Kabar Perkembangan Esports VALORANT Pasca VCT Indonesia Stage 02

VALORANT sudah menemani skena esports Indonesia selama kurang lebih 10 bulan. Setelah game-nya rilis bulan 2 Juni 2020 kemarin, Riot Games getol mengembangkan skena esports VALORANT di berbagai kawasan termasuk di Indonesia.

Dari sisi skena lokal, VALORANT pun mengisi kekosongan dunia kompetitif game FPS tactical shooter untuk platform PC yang selama ini jadi ruang hampa. Walaupun ada game seperti CS:GO, ketidakhadiran campur tangan Valve untuk mengembangkan sampai ke tingkat lokal membuat banyak pemain Indonesia enggan berkompetisi di game tersebut.

VALORANT berbeda. Indonesia mendapat perlakuan yang cukup baik sampai sejauh ini. Dari segi esports, penunjukkan One Up Organizer sebagai pemegang lisensi esports di Indonesia membuat VALORANT jadi satu langkah lebih maju. Apalagi Riot Games juga menghadirkan kompetisi berjenjang dari lokal ke internasional lewat rangkaian VALORANT Champions Tour 2021.

VALORANT Champions Tour 2021, rangkaian turnamen dari lokal – regional – internasional untuk skena esports VALORANT | Sumber Gambar – playvalorant.com

Sejauh ini, cara tersebut berhasil menciptakan gaung yang cukup besar di ranah esports FPS tactical shooter Indonesia. Banyak pemain CS:GO Indonesia pun pindah haluan ke VALORANT. Jumlah penikmatnya pun terlihat cukup berkembang dari waktu ke waktu.

Tetapi pertanyaan sebenarnya adalah, seberapa besar gaung dan perkembangannya sejauh ini? Untuk mengetahuinya, tim redaksi Hybrid.co.id pun mencoba menghubungi tim One Up Organizer untuk mencari tahu perkembangan jumlah viewership esports VALORANT dari rangkaian gelaran VCT Indonesia Challengers.

Tim One Up Organizer membeberkan bahwa memang ada perkembangan yang terasa dari pekan ke pekan pertandingan VCT Stage 01 dan VCT Stage 02. Berikut data perkembangan viewership VCT Indonesia di YouTube yang dibeberkan oleh One Up Organizer:

 

VCT Indonesia Stage 1

Final Qualifier #1: 5 – 7 Februari 2021

  • Air time / broadcast hour: 21 jam 28 menit
  • Peak viewers: 17,1 ribu viewers
  • Total watch hours: 56.404 jam

Final Qualifier #2: 26 – 28 Februari 2021

  • Air time / broadcast hour: 28 jam 26 menit
  • Peak viewers: 19,8 ribu viewers
  • Total watch hours: 86.668 jam

Final Qualifier #3: 12 – 14 Maret 2021

  • Air time / broadcast hour: 23 jam 36 menit
  • Peak viewers: 20 ribu viewers
  • Total watch hours: 68.484 jam

 

VCT Indonesia Stage 2

Week 1 Main Event: 2 – 4 April 2021

  • Air time / broadcast hour: 25 jam 57 menit
  • Peak viewers: 23,4 ribu viewers
  • Total watch hours: 103.857 jam

Week 2 Main Event: 16 – 18 April 2021

  • Air time / broadcast hour: 23 jam 7 menit
  • Peak viewers: 20,7 ribu viewers
  • Total watch hours: 84.188 jam

Week 3 Main Event: 23 – 25 April 2021

  • Air time / broadcast hour: 23 jam 4 menit
  • Peak viewers: 25,6 ribu viewers
  • Total watch hours: 97.740 jam

Patut diketahui di sini bahwa data yang disajikan oleh tim One Up Organizer di atas merupakan angka total dari tiga hari penyelenggaraan di setiap pekan pertandingan VCT.

Pada pertandingan VCT Indonesia Stage 02 Week 3 misalnya. Pada pertandingan tersebut tercatat data berupa 23 jam 4 menit penayangan, 25,6 ribu peak viewers, dan 97 ribu lebih total watch hours. Angkanya terlihat besar, namun angka tersebut adalah angka total.

Dalam hal angka durasi penayangan yang mencapai 23 jam misalnya. VCT Indonesia Stage 02 Week 3 sendiri sebetulnya hanya menayangkan sekitar 8 jam tayangan saja di setiap harinya. Namun apabila ditotal dari tiga hari pelaksanaan, maka angkanya jadi 23 jam. Begitu juga dengan data peak viewers dan total watch hours.

Untuk menggali lebih jauh, saya juga mencoba menarik data dari Esports Charts. Tetapi sayangnya Esports Charts sendiri belum memiliki data viewership pada VCT Stage 01 Week 1 dan VCT Stage 02 Week 3.

Berdasarkan data Esports Charts, gelaran VCT Indonesia dengan catatan viewership tertinggi adalah pada pertandingan VCT Indonesia Stage 02 Week 1 dengan 13 ribu lebih peak viewers, 118 ribu lebih total watch hours dari 24 total durasi penayangan.

Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

Datanya yang disajikan oleh Esports Charts mungkin agak sedikit berbeda dengan apa yang disajikan oleh One Up Organizer, namun bedanya masih tergolong tipis. Apalagi Esports Charts juga mencatatkan data viewership secara keseluruhan yang termasuk dari Facebook. Sementara data milik One Up Organizer hanya dari YouTube saja.

VCT Indonesia Stage 02 Week 1 sendiri memang menyajikan pertandingan-pertandingan sengit. Ada dua rivalitas paling keras di skena VALORANT Indonesia saat ini, tampil di turnamen tersebut. Ada pertandingan antara BOOM Esports vs Alter Ego dan juga laga antara NXL Ligagame melawan Alter Ego. Jadi tidak heran kalau pertandingan tersebut mencuat menjadi salah satu yang tertinggi.

Daftar pertandingan terpopuler di VCT Indonesia Stage 2 Week 1 | Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.
Daftar tim dengan catatan peak viewers dan total watch hours terbesar dari turnamen VCT Indonesia Stage 2 Week 1 | Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

Melihat dari data-data yang dibeberkan oleh One Up Organizer, tampak bahwa skena esports VALORANT memang sedang berkembang jumlah penggemarnya. Turnamen rutin dan berjenjang mungkin bisa dibilang jadi salah satu alasan terjadinya perkembangan tersebut.

Seperti yang saya sebut di awal artikel, turnamen rutin dan berjenjang dalam bentuk VCT Indonesia tersebut berhasil menjadi magnet bagi pemain profesional dari game-game FPS lain. Dari sejak VCT Stage 01 ke VCT Stage 02 saja kita bisa melihat penambahan jumlah pemain profesional dari game FPS kompetitif lain yang pindah ke VALORANT.

Bermula dari BOOM Esports dengan membawa nama-nama pemain CS:GO seperti Blazeking, Asteriskk, Sys, dan kawan-kawan, sampai munculnya RRQ Endeavour yang pindah dari Point Blank, Severine yang juga dari game Point Blank pindah ke divisi VALORANT ONIC Esports, sampai Xccurate yang juga kini turut terjun ke dalam VALORANT.

Penambahan sosok sosok pemain tersebut tentu secara tidak langsung memberi efek riak kepada jumlah orang yang ingin menonton aksi pemain VALORANT Indonesia.

Xorgee direkrut MORPH Team Untuk Mengisi Divisi VALORANT

MORPH Team kini memiliki divisi VALORANT setelah merekrut tim Xorgee, pemenang kualifikasi Indonesia untuk VALORANT Pacific Open 2020. Pengumuman ini memang dilakukan secara tidak resmi, namun kemarin (16 Juli 2020) Ahmad Priyadi selaku Chief Operating Officer (COO) MORPH Team, mengumumkan secara tidak langsung lewat media sosial terhadap hal tersebut.

Dalam postingannya, Ahmad Priyadi mengatakan “Morph Team bakal wakilin Indonesia di game VALORANT bulan Agustus nanti.” Serangkaian informasi tersebut tentu mengarah ke tim Xorgee, yang memang akan mewakili Indonesia dalam gelaran VALORANT Pacific Open 2020 pada tanggal 17 Agustus 2020 mendatang.

Redaksi Hybrid lalu mengkonfirmasi lebih lanjut terkait hal tersebut kepada Ahmad. “Memang benar adanya, MORPH Team mengakuisisi Xorgee yang akan bertanding di gelaran Pacific Open 2020.” jawabnya. Lebih lanjut Ahmad Priyadi lalu menjelaskan bagaimana proses akuisisi terjadi antara MORPH Team dengan tim Xorgee.

Sumber: Ahmad
Sumber: Foto Pribadi Ahmad Priyadi

“Awalnya mereka mengajukan diri kepada manajemen kami kemarin lusa (15 Juli 2020). Melihat iktikad mereka, kami lalu mencoba menganalisa tim ini. Kami coba lakukan crosscheck terhadap personality, juga kemampuan, mekanik, serta gameplay mereka di turnamen-turnamen sebelumnya. Setelah satu dua hari melakukan negosiasi, akhirnya kami mencapai kata sepakat, sehingga Xorgee nantinya akan mewakili MORPH Team dalam gelaran VALORANT Pacific Open 2020.” perjelas Ahmad.

MORPH Team mungkin bisa dibilang menjadi tim kedua yang mengumumkan kepemilikan tim VALORANT mereka setelah BOOM Esports mengumumkan ambil BoysWithLove jadi bagian organisasi pada 16 Juli 2020. “Kami melihat skena VALORANT sudah mulai bagus, jadi kami ikut ambil andil di dalamnya. Selain prospek game-nya terlihat menjanjikan, Reza ‘Arap” selaku CEO dan founder juga ingin bisa memajukan ekosistem esports PC. Supaya ekosistem esports di Indonesia tidak hanya mobile saja.” lanjutnya menjelaskan alasan perekrutan ini.

Sampai saat ini Xorgee dan BoysWithLove mungkin bisa dibilang adalah dua dari beberapa tim VALORANT yang kuat di skena lokal. Terakhir kali, BoysWithLove kebetulan tidak mengikuti kualifikasi Indonesia VALORANT Pacific Open, sehingga Xorgee muncul ke permukaan sebagai wakil Indonesia di gelaran yang menjadi bagian dari Ignition Series tersebut.

Sumber: Instagram @mineskiesports.id
Sumber: Instagram @mineskiesports.id

Terkait hal ini Ahmad memberi pendapatnya. “Semoga bisa jadi rivalitas yang menarik antara kedua tim ini. Harapannya rivalitas ini bisa memicu pemain-pemain lain untuk menyaingi, dan nantinya bisa memicu kehadiran tim-tim VALORANT baru di Indonesia.”

Terkait soal durasi kontrak Ahmad menjelaskan bahwa Xorgee akan melalui masa percobaan terlebih dahulu selama 3 sampai 6 bulan bersama MORPH Team, sebelum menjadi tim permanen nantinya.

Mari kita doakan semoga Xorgee bersama MORPH Team bisa memberikan yang terbaik di gelaran VALORANT Pacific Open 2020, dan membanggakan Indonesia di skena VALORANT kawasan Asia Pasifik.

Pendapat Beberapa Sosok FPS Indonesia Terhadap Valorant

Pekan lalu, gamers di seluruh dunia dimeriahkan dengan kehadiran salah satu FPS terbaru besutan Riot Games, Valorant. Secara sekilas, Valorant terlihat biasa saja, seperti CS:GO, namun memiliki karakter dengan skill khusus layaknya Overwatch. Namun nama besar Riot Games mungkin bisa dibilang menjadi salah satu daya tarik terhadap game ini. Apalagi saat proses pengembangan, Riot Games juga mempromosikan server 128 tick-rate yang katanya banyak diinginkan oleh pemain game FPS kompetitif lainnya.

Satu pekan berlalu, banyak gamers di Indonesia juga segera mencoba game yang satu ini, tak terkecuali sosok-sosok yang bisa dibilang sudah cukup veteran di komunitas FPS Indonesia. Kira-kira apa pendapat mereka terhadap Valorant? Dalam artikel ini saya menanyakan pendapat tiga sosok, Antonius Wilson (Wooswa), Wibi Irbawanto (8Ken), dan perwakilan pemain Team Scrypt yang merupakan tim Rainbow Six: Siege profesional asal Indonesia. Berikut pendapat mereka:

Antonius Wilson a.k.a Wooswa

“Menurut gue game ini berpotensi untuk jadi besar.” Ucap sosok yang terkenal sebagai seorang shoutcaster CS:GO dan PUBG Mobile. “Tapi gue sendiri nggak mengerti, kenapa orang-orang mengatakan bahwa game ini akan membuat CS:GO mati. Karena menurut gue, ini adalah dua game yang sangat berbeda. CS:GO sudah menjadi game klasik yang sulit untuk dijatuhkan, apalagi kalau sampai mereka jadi merilis CS:GO dengan menggunakan engine Source yang baru. Yang seharusnya khawatir adalah Overwatch, karena gue rasa mereka yang akan kena dampak paling besar jika Valorant berhasil menjadi populer.”

Wooswa sendiri tidak hanya menjadi seorang shoutcaster. Belakangan ia juga sedang rajin melakukan livestream via channel Youtube miliknya, dan memainkan Valorant. Jadi tak heran jika ia sedikit banyak paham dengan seluk beluk Valorant secara gameplay. Maka dari itu saya juga menanyakan pendapat dirinya soal kesiapan Valorant untuk menjadi esports dari segi balancing Agents, Map, dan aspek lainnya.

“Masih butuh waktu bagi game ini untuk menjadi esports. Jelas, penyelenggara event bakalan sangat senang dengan game ini, karena spesifikasi hardware yang dibutuhkan relatif ringan dan mudah sekali untuk membuat custom room. Dibanding dengan CS:GO, yang secara spesifikasi lumayan berat, terutama untuk kebutuhan esports, dan juga kerumitan teknis jika ingin membuat turnamen.” Ucapnya membahas kesiapan Valorant menjadi esports dari segi teknis.

“Tapi, masih ada beberapa hero yang harus di-nerf atau buff, beberapa titik map harus di-revamp, beberapa hal dari sistem ekonomi juga harus ada yang dimodifikasi lagi. Kenapa? Karena masa iya elo bisa melihat informasi ekonomi musuh dari scoreboard? Gue rasa itu terlalu mudah, dan mengurangi tingkat kompetitif dari game ini.” tukas Wilson membahas soal kesiapan Valorant untuk esports dari sudut pandang balancing Map dan Agents.

Rixx dan Tolji dari Team Scrypt

Pembaca setia Hybrid mungkin tak asing lagi dengan nama Team Scrypt. Merupakan salah satu tim Indonesia yang bertanding di R6S: ESL Pro League musim lalu, mereka ternyata juga tidak kelewatan mencoba Valorant. Untuk membahas FPS terbaru dari Riot Games ini, Team Scrypt diwakili oleh Richard Nixon Latief (Nixx) dan Reinaldo Gilbert (Tolji).

Gamenya seru, membawa gue ke nostalgia main Counter-Strike, tapi tentu dengan mempelajari ulang mekanik game dan juga mapnya.” Ucap Rixx. “Seru bakal jadi the next CS:GO tapi fast pace.” Tolji menambahkan.

Sumber: Dokumentasi Pribadi Wibi
Rixx (kiri) dan Tolji (kanan) pemain profesional Rainbow Six: Siege dari Team Scrypt yang ternyata juga turut mencicipi Valorant. Sumber: Dokumentasi Pribadi Wibi

Lebih lanjut, Rixx dan Tolji lalu membahas soal kesiapan Valorant untuk jadi esports. Tolji dengan cukup jelas membahas soal balancing Valorant yang masih harus sedikit di-tweak agar jadi lebih baik. “Menurut gue map Bind itu terlalu susah untuk sisi defender. Alasannya adalah karena opsi rotasi dari B ke A cuma 2, yaitu flank atau lewat Defender Side.” ucap Tolji. “Kalau dari sisi Agents, sejauh ini sudah cukup balance. Cuma kayanya Agents entry (Duelist) agak terlalu banyak.” lanjut Tolji.

Pendapat Rixx soal kesiapan Valorant untuk esports cukup senada dengan Wilson, yaitu soal kehadiran custom map. Selain itu Rixx juga menambahkan “Walau terlihat familiar, tapi menurut gue Valorant itu berhasil membedakan dari FPS esports yang lain. Riot berhasil membuat game ini punya pace yang lebih cepat dan membuat para pemainnya harus gesit mengambil keputusan di tengah pertandingan.” ucapnya.

Wibi Irbawanto a.k.a 8Ken

Sumber: Dokumentasi Pribadi Wibi
Wibi Irbawanto (kiri) a.k.a 8Ken yang tak hanya merupakan sosok shoutcaster, tapi juga merupakan salah satu pemain game genre FPS sejak lama. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Seperti Wilson, Wibi juga adalah seorang shoutcaster yang dulu aktif di skena CS:GO dan sempat menjadi shoutcaster untuk PUBG Mobile Pro League Indonesia Season 1. Sepekan mencoba Valorant, Wibi memberikan pendapatnya yang komperhensif terhadap FPS besutan Riot Games yang satu ini.

Wibi membuka pembahasan terhadap Valorant dari sisi potensi game ini di dalam pasar game FPS yang sudah ada saat ini. “Menurut saya, game ini dibuat untuk menyentuh pasar yang menarik. Valorant dirancang untuk beberapa segmentasi pasar sekaligus, dan salah satu pasar terbesar dari game ini justru adalah orang-orang yang punya sedikit atau bahkan tidak punya pengalaman game FPS sama sekali.” ucap Wibi.

“Untuk itu saya setuju dengan apa yang sempat dikatakan Shroud dalam salah satu sesi streaming yang ia lakukan, bahwa Valorant punya skill-cap yang lebih rendah daripada CS:GO, karena memang game ini dirancang tidak serumit CS:GO. Namun di waktu bersamaan Shroud juga bilang bahwa game ini sangat menyenangkan. Saya juga sangat setuju dengan pendapat tersebut, karena gimmick berupa skill yang berbeda-beda dari masing-masing Agent membuat Valorant jadi lebih berwarna.”

Selain itu, Wibi juga menambahkan bahwa Valorant menyentuh satu titik tengah di dalam persaingan game FPS dengan menyajikan berisikan fitur-fitur terbaik dari FPS lainnya. “Dia punya elemen R6S lewat mekanik Agent, gameplay tactical-shooter ala CS:GO, dan ditambah dengan personalita serta skill masing-masing Agents Valorant yang vibrant ala Overwatch, membuat game ini jadi punya daya tarik sendiri. Walau belum sempurna, tetapi Valorant mengambil aspek terbaik dari FPS yang sudah ada, mengurangi yang buruk, dan menjadikannya suatu game tersendiri.”

Wibi juga menambahkan soal alasan kenapa Valorant punya potensi populer yang sangat besar, yaitu karena Free to Play. Jika Anda belum tahu atau mungkin baru sadar, hampir kebanyakan game FPS kompetitif yang sudah ada itu berbayar. Overwatch kini dibanderol seharga US$19.99, CS:GO dulu dibanderol seharga Rp215.999, dan Rainbow Six: Siege dibanderol seharga Rp229.000.

Lalu membahas soal esports, Wibi juga punya pendapat yang serupa dengan dua sosok sebelumnya, yaitu penyediaan custom-room yang membuat game ini satu langkah lebih jauh dibanding dengan FPS kompetitif lainnya.

“Dulu Overwatch punya isu IP clash saat ingin bergabung dalam custom-lobby, begitupun dengan Year 1 R6S, apalagi CS:GO yang memaksa penyelenggara turnamen untuk menyewa server sendiri dalam menjalankan custom-lobby. Apex Legends dan Fortnite apalagi, padahal dua game tersebut sempat populer di Indonesia, tapi gara-gara sulit membuat custom-room, game ini jadi meredup. Jadi ini sebenarnya adalah kabar baik untuk para event organizer di Indonesia! Membuat turnamen jadi lebih mudah.”

Dari pembahasan soal custom-room, Wibi lalu melanjutkan pembahasan dari segi balancing. Soal map, satu yang ia keluhkan sebenarnya adalah variasinya yang masih terlalu sedikit. Namun, satu hal yang membuat kemungkinan Valorant semakin besar untuk jadi esports lagi-lagi adalah karena mereka membuat Valorant familiar bagi pemain lama di FPS, lewat sistem 3-way lane yang mereka sajikan. “Memang sistem tersebut pun juga mereka hadirkan dengan beberapa gimmick, seperti map Bind yang punya teleporter dari A ke B dan sebaliknya, atau map Haven yang punya 3 bombsite.”

Lalu soal Agents, Wibi menganggap bahwa Riot Games memang perlu melakukan balancing lebih lanjut terhadap karakter yang ada. “Ini cukup wajar, karena selama open-beta, mereka masih fokus dalam urusan stabilitas server.” ucapnya. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sedikit banyak meta Valorant sudah terbentuk, yang mana belum bisa dibilang sepenuhnya seimbang.

“Kita sudah bisa melihat bagaimana Sage jadi Agent wajib di game ini karena bisa menghidupkan Agent lain. Sementara itu, di waktu bersamaan ada juga Agent seperti Jett, yang sebenarnya adalah salah satu poster girl bagi Valorant, namun perannya di dalam pertandingan cenderung insignifikan jika dibanding Agent lain.

Sedikit menanggapi dari pendapat sosok-sosok di atas, saya sendiri kuran lebih banyak setuju dengan pendapat mereka. Dan menurut saya, yang membuat Valorant terasa lebih khas adalah kehadiran sosok-sosok Agents. Hal tersebut membuat game tactical FPS kompetitif yang cenderung kaku, jadi lebih segar dengan sajian personalita masing-masing Agents yang datang dari latar budaya yang berbeda-beda.

Jadi bagaimana dengan Anda? Sudah mencicipi Valorant? Bagaimana pendapat Anda akan game ini?