5 Tips Beli Gadget Bekas Online di Tokopedia

Pernah kecewa saat membeli gadget bekas? Dulu sekali saya pernah beberapa kali, dari masalah baterai hingga mendapati kondisi mati total setelah sehari pakai. Resiko membeli barang bekas nyata adanya, tetapi saya lebih banyak merasa puas daripada kecewa asalkan teliti dan mengetahui triknya.

Pada artikel ini, saya akan membahas tips membeli gadget bekas online terutama smartphone dan kamera mirrorless di Tokopedia. Menurut saya belanja online di Tokopedia lebih cukup aman, karena pembayaran Anda baru diteruskan kepada pihak penjual setelah barang Anda terima sehingga mengurangi resiko penipuan.

1. Pilih Gadget yang Masih Bergaransi Resmi

Pertama buat daftar tipe perangkat yang diincar. Untuk smartphone Android perlu memperhatikan tanggal rilis, sebaiknya pilih tipe yang dirilis maksimal satu tahun. Sementara, untuk iPhone lebih aman bahkan bila memilih generasi dua tahun lalu.

Begitu pula dengan kamera, biasanya semakin baru tipenya yang membedakan dengan generasi sebelumnya ialah kemampuan videonya. Cari tahu jumlah shutter count-nya karena menggambarkan pemakaian pengguna sebelumnya.

Selanjutnya hal paling penting yang wajib diperhatikan ialah garansi, cari gadget bekas yang masih aktif garansi resminya alias pemakaiannya kurang dari satu tahun. Saya sudah buktikan, beberapa kali mendapatkan kamera idaman yang masih sangat mulus.

2. Gunakan Filter Pencarian di Tokopedia

Bagaimana caranya mendapatkan gadget bekas yang masih bergaransi? Kuncinya ialah pemantauan, jangan buru-buru dan cepat puas, cari selama beberapa hari atau minggu, manfaatkan filter pencarian di Tokopedia.

Caranya sebagai berikut:

  • Dari aplikasi Tokopedia, masukkan tipe perangkat di kolom pencarian
  • Selanjutnya klik filter
  • Atur urutkan berdasarkan yang terbaru
  • Pilih kondisi bekas
  • Atur opsi terakhir ditambahkan 1 bulan atau 3 bulan

3. Sebelum Bertanya, Baca Deskripsi dengan Baik

Lewat pengaturan di atas, hasil pencarian telah dioptimalkan untuk mendapatkan barang bekas terbaru. Tugas selanjutnya ialah seleksi, klik satu per satu katalog produk, baca deskripsi, perhatikan foto, dan pastikan masih bergaransi resmi aktif.

Jadilah pembeli yang pintar, tanyakan yang belum jelas tentang kelengkapan maupun kondisi barang tersebut setelah membaca deskripsi. Jangan mudah tergiur harga yang terlalu murah, kuncinya teliti sebelum membeli.

4. Penjual Langsung Vs Toko

Ada dua tipe penjual di Tokopedia, yaitu penjual pengguna langsung dan toko online, keduanya memiliki kelebihan masing-masing. Untuk penjual dari pengguna langsung, harga jualnya kemungkinan bisa dapat sedikit lebih murah dan juga bebas melakukan nego asal jangan sadis. Sementara, toko online punya banyak katalog dan harganya mungkin sedikit lebih tinggi, tetapi barang yang dijual sudah dicek kondisinya oleh mereka.

Kelebihan belanja online ialah tidak ada batasan geografis, bila penjual berbeda kota yang penting pastikan packing dilakukan dengan aman dan bila perlu packing kayu. Untuk COD masih terbatas dengan satu kota yang sama dan di kondisi pandemi sekarang ini bertemu orang untuk transaksi cukup berisiko tertular covid-19.

5. Cek Kondisi Sebelum Menyelesaikan Transaksi

Setelah gadget incaran Anda tiba di rumah, sebaiknya cek kondisi secara menyeluruh dengan teliti dan pastikan sesuai deskripsi. Anda memiliki tiga hari sebelum transaksi dianggap selesai secara otomatis dan dana akan diteruskan ke saldo Tokopedia penjual.

Itulah tips beli gadget bekas online di Tokopedia. Bila mengikuti trik di atas, bukan mustahil Anda akan mendapatkan gadget bekas yang masih mulus dan bergaransi resmi masih aktif.

Terlalu Kolosal untuk Gagal: Akankah Terjadi Merger Tokopedia dan Gojek?

Dalam wawancara tahun 2019 dengan mantan menteri perdagangan Indonesia Gita Wirjawan, salah satu pendiri dan CEO Gojek Nadiem Makarim mendapat pertanyaan apakah dia pernah membayangkan masa depan di mana Gojek menjadi satu-satunya pemain di pasar. Nadiem mengatakan bahwa monopoli lebih cocok untuk perusahaan yang tidak mengenakan biaya kepada konsumen untuk menggunakan layanan mereka, seperti Google dan Facebook. Aplikasi super, yang menjadi cita-cita Gojek, harus menjadi bagian dari duopoli, katanya.

Selama bertahun-tahun, Gojek dan Grab telah menarik garis pertempuran mereka dalam layanan on-demand, dimulai dengan ride-hailing, kemudian pengiriman makanan, fintech, dan layanan gaya hidup. Kemudian, pada tahun 2020, mereka menjadi berita utama ketika Masayoshi Son dari SoftBank dikabarkan akan mengatur penggabungan kedua perusahaan. Diskusi gagal pada bulan Januari tahun ini, kemungkinan karena ketidaksepakatan mengenai kepemimpinan regional dalam usaha gabungan tersebut. Kedua perusahaan melanjutkan persaingan mereka, kembali ke pola yang dijelaskan Nadiem.

Namun, Gojek kini dikabarkan sedang berdiskusi dengan sesama raksasa teknologi Indonesia, Tokopedia, untuk merger yang berbeda: merger yang tidak akan menciptakan monopoli, melainkan berhadapan langsung dengan Sea Group — andalan di sektor teknologi Asia Tenggara yang mendominasi pengiriman makanan, e-commerce, serta pembayaran di wilayah ini — dan Grab, pesaing utama Gojek.

Gojek dan Tokopedia adalah dua startup teknologi terbesar dan tersukses di Indonesia, dengan valuasi masing-masing sekitar USD 10,5 miliar dan USD 7,5 miliar. Gojek memiliki sekitar 2 juta mitra pengemudi dan 900.000 pedagang UKM, sementara Tokopedia mengklaim memiliki 9,9 juta pedagang di pasarnya. Jika kedua perusahaan menggabungkan operasi mereka, hasilnya akan menjadi ekosistem teknologi yang kuat yang menghubungkan jutaan pelanggan, pedagang, serta mitra pengemudi — yang berakar di Indonesia tetapi memiliki jejak regional.

Baik Gojek dan Tokopedia menolak berkomentar mengenai spekulasi terkait potensi merger mereka, tetapi laporan media baru-baru ini menunjukkan kedua perusahaan sedang menjajaki opsi seperti struktur perusahaan induk, di mana Gojek dan Tokopedia masih dapat beroperasi secara independen namun saling mengakses ekosistem satu sama lain.

Merger antara Gojek dan Tokopedia dapat mendorong lebih banyak sinergi antara kedua perusahaan, daripada layanan yang tumpang tindih, sebut Aldi Adrian Hartanto, VP investasi di MDI Ventures, perpanjangan tangan investasi dari perusahaan BUMN Telkom Group, juga investor di Gojek. .

“Mereka akan memiliki kemampuan untuk berjalan mandiri tanpa mengganggu bisnis satu sama lain. Dan mereka akan memiliki narasi yang jauh lebih besar sebagai grup teknologi besar terkemuka di Indonesia yang mendominasi segmen internet konsumen seperti ride-hailing, pesan-antar makanan, e-commerce, dan pembayaran,” ujarnya kepada KrASIA.

Misalnya, Tokopedia akan memiliki akses ke sumber logistik Gojek untuk layanan pengiriman yang lebih efisien, sedangkan dompet digital Gojek, GoPay, dapat meningkatkan jumlah transaksinya dengan memanfaatkan pengguna Tokopedia. Usaha kecil dan menengah (UKM) di Tokopedia juga akan dapat mengakses layanan keuangan, termasuk kredit, yang ditawarkan oleh Bank Jago yang didukung oleh Gojek.

Merger tersebut juga akan disambut baik oleh komunitas pengemudi Gojek yang sebelumnya menentang gagasan persatuan antara Grab dan Gojek, karena pengemudi akan melihat saluran pendapatan baru, seperti layanan pengiriman instan atau same-day delivery yang ditawarkan oleh Tokopedia.

Gojek dan Tokopedia memiliki DNA investor yang sama. Kedua perusahaan tersebut didukung oleh Sequoia Capital India, Google, dan Temasek. SoftBank, sementara itu, adalah pemegang saham terbesar Tokopedia, dan CEO-nya, Masayoshi Son, dilaporkan telah memberikan restunya kepada potensi merger tersebut.

Entitas gabungan Gojek-Tokopedia akan bernilai lebih dari USD 18 miliar, melampaui valuasi Grab sebesar USD 14,3 miliar. Gojek dan Tokopedia akan memiliki lebih banyak sumber daya untuk meluncurkan produk atau layanan baru, dan mereka akan berada dalam posisi yang kuat untuk go public.

Aldi mengatakan kedua perusahaan itu tengah berusaha untuk go public melalui akuisisi perusahaan bertujuan khusus, atau SPAC. Penggabungan akan membawa “nilai besar ke pasar IPO”, katanya.

Dikenal sebagai perusahaan cek kosong, SPAC adalah perusahaan cangkang yang mengumpulkan dana melalui penawaran umum untuk mengakuisisi perusahaan yang tidak ditentukan. Perusahaan jenis ini tidak memiliki model bisnisnya sendiri di luar transaksi keuangan ini. Ketika proses IPO tradisional mahal dan memakan waktu, SPAC menjadi opsi penggalangan dana yang lebih murah dan efisien, yang menjadi sangat menarik bagi perusahaan rintisan teknologi di Asia.

Tokopedia menjadi e-commerce peringkat kedua setelah Shopee / Tokopedia

Pertarungan mencapai profitabilitas

Sejak 2019, perusahaan teknologi regional tersebut mengatakan bahwa mereka berniat untuk mencapai profitabilitas dan segera go public untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Baik Gojek dan Grab telah menegaskan tujuan ini, tetapi tekanan kian meningkat sejak tahun lalu, karena pandemi telah menyebabkan perubahan signifikan pada perusahaan teknologi terkemuka di Asia Tenggara dalam memperoleh pendapatan.

“Tidak masuk akal bagi investor modal swasta memotong cek untuk entitas dengan skala raksasa seperti itu,” kata Aldi, menjelaskan bahwa kedua perusahaan masih dalam tingkat EBITDA negatif, yang berarti mereka belum menghasilkan uang.

Masana Takahashi, pendiri firma penasihat akuntansi dan keuangan perusahaan yang berbasis di Singapura Jidobox, mengatakan bagi Gojek, mencari sekutu, seperti Tokopedia, mungkin merupakan cara teraman sebelum go public.

“Kalau Gojek cocok IPO sendiri, apakah ada motivasi untuk bicara dengan perusahaan lain [untuk merger]? Mungkin tidak. Gojek tampaknya belum siap untuk go public dengan apa pun alasannya. Mungkin secara finansial tidak begitu baik.” dia berkata.

Suntikan modal paling awal Gojek adalah pada tahun 2014, ketika mengumpulkan putaran Seri A sebesar USD 2 juta. “Gojek mengumpulkan miliaran dan investor mereka perlu keluar karena dana akan segera jatuh tempo,” jelas Takahashi. “Jatuh tempo dana VC biasanya tujuh sampai sepuluh tahun. Yang pasti, sebelum 2024, dana akan menuntut keluar dari Gojek. ”

Grab juga pertama kali mendapatkan investasi Seri A sebesar USD 10 juta pada tahun 2014, dan perusahaan tersebut dilaporkan mempertimbangkan untuk melakukan IPO di New York akhir tahun ini, di mana mereka dapat mengumpulkan lebih dari USD 2 miliar, penawaran saham luar negeri terbesar oleh sebuah perusahaan Asia Tenggara, menurut Reuters.

“Dengan aktivitas saat ini yang kami lihat seputar IPO secara global, serta peningkatan aktivitas SPAC di Asia, investor tampaknya memiliki minat yang besar untuk IPO yang berfokus pada Asia. Valuasi gabungan dapat membantu Gojek dan Tokopedia untuk menarik investor tertentu, tetapi yang lebih menarik adalah proposisi nilai gabungan yang dapat ditawarkan merger ini,” kata Zennon Kapron, direktur firma riset dan konsultasi fintech Kapronasia.

Gojek menggandeng 2 juta pengendara / Gojek

Menghadapi persaingan lokal

Baik Gojek maupun Tokopedia telah terjebak dalam persaingan yang ketat dengan Grab dan Group SEA di wilayah asalnya.

Shopee SEA telah melampaui Tokopedia sebagai situs e-commerce yang paling banyak dikunjungi pada kuartal ketiga tahun 2020 di Indonesia, berdasarkan data dari peringkat iPrice, sementara platform e-wallet ShopeePay telah mengungguli transaksi Gojek GoPay dan Ovo dari Juni hingga Agustus 2020 di negara ini, menurut penelitian Snapcart dan MarkPlus. Sea Group juga mulai menjajaki sektor perbankan digital di Indonesia.

Grab, di sisi lain, telah mengalahkan Gojek di sektor transportasi online Indonesia sejak 2018. Gojek mencapai pangsa pasar 64% pada tahun 2019, sementara itu memegang pangsa pasar 53% di sektor pengiriman makanan negara pada tahun 2020, menurut Momentum Works.

Perusahaan ride-hailing yang berkantor pusat di Singapura ini juga berinvestasi di LinkAja, sebuah platform pembayaran dengan jangkauan luas di kota-kota tier-2 dan tier-3 Indonesia, yang dapat memberikan akses ke basis pengguna yang lebih bervariasi dibandingkan dengan GoPay.

“Pembayaran adalah salah satu bisnis terpenting. Kehilangan hal itu bisa menuimbulkan masalah bagi Gojek,” ungkap Masana. “Indonesia merupakan pasar yang menarik karena ‘volume’, tetapi daya belinya masih rendah. Gojek dan Tokopedia perlu mengakuisisi saham besar-besaran di semua pasar tempat mereka beroperasi. Saya tidak punya alasan kuat untuk percaya Gojek akan memenangkan pasar internasional jikalau sebagai pemain lokal, mereka kalah di dalam negeri,” tambahnya.

Namun Zennon mengatakan, merger Gojek-Tokopedia akan memberi mereka amunisi baru untuk bersaing. “Saat Anda melihat keberhasilan aplikasi super lainnya di Asia, biasanya hal itu terjadi karena fungsi inti yang menciptakan ‘adiksi’ harian pada aplikasi.”

“Dalam kasus WeChat, hal itu adalah obrolan dan hiburan, sementara Alipay, e-commerce. Jika merger, Gojek dan Tokopedia akan memiliki proposisi nilai yang lebih komprehensif yang kemungkinan akan menarik lebih banyak pengguna, dan juga memungkinkan mereka untuk berbagi kumpulan data yang lebih komprehensif di backend,” tambah Zennon. Data tersebut akan memungkinkan entitas baru untuk menyediakan lebih banyak produk dan layanan, termasuk keuangan digital.

Secara internasional, Gojek juga lebih lemah dari Grab. Perusahaan berkembang pada 2018 di Vietnam dengan nama merek lokal, GoViet, dan pada 2019 di Thailand dengan Get. Namun, pada Juli tahun lalu, timnya mengumumkan penyatuan merek, yang menurut sumber KrASIA, merupakan “langkah yang sangat mahal” dan menambah kerugian finansial perusahaan.

Mengenai Tokopedia, perusahaan lebih memilih untuk tetap berpegang pada pasar dalam negeri dan belum berkembang secara internasional. Tidak jelas bagaimana persatuan antara Gojek dan Tokopedia akan meningkatkan daya saing mereka di pasar regional, karena kedua platform kehilangan taring di dalam dan luar negeri, menurut para ahli.

“Perusahaan yang lebih besar tidak selalu berarti perusahaan yang sukses secara global. GoJek – Tokopedia akan memiliki basis yang jauh lebih besar dari segi pasar, tetapi itu tidak menjamin kesuksesan internasional,” ujar Zennon.

“Ini seperti ‘dua pemain nomor dua’ bergabung untuk mencoba bersaing dengan pemain terkemuka,” sumber lain menambahkan.

Menyingkirkan Ovo?

Pihak ketiga yang mungkin mempersulit merger Gojek-Tokopedia adalah layanan pembayaran elektronik yang berbasis di Indonesia Ovo, yang merupakan penyedia pembayaran eksklusif untuk Tokopedia dan Grab di Indonesia saat ini.

Grab memegang 44,2% saham di Ovo, sementara Tokopedia memiliki 42%, menurut data perusahaan riset M2 Insights. Setelah merger dengan Gojek, kemungkinan besar Gojek mendorong platform fintechnya, GoPay, ke dalam ekosistem Tokopedia, sehingga mengikis eksklusivitas Ovo.

Selain itu, Tokopedia bisa jadi harus menjual sahamnya di Ovo, karena Bank Indonesia melarang satu perusahaan untuk memegang saham di lebih dari satu platform pembayaran. “Entitas yang akan merger akan mendorong agendanya agar Tokopedia memutus hubungan dengan Grab, yang akan bermanfaat bagi joint venture baru Gojek-Tokopedia,” kata Aldi.

Namun, seolah mengantisipasi potensi persatuan antara Tokopedia dan pesaing utama, Ovo telah mendiversifikasi hubungannya dengan platform e-commerce dengan menjalin kemitraan dengan Lazada, Zalora, dan Blibli sejak tahun lalu.

Untuk saat ini, Gojek dan Tokopedia masih bungkam tentang langkah selanjutnya dan bagaimana kerjasama dengan Ovo dapat berubah. Sementara itu, Ovo secara agresif menopang penawarannya di luar pembayaran. Perusahaan tersebut baru-baru ini bermitra dengan Zhong An untuk menciptakan pasar asuransi digital, dan meluncurkan produk investasi baru bulan lalu bekerja sama dengan platform reksa dana Bareksa, menunjukkan bahwa Ovo dapat melakukan lebih dari sekadar menangani transaksi e-commerce. Ruang layanan keuangan masih kurang dalam melayani populasi Indonesia, sehingga Ovo masih memiliki banyak ruang untuk berkembang — bahkan tanpa Tokopedia.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Tren “Same Day Delivery” Diprediksi Meningkat, Persaingan Jasa Logistik Semakin Ketat

Pertumbuhan pasar logistik di Indonesia diprediksi semakin membaik di 2021. Prediksi tersebut sudah mempertimbangkan pada faktor situasi Indonesia saat ini dengan pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial di sejumlah wilayah.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengungkap sejumlah prediksi dan tren logistik yang bakal terjadi di Indonesia di tahun ini. Pertama, ia mengamati bahwa pelaku jasa logistik sudah mulai beradaptasi selama masa pandemi. Hal ini terlihat dari kemunculan layanan baru dan kolaborasi antara startup dan perusahaan logistik besar, terutama untuk mengakomodasi kebutuhan layanan kurir instan (on-demand).

“Di kuartal IV 2020, logistik sudah mulai naik karena spending masyarakat sudah mulai jalan. Di kuartal pertama 2021, memang agak mengkhawatirkan karena ada pemberlakuan pembatasan sosial kembali. Tetapi, kami optimistis karena selama enam bulan terakhir, [pelaku logistik] sudah terlatih untuk beradaptasi. Kami prediksi puncak [kenaikan] logistik terjadi di kuartal III dan IV 2021 sejalan dengan semakin banyak orang yang divaksin,” tuturnya dihubungi DailySocial.

Berdasarkan laporan Ken Research, pasar logistik Indonesia diestimasi mencapai nilai $200,3 miliar dengan CAGR 7,9% pada 2024. Nilai ini sudah termasuk untuk bisnis angkutan barang, pengiriman barang, warehouse, express and parcel (CEP), hingga cold chain logistic.

Kedua, ia memperkirakan kenaikan bisnis logistik di tahun ini akan banyak didongkrak oleh layanan same day delivery. Dengan situasi saat ini, ia memperkirakan tren tersebut dapat memacu pelaku industri logistik untuk mengevaluasi apakah durasi waktu pengiriman same day delivery yang sudah ada saat ini telah memenuhi ekspektasi pelanggan dan kompetitif secara bisnis.

Zaldy yang juga Direktur Utama Paxel bahkan mengaku akan mempertimbangkan temuan tersebut. Terlebih, Paxel yang merupakan startup platform jasa pengiriman logistik berbasis teknologi ini awalnya memulai layanan same day delivery dengan durasi pengiriman hingga 10 jam.

Layanan

Tarif Ja(bo)detabek

Durasi

GoSend Rp2.815/km (0-6km), Rp 18.000 (6-15km), Rp1.200/km (>15km) Max 4 jam terhitung setelah pick-up barang
Grab Express Dimulai dari Rp15.000 (0-5km) Max 6 jam (motor) terhitung setelah pick-up barang
Paxel Flat s/d 5kg Rp8.000 (dalam kota), Rp15.000 (luar kota) 6-8 jam (dalam kota), 10-12 jam (luar kota)
MrSpeedy Rp8.000 untuk 4km pertama Max 90 menit

Sumber: situs resmi Gojek, Grab, Paxel, MrSpeedy / Diolah kembali oleh DailySocial

“Sekarang, same day delivery di dalam kota hanya 2 jam. Selama beberapa tahun terakhir ini, ekspektasi customer naik signifikan. [Paxel] bahkan mengevaluasi lagi apakah same delivery berdurasi 8-10 jam masih bisa berkompetisi. Apalagi, ada yang lebih ekstrem dengan biaya lebih rendah. Ini berarti industri butuh inovasi lebih besar,” paparnya.

Tren same day delivery didorong oleh pengiriman makanan

Jika mengacu laporan The 2nd Series Industry Roundtable: Logistics Industry Perspective yang dirilis MarkPlus Inc pada Oktober 2020, frekuensi jasa kurir meningkat pesat selama masa pandemi. Peningkatan ini dipicu oleh sejumlah faktor utama antara lain kegiatan belanja online, harga, dan waktu pengiriman.

Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial
Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial

Selain itu, layanan same day delivery diekspektasi bakal meningkat lebih pesat penggunaannya pasca-pandemi (67,2%) dibandingkan layanan pengiriman regular (78,7%) meski porsinya masih lebih besar. Adapun riset ini diikuti oleh sebanyak 122 responden dari wilayah Jabodetabek (59,8%) dan non-Jabodetabek (40,2%).

Kemudian, responden juga memiliki ekspektasi utama terhadap pengiriman layanan yang tepat waktu (36,7%) dan penyedia jasa logistik dinilai perlu meningkatkan layanan pick-up di masa depan.

Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial
Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial

Ketiga, menurut pengamatan Zaldy, pasar logistik B2B sudah mulai berkurang porsinya dikarenakan terjadi shifting perilaku belanja dari offline ke online. Dorongannya semakin kuat ketika pandemi dan meningkatnya ekspektasi customer yang dinilai semakin ekstrem. Ia memperkirakan komposisi bisnis logistik di segmen B2C bakal naik porsinya dari 10% menjadi 25% di tahun ini.

Keempat, tahun ini sekaligus menjadi ajang pembuktian untuk melihat mana model bisnis logistik yang berhasil, mana yang tidak. Model bisnis baru mungkin akan lebih banyak bermunculan karena banyak pasar baru yang belum terbuka, misalnya jasa pengiriman makanan,” jelas Zaldy.

Beberapa startup raksasa, seperti Gojek (GoFood), Bukalapak (BukaFood), dan Shopee (ShopeeFood) sudah mulai bersiap untuk memperkuat posisinya di segmen pasar ini. Perusahaan logistik besar SiCepat juga bahkan mencaplok 51% saham platform pengiriman makanan DigiResto demi mendorong kontribusi pendapatan dari pasar pengiriman makanan di Indonesia.

Mengutip hasil riset Momentum Works, GMV layanan pengiriman makanan (food delivery) mengalami percepatan pertumbuhan selama pandemi. Laporan ini mencatat GMV layanan pengiriman makanan di enam negara di Asia Tenggara mencapai $11,9 miliar di 2020.

Untuk pasar Indonesia saja, angkanya mencapai $3,7 miliar atau setara Rp52 triliun yang didominasi dua pemain besar, yakni Grab dan Gojek dengan porsi masing-masing sebesar 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Tantangan bagi perusahaan logistik legacy

Kelima, lanjut Zaldy, ia memperkirakan perusahaan logistik konvensional yang sudah lama beroperasi bakal sulit mengejar tren ke depan. Hal ini karena tidak mudah bagi perusahaan untuk melakukan transformasi atau membangun infrastruktur dalam waktu singkat. Kuncinya ada pada kolaborasi.

Setidaknya, sepanjang 2020 terdapat banyak kolaborasi yang terjadi antara startup dan korporasi. Misalnya, Ninja Xpress bermitra dengan Grab dan Gojek bermitra dengan Paxel. Kemitraan keduanya dilakukan untuk memperkuat jasa pengiriman barang antar-kota (intercity).

Menurut Zaldy, pandemi menjadi pembuka mata agar perusahaan logistik konvensional mau berkolaborasi. “Banyak perusahaan legacy konvensional susah mengejar bisnis karena sekarang ekspektasi customer jauh lebih tinggi. Kita lihat beberapa perusahaan konvensional, service-nya mungkin terancam karena sudah ada same day delivery,” ujar Zaldy.

Bahkan ia juga melihat tren baru yang bakal muncul akibat pandemi, yakni perusahaan non-logistik masuk ke sektor logistik. Blue Bird merupakan salah satu yang sudah melakukannya.

Perusahaan melakukan manuver ke logistik sejak kuartal II 2020 yang diperkuat dengan dukungan aset armadanya. Blue Bird juga mulai memperluas cakupan layanan logistiknya dengan menggandeng Paxel untuk pengiriman paket berukuran besar dengan layanan same day delivery.

“Kami menggunakan armada existing jadi secara cost [efisien]. Intinya, kami ingin berkontribusi pada layanan logistik di masa pandemi, terutama soal higienis yang kami terapkan sesuai standar kami,” ungkap Chief Strategy Officer Blue Bird Paul Soegianto kepada DailySocial.

Zaldy juga mencontohkan bagaimana tantangan ini bakal dihadapi oleh PT Pos Indonesia. Ia menilai infrastruktur yang dimiliki sudah tidak memungkinkan untuk mengejar ketertinggalan dengan penyedia jasa logistik, SiCepat misalnya.

“Akan tetapi, [model seperti] PT Pos Indonesia bisa memanfaatkan infrastruktur dari platform lain, seperti Anteraja. Artinya, first mile dan middle mile bisa saling berkolaborasi, sedangkan kompetisinya ada di last mile,” tambahnya.

Dampak merger Gojek dan Tokopedia terhadap industri logistik

Keenam, ia memperkirakan rencana merger Gojek dan Tokopedia dapat memberikan dampak besar terhadap industri logistik Indonesia. Dan, menurutnya yang bakal terdampak signifikan adalah perusahaan logistik konvensional.

“Merger keduanya bakal membuat perusahaan legacy ‘berkeringat’. Kenapa? Susah membuat perusahaan legacy untuk mengubah model bisnis bisnis, apalagi yang sudah memiliki ribuan armada kurir dan hub. Kecuali mereka punya sistem IT atau teknologi yang bagus, ini bakal sulit. Blue Bird itu satu contoh perusahaan legacy yang sistemnya sudah siap. Pertanyaannya adalah apa mereka sudah mengerjakan ‘PR’-nya?” ucap Zaldy.

Dalam artikel terpisah, Founder dan CEO DailySocial Rama Mamuaya beropini bahwa merger keduanya dapat memberikan dampak besar bagi konsumen dan industri. Dikatakan Rama, kawin silang produk yang saling melengkapi akan menjadi sangat fantastis bagi konsumen. Terlebih, keduanya telah memiliki infrastruktur e-commerce, transportasi, hingga keuangan yang terintegrasi dalam satu aplikasi.

“Saat ini, kita sudah menikmati sistem pengiriman di hari yang sama.
Integrasi antara Gojek dan Tokopedia dapat menciptakan sesuatu yang lebih mengunggah, misalnya pengiriman instan ala Amazon Prime dalam hitungan jam, membantu mendorong transaksi ecommerce, hingga meningkatkan utilisasi pengemudi sehingga lebih ekonomis sebagai bisnis,” paparnya.

SPAC Melejit: Unicorn Asia Tenggara Enggan Melirik IPO Tradisional

Ketika ekonomi digital China semakin matang, perusahaan teknologi telah memiliki sumber penawaran umum perdana (IPO) yang stabil di bursa AS dan bursa domestik di Hong Kong, Shanghai, dan Shenzhen.

Di Asia Tenggara, IPO Sea Group 2017 di Bursa Efek New York menjadi contoh bagi perusahaan teknologi di kawasan sekitarnya yang bercita-cita menjadi perusahaan publik, termasuk unicorn bernilai tinggi seperti aplikasi perjalanan Indonesia Traveloka, platform e-commerce Bukalapak, dan Tokopedia, bersama dengan raksasa layanan digital yang berbasis di Singapura, Grab.

Namun, sampai perusahaan-perusahaan ini beranjak dewasa dan mempertimbangkan untuk melakukan penawaran umum, IPO konvensional telah kehilangan pamornya. Sekarang, akuisisi perusahaan dengan tujuan khusus, atau SPAC, menjadi solusi. Juga dikenal sebagai perusahaan cek kosong, SPAC adalah perusahaan cangkang yang mengumpulkan dana melalui penawaran umum untuk mengakuisisi perusahaan yang tidak ditentukan. Jenis perusahaan ini tidak memiliki model bisnis independen selain transaksi keuangan ini.

Dengan karakter tersebut, ketua Komisi Sekuritas dan Bursa AS, Jay Clayton, menyarankan investor untuk mengukur motivasi sponsor SPAC. Sering kali merupakan perusahaan ekuitas swasta (PE) terkemuka yang menggunakan SPAC untuk melewati bank investasi dan biaya emisi mereka untuk membawa perusahaan swasta ke pasar publik.

Proses IPO konvensional itu rumit, mahal, dan memakan waktu. Untuk startup teknologi di Asia, SPAC adalah opsi penggalangan dana yang lebih murah dan lebih efisien.

SPAC telah mendapatkan momentum besar di AS pada tahun 2020. Lebih dari 200 SPAC mengumpulkan sekitar USD 70 miliar, memberikan referensi pada pasar Asia untuk tahun 2021.

Unicorn di Asia Tenggara

Tokopedia menjadi salah satu target Bridgetown Holdings, yang didukung oleh Peter Thiel dan Richard Li, untuk penggabungan cek kosong pada Desember 2020. Jika kesepakatan berlanjut, hal ini bisa menjadi trendsetter di regional.

Grab, yang menjadikan SoftBank, Uber, dan Didi Chuxing sebagai investornya bernilai sekitar USD 14 miliar.
Grab, dimana SoftBank, Uber, dan Didi Chuxing berperan sebagai investornya bernilai sekitar USD 14 miliar.

“Sebagai gambaran, SPAC telah hadir selama beberapa dekade. Mereka sangat populer di pertengahan hingga akhir tahun sembilan puluhan, tetapi menjadi ketinggalan zaman ketika investor kehilangan uang,” ungkap Joel Shen, pengacara perusahaan di firma hukum global Withers kepada KrASIA. Dia percaya bahwa kebangkitan popularitas SPAC dapat dikaitkan dengan suku bunga rendah, likuiditas yang melimpah di pasar karena stimulus dari sistem bank sentral AS, dan peningkatan jumlah target akuisisi, terutama di bidang teknologi.

SoftBank, salah satu investor Tokopedia, mengajukan IPO SPAC pada bulan Desember dengan tujuan untuk mengumpulkan USD 525 juta. SoftBank telah berinvestasi di lebih dari 100 perusahaan tahap pertumbuhan di seluruh dunia, dan beberapa di antaranya mungkin menjadi target yang menarik untuk SPAC-nya, SVF Investment Corp.

Dengan SoftBank — raksasa dalam investasi teknologi — memasuki ruang SPAC, perusahaan portofolionya seperti Grab dapat menemukan rute cepat ke simbol saham New York. “SPAC memungkinkan target mereka untuk mendaftar tanpa terlebih dahulu melalui proses IPO yang mahal dan memakan waktu, dan berpotensi menawarkan pemegang saham target, termasuk investor institusional seperti VC, jalan keluar yang lebih cepat daripada IPO tradisional,” kata Shen .

Jika unicorn Indonesia bisa melalui model ini, maka hal ini akan menjadi barometer yang baik untuk menjawab pertanyaan apakah perusahaan Asia Tenggara dengan fokus pasar lokal akan diterima di bursa asing.

Namun demikian, SPAC memiliki kelemahan. Karena mereka adalah perusahaan cek kosong, investor bertaruh pada sponsor SPAC daripada kualitas bisnis, kata Shen.

Selain itu, merger SPAC harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu — biasanya antara 18 dan 24 bulan. Jika tidak ada akuisisi yang dilakukan sebelum akhir jangka waktu, sponsor dapat mempertimbangkan kualitas aset dan daya tawar.

Sementara pasar modal China di Shanghai dan Shenzhen menawarkan rute alternatif ke perusahaan teknologi dalam negeri untuk penggalangan dana yang signifikan, perusahaan rintisan teknologi Asia Tenggara tidak memiliki opsi yang sama di dalam negeri, hal ini mendorong mereka ke arah merger SPAC di valuta asing.

Menurut seorang analis yang akrab dengan subjek tersebut, ledakan SPAC pada tahun 2020 menandai awal dari era baru di mana investor institusional teratas, biasanya perusahaan PE swasta terkemuka, menjadi kekuatan pasar yang lebih berperan dalam penetapan harga IPO. “Secara tradisional, harga IPO ditentukan oleh bankir investasi yang membangun pembukuan melalui serangkaian pembicaraan tertutup dan berturut-turut dengan perusahaan PE. Namun, dengan SPAC di tangan, manajer PE bisa menanggalkan peran bankir ini dan mencapai kesepakatan langsung dengan pemilik aset,” ujar analis.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Bagaimana Merger Gojek Tokopedia Memberi Dampak Positif terhadap Konsumen dan Industri

Berita teranyar yang dibicarakan semua orang di minggu pertama tahun 2021 adalah merger antara Gojek dan Tokopedia yang tampaknya akan segera terjadi, dua startup teknologi paling menjulang di Indonesia. Berbeda dengan rumor dangkal dengan Grab, diskusi yang saya lakukan di berbagai jejaring tentang potensi integrasi antara Gojek dan Tokopedia dari banyak sudut pandang yang berbeda sangatlah menarik. Berikut analisis saya mengenai dampak dari merger ini.

Dampak kepada konsumen

Dari sisi konsumen, kawin silang produk yang saling melengkapi ini akan menjadi sangat fantastis. Infrastruktur transportasi, e-commerce, dan keuangan semuanya dalam satu produk terintegrasi? Hal ini merupakan impian setiap konsumen, niaga hiperlokal! Sekarang, kita sudah memiliki sistem pengiriman di hari yang sama yang tengah berlangsung. Integrasi antara Gojek dan Tokopedia dapat menghasilkan sesuatu yang mungkin lebih menggugah, pengiriman instan ala Amazon Prime dalam hitungan jam, membantu mendorong transaksi e-commerce dan kepuasan pelanggan sekaligus meningkatkan utilisasi pengemudi sehingga lebih ekonomis sebagai bisnis.

Pada dasarnya, Gojek telah melakukan model perdagangan hiperlokal ini melalui platform GoFood, di mana pelanggan bisa mendapatkan makanan yang mereka pesan dalam sekejap, bahkan kurang dari 30 menit. Integrasi dengan Tokopedia akan menghubungkan infrastruktur logistik ini dengan merchant Tokopedia, yang merupakan keunggulan utama Tokopedia di tengah persaingan ketat dengan Shopee SEA.

Hal itu membawa kita melihat pasar lain yang secara praktis menjadi fokus semua unicorn: industri UKM. Baik Gojek dan Tokopedia memiliki basis pengguna UKM yang besar di bawah platform mereka, meskipun dengan jenis kebutuhan yang berbeda. Tanpa tumpang tindih, hanya saling melengkapi. Gojek adalah UKM(restoran, toko, warung) berbasis layanan yang berpedoman pada waktu dan Tokopedia lebih seperti UKM berbasis kerajinan tangan. Kedua unicorn tersebut juga telah melakukan upaya besar dalam digitalisasi UKM melalui Point-of-Sales, aplikasi pemasaran pedagang, bahkan menyediakan modal demi pertumbuhan.

Selain bisnis inti mereka, kedua unicorn juga menjelajahi ruang teknologi keuangan (fintech). Tokopedia dengan investasi strategis di Ovo, yang tertanam dengan baik dan merupakan metode pembayaran default di pasarnya, dan Gojek dengan platform GoPay dan GoPay Paylater. Keduanya juga telah menghadapi persaingan besar oleh ShopeePay, salah satu produk fintech dengan pertumbuhan tercepat di pasar terutama selama pandemi di mana Shopee semakin mendorong akuisisi pelanggan ShopeePay seperti kebakaran hutan dengan menggunakan anggaran pemasaran yang tampaknya tak ada habisnya.

Dampak terhadap industri

Jika disandingkan, kedua perusahaan itu akan mencapai valuasi sekitar $18 miliar. Tentunya, sudah bukan rahasia bahwa IPO menjadi salah satu alasan utama di balik merger ini, investor di kedua perusahaan membutuhkan likuiditas dan pengembalian, lagipula tidak ada salahnya untuk kedua perusahaan mendapatkan modal di masa yang tidak pasti ini. Perusahaan gabungan kemungkinan besar akan mencoba dual-listing jika mereka memilih untuk go public di tahun ini, BEI dan kemungkinan Nasdaq (bisa jadi pasar paling ramah untuk IPO teknologi tahun ini).

IPO akan berdampak pada pasar global dan Indonesia. Baik Gojek dan Tokopedia adalah perusahaan yang ternama yang jika digabungkan, akan menjadikannya sangat besar dan unik. Seperti yang dicetuskan Bloomberg, “sebuah persatuan lokal dari Uber, PayPal, Amazon.com, dan DoorDash.” dan mereka menyampaikannya dengan sangat baik. Meskipun sangat menarik bagi beberapa investor, ini adalah wilayah baru yang unik dan asing bagi sebagian orang, dan akan terjadi penyesuaian dalam memahami bisnis dan fundamentalnya dalam perspektif utuh. Namun demikian, IPO tersebut akan menempatkan Indonesia dalam peta seperti saat Yahoo! mengakuisisi aplikasi media sosial buatan Indonesia, Koprol pada tahun 2010, sebuah peristiwa yang memicu pertumbuhan startup.

Bagi Indonesia sendiri, atau lebih tepatnya investor yang telah berinvestasi di startup teknologi Indonesia, IPO kali ini menjadi cahaya ilahi di ujung jalan. Kemungkinan IPO teknologi raksasa itu ada, tetapi yang lebih penting, pertautan unicorn akan langsung menjadi tujuan utama bagi startup yang ingin diakuisisi, seperti Apple dan Google bagi Silicon Valley.

Tentu saja, saya berasumsi bahwa perusahaan gabungan tersebut akan secara aktif mengakuisisi startup Indonesia yang bisa diandalkan dalam industri ini. Ini juga dapat memulai siklus karyawan-ke-pendiri dan pendiri-ke-investor yang sangat dibutuhkan negara ini.

Meski sangat menarik perhatian, merger juga memiliki beberapa poin yang harus diperhatikan. Privasi data konsumen adalah salah satu yang terpenting. Produk gabungan juga merupakan garis depan profil konsumen. Platform akan mengetahui di mana Anda berada, ke mana Anda pergi, apa yang Anda beli, dan pada dasarnya profil keuangan Anda. Itu baru permukaannya saja. Integrasi ke depan akan meraup lebih banyak data dari konsumen yang akan menjadi sangat berharga bagi perusahaan gabungan. Lihat Amazon sebagai sepotong gambaran di masa depan.

Konsolidasi tidak pernah mudah, restrukturisasi, pengurangan biaya, optimalisasi, dll. Tetapi jika dilakukan dengan benar, hasilnya bisa tak terduga. Potensi luar biasa sudah menanti pasca-merger Gojek dan Tokopedia, keduanya menarik sekaligus menakutkan. Namun sejujurnya, saya sangat bersemangat menantikannya.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Gojek Tokopedia Merger Will Positively Impact Consumer and Industry

Major news, the thing everybody was talking about in the first week of 2021, is the seemingly imminent merger of Gojek and Tokopedia, Indonesia’s two most valuable tech startups. Unlike the weakly rumor of a merger with Grab, the discussion I’ve had in different channels about the potential integration between Gojek and Tokopedia is super exciting from a lot of different angles. Here’s my analysis of how the merger can impact.

Consumer Impact

From a consumer point of view, this marriage of complementary products will be tremendously magical. Transportation infrastructure, e-commerce, and finance all under one integrated product? That’s every consumer’s dream, hyperlocal commerce! Today, we have same-day delivery which works most of the time. The integration between Gojek and Tokopedia can produce something even better, Amazon Prime-style instant same-hour delivery, helping push e-commerce transaction and customer satisfaction even more while increasing driver utilization rate making it more economical as a business.

Gojek has basically done this hyperlocal commerce model through their GoFood platform, where customers can get the food they order in an instant, sometimes less than 30 mins. The integration with Tokopedia will connect this logistical infrastructure with Tokopedia’s merchants, which is a major advantage for Tokopedia amidst the neck on neck competition with SEA’s Shopee.

And that brings us to another market that practically all the unicorns have been focusing on: the SME industry. Both Gojek and Tokopedia has a big user base of SMEs under their platform, albeit with a different type of needs. Minimum overlap, mostly complimentary. Gojek is a time-sensitive service-based SME (restaurants, stores, warungs) and Tokopedia is more like a craft, product-based SME. Both unicorns have also been doing a major effort in SME digitalization through Point-of-Sales, merchant marketing apps, even providing growth capital.

Aside from their core businesses, both unicorns also ventured around the financial technology (fintech) space. Tokopedia with its strategic investment in Ovo, which is well embedded and is the default payment method in its marketplace, and Gojek with its GoPay and GoPay Paylater platform. Both also have been facing major competition by ShopeePay, one of the fastest-growing fintech products in the market especially during the pandemic where Shopee further pushed ShopeePay customer acquisition like a bushfire using a seemingly endless marketing budget.

Industry Impact

Combined, the two companies are valued at around $18 billion. And it’s no secret that IPO is one of the major reason behind this merger, investors in both companies need liquidity and returns, and it won’t hurt both companies to get some capital during these uncertain time. The combined company will most likely look at dual-listing if they choose to go public this year, BEI and maybe Nasdaq (possibly the friendliest market for tech IPOs this year).

The IPO will impact both the global and Indonesian markets. Both Gojek and Tokopedia are amazing companies but combined, it makes a very large and unique. As Bloomberg puts it, “a local mashup of  Uber, PayPal, Amazon.com, and DoorDash.” and they couldn’t be more right. Although this can be exciting for some investors, it’s a unique new and unfamiliar territory for some, and there’s going to be a learning curve in understanding its business and fundamentals in full perspective. Nevertheless, the IPO will put Indonesia on the map the same way Yahoo! acquired made-in-Indonesia social media app, Koprol back in 2010 an event that sparked the startup growth.

For Indonesia itself, or more specifically investors who have been investing in Indonesia’s tech startups, this IPO is a bright light at the end of their tunnel. The possibility of a major tech IPO exists but more importantly, the combined unicorn will instantly become a major destination for startups to aim for acquisition, like what Apple and Google are to Silicon Valley.

Of course, I’m assuming that the combined company will actively acquire Indonesian startups which the industry will rely on. This can also kick start the employees-to-founders and founders-to-investors cycle this country desperately needs.

Although a lot of cause for excitement, the merger also has some points for concern. Consumer data privacy is one of the big ones. The combined product is the next frontier of consumer profiling, too. It will know where you are, where you’re going, what you buy, and essentially your financial profile. And that’s just the surface. Future integration will bring out more data from consumers that will become very valuable for combined companies. For a quick glimpse of the future, look at Amazon.

Consolidation is never easy, restructuring, cost reductions, optimizations, etc. But if done right, the result can be magical. And there are amazing possibilities lie ahead for the Gojek and Tokopedia post-merger, both exciting and frightening.  But if I’m honest, I’m feeling excited more than anything else.


Image from DepositPhotos.com

Tokopedia is Reportedly in Talks to Go Public on the New York Stock Exchange through SPAC

Indonesian based marketplace service, Tokopedia, as reported by Bloomberg, is currently exploring possible IPO on the New York Stock Exchange through Bridgetown’s Special Purpose Acquisition Company (SPAC) backed by well-known Silicon Valley investor Peter Thiel (through Thiel Capital) and Hong Kong conglomerate Richard Li (through the Pacific Century Group). Bridgetown shares surged to 29% after today’s market close.

As we contacted one of Tokopedia’s representatives, there is no further statement regarding this matter.

Through the disclosure at the IPO on October 16, the blank check company Bridgetown aims to support Southeast Asian companies focusing on the technology, financial services, or media sectors to go public. Bridgetown secured $550 million (around Rp.7.8 trillion) in public funding from the IPO.

According to a Bloomberg report, Tokopedia’s possible IPO is still in its early stage and if it’s true, around next year, the company’s market capitalization is to reach the peak at $8-10 billion (110-150 trillion Rupiah).

Tokopedia is currently the second-largest [valuation] unicorn in Indonesia, after Gojek. Sea Ltd which operates Shopee, its closest competitor, had an IPO on the New York stock exchange in 2017 with the current market capitalization of over $96 billion or around Tokopedia’s ten times.

Pacific Century Group is currently involved as Tokopedia’s investor with Bridgetown’s CEO and Pacific Century Group’s SVP Daniel Wong serving on Tokopedia’s board of commissioners, according to Bridgetown’s SEC S-1 data filing. In Indonesia, Pacific Century Group’s business is known as FWD insurance company.

SPAC’s current reputation

The arrival of the blank check company, SPAC, paints a new color to the company’s IPO method in developed country exchanges, especially the United States. From our observation, approximately $78 billion of public funds have been disbursed through SPAC on US exchanges this year. In comparison, only $13 billion in funds went public using the same methods last year, increased by 6 times.

SPAC makes it easy for companies to go public, as IPO tends to be a long and complex process to ensure accurate financial data and assess the integrity of its executives. The downfall of WeWork’s IPO last year has proven the difficulty of startups that failed to comply with good governance principles to go public.

SPAC has no complex financial data to be audited, therefore, the process tends to be easier, within just weeks, not months for the IPO.

After going public, SPAC is to merge with a private company, therefore, the company can automatically be listed (direct listing) on ​​the stock exchange.

Pandemic conditions have not dampened the euphoria of listings this year. New York stock exchanges, including the Nasdaq technology stock exchange, have broken all year-long index listing records. Several technology companies’ IPOs throughout this year are also considered to have received positive responses from the market, for example Snowflake, DoorDash, and the latest Airbnb.

To date, Tokopedia has raised $2.8 billion funding from investors (around IDR 40 trillion) according to the data compiled by DailySocial and Crunchbase. The company has just introduced Google and Temasek into its ranks of investors this year.

SPAC’s existence as a new means for IPO provides a big chance for private investors who want to exit through the stock market. However, it’s still necessary to watch over this scheme to reduce the risk of investors’ failed to chip in, which will remind us of the dotcom bubble 20 years ago.

This year, Nikola becomes one of the SPAC graduates that steals the spotlight as the business practice is considered “deceiving the public“. This led to an investigation by the United States Department of Justice and the resignation of Nikola’s Founder, Trevor Milton.

In Indonesia, the SPAC scheme is not quite common. On several occasions, the Indonesian Stock Exchange (IDX) keeps encouraging unicorn startups to go public in dual listings, on local and foreign exchanges, in order to provide opportunities for local investors to be a part of domestic startups.

J.P. Morgan through the Indonesia Equity Strategy 2021 report projects Tokopedia in the #10 position for the company with the largest capitalization in LQ45 if it is to go public today at IDX.

Tokopedia’s Co-Founder and CEO, William Tanuwijaya has given hints that the company is to go public in the next 1-2 years since last year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Dikabarkan Jajaki Potensi “Go Public” di Bursa New York Melalui SPAC

Layanan marketplace Tokopedia, melalui pemberitaan Bloomberg, dikabarkan menjajaki potensi go public di Bursa New York melalui Special Purpose Acquisition Company (SPAC) Bridgetown yang didukung investor kenamaan Silicon Valley Peter Thiel (melalui Thiel Capital) dan konglomerat Hong Kong Richard Li (melalui Pacific Century Group). Saham Bridgetown naik 29% pasca penutupan bursa hari ini.

Juru bicara Tokopedia yang kami kontak belum memberikan pernyataannya terkait hal ini.

Melalui keterbukaannya saat IPO tanggal 16 Oktober lalu, perusahaan cek kosong (blank check company) Bridgetown menargetkan membantu perusahaan Asia Tenggara yang beroperasi di sektor teknologi, layanan finansial, atau media untuk go public. Bridgetown mendapatkan dana publik $550 juta (sekitar Rp7,8 triliun) dari IPO itu.

Menurut pemberitaan Bloomberg, penjajakan go public Tokopedia ini masih di tahap awal dan jika benar terjadi, kemungkinan tahun depan, akan memberikan kapitalisasi pasar perusahaan di angka $8-10 miliar (110-150 triliun Rupiah).

Tokopedia saat ini menjadi startup unicorn Indonesia dengan valuasi terbesar kedua setelah Gojek. Pesaing terdekatnya, Sea Ltd yang mengoperasikan Shopee, telah IPO di bursa New York tahun 2017 dan saat ini memiliki kapitalisasi pasar lebih dari $96 miliar atau sekitar 10x lipat Tokopedia.

Pacific Century Group saat ini adalah investor Tokopedia dengan CEO Bridgetown dan SVP Pacific Century Group Daniel Wong menjadi anggota dewan komisaris Tokopedia, menurut data filing SEC S-1 Bridgetown. Di Indonesia bisnis Pacific Century Group adalah perusahaan asuransi FWD. 

Popularitas SPAC di tahun 2020

Kehadiran perusahaan cek kosong SPAC membawa nuansa baru cara IPO perusahaan di bursa-bursa negara maju, khususnya Amerika Serikat. Menurut data yang kami peroleh, ada sekitar $78 miliar dana publik yang digelontorkan melalui SPAC sepanjang tahun ini di bursa Amerika Serikat. Sebagai pembanding, hanya $13 miliar dana yang dimasukkan publik dengan metode yang sama tahun lalu atau naik sekitar 6x lipat.

SPAC memberikan kemudahan perusahaan untuk go public, karena proses IPO cenderung panjang dan berliku untuk memastikan data finansial yang akurat dan menilai integritas para eksekutifnya. Kegagalan IPO WeWork tahun lalu adalah salah satu bukti sulitnya startup yang tidak taat asas good governance untuk go public.

SPAC tidak memiliki data finansial kompleks yang perlu diaudit sehingga prosesnya cenderung lebih mudah, dalam hitungan minggu, tidak lagi berbulan-bulan melalui proses IPO.

Setelah go public, SPAC akan dimerger dengan perusahaan privat sehingga perusahaan tersebut otomatis langsung terdaftar (direct listing) di bursa.

Kondisi pandemi tidak menyurutkan euforia listing sepanjang tahun ini. Bursa saham New York, termasuk bursa saham teknologi Nasdaq, telah memecahkan rekor pencatatan indeks sepanjang tahun. Beberapa IPO perusahaan teknologi pun sepanjang tahun ini pun dianggap mendapatkan respon positif dari pasar, misalnya Snowflake, DoorDash, dan yang terbaru Airbnb.

Tokopedia sejauh ini telah mengumpulkan pendanaan dari para investor sebesar $2,8 miliar (sekitar Rp40 triliun) menurut kompilasi DailySocial dan Crunchbase. Perusahaan baru saja memasukkan Google dan Temasek tahun ini ke dalam jajaran investornya.

Kehadiran SPAC sebagai sarana go public memberikan angin besar bagi para investor privat yang ingin exit di bursa saham. Meskipun demikian, skema ini patut terus dicermati untuk mengurangi risiko kegagalan investor berinvestasi, yang mengingatkan pada peristiwa dotcom bubble 20 tahun lalu.

Tahun ini Nikola menjadi salah satu “lulusan” SPAC yang menjadi sorotan karena praktik bisnisnya yang dianggap “membohongi publik”. Hal ini mendorong adanya investigasi Departemen Kehakiman Amerika Serikat dan mundurnya Pendiri Nikola Trevor Milton.

Di Indonesia sendiri skema SPAC belum umum. Pihak Bursa Efek Indonesia (IDX) di beberapa kesempatan terus mendorong startup unicorn untuk go public secara dual listing, di bursa lokal dan asing, agar juga memberikan kesempatan investor lokal menjadi pemilik saham startup anak negeri.

J.P. Morgan di laporan Indonesia Equity Strategy 2021 mengestimasikan Tokopedia berada di posisi #10 untuk perusahaan dengan kapitalisasi terbesar di LQ45 seandainya go public hari ini di IDX.

Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya sendiri sejak tahun lalu mengisyaratkan perusahaannya bakal melantai dalam 1-2 tahun ke depan.

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Tambah Opsi PayLater, Gaet Indodana

Tokopedia menambah opsi pembayaran “bayar nanti” (paylater) dengan menggandeng platform lending Indodana. Diklaim antusiasme pengguna untuk menggunakan layanan ini meningkat hingga dua kali lipat pada Oktober 2020, dibandingkan pada Januari sebelum pandemi.

Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada hari ini (11/12), VP of Business & Operations Indodana Jerry Anson menjelaskan, kehadiran Indodana PayLater di Tokopedia diharapkan akan memudahkan masyarakat Indonesia, khususnya segmen under-banked yang belum terjangkau institusi keuangan formal dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kami melihat kenaikan kebutuhan layanan paylater selama pandemi, makanya kami banyak bekerja sama dengan merchant online, yang terbaru dengan Tokopedia,” terangnya.

Senior Lead Business Development Fintech Tokopedia Marina Ivana Tjuanda menuturkan, saat ini di Tokopedia telah bermitra dengan beragam platform lending untuk menyediakan fitur paylater, di antaranya BRI Ceria, Kredivo, Home Credit, dan OVO Paylater. OVO Paylater, yang termasuk portofolio dari Tokopedia, dari semenjak pandemi hingga kini tidak bisa diakses dengan alasan peningkatan layanan.

Kehadiran Indodana tentunya akan menambah variasi opsi metode paylater yang bisa dipilih para penggunanya yang diklaim telah lebih dari 100 juta orang. Dalam data internal Tokopedia, tercatat tingkat pembayaran dengan metode paylater meningkat hingga dua kali lipat pada Oktober 2020, dibandingkan pada Januari sebelum pandemi. Secara total, Tokopedia memiliki lebih dari 50 opsi pembayaran.

“Sejak 2018 kami sudah menghadirkan fitur paylater untuk menjangkau masyarakat yang belum mendapat akses perbankan untuk bertransaksi online,” kata Marina.

Jerry melanjutkan untuk menggunakan Indodana PayLater, sebelumnya pengguna diharuskan untuk mendaftarkan diri melalui aplikasi Indodana. Bila berhasil terverifikasi, pengguna akan mendapat limit kredit maksimal Rp25 juta dan pilihan tenor maksimal 12 bulan.

Limit kredit tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbelanja di merchant rekanan Indodana yang saat ini ada lebih dari 150 merchant, salah satunya Blibli dan Tiket.com.

Sejak resmi beroperasi pada Mei 2020, perusahaan mengklaim aplikasinya telah diunduh lebih dari 3,5 juta kali dan menyalurkan pembiayaan lebih dari Rp1 triliun. Pembiayaan ini tidak hanya disalurkan ke sektor konsumtif saja, tapi juga ke produktif. Kendati demikian, Jerry enggan mendetailkan lebih jauh terkait hal ini.

“Dari portofolio pembiayaan kami, segmennya juga ada ke produktif sesuai dengan arahan dari OJK. Tapi kami tidak bisa share lebih jauh, begitu pula untuk jumlah pengguna aktifnya,” pungkasnya.

Indodana saat ini sudah berstatus izin dari OJK yang didukung dengan manajemen risiko berbasis AI, sistem keamanan bersertifikasi ISO 27001, dan proses collection yang sesuai dengan standar OJK.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Dinamika Pendiri dan Pimpinan Startup: dari CEO jadi Pegawai

Banyak alasan ketika para pendiri startup akhirnya memutuskan bergabung dengan startup atau perusahaan teknologi yang sudah memiliki nama besar. Mulai dari proses merger dan akuisisi atau kesempatan berbeda yang bisa dieksplorasi.

Kami ingin memahami lebih lanjut bagaimana proses mereka beradaptasi kembali ke situasi yang berbeda. DailySocial mewawancarai Calvin Kizana (Pendiri Picmix dan kini menjadi COO dan Head of Platform GoPlay), Kevin Mintaraga (Pendiri Bridestory dan kini menjabat VP Tokopedia pasca akuisisi), dan Johnny Widodo (CEO BeliMobilGue dan kini menjadi CEO OLX Autos pasca akuisisi).

Proses adaptasi

Kevin Mintaraga memiliki track record bagus ketika menjadi pendiri perusahaan. Setidaknya dia sudah merasakan dua kali perusahaannya diakuisisi oleh entitas yang lebih besar.

Tentang bagaimana proses adaptasi setelah meninggalkan posisi sebagai CEO, Kevin menyebutkan penyesuaian yang paling penting dilakukan adalah mengubah perspektif mengikuti budaya perusahaan baru. Ia percaya visi dan misi perusahaan akan menjadi kompas tersendiri dalam berkarya.

“Selain itu, dibutuhkan kecepatan dalam mengadopsi teknologi, kemampuan membaca kebutuhan pasar dan perubahannya yang sangat dinamis di era digital saat ini, dan pikiran untuk terus maju dan terbuka terhadap ide-ide baru demi menciptakan inovasi terbaik — yang bisa mempermudah kehidupan masyarakat Indonesia,” kata Kevin.

Proses adaptasi yang seamless dan selaras juga dilakukan Calvin Kizana saat resmi bergabung dengan Gojek Group. Ketika bergabung di perusahaan baru, ia merasa ada visi dan misi yang sama dan semangat untuk mengembangkan perusahaan menjadi lebih baik lagi. Kontribusinya diharapkan dapat mendorong percepatan inovasi teknologi untuk menjawab kebutuhan pasar dan berkolaborasi secara optimal untuk mengembangkan produk bersama tim yang lebih besar.

“Salah satu nilai penting yang saya pelajari selama di Gojek adalah visi perusahaan yang mengutamakan ‘it’s not about you’ yang menjadi prinsip dasar dalam melakukan kolaborasi serta adaptasi ke dalam lingkungan baru. Pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan sepihak dan juga harus dilakukan dengan penuh perhitungan dan pertimbangan yang melibatkan berbagai stakeholders,” kata Calvin.

Kunci utama saat melakukan penyesuaian di tempat kerja dan posisi baru, menurut Calvin, adalah cepat mempelajari struktur yang ada, belajar menyeimbangkan ego, dan memahami bagaimana berkolaborasi optimal untuk mencapai tujuan perusahaan.

Leadership sebagai startup founder juga sangat berperan dalam mendelegasikan pekerjaan dan mendorong kinerja tim lebih maksimal demi mencapai tujuan perusahaan,” kata Calvin.

Menurut Johnny Widodo, pendiri startup biasanya adalah seseorang yang penuh dengan drive dan passion. Ketika mulai menjadi bagian dari keluarga besar dari perusahaan yang baru, banyak hal yang mulai harus diperhatikan.

“Jadi para pendiri startup ini harus bisa beradaptasi dengan managing stakeholders vs shareholders. Lebih bisa bersabar untuk menunggu proses yang mungkin lebih birokratis dan juga belajar untuk memiliki bos/manajer,” kata Johnny.

Secara etika, pada umumnya semua kekayaan intelektual (IP) dan teknologi yang dikembangkan di startup sebelumnya tidak boleh dibawa ke startup yang baru, terutama apabila kedua startup bergerak di dalam vertikal yang sama dan jika startup tempat si pegawai bekerja sebelumnya masih sepenuhnya beroperasi. Hal ini dapat menimbulkan conflict of interest.

Biasanya para pegawai startup harus bersama-sama menyepakati NDA. Jika telah memiliki investor, hal serupa juga berlaku bagi startup founder dengan investor di startup tersebut.

“Apabila startup yang didirikan ternyata mengalami gagal dan founder startup kemudian bekerja di startup/perusahaan lainnya, kita harus perhatikan arrangement yang telah disepakati antara founder dengan investor yang tertuang dalam shareholders agreement. Intinya, pada saat pindah startup, baik pegawai maupun startup founder harus menghargai kekayaan intelektual (IP) dan pengetahuan yang diperoleh dari startup sebelumnya — dengan mengacu kepada kesepakatan yang tertuang dalam agreement antara si pegawai/founder dengan startup sebelumnya,” kata Calvin.

Hal senada diungkapkan Johnny. Banyak hal yang bersifat rahasia yang diketahui pendiri startup tersebut. Eetika bisnis yang tinggi harus diterapkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.

“Setiap perusahaan pasti memiliki NDA tersendiri untuk menjamin profesionalitas para pekerjanya, tidak terkecuali Tokopedia. Hal ini tentu harus dipatuhi setiap Nakama demi menjaga kelangsungan bisnis yang sehat,” kata Kevin.

Fenomena perpindahan pegawai

Saat ini perpindahan pegawai startup, dari satu tempat ke tempat lainnya sudah menjadi fenomena yang sering ditemui. Setiap individu memiliki tujuan masing-masing, termasuk dalam berkarier.

Mengingat membangun karier cenderung menghabiskan sebagian besar waktu seseorang, hal yang menjadi sangat penting adalah mencari perusahaan yang memang sejalan dengan tujuan hidup. Seiring berjalannya waktu, tujuan bisa saja berubah. Hal ini, menurut Kevin, dapat menjadi salah satu faktor kenapa seseorang berpindah perusahaan.

“Tujuan hidup saya saat ini sejalan dengan Tokopedia yang konsisten mendorong pemerataan ekonomi Indonesia melalui pemanfaatan teknologi bahkan di tengah pandemi. Maka saya bersama tim terus menghadirkan berbagai inisiatif yang dapat mengakselerasi terwujudnya misi besar tersebut,” kata Kevin.

Sementara, menurut Calvin, peran serta perusahaan dalam menghasilkan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat juga menjadi aspek pertimbangan karyawan untuk berkarya di perusahaan tersebut.

“Umumnya karyawan akan terus bertahan di sebuah perusahaan yang memberinya tantangan, kesempatan untuk belajar, dan semangat untuk terus berkembang. Di samping itu, talenta-talenta profesional saat ini sudah tidak hanya berorientasi pada benefit, namun juga pada bagaimana karyawan dapat berperan dan berkontribusi secara signifikan untuk kemajuan perusahaan dan masyarakat,” kata Calvin.