Keseluruhan ekosistem produk dan layanan ini saling memberikan kontribusi bisnis yang positif terhadap perusahaan.

“Bisnis yang efektif dan efisien itu landasan utama di Alodokter. Kita benar-benar fokus sama apa yang mau dikerjakan, visi-misi jelas, InsyaAllah karyawan akan paham.”

Menurut Suci, jumlah tenaga kerja yang efisien juga disebut mampu membuat struktur Alodokter lebih ramping. Pihaknya justru tidak banyak menambah talenta baru pada saat bisnis tumbuh-tumbuhnya sepanjang pandemi kemarin. Jumlah karyawan di Alodokter terhitung sebanyak 350 orang, keseluruhannya adalah talenta lokal.

Ekosistem menyeluruh

Suci menuturkan, medis dan teknologi adalah dua aspek penting yang selalu diutamakan perusahaan sejak awal berdiri di 2014. Bila telemedisin tidak dibarengi teknologi, maka hasilnya tidak akan efektif. Contohnya, saat chat dokter tapi balasnya lama.

Berkaitan dengan itu pula, dibarengi dengan riset yang terus-menerus, Alodokter berinovasi meningkatkan layanan telemedis agar semakin memudahkan pengguna dan dokter dengan memanfaatkan teknologi terkini. Contohnya: rekam medis elektronik (Electronic Medical Record/EMR), Alni –asisten virtual interaksi percakapan dengan dokter bertenaga AI, tes batuk (remote diagnostic) bekerja sama dengan ResApp.

Diklaim ketiga inovasi ini membuat proses telemedisin jadi lebih cepat penanganannya. Alni misalnya, dikembangkan sebagai clinical decision tool yang mampu berinteraksi dengan pasien terkait kondisi kesehatan, untuk langkah awal konsultasi dan membantu alur kerja dokter dalam penanganan pasien. Alni juga sudah terhubung dengan EMR.

“Alni bukan menggantikan dokter tapi sebagai asisten, dokter tetap memutuskan diagnosis akhirnya. Alni jadi signifikan buat dokter karena lebih efisien dan mempercepat waktu.”

Sementara, tes batuk ResApp ini juga ditenagai AI dapat mendeteksi suara batuk melalui smartphone pengguna. Fitur ini akan membantu dokter melakukan pemeriksaan secara remote dengan mencocokkan ciri-ciri dari suara batuk berdasarkan enam diagnosis: infeksi paru, asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), ISPA, batuk rejan, dan bronkitis. Tes ini punya tingkat efisiensi 95%-97%.

“Tes batuk ini hanya bisa dipakai oleh pasien yang mendapat rekomendasi dari dokternya. Metode ini juga dipakai oleh dokter saat mengambil tindakan konvensional di rumah sakit, tapi lebih efisien karena dilakukan dari smartphone pengguna saja.”

Untuk mendukung ketiga fitur ini tetap relevan, tim Alodokter rutin membuka jalur komunikasi dengan ekosistem (pasien, dokter, industri).

“Riset itu penting agar kita punya produk yang relevan. Kalau buat bisnis tidak bisa dari apa yang saya/kita rasa bisa. Tapi lihat dari pasar butuh atau enggak. Selain itu riset [harus kontinu] baik sebelum dan setelah produk di-launch.”

Ekosistem telemedisin di Alodokter disebutkan telah menyeluruh, dari buat janji konsultasi, Aloshop, artikel medis, hingga Aloproteksi. Keseluruhan produk mendukung ambisi perusahaan menjadi pemain telemedis terdepan di Indonesia. Bahkan ke depannya, inovasi akan terus dilakukan untuk mendukung ambisi tersebut.

“Alodokter dari dulu tidak tiba-tiba buat klinik karena saya sendiri benar-benar fokus ingin memberikan informasi, telemedisin, booking, Aloproteksi, Aloshop. Kita di situ saja. Sebab bisnis online yang terpenting itu adalah kepercayaan, bagaimana refleksi masyarakat terhadap kita.”

Berkaitan dengan ekosistem pula, Alodokter meluncurkan Alomedika pada 2018. Alomedika adalah platfom komunitas digital dokter yang memungkinkan mereka untuk mengakses informasi medis terkini dan bertukar ilmu dengan sesama rekan dokter. Diklaim hingga kini, Alomedika telah menaungi lebih dari 95 ribu dokter se-Indonesia.

Fitur-fitur yang dikembangkan di platform ini, di antaranya: personalisasi Home Feed, Konten Diskusi, Follow, E-course, dan Specialist only post. “Alomedika ini online university untuk dokter karena biasanya mereka yang mau lulus pasti cari informasi medisnya di sini.”

Disebutkan pengguna aktif bulanan Alodokter mencapai 30 juta orang, mayoritas penggunanya adalah kelompok usia produktif berusia 18-35 tahun. Didukung pula dengan 1.000 dokter umum dan 500 dokter spesialis, serta 1.500 rumah sakit dan klinik tersebar di seluruh Indonesia. Para dokter yang bergabung ini minimal memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) yang masih aktif.

Mengedepankan transparansi

Suci menuturkan bisnis online seperti Alodokter harus mengedepankan transparansi dengan membuka jalur komunikasi dengan seluruh ekosistem, baik saat menyajikan informasi, obat-obatan, perawatan, dan lainnya. Berbagai inisiatif di lakukan demi memancing umpan balik, baik itu kritik dan saran.

Perusahaan menyiapkan tim customer service 24/7 yang dapat dihubungi kapan saja. Bahkan kantor Alodokter juga terbuka untuk pengguna yang ingin bertemu langsung dengan tim, menyampaikan keluh kesahnya.

Selanjutnya, pada tahun lalu, Alodokter mengumumkan Medical Board yang berisi profesional di dunia medis, ada yang berasal dari dokter, professor, dan berbagai macam asosiasi. Peran mereka cukup vital karena memastikan Alodokter memberikan pelayanan yang terpercaya dan memenuhi standar medis.

Lalu melakukan pertemuan regular untuk mengevaluasi dan membahas kinerja program dan fitur-fitur yang diluncurkan Alodokter, dari sisi medis dan pandangan kedokteran. “Medical board itu tugasnya untuk cek kita, kritik kita, dan beri masukan. Mereka semua objektif. Jadi ada penilaian khusus mengenai pelayanan kita. Ini inisiatif kita sendiri dan pertama.”

Seluruh artikel yang dipublikasi di Alodokter juga disupervisi langsung oleh tim penasihat ini demi memastikan keakuratan informasi. Menariknya, channel ini juga masuk ke dalam langkah monetisasi di Alodokter. Selain artikel berbayar, bentuk iklan di Alodokter juga bisa berupa aktivitas live di Instagram.

Untuk tetap menjaga kredibilitas dan profesionalitas, setiap artikel berbayar yang dibayar oleh brand, bagus atau tidaknya produk dari brand tersebut, ditentukan langsung oleh dokter.

“Karena kami mau mengembalikan semua keputusan akhir di tangan pasien, kepercayaan itu nomor satu. Kita enggak mau berikan sesuatu yang belum tervalidasi oleh dokter kita sendiri. Aturan beriklan di kita itu spesifik, tapi banyak brand besar yang mau gabung untuk berikan edukasi.”

Karena strategi organik, berdampak pula pada pencarian artikel berdasarkan SEO yang tinggi di mesin pencarian Google. Alodokter tidak perlu menganggarkan bujet belanja iklan agar masuk ke urutan teratas di laman pertama.

Mengutip dari Semrush, situs Alodokter dikunjungi hingga 41,3 juta kali (organic) pada Oktober 2023. Sementara paid search traffic hanya 112 kali. Rata-rata durasi kunjungan sekitar 7 menit dengan bounce rate 85,37%.

Alodokter bersaing ketat dengan Halodoc. Dalam kurung waktu yang sama, situs Halodoc dikunjungi hingga 59,6 juta kali (organic) dan 6 kali (paid). Tapi rata-rata durasi kunjungan lebih rendah dari Alodokter, yakni sekitar 6 menit dengan bounce rate lebih tinggi, yakni 91,15%.

“Hampir semua SEO di artikel kami itu alami. Google itu pintar, semakin banyak orang cari, maka Google enggak mungkin menurunkan artikelnya. Jadi semuanya organik karena kita sangat berdedikasi pada keselamatan pasien.”

Dalam menjaga keamanan data pengguna, perusahaan sudah tersertifikasi oleh ISO 27001, yakni standar internasional untuk sistem manajemen kemanan informasi. Salah satu manfaat utama dari patuh terhadap ISO 27001 adalah perlindungan data dan informasi sensitif.

Standar ini membantu perusahaan mengidentifikasi aset informasi yang penting dan mengimplementasikan kontrol yang sesuai untuk melindungi kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Pandemi Reda, Telemedisin Makin Bermakna

Pandemi Covid-19 merombak dinamika industri medis dan lanskap layanan kesehatan pun ikut berubah. Ketika itu, ketegangan yang signifikan terjadi di rumah sakit dan sistem kesehatan. Kepadatan di rumah sakit jadi hal biasa karena tenaga kesehatan kekurangan sumber daya.

Pandemi menimbulkan tantangan baru, namun juga mempercepat percepatan inovasi layanan kesehatan. Ketimpangan jumlah dokter masih akan terjadi, namun penyedia layanan kesehatan harus cari cara untuk berbuat lebih banyak dengan sumber daya yang ada.

Salah satu subsektor yang saat itu dibutuhkan adalah telemedisin, memungkinkan pasien konsultasi jarak jauh dengan dokter tanpa tatap muka. Analisis Bain & Company terbaru menegaskan bahwa tingkat penggunaan telemedisin yang tinggi di Asia bertahan pada 2022 dan tetap jauh di atas tingkat penggunaan pada 2020.

Laporan tersebut juga memprediksi ruang adopsi dapat bertumbuh di beberapa negara. Pengguna di Malaysia, Thailand, dan Filipina tercatat tumbuh pesat, tapi jauh tertinggal dibandingkan pengguna di Singapura, India, dan Indonesia.

“Perkembangan [adopsi] sangat signifikan dari tahun ke tahun. Kalau ada yang mengira saat endemi menurun karena sudah tidak ada pandemi, justru sekarang lebih meningkat karena orang mulai terbiasa dan lebih nyaman menggunakan telemedisin, juga percaya mengutarakan permasalahannya ke dokter,” ucap Co-founder dan Presiden Direktur Alodokter Suci Arumsari kepada DailySocial.id.

Dibandingkan saat Alodokter baru berdiri di 2014, layanan telemedisin baru mulai terdengar oleh sebagian orang, hanya saja masih enggan menggunakannya. Artinya telemedisin ini punya peluang untuk bertumbuh lebih besar ke depannya.

“Sehingga perkembangannya naik 200% dari sebelum pandemi dan even sekarang pun perkembangannya tetap signifikan,” tambah dia.

Kenaikan adopsi juga dirasakan oleh Good Doctor Managing Director Good Doctor Technology Indonesia Danu Wicaksana mengatakan adopsi antara pengguna individu, maupun korporat dan asuransi terus meningkat. Terhitung perusahaan sudah bekerja sama dengan lebih dari 60 perusahaan asuransi dan lebih dari 2.500 perusahaan.

Menurut Danu, ada dua hipotesis dibalik terus berkembangnya telemedisin pasca pandemi. Pertama, diyakini terjadi fase adopsi oleh masyarakat akan layanan telemedisin yang memberikan solusi dan kenyamanan selama masa pandemi. Ini menyebabkan adopsi telemedisin tidak menurun, malah justru meningkat.

Kedua, tidak hanya masyarakat yang melihat benefit dari telemedisin, namun juga pihak pembayar (payor), yakni perusahaan asuransi dan klien korporatnya.

“Mengacu pada industri asuransi di luar negeri juga, seperti di Amerika Serikat dan Tiongkok, mereka melihat bahwa telemedisin sangat layak untuk dimasukkan sebagai salah satu provider utama, khususnya di pelayanan lapis pertama (primary care) untuk memberikan layanan yang lebih prima kepada pelanggannya, sekaligus dalam upaya mereka untuk menjaga rasio klaim,” terang Danu.

Suci menuturkan adopsi yang meningkat ini mengindikasikan naiknya tingkat kepuasan masyarakat. Kebiasaan mereka perlahan berubah, bukan lagi konsultasi ke dokter saat sudah sakit, tapi jadi preventif sebelum jatuh sakit. Proses pembelajaran ini sangat terdorong saat terjadi pandemi, tren positif ini terus berlanjut hingga sekarang.

“Kita berikan pembelajaran ke mereka, bukan hanya cari informasi tapi bicara yuk ke dokter. Kalau ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan telemedisin, baru diarahkan ke offline untuk langsung ditangani. Telemedisin ini buat masyarakat jadi paham, jadi langkah preventif awal apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. […] bahwa telemedisin bukan untuk menggantikan peran dokter maupun layanan kesehatan.”

“Masyarakat jadi lebih aware dan perilakunya mulai pintar dan responsif, kalau ngerasa sakit selalu cari second opinion tentang apa yang mereka rasakan. Jadi potensi telemedisin di Indonesia akan jauh jauh lebih besar ke depannya, apalagi didukung teknologi jadi ekosistemnya akan fully dari A-Z,” sambung Suci.

Co-founder dan Presiden Direktur Alodokter Suci Arumsari / Alodokter

Kebiasaan untuk dorong masyarakat bertanya ke dokter juga “dipaksakan” untuk Aloproteksi, produk asuransi kesehatan yang menyasar pengguna individu dan korporasi. Manfaat yang ditawarkan adalah perlindungan Rp100 juta per tahun cashless biaya rawat jalan, rawat inap & obat-obatan. Produk ini hadir sejak 2022 berkat kerja sama dengan Sequis Life dan Cermati Protect.

Walau ‘dipaksakan’, namun berkat ekosistem Alodokter sudah lengkap (telemedisin, buat janji, Aloshop), pengguna dapat memanfaatkan telemedisin tanpa potong limit, berkonsultasi dengan banyak dokter meski tidak sakit. Obat pun akan langsung dikirim begitu sudah konsultasi ke dokter tanpa dikenai biaya lagi. Kalau benar-benar tidak dapat ditangani, dokter akan berikan surat rujukan.

“Kita mau ubah perilaku. Aloproteksi bukan hanya produk yang berikan manfaat tapi juga memberikan edukasi dan informasi. Kalau sakit jangan asal minum obat, jangan ambil tindakan sendiri, lebih baik cerita ke dokter. Ini yang membedakan kita dengan asuransi. Awalnya memang repot [harus konsultasi dulu], tapi ini sangat ekonomis. Mau sakit atau tidak tetap bisa konsultasi ke dokter terus menerus, jadi enggak ada ruginya.”

Saat ini, pengguna aktif bulanan Alodokter tembus ke angka 30 juta orang, didukung dengan 1.000 dokter umum dan 500 dokter spesialis, serta 1.500 rumah sakit dan klinik tersebar di seluruh Indonesia.

Menjaga relevansi

Baik Alodokter dan Good Doctor sama-sama yakin bahwa dukungan teknologi dapat membawa adopsi telemedisin jauh lebih pesat lagi. Suci menyampaikan teknologi dan medis adalah dua aspek penting yang diutamakan perusahaan. Beberapa yang sudah diluncurkan adalah rekam medis elektronik (Electronic Medical Record/EMR), Alni –asisten virtual interaksi percakapan dengan dokter bertenaga AI, tes batuk (remote diagnostic) bekerja sama dengan ResApp.

Diklaim ketiga inovasi ini membuat proses telemedisin jadi lebih cepat penanganannya. Alni misalnya, dikembangkan sebagai clinical decision tool yang mampu berinteraksi dengan pasien terkait kondisi kesehatan, untuk langkah awal konsultasi dan membantu alur kerja dokter dalam penanganan pasien. Alni juga sudah terhubung dengan EMR.

“Alni bukan menggantikan dokter tapi sebagai asisten, dokter tetap memutuskan diagnosis akhirnya. Alni jadi signifikan buat dokter karena lebih efisien dan mempercepat waktu.”

Sementara, tes batuk ResApp ini juga ditenagai AI dapat mendeteksi suara batuk melalui smartphone pengguna. Fitur ini akan membantu dokter melakukan pemeriksaan secara remote dengan mencocokkan ciri-ciri dari suara batuk berdasarkan enam diagnosis: infeksi paru, asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), ISPA, batuk rejan, dan bronkitis. Tes ini punya tingkat efisiensi 95%-97%.

“Tes batuk ini hanya bisa dipakai oleh pasien yang mendapat rekomendasi dari dokternya. Metode ini juga dipakai oleh dokter saat mengambil tindakan konvensional di rumah sakit, tapi lebih efisien karena dilakukan dari smartphone pengguna saja.”

Bagi Suci, inovasi dan transparansi perusahaan terhadap publik itu memegang peranan penting untuk setiap bisnis yang bermain di ranah online agar dapat terus berkembang. Pihaknya selalu membuka jalur komunikasi dengan seluruh ekosistem (pasien, dokter, pemain industri) untuk mendapatkan umpan balik.

“Riset itu penting agar kita punya produk yang relevan. Kalau buat bisnis tidak bisa dari apa yang saya/kita rasa bisa. Tapi lihat dari pasar butuh atau enggak. Selain itu riset [harus kontinu] baik sebelum dan setelah produk di launch.”

Tak jauh berbeda, Good Doctor memfokuskan inovasinya berdasarkan konsumen utamanya, yakni korporat. Beberapa di antaranya:

  • fitur plug-in: integrasi aplikasi ke berbagai aplikasi dari perusahaan-perusahaan asuransi ataupun aplikasi marketplace pada umumnya di Indonesia,
  • co-payment: mitra asuransi bisa menerapkan kebijakan co-payment untuk benefit tertentu, misalnya 80% ditanggung asuransi dan 20% ditanggung oleh karyawan,
  • surat sakit elektronik: karyawan perusahaan bisa mendapatkan surat sakit elektronik secara resmi dari dokter di Good Doctor ketika sakit dan harus melaporkannya ke direktorat SDM perusahaan tersebut.
  • Population Health Management (PHM): solusi pencegahan penyakit bagi karyawan korporasi melalui medical check-up.

“Seiring dengan semakin bertumbuhnya klien perusahaan asuransi dan korporat, kami mengembangkan beberapa fitur-fitur yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Inovasi tidak pernah berhenti sampai disini, dan akan terus kami kembangkan ke depannya,” ujar Danu.

Dalam menjaga kepuasan pengguna, Good Doctor secara rutin melakukan survei pelanggan dan mitra (dokter, apotek, RS, dll) secara regular per kuartal, disebut sebagai NPS survey (Net Promoter Score). Hal ini dibutuhkan demi mendapatkan saran-saran yang konstruktif dari pelanggan dan mitra agar Good Doctor dapat terus mengerti dan memahami apa yang mereka butuhkan dari waktu ke waktu.

“Kedua, kami selalu mencoba personalisasi layanan agar konsumer mendapatkan layanan yang lebih personal dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Yang ketiga, kami juga melakukan studi banding secara reguler, melihat tren pelayanan kesehatan digital yang sedang berkembang di seluruh dunia dan kita coba mengadopsikan ke pasar Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Prospek telemedisin

Danu mengungkapkan dengan strategi gaet pengguna B2B, mampu menunjang kontribusi dari bisnis telemedisin terhadap keseluruhan bisnis. Diklaim secara kuantitatif, persentasenya mencapai 60%-70%. Pendapatan yang diperoleh dari pembelian dan pengiriman obat, serta kolaborasi dengan berbagai perusahaan FMCG dan farmasi.

“Secara absolut, kami melihat perkembangan yang baik juga setiap tahun, di mana beberapa lini bisnis di dalam telemedis ini mampu tumbuh kurang lebih dua kali lipat dari tahun 2022 ke tahun 2023 ini.”

Alodokter juga mencatatkan bisnis yang positif dari masing-masing produknya. Pendapatan terbesar datang dari bisnis telemedisin sebesar 30%-40% setiap bulannya, lalu disusul bisnis dari buat janji dengan dokter. Kinerja baik ini membawa perusahaan dapat cetak laba pada tahun ini, walau Suci tidak bersedia merinci lebih lanjut nominalnya.

“Sudah profit official mulai tahun ini, tahun depan mau profitable lebih besar lagi. Bisnis Alodokter ini sangat berhubungan satu sama lain karena berbentuk ekosistem, makanya monetisasi kami saling bersinergi.”

Bagi Suci, kesempatan untuk memperluas adopsi masih sangat besar karena akses kesehatan itu juga dibutuhkan oleh orang-orang di kota lapis dua, tiga, hingga pedalaman. Maka dari itu, dukungan pemerataan jaringan internet yang baik sangat dibutuhkan. Di satu sisi, kini layanan telemedisin tidak hanya digunakan saat sakit saja. Salah satu konsultasi yang banyak digunakan pengguna adalah kesehatan mental dan hidup sehat.

“Saya percaya ini bisnis yang sangat menjanjikan, asalkan disokong dengan teknologi yang mempermudah sehingga bisa bawa manfaat digitalisasi bagi masyarakat. Sebab kalau telemedisin tidak dibarengi dengan teknologi, misal chat dokter tapi balasnya lama jadinya itu tidak efektif.”

Dukungan regulasi juga diberikan dari pemerintah. Danu menyampaikan tindak lanjut dari UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang telah diresmikan, diharapkan Kemenkes dapat memimpin aturan turunnya secara baik agar adopsi teknolodi di sektor kesehatan semakin mudah, khususnya layanan telemedisin yang sudah terbukti dapat membantu memberikan layanan kesehatan yang baik saat pandemic dan di tahun ini pasca pandemi.

“Kami berpartisipasi langsung dalam Regulatory Sandbox yang diinisiasikan oleh Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes untuk memastikan keselamatan dan privasi pasien. Good Doctor sudah memasuki tahap sebagai mitra yang diawasi oleh Kemenkes dan saat ini sedang memasuki proses tahap akhir menuju mitra yang dibina oleh Kemenkes.”

Antusiasme investor

Investment Associate AC Ventures Giovanni Wilson menyampaikan dalam bidang healthtech, AC Ventures berfokus pada startup penyedia infrastruktur penunjang kesehatan yang dapat mengembangkan utilisasi dari para tenaga kesehatan dan jangkauan dari layanan kesehatan, baik perawatan maupun pengobatan.

Hal ini selaras dengan permasalahan utama industri kesehatan di Indonesia, yakni rendahnya tingkat pelayanan kesehatan yang terindikasi oleh rasio tempat tidur rumah sakit, rasio tenaga kesehatan, dan rasio tenaga apoteker terhadap jumlah penduduk.

Dia melanjutkan, teknologi layaknya aplikasi smartphone, dapat digunakan sebagai akses dan membuka pintu layanan untuk daerah-daerah yang belum terjangkau oleh gerai ritel misalkan cabang bank atau cabang klinik dan farmasi. Dengan memberikan pelayanan melalui internet, tenaga kesehatan dan produk yang tersedia di kota besar dapat juga dinikmati oleh pengguna yang jauh, tanpa harus menghabiskan biaya untuk mengunjungi secara langsung.

“Teknologi digital juga dapat memberikan informasi yang akurat dan langsung kepada semua pengguna mengenai suatu produk kesehatan, misalnya vaksin, obat-obatan, dan prosedur pembedahan yang baru. Selain itu, dapat juga menjadi platform edukasi terhadap kesehatan, gaya hidup, dan resiko-resiko penyakit baru,” kata Giovanni.

Selain dukungan teknologi digital, lanjut dia, sebenarnya tingkat partisipasi asuransi kesehatan sebagai unsur penopang industri kesehatan juga penting dalam memfasilitasi konsumsi kesehatan. Misalnya, program BPJS sangat berdampak positif terhadap keperluan dasar kesehatan bagi golongan pekerja.

“Penduduk Indonesia yang diproyeksikan akan terus bertambah penghasilannya dan masuk ke middle-income country akan memberikan dorongan positif ke penetrasi asuransi kesehatan yang akhirnya membuka akses dan pola pikir konsumsi layanan kesehatan dari yang bersifat mengobati (treatment) ke pencegahan (preventif).”

Sejauh ini, ACV belum memiliki dana kelolaan khusus untuk healthtech. Dana yang diinvestasikan berasal dari AC Ventures Fifth Investment V (ACV Fund V) senilai $250 juta, untuk seluruh startup tahap awal, termasuk healthtech. Subsektor healthtech yang sudah masuk ke dalam portofolio ACV adalah wellness (Sirka) dan klinik digital (KLAR).

Peta Layanan Healthtech Konsumen di Indonesia

Startup healthtech telah memberikan warna baru di industri kesehatan Indonesia. Mereka menawarkan berbagai layanan yang membantu masyarakat mengakses berbagai layanan kesehatan melalui sistem aplikasi. Telemedis bisa dibilang menjadi salah satu yang paling populer, namun seiring perkembangannya saat ini terdapat berbagai jenis produk dan layanan healthtech konsumen yang bisa dimanfaatkan masyarakat.

Di artikel ini, DailySocial.id mencoba membedah mengenai layanan healthtech konsumer yang saat ini beroperasi di Indonesia, sembari mendalami potensi untuk masing-masing layanan.

Jenis layanan healthtech di Indonesia
Jenis layanan healthtech di Indonesia

Telemedis

Ini menjadi layanan healthtech konsumer yang cukup populer di Indonesia. Sub-kategori layanannya pun juga sudah mulai meluas, tidak hanya pada layanan konsultasi dokter umum saja, melainkan sudah menjurus ke dokter spesialis, ahli gizi, sampai psikolog.

Secara global, ukuran pasar telemedis diperkirakan akan mencapai $106 miliar di tahun ini. Setelah terdorong kencang saat pandemi, permintaan layanan konsultasi medis online terus bergerak eksponensial ke atas.

Berdasarkan analisis kami, ada sejumlah faktor yang membuat telemedis makin digandrungi. Pertama, semakin mendalamnya layanan telemedis, terutama di area kesehatan mental dan perawatan (gigi, kulit, nutrisi, dll). Serta penerapan teknologi yang semakin unggul di sistem aplikasinya itu sendiri, yang berdampak langsung pada efisiensi biaya dari sisi konsumen dan penyedia layanan kesehatan.

Kedua, keterbukaan regulasi pemerintah terhadap inovasi kesehatan di Indonesia, dibarengi upaya edukasi yang optimal oleh para stakeholder, terutama ketika adanya pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu.. Ketiga, integrasi antarsistem yang semakin terbuka — hal ini dibuktikan dengan berbagai aplikasi (seperti asuransi dan rumah sakit) yang mulai mengintegrasikan sistem telemedis di dalamnya, bahkan termasuk sejumlah aplikasi konsumer seperti ride-hailing.

e-Farmasi

Menurut McKinsey, sektor telemedis dan e-farmasi menjadi dua pendorong utama healthtech di kawasan Asia. Terbukti dengan pemain kunci di setiap negara meningkatkan penetrasi secara signifikan di dua jenis layanan tersebut, seperti yang dilakukan Halodoc dan Alodokter di Indonesia, MyDoc di Singapura, Viettel dan Doctor Anywhere di Vietnam, hingga DoctorOnCall di Malaysia.

Di Indonesia sendiri, sejak tahun 2020 e-farmasi sudah mendapatkan porsi 3% dari total industri farmasi nasional yang nilainya mencapai $6 miliar. Peningkatan layanan ini juga akan terimplikasi langsung dengan integrasi antarsistem yang saat ini mulai dibangun — seperti resep dokter yang didapat dari telemedis yang bisa langsung dipesan secara in-app ke e-farmasi yang ada di aplikasi tertentu.

Cara kerja startup healthtech
Cara kerja startup healthtech

Di sisi lain, model e-farmasi juga mulai diaplikasi oleh bisnis apotek tradisional untuk menangkap peluang dari pasar generasi baru. Ini seperti yang dilakukan oleh jaringan apotek K-24 yang mengoperasikan layanan pesan-antar melalui situs web dan aplikasi, bekerja sama dengan kurir ojek yang disediakan ride-hailing lokal.

Pelaku industri juga meyakini, e-commerce yang telah terbukti menghasilkan efisiensi pada proses supply chain juga akan berdampak pada komoditas obat-obatan yang dijajakan melalui e-farmasi. Kendati demikian pengawasan ketat terhadap proses bisnisnya diperlukan untuk menghindari distribusi obat-obatan yang memerlukan rekomendasi dari dokter.

O2O Healthcare

Menurut data Kemenkes per tahun 2018, ada sekitar 2.813 rumah sakit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, untuk melayani 265 juta masyarakat. Berbagai upaya pembenahan terus dilakukan agar menghasilkan sistem pelayanan yang optimal, salah satunya dengan melakukan digitalisasi. Saat ini sejumlah platform healthtech juga telah bekerja sama dengan institusi kesehatan untuk menghubungkan layanannya, untuk menghadirkan pengalaman online-to-offline (O2O).

Fitur seperti pesan nomor antrean secara online dan digitalisasi rekam medis jadi salah satu inovasi yang sudah bermunculan, baik di aplikasi healthtech pihak ketiga, aplikasi official milik rumah sakit, aplikasi BPJS, dan lain sebagainya. Perluasan layanan ini turut didukung oleh layanan SaaS khusus rumah sakit dan klinik yang saat ini mulai banyak dipasarkan oleh inovator teknologi, sehingga memberikan kesiapan tersendiri di sisi sistem backend dari penyedia layanan kesehatannya.

Model ini juga dimanfaatkan sejumlah klinik (khususnya gigi dan kecantikan) untuk memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik. Startup seperti Rata dan Nusantics memanfaatkan model ini untuk mengombinasikan antara pelayanan online dan offline untuk bertemu langsung dengan tim medis di klinik — alur kerjanya telah disesuaikan ke dalam masing-masing aplikasi.

On-Demand Healthcare

Pada dasarnya dengan layanan on-demand ini, masyarakat bisa memesan jasa terkait keperawatan medis sesuai kebutuhannya. Varian layanannya mencakup perawatan kesehatan hingga lansia. Saat ini sudah ada sejumlah pemain lokal di area ini, termasuk LoveCare, Perawatku, MHomecare, dan beberapa lainnya. Mencari perawat yang tepat memang menjadi tantangan tersendiri untuk sebagian orang, mengingat keterbatasan akses ke sumber daya yang ada.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per awal tahun ini, ada sekitar 1,26 juta tenaga kesehatan di Indonesia dengan 524.508 di antaranya adalah perawat. Namun demikian, sebaran perawat yang masih belum merata berpotensi menimbulkan ketimpangan layanan kesehatan di sejumlah daerah di tanah air. Perawat kebanyakan difokuskan untuk pelayanan di instansi kesehatan, sehingga sulit mendapatkan jasa mereka untuk kebutuhan yang lebih personal.

Layanan on-demand healthcare juga diharapkan bisa mengemban visi untuk meningkatkan kesejahteraan para perawat dengan memberikan alternatif lapangan pekerjaan sesuai bidang spesifiknya masing-masing.

Edu-Healthcare

Layanan ini memfokuskan pada edukasi ke masyarakat perihal kesehatan melalui platform online media. Bentuknya beraneka ragam dengan sebagian besar saat ini dikemas dalam layanan aplikasi yang intuitif dan interaktif. Edu-Healthcare –selain menawarkan informasi kesehatan umum—juga telah berevolusi ke dalam sub-segmen tertentu, misalnya fokus pada edukasi tumbuh kembang anak, kesehatan mental, atau parenting.

Media terkait parenting menjadi salah satu yang cukup populer di Indonesia
Media terkait parenting menjadi salah satu yang cukup populer di Indonesia

Mengutip jurnal yang diterbitkan oleh Wira Iqbal, Aria Gusti, Dicki Kurnia Pratama, dan Rahma Wahyuni dari Universitas Andalas, dari hasil survei yang dilakukan ke 110 pengunjung Puskesmas ditemukan fakta bahwa hanya 20% responden yang memiliki literasi kesehatan baik, sisanya masih tergolong rendah. Kendati penelitian ini tidak menggambarkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, namun bisa memberikan pandangan bahwa di banyak kalangan pengetahuan tentang kesehatan masih perlu ditingkatkan secara serius.

Medium digital dinilai menjadi kanal yang efisien untuk menjadi jembatan pengetahuan tersebut. Apalagi jika ingin menyasar generasi muda yang saat ini mendominasi tatanan masyarakat – terkait bonus demografi.

Wellness

Menurut hasil survei yang dilakukan Katadata dan Zurich, pandemi Covid-19 telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat. Misalnya, 51,69% dari responden meningkatkan konsumsi multivitamin, 47,6% jadi lebih gemar berolahraga, dan 64,20% mengalokasikan dana untuk produk sanitasi yang lebih baik. Tren ini memberikan dampak secara langsung kepada pemain industri di sektor wellness.

Secara umum, dari yang sudah ada di Indonesia, startup wellness banyak menyuguhkan layanan berupa aktivitas kebugaran, konsultasi kesehatan, dan produk nutrisi. Saluran digital diberdayakan untuk menghubungkan dengan konsumen akhir dan medium edukasi on-demand (telemedis, video pembelajaran, dan lainnya).

Menurut data yang dihimpun Statista untuk pasar Indonesia, revenue yang berpotensi didapat layanan wellness digital di kategori kebugaran akan mencapai $741,3 juta di tahun ini. Sementara untuk layanan konsultasi kesehatan dan nutrisi ditaksir mencapai $120,7 di periode yang sama.

Biotech

Biotech memiliki berbagai cabang ilmu, salah satu yang mulai populer adalah genomik. Ini terkait pengujian DNA manusia untuk menemukan potensi penanganan kesehatan yang lebih baik. Layanan biotech berfokus pada preventive healthcare dengan menguak hal-hal unik dari DNA yang dimiliki seseorang. Ini bisa mendeteksi potensi risiko penyakit berat hingga jenis obat yang bisa diserap dengan baik.

Di Asia Pasifik, industri genomik telah membukukan kapitalisasi pasar $3,62 miliar per 2022 dan diproyeksikan akan bertumbuh menjadi $5,97 miliar di tahun 2027 nanti.

Belum banyak pemain yang terjun di industri ini, namun di Indonesia sudah ada beberapa termasuk NalaGenetics dan Asa Ren. Dibutuhkan biaya besar dan penelitian panjang untuk melakukan R&D. Kini dua pemain tersebut kini sudah debut dengan layanan, memungkinkan siapa saja untuk melakukan tes genom dengan biaya yang cukup terjangkau.

Startup Healthtech Good Doctor Beberkan Strategi Masuk ke Lini Korporat

Good Doctor Technology Indonesia mengumumkan telah menerima pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara 156,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin  MDI Ventures dengan keterlibatan investor sebelumnya, yakni Grab. Suntikan investasi ini akan dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan Good Doctor, termasuk dengan meningkatkan kemitraan bersama lebih banyak institusi kesehatan.

“Dengan dukungan kuat ini, kami siap mengambil langkah selanjutnya dalam meningkatkan dan memperluas layanan kesehatan di Indonesia. Selain inisiatif kuratif yang kami lakukan saat ini, perusahaan bermaksud untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan dan promosi kesehatan yang sejalan dengan prioritas Kementerian Kesehatan,” ujar CEO Good Doctor Danu Wicaksana.

Optimalkan momentum pertumbuhan telemedis

Berdasarkan data McKinsey yang dihimpun pada Q3 2023, terdapat perubahan signifikan dalam perilaku perawatan kesehatan masyarakat Indonesia, hal ini didorong tren yang terbentuk selama pandemi Covid-19 berlangsung. Lebih dari 70% masyarakat berniat untuk menggunakan layanan telemedis, walaupun pandemi sudah dinyatakan usai.

Melihat kondisi pasar yang ada, ekosistem layanan telemedis memang sudah mulai matang. Konsumen dimanjakan dengan cara yang sangat efisien untuk terhubung dengan dokter yang mereka inginkan kapan pun. Variasi produknya juga lengkap, termasuk ke bantuan psikologis, ahli gizi, hingga konsultasi medis yang membutuhkan penanganan dokter spesialis.

Di sisi lain, platform telemedis juga mulai terhubung dengan ekosistem kesehatan yang lebih luas. Misalnya dengan apotek untuk memudahkan pengguna menebus obat yang disarankan dokter.

Tren permintaan telemedis yang tetap kencang turut diamini oleh para pemain di industri tersebut, tak terkecuali Good Doctor.

Danu mengatakan, “sesudah pandemi, kami mengamati tiga perubahan penting dalam perilaku pengguna Good Doctor. Pertama, selama pandemi, orang-orang mencari layanan kami terutama untuk masalah terkait Covid-19, namun kini mereka berkonsultasi dengan kami untuk berbagai penyakit lain seperti demam, gangguan pencernaan, maag, batuk dan alergi.”

Danu melanjutkan, “Kedua, ketika pandemi, konsultasi banyak dilakukan secara individual dan didanai sendiri, kini kami melihat banyak perusahaan yang memfasilitasi karyawannya untuk mengakses layanan Good Doctor secara gratis, dengan lebih dari 55 perusahaan asuransi dan lebih dari 2500 korporasi telah bermitra dengan kami. Ketiga, mereka yang menggunakan layanan Good Doctor selama pandemi masih mengandalkan telemedisin bahkan setelah pandemi berakhir karena mereka merasa nyaman dengan layanan tersebut dan sudah menjadi bagian dari layanan kesehatan rutin mereka.”

Good Doctor kini telah berkembang positif dalam satu tahun terakhir. Mereka kini memiliki lebih dari 15 juta pengguna dan secara khusus bisnis B2B telah tumbuh pesat bermitra dengan lebih dari 60 perusahaan asuransi dan lebih dari 2500 korporasi/startup/berbagai organisasi lainnya.

Perdalam fitur B2B untuk pelanggan korporat

Dari sejumlah layanan yang ada, Danu bercerita, bahwa yang cukup diminati akhir-akhir ini adalah vaksinasi. Good Doctor banyak membantu pelanggan individu dan korporat dalam mendapatkan vaksin demam berdarah, flu, dan lain sebagainya.

Sejumlah fitur baru juga banyak dikembangkan untuk memanjakan pelanggan korporat, seperti:

  • Plug-in; integrasi Good Doctor ke berbagai aplikasi dari perusahaan asuransi di Indonesia.
  • Co-payment; fitur yang memungkinkan mitra asuransi bisa menerapkan kebijakan co-payment untuk benefit tertentu, misalnya 80% ditanggung perusahaan dan 20% ditanggung oleh karyawan.
  • Surat sakit elektronik; karyawan perusahaan bisa mendapatkan surat sakit elektronik secara resmi dari dokter di Good Doctor ketika mereka sakit dan harus melaporkannya ke direktorat SDM perusahaan tersebut.

Good Doctor mencoba menghadirkan proposisi nilai yang kuat dengan menghadirkan ekosistem kesehatan yang paling lengkap dengan lebih dari 4500 jaringan apotek, rumah sakit, lab, klinik; dan kemampuan pengiriman obat instan di lebih dari 200 kota di Indonesia.

“Tahun depan kita berencana meluncurkan beberapa fitur dan layanan baru […] Kita berencana melakukan ekspansi bisnis ke segmentasi pelanggan yang lebih luas (misalnya lebih banyak korporat dan partner asuransi; ataupun segmen pelanggan lain); menambah fitur/layanan baru untuk meningkatkan customer engagement; dan juga memperkenalkan program-program preventif untuk membantu klien-klien perusahaan kami untuk menjaga kondisi kesehatan karyawannya dengan lebih baik sehingga biaya kesehatan perusahaan ke depan dapat terjaga dengan baik,” imbuh Danu.

Kini menjadi unit independen

Ketika hadir di Indonesia pada 2019 sebagai hasil joint-venture Ping An Good Doctor dan Grab, layanan Good Doctor menyatu sebagai telehealth yang terintegrasi dengan superapp Grab. Kemudian pada tahun 2021 Good Doctor hadir sebagai aplikasi terpisah dengan harapan bisa mengakselerasi pertumbuhan pengguna dan fitur-fitur di dalamnya.

Disampaikan dalam rilis pendanaan, bahwa kini Good Doctor sepenuhnya independen dengan porsi saham tertinggi dipegang oleh jajaran manajemen, sehingga membuat mereka lebih percaya diri untuk bisa bergerak lebih lincah dalam berinovasi.

“Hingga saat ini manajemen memiliki saham mayoritas sehingga bisa bergerak secara lebih independen dan agile. Dengan masuknya MDI, ini semakin menguatkan posisi Good Doctor, di mana mayoritas kepemilikan perusahaan dimiliki pemegang saham lokal Indonesia juga,” jelas Danu.

Terkait dengan masuknya MDI, Danu juga mengatakan bahwa akan banyak sinergi yang sedang direncanakan bersama grup konglomerasi telekomunikasi terbesar di Indonesia tersebut. Kerja sama tersebut akan menyentuh berbagai perusahaan yang berada di bawah Telkom. Bahkan disampaikan ada sejumlah kerja sama yang sudah berjalan, salah satunya dengan Admedika sebagai perusahaan TPA (Third Party Administrator) terbesar di Indonesia.

“Kami juga merupakan penyedia layanan kesehatan digital rawat jalan bagi beberapa perusahaan Telkom Group, seperti Telkom Akses, Metra, Telkomsel, dan beberapa [anak] perusahaan lain,” imbuh Danu.

CEO MDI Ventures Donald Wihardja mengatakan, “Kami mengakui kemajuan yang telah dicapai Good Doctor dan ketahanan model bisnis Good Doctor di Indonesia, khususnya di segmen korporasi. Dedikasi mereka dalam menyediakan layanan kesehatan yang mudah diakses dan berkualitas tinggi dengan memanfaatkan teknologi telah menarik perhatian kami. Kami melihat potensi pertumbuhan yang sangat besar dalam upaya ini.”

Rencana berikutnya

Danu percaya bahwa sektor healthtech di Indonesia sangat besar potensinya, karena jumlah populasi Indonesia yang besar dan penyebaran warganya di 13 ribu pulau lebih yang menjadi tantangan tersendiri. Kekurangan jumlah dokter, penyebaran dokter dan nakes yang belum merata, serta tekanan biaya kesehatan nasional yang terus meningkat di atas laju inflasi akan menjadi landasan penggunaan/adopsi teknologi yang lebih luas lagi ke depannya.

“Kami di Good Doctor siap membantu pemerintah Indonesia untuk memberikan layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau untuk seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali,” ucap Danu.

Selain itu turut disampaikan bahwa ke depan Good Doctor juga tidak menutup kemungkinan untuk masuk ke segmen biotech, dengan melihat affordability dan scalability-nya. Danu dan tim melihat genomic, biotech dll akan sangat berguna untuk program preventif kesehatan ke depannya.

“Seperti yang disampaikan Pak Menkes, biaya kesehatan akan terus naik dan membebani APBN jika cara penanganan kesehatan kita hanya selalu dengan kuratif. Sehingga pendekatan preventif akan sangat dibutuhkan, dari yang paling simpel dahulu –diagnostik secara reguler, gaya hidup sehat, dan lainnya,” pungkas Danu.

Application Information Will Show Up Here

Alodokter Hadirkan Fitur Rekam Medis Elektronik untuk Peningkatan Layanan Pasien

Alodokter meluncurkan fitur Electronic Medical Record (EMR) atau jejak rekam medis elektronik. EMR adalah berkas yang berisi pencatatan dan dokumentasi identitas, serta perjalanan penyakit pasien, perannya begitu penting bagi tenaga kesehatan untuk menilai dan menentukan perawatan dan pengobatan bagi pasien.

Bagi Alodokter, EMR tidak hanya penting dalam fasilitas kesehatan konvensional, tapi juga dalam layanan telemedisin yang kini berkembang pesat dalam membantu masyarakat mendapat kemudahan akses konsultasi medis dengan cepat, tepat, dan terpercaya.

Selain mendukung efisiensi layanan dan menciptakan pengalaman konsultasi kesehatan online yang menyenangkan, EMR sekaligus jadi jawaban perusahaan dalam memenuhi kewajiban penerapan rekam medis elektronik yang tertuang di dalam beleid Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.

“Alodokter menjadi platform telemedisin pertama di Indonesia yang memiliki fitur EMR, karena kami melihat pengguna layanan Alodokter semakin banyak dengan berbagai kebutuhan akan layanan kesehatan, dan kami selalu berinovasi untuk memperbaiki layanan yang sudah ada dengan EMR untuk pengalaman konsultasi telemedisin yang lebih baik lagi di Indonesia,” ucap Co-founder dan President Director Alodokter Suci Arumsari dalam keterangan resmi, Jumat (24/3).

Suci melanjutkan, penerapan EMR di Alodokter memberikan manfaat, seperti kemampuan untuk mengakses rekam medis pasien secara real-time dan konsisten, melihat hasil tes laboratorium, resep obat sebelumnya, dan catatan medis lainnya dengan cepat, sehingga dapat membuat keputusan yang lebih baik dan memberikan perawatan yang lebih tepat dan akurat.

Di dalam aplikasi Alodokter, sistem EMR merekam dan memuat riwayat kesehatan pasien dan jejak medis yang dibuat oleh dokter, termasuk merekam history chat pada platform Alodokter, riwayat tindakan, pembelian obat pada farmasi dengan alasan tindakan medis yang dilakukan. Tidak hanya memangkas risiko dalam kesalahan pencatatan data pasien dan membantu berbagai kegiatan manajemen, penggunaan EMR juga memudahkan dokter dan staf fasilitas kesehatan dalam berkomunikasi dengan pasien.

“Fitur EMR pada Alodokter memberikan dampak yang baik bagi jangkauan layanan telemedisin untuk semakin membantu masyarakat Indonesia dan memberikan pilihan akan layanan terbaik untuk jaringna telekonsultasi, dengan 85.000 dokter yang telah bergabung. Ke depannya fitur EMR pada Alodokter akan terus berkembang untuk perbaikan kesehatan di Indonesia,” tutup Suci.

Asisten Telekonsultasi Virtual “Alni”

Pada akhir Februari kemarin, perusahaan juga baru merilis asisten virtual berbasis AI “Alni” untuk membantu dokter memberikan analisis dan diagnosis terhadap keluhan penyakit pasien. Alni memiliki kemampuan untuk memahami konteks pertanyaan pasien sehingga mempermudah telekonsultasi melalui aplikasi Alodokter.

Bila diibaratkan, Alni seperti ChatGPT, chatbot berbasis AI yang mampu melakukan percakapan dan memberikan jawaban terhadap kebutuhan pertanyaan penggunanya. Saat ini, Alni baru tersedia khusus untuk layanan telekonsultasi.

Alni menggunakan teknologi Natural Language Processing (NLP) sehingga dapat memahami bahasa sehari-hari dan membedakan puluhan ribu kondisi medis. Alni juga didukung dengan algoritma dan kumpulan data raksasa interaksi percakapan pasien dengan dokter di ekosistem Alodokter.

Tak sekadar berdialog, Alni memiliki keterampilan kognitif untuk menentukan tingkat risiko pasien dari minor hingga mendesak. Ini adalah hasil aspek pemrograman Alni yang berfokus pada pemilihan algoritma yang tepat untuk mencapai hasil akurat dan lebih lanjut diverifikasi oleh dokter. Alodokter memastikan setiap percakapan di Alni yang berisi data sensitif pasien, disimpan dan dianalisis dengan aman.

Pasien dapat berinteraksi dengan sistem perawatan kesehatan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan medisnya. Alni memastikan pasien dapat mengambil diagnosisnya berdasarkan gejala yang diberikan lewat antarmuka yang kompatibel dengan bahasa manusia, serta mendukung pasien membuat janji temu dengan dokter atau klinik pilihan, semua diverifikasi oleh dokter.

Application Information Will Show Up Here

Alodokter Perkenalkan Asisten Telekonsultasi Virtual “Alni”

Startup healthtech Alodokter memperkenalkan asisten virtual berbasis AI “Alni” untuk membantu dokter memberikan analisis dan diagnosis terhadap keluhan penyakit pasien. Alni memiliki kemampuan untuk memahami konteks pertanyaan pasien sehingga mempermudah telekonsultasi melalui aplikasi Alodokter.

Chief Medical Officer Alodokter Louise Hewitt menjelaskan, perusahaan memahami pentingnya inovasi baru guna meningkatkan pengalaman pelanggan dan membawa interaksi pada plattform Alodokter ke level selanjutnya. “Alodokter mengembangkan Alni sebagai clinical decision tool yang mampu berinteraksi dengan pasien terkait kondisi kesehatan, sebagai langkah awal konsultasi dan membantu alur kerja dokter dalam penanganan pasien,” terangnya dalam keterangan resmi, Jumat (24/2).

Hewitt mengibaratkan Alni seperti ChatGPT, chatbot berbasis AI yang mampu melakukan percakapan dan memberikan jawaban terhadap kebutuhan pertanyaan penggunanya. Saat ini, Alni baru tersedia khusus untuk layanan telekonsultasi.

Alni menggunakan teknologi Natural Language Processing (NLP) sehingga dapat memahami bahasa sehari-hari dan membedakan puluhan ribu kondisi medis. Alni juga didukung dengan algoritma dan kumpulan data raksasa interaksi percakapan pasien dengan dokter di ekosistem Alodokter.

“Dengan kecanggihan ini, Alni mampu berdialog dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritikal mengenai kesehatan pasien baik gejala dan kondisi untuk memahami dan melakukan penilaian medis yang mendalam.”

Tak sekadar berdialog, Alni disebut memiliki keterampilan kognitif untuk menentukan tingkat risiko pasien dari minor hingga mendesak. Ini adalah hasil aspek pemrograman Alni yang berfokus pada pemilihan algoritma yang tepat untuk mencapai hasil akurat dan lebih lanjut diverifikasi oleh dokter. Alodokter memastikan setiap percakapan di Alni yang berisi data sensitif pasien, disimpan dan dianalisis dengan aman.

Pasien dapat berinteraksi dengan sistem perawatan kesehatan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan medisnya. Alni memastikan pasien dapat mengambil diagnosisnya berdasarkan gejala yang diberikan lewat antarmuka yang kompatibel dengan bahasa manusia, serta mendukung pasien membuat janji temu dengan dokter atau klinik pilihan, semua diverifikasi oleh dokter.

“Sejauh ini Alni memiliki rekam jejak yang sangat baik dalam beberapa tahun terakhir, di mana kami berhasil meningkatkan akurasi prosedur medis secara signifikan. Tingkat kepuasan pasien meningkat 15% saat menggunakan Alni dibandingkan konsultasi tanpa asisten ini, dan 100% dokter bekerja lebih efisien dalam memberikan perawatan medis kepada pasien.”

Hewitt melanjutkan, kehadiran Alni memberikan tambahan fitur yang sudah dihadirkan perusahaan, yakni kemudahan telekonsultasi dengan dokter, buat janji dokter atau mencari rumah sakit pilihan, belanja kebutuhan kesehatan, akses untuk artikel-artikel kesehatan, dan proteksi kesehatan bersama Aloproteksi.

Inovasi lainnya

Tak hanya inovasi untuk konsumen akhir, sebelumnya Alodokter juga meluncurkan layanan kuliah online Alomedika eCourse untuk para dokter pada September 2022. Platform ini diklaim telah diakui oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai kursus online resmi. Diketahui, platform komunitas Alomedika hadir sejak 2019 bagi para dokter untuk mengakses pengetahuan, informasi, dan tren terkini seputar dunia medis.

Alomedika eCourse masuk dalam kategori program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). Dokter peserta akan memperoleh SKP jika menyelesaikan modul. SKP diperlukan untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai syarat perpanjang Surat Izin Praktik (SIP) dokter.

Seluruh poin SKP beserta sertifikat akan otomatis tersimpan pada akun pengguna dan dapat diunduh. Alomedika eCourse membekali pre-test dan post-test di awal dan akhir modul. Selain itu, modul-modul tersebut akan dipandu oleh para dokter senior dari seluruh spesialis dan cabang ilmu kedokteran.

Didirikan sejak 2014, Alodokter adalah platform kesehatan digital nomor satu di Indonesia dengan lebih dari 30 juta pengguna aktif setiap bulannya, serta lebih dari 80.000 dokter yang bergabung.

Riset Populix: Layanan Telekonsultasi Diminati Masyarakat Indonesia untuk Penanganan Kesehatan Mental

Platform telekonsultasi merupakan salah satu channel yang banyak digunakan sejumlah orang di Indonesia dalam mengakses layanan kesehatan mental. Hal ini dipaparkan dalam laporan “Indonesia’s Mental Health State and Access to Medical Assistance” yang diterbitkan oleh startup platform riset pasar Populix.

Dalam rangka Hari Kesehatan Mental Sedunia 2022, Populix mengadakan survei dengan jumlah responden 1.005; terdiri dari laki-laki dan perempuan di segmen usia mulai dari 18 hingga 54 tahun di Indonesia.

Dalam temuannya, layanan kesehatan mental diakses melalui sejumlah cara antara lain konsultasi dengan pskiater/psikolog di fasilitas kesehatan terdekat (61%), memakai aplikasi telekonsultasi (54%), bergabung dengan grup komunitas yang fokus pada kesehatan mental (38%), dan berbicara dengan pemuka agama (36%).

Sebanyak 87% responden mengaku memakai aplikasi untuk telekonsultasi layanan kesehatan mental karena mudah diakses, sebanyak 76% mengaku dapat dipakai di mana dan kapan saja, 63% memilih karena biaya terjangkau, alasan keamanan informasi terjamin (61%), dan mencari solusi tepat (40%).

Adapun, sebanyak 46% responden tersebut menghabiskan biaya kurang dari Rp100 ribu untuk menggunakan telekonsultasi layanan kesehatan mental, diikuti biaya berkisar Rp100 ribu-Rp250 ribu (42%), Rp250 ribu-Rp400 ribu (97%), dan di atas Rp400 ribu (5%).

Dua faktor utama pemicu gangguan kesehatan mental ini di antaranya adalah masalah finansial (59%) dan merasa kesepian (46%). Selain itu, alasan lain yang memicu adalah faktor tekanan pekerjaan (37%) dan trauma masa lalu (28%).

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan pandemi Covid-19 telah memperburuk kondisi kesehatan mental dunia serta menciptakan krisis global yang berdampak pada kesehata mental jangka pendek dan jangka panjang. Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu isu kesehatan yang mendapat banyak perhatian besar di dunia.

Mengacu laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 19 juta penduduk di Indonesia di segmen usia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, sedangkan lebih dari 12 jtua penduduk di usia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

“Berbagai masalah seperti kondisi perekonomian yang tidak menentu, rasa kesepian setelah sekian lama menjalan pembatasan sosial, tuntuan pekerjaan, hingga masalah hubungan yang timbul di masa-masa ini, turut memengaruhi kesehatan mental banyak orang,” ungkap Co-founder dan COO Populix Eileen Kamtawijoyo dalam keterangan resminya.

Startup fokus di mental wellness

Perkembangan informasi tak dimungkiri ikut memicu peningkatan awareness terhadap pentingnya kesehatan mental di Indonesia. Masyarakat menjadi lebih mudah untuk mengakses layanan kesehatan mental secara virtual dengan semakin berkembangnya platform penyedia layanan serupa.

Sejumlah Venture Capital (VC) terkemuka juga mulai melirik startup yang  fokus terhadap mental wellbeing, seperti Riliv, Bicarakan.id, Ami, hingga Maxi . Menariknya, layanan yang ditawarkan tak hanya untuk individual saja, tetapi ada yang fokus pada segmen pasar pekerja profesional.

Bagi Co-founder Ami Justin Kim, pertumbuhan ekonomi yang cepat di Indonesia berpotensi memicu peningkatan stres di sebagian tempat kerja. Adapun, pekerja di Asia adalah pekerja paling stres di dunia dengan akses buruk terhadap sumber daya manajemen stres.

Kini muncul generasi baru karyawan yang lebih berorientasi pada nilai dibandingkan generasi pendahulu mereka. Generasi baru ini mencari lingkungan kehidupan kerja yang benar-benar holistik, otentik, dan seimbang.

Startup Perawatan “Diri Care” Umumkan Pendanaan 64 Miliar Rupiah

Diri Care adalah sebuah klinik digital on-demand yang membantu masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan kulit, rambut, dan area intim. Selain konsultasi dengan dokter profesional, mereka turut menyajikan produk perawatan dan aneka obat yang telah teruji klinis.

Guna meningkatkan akselerasi bisnisnya, Diri Care mengumumkan telah menutup putaran pendanaan awal senilai $4,3 juta atau setara 64 miliar Rupiah dipimpin East Ventures, Sequoia Capital India, dan Surge; dengan partisipasi lanjutan dari angel investor Henry Hendrawan.

Dana segar akan dialokasikan untuk memperluas akses penawaran Diri Care kepada jutaan pelanggan dan meningkatkan kemampuan teknologi.

“Investasi ini menjadi bukti kuat terhadap misi Diri Care dalam merevolusi solusi perawatan kesehatan konsumen. Diri Care menggabungkan teknologi dan ilmu kedokteran untuk mendorong kesejahteraan dan kepercayaan diri otentik bagi konsumen modern,” ujar Co-Founder & CEO Diri Care Christian Suwarna.

Diri Care didirikan oleh Christian Suwarna (CEO), Armand Amadeus (COO), dan Deviana Himawan (Chief Clinical Officer). Sebelumnya, Chris adalah CMO Traveloka Group dan CEO Traveloka Experience. Armand adalah Project Leader di Boston Consulting Group (BCG) di New York. Sementara Devi adalah dokter kecantikan dan kesehatan di Jakarta.

Gabungkan konsep telemedis dan D2C

Saat ini pengguna bisa mengakses situs diricare.com untuk menikmati layanan yang disajikan. Pelanggan yang memiliki keluhan seputar kulit, rambut, dan kondisi kesehatan pribadi seperti jerawat, bintik hitam, penuaan kulit, rambut rontok, hingga kecemasan performa pria dapat terhubung ke layanan virtual Diri Care 24/7.

Selain layanan telemedis, mereka juga menggunakan model direct-to-consumer (D2C) untuk menjual rangkaian produk yang dikembangkan secara in-house setelah mendapatkan rekomendasi dari dokter terkait. Perusahaan mengklaim, pengiriman ke alamat tujuan bisa dilakukan dalam waktu 2 jam saja.

“Indonesia memiliki pasar kesehatan konsumen yang terus berkembang, dengan 270+ juta penduduk yang mencari solusi kesehatan dan kesejahteraan yang berkualitas dan terjangkau. Transformasi digital adalah pendorong utama hadirnya peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas sektor pelayanan kesehatan bangsa,” ujar Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Peluang pasar layanan kesehatan digital

Menurut data yang dihimpun Statista, nilai pasar untuk layanan kecantikan dan perawatan pribadi di Indonesia akan berkembang pesat hingga $9,6 miliar pada tahun 2025 mendatang. Model layanan telemedis memiliki peluang pertumbuhan besar, mengingat saat ini diperkirakan hanya terdapat 0.4 dokter per 1.000 orang. Sehingga waktu tunggu menjadi lama — berdampak pada harga produk/layanan yang menjadi lebih mahal.

Diri Care cukup optimis bisa menangkap peluang tersebut. Sejak meluncurkan platform versi beta pada Maret 2022, mereka telah mencatat lebih dari 13.000 konsultasi dan mengalami pertumbuhan pendapatan sebesar 600%. Untuk menunjang pertumbuhan, dalam waktu dekat mereka segera luncurkan aplikasi untuk platform Android dan iOS.

Beautytech terus mendapatkan dukungan

Sejumlah startup bidang beautytech beberapa terakhir,  termasuk salah satunya Base yang juga turut didukung East Ventures dalam pendanaan pra-seri A mereka. Selain itu sejumlah startup juga telah mendapatkan dukungan pendanaan, seperti SYCA (Salt Ventures dll), Callista (SKALA dll), dan beberapa lainnya.

Industri ini sebenarnya juga telah ramai pemain. Per tahun 2019, pemerintah mencatat ada 797 pelaku usaha kosmetik besar dan skala kecil-menengah. Sebanyak 294 brand telah terdaftar di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Yang jelas, teknologi terus dioptimalkan para pengembang produk untuk memberikan pelayanan yang lebih relevan — baik di sisi distribusi maupun dalam rangka memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik.

Dengan peran teknologi dalam mengefisiensikan rantai bisnis, dinilai konsumsi produk kecantikan akan terus meningkat, dari rata-rata saat ini berkisar  $20 per kapita. Angka tersebut lebih kecil dibandingkan Thailand ($56 per kapita) dan Malaysia ($75 per kapita).

Aplikasi Newfemme Hadirkan Informasi Kesehatan dan Gaya Hidup Perempuan

Berdasarkan data yang dirilis Kemendagri tahun 2021 menyebut jumlah penduduk perempuan Indonesia lebih dari 135 juta jiwa atau 49,5 % dari total jumlah penduduk. Data lain dari Survei Indeks Literasi Digital Nasional 2021 menyebutkan, 56,6 % pengguna internet di Indonesia adalah perempuan, lebih tinggi dari angka pengguna internet berjenis kelamin laki-laki.

Tingginya jumlah perempuan Indonesia saat ini, kemudian memotivasi Newfemme untuk berdiri dan menjadi sahabat perempuan Indonesia dalam mengakses informasi seputar kesehatan, gaya hidup, info terkini, sampai life hacks. Diluncurkan pada tahun 2021 lalu, platform tersebut memiliki misi meningkatkan kesadaran peduli kesehatan perempuan.

Setelah sebelumnya dapat di akses melalui website, kini Newfemme meluncurkan aplikasi mereka yang sudah bisa diunduh di Play Store.

“Newfemme hadir sebagai aplikasi yang paling mengerti wanita. Aplikasi yang dapat menolong para wanita, dan mencerdaskan mereka di setiap fase kehidupan mereka. Baik ketika mereka masih gadis dan baru mulai menstruasi, fase ketika mereka berpacaran, fase ketika menikah, fase ketika mengandung dan melahirkan, fase mendidik anak, sampai kepada hingga mereka menua dan menopause,” kata CEO Newfemme Grace.

Selain merangkum artikel yang diproduksi internal, Newfemme juga memberikan kesempatan kepada masyarakat umum untuk berkontribusi berbagi insight lewat layanan UGC (User Generated Content) yang ada diaplikasi. Melalui program bernama “Sahabat Pena Newfemme”, program tersebut membantu penulis-penulis lepas dalam memuat karyanya dan mendapat reward berupa saldo e-wallet setiap tulisannya dimuat oleh Newfemme. Saat ini sudah ada sekitar 1.000 penulis lepas yang bergabung.

Untuk memperluas jumlah pengguna, Newfemme juga memiliki rencana untuk menjalin kerja sama strategis dengan komunitas. Melalui Newfemme, tidak ada informasi yang tabu untuk dibagikan. Karena informasi itu nantinya akan berguna dan justru menjadi pembelajaran berharga bagi perempuan di komunitas Newfemme.

“Selain fokus kepada pasar Indonesia, Newfemme juga memiliki rencana untuk bisa melakukan ekspansi di negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina,” kata Grace.

Di Indonesia sendiri, sebelumnya juga sudah ada platform yang fokus pada konten gaya hidup dan isu-isu seputar perempuan. Beberapa di antaranya Female Daily, Magdalene, IDN Media (Popbela, Popmama), dan sejumlah lainnya.

Fitur konsultasi dan gamifikasi

Untuk memberikan informasi yang lebih mendalam, Newfemme juga memiliki fitur konsultasi dengan dokter bersertifikat yang bisa diakses secara on-demand. Saat ini mereka sudah memiliki dua dokter untuk fitur konsultasi. Ke depannya mereka juga memiliki rencana untuk menambah jumlah dokter yang ada. Di fase awal, konsultasi tersebut masih diberikan secara cuma-cuma oleh Newfemme.

Newfemme juga akan meluncurkan beberapa fitur baru, seperti fitur Pregnancy Monitoring yang akan membantu calon ibu dalam mengawasi kandungannya dan tetap sehat selama masa kandungan, serta fitur konten video multiplatform yang akan membahas berbagai hal tentang wanita. Untuk layanan ini startup lain yang memberikan layanan serupa salah satunya Tentang Anak.

Tidak hanya sebagai platform konsultasi dan monitoring kesehatan, Newfemme juga menyediakan fitur tambahan seperti game interaktif Makeover Glow Up dan Podcast NewFM yang kini juga dapat didengarkan di website Newfemme dan juga Spotify. Semua fitur dan permainan yang ada di Newfemme bisa digunakan secara gratis dengan penukaran sejumlah koin Newfemme.

Untuk mendapatkan koin Newfemme, pengguna dapat merekomendasikan ke pengguna lainnya, bisa juga dengan membagikan artikel dan podcast di media sosial mereka, hingga melakukan daily login ke aplikasi dan permainan. Konsep tersebut serupa dengan yang ditawarkan oleh marketplace saat ini.

“Kami yakin Newfemme akan menjadi aplikasi pelopor bagi wanita Indonesia yang dapat menjawab kebutuhan dan tantangan wanita saat ini dan masa mendatang. Dengan interaksi, konsultasi, dan konten yang berkualitas, Newfemme bahkan akan mampu menjadi panduan hidup dan mencerdaskan kita, para wanita Indonesia,” tutup Grace.

Application Information Will Show Up Here

Good Doctor to Strengthen Its Position as a Holistic Health Ecosystem in Southeast Asia

This year marks Good Doctor’s third year operation in Indonesia. Since its debut in 2019, Good Doctor is said to record various significant achievements, including 14.2 million users with up to 40 times growth in the country.

In addition, Good Doctor has partnered with more than 45 insurance companies, 500 corporate partners and a major network of third-party administrators (TPA), more than 1,000 hospitals and laboratories, and 2,500 pharmacies throughout Indonesia. The rapid growth of Good Doctor’s network in Indonesia is said to have driven annual business growth up to 864%.

According to the Managing Director of Good Doctor Technology Indonesia, Danu Wicaksana, his team is exploring a Health-as-a-Service partnership, one of the focuses in the pipeline. “We don’t want to offer just a solution, but to create an ecosystem of various stakeholders including the government, laboratories, and clinics,” he told DailySocial.

Good Doctor Technology (GDT) is a joint venture of Ping An Healthcare and Technology (formerly Ping An Good Doctor), Grab, and SoftBank. Initially, Good Doctor was present in Indonesia as a feature called GrabHealth which was embedded into the Grab application in 2019. Then, this service officially became a separate platform in March 2021. Currently, Good Doctor is present in Indonesia and Thailand with regional operations based in Singapore.

In an exclusive interview with DailySocial, Regional CEO of Good Doctor Technology, Melvin Vu said that the platform is currently preparing to become a telehealth provider with a holistic ecosystem in Southeast Asia. The momentum of digital acceleration is fully utilized to develop various health services, therefore, they can accommodate a wider network.

What are Good Doctor’s next steps and strategies?

B2B and Health as a Service

Based on Dukcapil data as of the end of 2021, the number of health workers (nakes) in Indonesia was recorded at 567,910 people, or 0.21% of the total population of 273.87 million people. Meanwhile, health spending through digital platforms in Indonesia is predicted to be $973 million (around Rp. 14.4 trillion) in 2023.

With the uneven distribution of doctors, Melvin believes that telehealth can overcome challenges for a market like Indonesia with large population and geographical condition. He also believes that telehealth can balance the health ecosystem in Indonesia.

In order to stay at the forefront of the telehealth sector, Good Doctor has two main strategies. First, to reach more people by expanding services to the B2B segment. Second, offering Health-as-a-Service (HaaS) solutions by leveraging the strong support for technology, ecosystem, and partners of Good Doctor.

Technology leverage and localization

In the healthcare industry, including virtual health, technology allows wider exploration. Melvin said that Good Doctor has a strong position to execute it due to the technology and experience built by the parent company over the last seven years. For example, the implementation of AI to help doctors in Indonesia understand symptoms, provide diagnoses, and issue drug prescriptions for their patients.

In addition, Melvin said Good Doctor has another added value as it has an in-house doctor whose expertise can be used to carry out quality control services. One of them is developing clinical pathways. For your information, a clinical pathway is a guideline used to carry out evidence-based clinical actions in health care facilities. Every disease has different guidelines.

In general, health service demand is almost the same in all countries in the Southeast Asian region. In this case, Good Doctor developed a solution from Thailand, then customized it for the Indonesian market.

“We are fortunate that Ping An has been in this field for a long time, therefore, we can leverage its proven technology in China. Being a regional player allows us to understand healthcare issues in different markets, learning from each other. With our technology, everything is conceived on how we deliver healthcare virtually,” he said.

However, Melvin also highlighted the essence of being integrated with various stakeholders. Collaborations will enable Good Doctor to deliver a variety of services and create a holistic health ecosystem in the future, whether through hospitals, clinics, companies, or digital platforms.

“Leveraging technology is one thing, it is also important that we customize to localize. We can have different points of view with service integration. Furthermore, this allows us to minimize fault for every integration, every platform is different. Therefore, we can integrate fast. We can deliver a better customer journey to our clients,” he said.

Transition to endemic

Responding to Good Doctor’s move in welcoming endemic, Melvin said that telemedicine or other virtual health services will continue to play a significant role. He said, services for sick care will always be available, but preventive care is no less important.

“We want [Good Doctor] to transcend sick care services to preventive care in order to keep people healthy. We also want to help control and treat chronic diseases. Related products and services that will be developed, also allow them to be connected to IoT devices. Good Doctor has We are in a strong position to do this because we have the technology and understand how to deliver products,” he said.

Furthermore, Melvin ensures that his team will explore new expansions while focusing on working on existing markets in Singapore, Thailand, and Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian