Klinik Pintar Tutup Pendanaan Seri A1 Rp78 Miliar Dipimpin Altara Ventures

Startup healthtech Klinik Pintar menutup putaran pendanaan seri A1 senilai $5 juta (sekitar Rp78 miliar) dipimpin oleh Altara Ventures, serta partisipasi dari Golden Gate Ventures, Venturra, Skystar Ventures, dan investor strategis asal Jepang di bidang healthcare IT Infocom.

“Dengan pendanaan ini, kami akan mengembangkan produk baru untuk meningkatkan layanan bagi klinik dan jaringan mitra. Kami memilih Altara Ventures untuk memimpin putaran ini dan bergabung dalam jajaran eksekutif kami karena keahlian mereka pada investasi di sektor kesehatan. Ini melengkapi jajaran investor dan keahlian operasional kami yang sudah ada,” tutur Co-Founder & CEO Klinik Pintar Harya Bimo.

Klinik Pintar mengembangkan solusi untuk membantu pemilik klinik dalam mendigitalkan proses bisnis dan layanan sehingga dapat terintegrasi dan terhubung dengan ekosistem kesehatan lain. Untuk klinik yang dimilikinya, layanan Klinik Pintar mencakup konsultasi dokter, obat-obatan, laboratorium, hingga vaksinasi yang dapat diakses secara offline dan online.

Per November 2023, Klinik Pintar mengoperasikan 22 klinik, dan jaringan 1.500 mitra klinik di seluruh Indonesia yang telah menggunakan solusinya. Klaimnya, teknologi Klinik Pintar telah digunakan 5% dari total klinik yang ada di Indonesia, atau setara peningkatan lebih dari tiga kali lipat sejak awal 2023.

CEO Infocom Yoichiro Hamazaki mengatakan, “Kami bermitra dengan Klinik Pintar untuk berkontribusi lebih lanjut terhadap peningkatan layanan kesehatan Indonesia. Platform mereka memungkinkan fasilitas kesehatan setempat untuk dapat mengelola operasi dan keselamatan pasien lebih baik. Dengan kerja sama ini, kami dapat mengintegrasikan solusi yang dapat mendukung keputusan klinis kami ke platform Klinik Pintar.”

Meningkatkan skala operasi

Dalam keterangan resminya, Klinik Pintar mengungkap sedang menyiapkan klinik spesialis neurologi kedua di Jabodetabek pada tahun ini. “Kami akan memperluas jangkauan jaringan dan penawaran produk, juga memulai masuk ke segmen korporasi dengan membangun lebih dari sepuluh klinik on-site bersama produsen otomotif terkemuka di Indonesia.”

Klinik Pintar mengembangkan Aplikasi Klinik Pintar (AKP) yang terhubung dengan platform Satu Sehat milik Kementerian Kesehatan, BPJS, dan jaringan asuransi swasta. Aplikasi ini disebut membantu para klinik untuk mematuhi aturan terbaru pemerintah terkait kewajiban integrasi dengan Satu Sehat.

AKP menawarkan sistem pengadaan untuk pemesanan obat, bahan habis pakai, dan peralatan medis yang terintegrasi dengan sistem inventaris klinik. Fitur ini dapat membantu klinik mencapai margin operasi yang lebih berkelanjutan.

Maka itu, digitalisasi klinik dipilih sebagai pendekatan utama Klinik Pintar usai pivot pada 2020. Menurut Bimo saat itu, klinik lebih menyentuh segmen akar rumput mengingat jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan rumah sakit (RS) di Indonesia. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, Indonesia memiliki sebanyak 176.110 jumlah dokter. Namun, angka tersebut belum memenuhi standar ideal WHO yang mematok rasio 1 dokter per 1.000 penduduk. Rasio dokter di Indonesia baru 0,63 dokter per 1.000 penduduk. Di Singapura, rasio dokternya berada di level 2,5, dan 1-1,5 dokter untuk rasio dokter di negara-negara berkembang lainnya.

Startup Logistik Fr8Labs Tutup Pendanaan Awal 23 Miliar Rupiah

Startup logistik berbasis di Indonesia dan Singapura, Fr8Labs, menutup putaran pendanaan awal sebesar $1,5 juta (sekitar 23 miliar Rupiah) dari East Ventures, FEBE Ventures, Kaya Founders, Mulia Sky Capital, Seedstars International Ventures, Venturra, dan sejumlah angel investor.

Fr8Labs adalah penyedia jasa freight forwarding (pengangkutan barang/muatan) berbasis AI dengan cakupan di Asia Tenggara. Pendanaan ini akan digunakan untuk mendukung pengembangan produk dan ekspansi pasar Fr8Labs.

“Dukungan ini memungkinkan kami meningkatkan solusi teknologi logistik sehingga dapat memberikan nilai tambah di sepanjang rantai nilai. Solusi kami dirancang khusus dan inovatif agar pelaku bisnis menjadi lebih efisien dan kompetitif. Kami sangat antusias untuk merevolusi cara para freight forwarder beroperasi,” ujar Co-Founder & CEO Fr8Labs Glenn Lai.

Fr8Labs didirikan pada awal 2022 oleh Glenn Lai (eks COO Bizzy Indonesia) dan Felix Lu. Dengan latar belakang keluarga di freight forwarder, Lai menyadari adanya kesenjangan antara perkembangan industri kargo di Asia dengan di AS yang relatif telah terdigitalisasi.

Pasar logistik Asia Tenggara bernilai $389 miliar pada 2022 dengan CAGR 11.8% dalam 5 tahun ke depan berdasarkan studi OECD. Saat ini, Fr8Labs sudah beroperasi dengan pelanggan berbayar di Singapura, Malaysia, Indonesia, Taiwan, dan Australia.

“Penerapan teknologi sangat penting dalam industri logistik karena dapat meningkatkan efisiensi biaya dan produktivitas. Pelaku industri juga masih menghadapi tantangan mengembangkan logistik digital. Solusi teknologi inovatif Fr8Labs hadir untuk mengatasi tantangan yang dihadapi freight forwarder di Asia Tenggara,” kata Managing Partner East Ventures Roderick Purwana.

Digitalisasi jasa muatan

Disampaikan dalam keterangan resminya, freight forwarder punya peran penting dalam memfasilitasi perdagangan global. Menurut laporan DHL, perdagangan intra-Asia menyumbang terbesar dengan 30% dari total volume perdagangan TEU (unit ekuivalen dua puluh kaki) di dunia, dan dua kali lipat ukuran pasar AS. Namun, jasa ini masih beroperasi secara tradisional dan terfragmentasi,.

Adapun, kebanyakan pelaku freight forwarder internasional berskala besar telah terhubung secara digital demi meningkatkan efisiensi hingga ketahanan, yang disebut sebagai faktor penting menghadapi tantangan dan peluang abad ke-21.

Namun, situasi ini berbeda dengan pasar Asia yang didominasi oleh bisnis skala kecil dan menengah (UKM) di mana terdapat kesenjangan teknologi. Selain itu, proses backend secara offline mengakibatkan terjadinya banyak redudansi dan pengeluaran biaya yang dapat dihindari, misalnya denda demurrage. 

Fr8Labs mengembangkan berbagai solusi untuk freight forwarder di Asia, termasuk sistem operasional (OS) berbasis cloud dan bot asisten sebagai co-pilot AI. Solusi ini memungkinkan mereka mendigitalisasi industri kargo dengan menyederhanakan operasi.

Platform Fr8Labs juga memungkinkan pengiriman dan alur kerja secara otomatis, menghasilkan berbagai dokumen lengkap dalam satu langkah, dan mengurangi kesalahan manusia yang dapat menyebabkan keterlambatan seperti kesalahan dalam pengajuan ke pabean.

Fr8Labs akan memperluas pengalaman layanan dengan menawarkan beberapa produk pendukung yang relevan, seperti WMS, perdagangan FX, pembiayaan, asuransi kargo, visibilitas dan manajemen tarif, dan marketplace. Seluruhnya terintegrasi dalam satu platform agar dapat menawarkan pengalaman terpadu dalam satu interface.

MPC Jadi Identitas Baru PT Multipolar, Pertajam Fokus Investasi ke Industri Digital

PT Multipolar Tbk (MLPL), perusahaan yang memiliki fokus investasi pada sektor teknologi, ritel, finansial, serta digital milik Grup Lippo mengumumkan identitas barunya “MPC” serta transformasi strategi perusahaan untuk pertajam fokus ke ekonomi digital. Proses transformasi ini juga merupakan bentuk peningkatan komitmen perusahaan dalam mendukung dan mempercepat pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

Menurut laporan “e-Conomy SEA 2021” yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Co, nilai ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mencapai $70 miliar di tahun 2021. Laporan yang sama juga memprediksi ekonomi digital Indonesia akan terus tumbuh hingga mencapai nilai $330 milar pada tahun 2030, menjadikan Indonesia salah satu pusat ekonomi digital terbesar di dunia.

Adrian Suherman selaku Group CEO MPC mengungkapkan bahwa transformasi ke sektor teknologi sebenarnya telah dimulai perusahaan sejak tahun 2015 melalui investasi strategis di berbagai startup teknologi seperti OVO, Sociolla, dan Ruangguru melalui berbagai tahap pendanaan, baik secara langsung maupun melalui Venturra, salah satu perusahaan portofolio MPC.

Selama beberapa tahun terakhir Multipolar telah berinvestasi dan menjalankan portofolio bisnis digital di Indonesia dan Asia Tenggara melalui Venturra Capital. Salah satu portfolio mereka adalah Carro, marketplace mobil bekas yang pada tahun ini resmi mendapatkan status unicorn — Venturra memimpin pendanaan Seri A mereka. Hingga saat ini, MPC telah berinvestasi pada lebih dari 50 perusahaan teknologi di Indonesia.

“Transformasi MPC juga semakin mempertegas kepercayaan dan komitmen perusahaan untuk dapat merangkul lebih banyak startup lokal maupun regional yang memiliki kapasitas untuk memberdayakan dan membawa manfaat nyata bagi lebih banyak masyarakat Indonesia,” tambah Adrian.

Strategi dan target investasi

Dalam konferensi yang diadakan secara virtual, Adrian turut menjabarkan empat pilar utama yang digunakan perusahaan untuk mewujudkan visi perusahaan dalam memberdayakan lebih banyak perusahaan teknologi masa depan.

Pertama, perusahaan akan tetap fokus pada pendanaan startup tahap awal serta tahap lanjut. Dalam beberapa tahun ke depan, pasar modal Indonesia diprediksi akan didominasi oleh perusahaan teknologi. “Kami juga akan berpartisipasi dalam pra-IPO dan IPO market oleh perusahaan teknologi Indonesia,” tambahnya.

Selain itu, perusahaan juga berada di jalur yang tepat untuk membantu digitalisasi perusahaan-perusahaan portfolio, serta meningkatkan peran sebagai mitra lokal pilihan bagi perusahaan teknologi berskala global. Dalam kesempatan ini, MPC turut mengumumkan dua joint venture dengan dua perusahaan global ternama.

Bersama Ping An, menghadirkan layanan p2p lending Ringan yang menyediakan pinjaman dana cepat (cash loan). Lalu bersama Luno memperkenalkan platform transaksi aset kripto bagi masyarakat Indonesia.

Memasuki penghujung tahun 2021, MPC turut membagikan rencana investasi perusahaan ke depannya. Perseroan seperti diketahui tengah menggenjot investasi baru di area futuristik. Dengan berbagai macam sektor yang berpotensi besar untuk tumbuh di tahun 2022, perusahaan mengarahkan fokus pada empat sektor utama, yaitu retail, teknologi, kesehatan dan digital bank.

Dalam mengevaluasi, membangun, mengembangkan, dan mendanai berbagai perusahaan yang bergerak di bidang teknologi, MPC juga ditopang oleh dewan direksi berpengalaman luas. Selain Adrian Suherman, turut berperan beberapa nama yang tidak asing di dunia investasi seperti Rudy Ramawy, Fendi Santoso, Jerry Goei, dan Agus Arismunandar yang sebelumnya menjabat berbagai posisi kepemimpinan di perusahaan seperti Google Indonesia, Northstar Group, A.T. Kearney, OVO, dan Accenture.

Sebagai entitas yang juga telah terdaftar di bursa IDX, Multipolar dikenal memiliki lima kategori bisnis. Pertama, ritel konsumen yang terdiri dari PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), Timezone, Books & Beyond. Kedua, telekomunikasi terdiri dari PT Link Net Tbk (LINK), PT First Media Tbk (KBLV), PT Graha Teknologi Nusantara (GTN).

Ketiga, jasa keuangan terdiri dari PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU), Ciptadana, dan Sharestar Indonesia. Keempat, media, digital, dan teknologi terdiri dari PT Multipolar Technology Tbk (MLPT), VisioNet, Berita Satu Media Holdings, MBiz, Venturra, dDV, dan OVO. Kelima, industri terdiri dari Champion, PT Walsin Lippo Industries, dan NPI Mall Management.

Venturra Discovery Kembali Berikan Pendanaan untuk Startup Asal Vietnam

Unit modal ventura yang terafiliasi Lippo Group, Venturra Discovery, kembali memberikan pendanaan untuk startup di Vietnam. Kali ini mereka terlibat dalam pendanaan awal ke pengembang platform edtech setempat Marathon Education. Putaran tahap awal tersebut bernilai $1,5 juta dipimpin Forge Ventures (dana kelolaan Alto Partners), didukung juga oleh iSeed SEA.

Didirikan sejak 6 minggu yang lalu, Marathon Education menyajikan kanal pembelajaran kursus (after-school education) untuk siswa kelas 6 s/d 12. Saat ini fokusnya masih seputar materi matematika dan sains, mengikuti standar kurikulum kementerian pendidikan di sana.

Sebelumnya pada Juni 2021 lalu, Venturra Discovery juga terlibat dalam investasi Infina, sebuah startup pengembang aplikasi investasi asal Vietnam. Dan juga startup social commerce di sana bernama Mio pada Mei 2021.

“Misi kami sejak awal adalah empowering entrepreneur di Asia Tengara. Dan saat ini menjadi waktu yang tepat bagi kami secara agresif untuk berinvestasi di Vietnam dan juga di Indonesia. Sampai waktu 2-3 tahun ke depan, kami masih memiliki cukup fund untuk berinvestasi,” terang Partner Venturra Discovery Raditya Pramana dalam sebuah kesempatan wawancara bersama DailySocial.id.

Ia turut menyampaikan, tahun ini perusahaannya punya target berinvestasi ke 10 startup di Vietnam dan Indonesia. Di Vietnam, Venturra juga telah memiliki tim yang bertugas mengeksplorasi dan melakukan penjajakan investasi.

Sebenarnya, selain kedua negara tersebut, Venturra Discovery juga sudah masuk ke pasar Filipina. Awal tahun ini mereka terlibat ke pendanaan Podcast Network Asia.

Ekosistem di Vietnam

Menurut laporan tahunan Global Startup Ecosystem Report (GSER) yang dipublikasi Startup Genome, Jakarta menempati urutan kedua dari 100 kota di seluruh dunia dalam daftar emerging startup ecosystem. Peringkat Jakarta tertinggi dibandingkan negara tetangga lainnya di Asia Tenggara, seperti Kuala Lumpur (11), Manila (urutan 31-40), Bangkok (51-60), dan Ho Chi Minh City (71-80).

Kendati masih di bawah beberapa kota lainnya, ekosistem di Ho Chi Minh City, Vietnam terpantau terus meningkat secara performa nilai ekonomi, pendanaan, dan talenta terkait startup digital. Untuk menangkap momentum tersebut, sejumlah pemodal ventura juga telah hadir di sana, termasuk East Ventures dan Patamar Capital.

Pangsa pasar digital yang mulai terbentuk juga mendorong startup di Asia Tenggara lainnya untuk masuk ke sana, termasuk dari Indonesia, yakni Gojek, Traveloka, dan Ruangguru.

Sementara itu menurut laporan e-Conomy SEA 2020, GMV yang dihasilkan oleh pasar Vietnam menempati peringkat ke-3 setelah Indonesia dan Thailand. Tahun 2020 nilai GMV yang dihasilkan dari ekosistem digital setempat sudah mencapai $14 miliar dan diproyeksikan bertumbuh jadi $52 miliar di tahun 2025.

Sektor e-commerce memberikan sumbangsih terbesar, diikuti online media, travel, dan transportasi. Investasi ke startup juga terus mengalami pertumbuhan, bahkan sangat pesat di periode tahun 2019 dan 2020. Sebelumnya pada tahun 2018, nilai investasi yang dibukukan mencapai $351, lalu tahun berikutnya meningkat lebih dari 2x lipat mencapai $935 miliar.

[VIDEO] Startup Sukses 101: Do’s dan Don’ts Saat Menggalang Dana

Metode paling umum yang dilakukan startup untuk memperoleh pendanaan baru adalah menggalangnya ke venture capital atau investor-investor eksternal yang memahami bisnis mereka.

Di video kali ini, DailySocial bersama Raditya Pramana dari Venturra Discovery membagikan tips do’s and don’ts bagi para startup agar fundraising mereka bisa berhasil.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

Venturra Discovery Tambah Portofolio di Luar Indonesia

Besarnya potensi yang ditawarkan oleh berbagai startup di Vietnam, menjadi alasan utama mengapa Venturra Discovery kemudian kembali untuk memberikan pendanaan. Setelah sebelumnya startup social commerce Mio, kali ini mereka kembali terlibat dalam pendanaan startup lain asal Vietnam, Infina.

Diluncurkan pada Januari 2021, Infina adalah aplikasi investasi digital, mereka menyebut dirinya sebagai “Rohinhood of Vietnam”. Sama seperti aplikasi Ajaib atau Bibit di Indonesia, platform tersebut menargetkan kalangan investor ritel atau dari masyarakat umum.

“Ada banyak kesamaan antara Vietnam dan Indonesia. Kami tertarik untuk menjelajahi lebih jauh lagi semua peluang yang ada di Vietnam,” kata Partner Venturra Discovery Raditya Pramana kepada DailySocial.

Selain Mio dan Infina, secara keseluruhan untuk negara Vietnam, pemodal ventura yang terafiliasi dengan Lippo Group tersebut telah memiliki empat portofolio, termasuk Med247 yang merupakan platform healthtech dan Vui App platform fintech.

Fokus ke startup Asia Tenggara

Selain Vietnam, sepanjang tahun 2018 hingga 2021, Venturra Discovery juga telah berinvestasi kepada Antler dan Cove yang merupakan startup asal Singapura. Antler merupakan venture builder untuk startup; sementara Cove adalah marketplace sewa rumah yang menghubungkan pemilik properti dengan penyewa untuk menawarkan kamar yang terjangkau.

Negara lain yang juga diincar oleh Venturra Discovery adalah Filipina. Awal tahun 2021 lalu mereka memberikan pendanaan tahap awal kepada Podcast Network Asia (PNA) senilai $750 ribu. Dipilihnya Filipina oleh Venturra Discovery untuk berinvestasi adalah, negara yang memiliki banyak keunikannya. Tidak cuma jumlah penduduknya banyak, secara demografi penduduknya relatif muda, buying power juga semakin meningkat.

Podcast saat ini masih dalam tahap awal di Asia Tenggara. Saat kita melihat podcast dengan tangga lagu teratas, sebagian besar diluncurkan dalam satu tahun terakhir. Industri ini memiliki momentum yang kuat, karena platform streaming audio menggandakan segmen ini. Kami yakin kami dapat memberdayakan para kreator untuk meningkatkan dan mengomersialkan konten mereka melalui analisis data dan dukungan produksi,” kata Raditya.

Venturra Discovery Rencanakan 10 Investasi ke Startup Vietnam dan Indonesia Tahun 2021

Setelah resmi mengumumkan keterlibatan mereka dalam pendanaan Mio yang merupakan startup social commerce asal Vietnam, tahun ini Venturra Discovery berencana untuk menambah kuota untuk startup Vietnam dan Indonesia hingga 10 investasi.

Kepada DailySocial, Partner Venturra Discovery Raditya Pramana mengungkapkan, meskipun memiliki tim dan berlokasi di Indonesia, selama ini perusahaannya memiliki fokus kepada startup asal Asia Tengara. Setelah melihat potensi yang ada, Vietnam menjadi negara incaran mereka setelah Indonesia.

“Ada banyak kesamaan antara Vietnam dan Indonesia. Kami tertarik untuk menjelajahi lebih jauh lagi semua peluang yang ada di Vietnam. Setelah Mio, kami berencana untuk memberikan investasi kepada startup di Vietnam kembali dalam waktu dekat.”

Baru-baru ini Venturra Discovery bersama dengan Golden Gate Ventures terlibat dalam pendanaan awal senilai $1 juta kepada Mio. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini adalah, iSeed SEA, DoorDash executive Gokul Rajaram dan Vidit Aatrey dan Sanjeev Barnwal, co-founders of Indian social commerce unicorn Meesho.

“Kami melihat online retail khususnya social commerce memiliki potensi yang besar ke depannya. Dengan alasan itulah Venturra Discovery tertarik untuk berinvestasi kepada Mio. Selain itu kami juga melihat para pendiri Mio memiliki kepribadian yang kuat,” kata Raditya.

Saat ini Venturra Discovery telah memiliki 4 portofolio asal Vietnam yang memiliki kategori industri yang beragam. Bukan hanya social commerce namun juga fintech dan healthcare. Venturra Discovery juga masih berfokus kepada pendanaan tahap awal hingga pra-seri A. Di Filipina, Venturra Discovery telah berinvestasi kepada Podcast Network Asia (PNA).

Dorong VC berinvestasi

Pandemi masih menyimpan kekhawatiran terhadap potensinya lock down berikutnya, setelah melihat apa yang terjadi di India beberapa waktu lalu. Namun menurut Raditya, pandemi menjadi pembuktian sendiri, karena meskipun kondisi sulit banyak startup Indonesia masih mampu menumbuhkan strategi dan inovasi bisnisnya. Pandemi juga telah mendorong akselerasi adopsi digital kepada masyarakat luas.

Untuk itu Raditya mengajak lebih banyak lagi venture capital untuk berinvestasi, dan menjadikan momentum ini waktu yang tepat untuk memberikan pendanaan kepada startup.

“Misi kita sejak awal adalah empowering entrepreneur di Asia Tengara. Dan saat ini menjadi waktu yang tepat bagi kami secara agresif untuk berinvestasi di Vietnam dan juga di Indonesia. Sampai waktu 2-3 tahun ke depan, kami masih memiliki cukup fund untuk berinvestasi,” tutup Raditya.

Venturra Discovery Mulai Jajaki Investasi Startup di Filipina

Setelah akhir tahun lalu Venturra Discovery agresif membidik peluang investasi startup di Vietnam, awal tahun 2021 ini mereka mencoba memperluas lagi jangkau invetasinya. Diawali dengan keterlibatannya dalam pendanaan tahap awal startup asal Filipina, Podcast Network Asia (PNA) senilai $750 ribu.

Kepada DailySocial, Partner Venturra Discovery Raditya Pramana menyebutkan, Filipina adalah negara yang memiliki banyak keunikannya. Tidak cuma jumlah penduduknya banyak, tetapi secara demografi penduduknya relatif muda, buying power juga semakin meningkat.

“Secara kultur, Filipina banyak dipengaruhi dengan budaya Amerika. Konten podcast yang sudah banyak dan berkualitas di Amerika menjadi populer di Filipina dan itulah yang membuat industri podcast di sana bisa berkembang lebih dulu dibanding negara Asia Tenggara lainnya.”

Lebih lanjut Raditya menyebutkan, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi Venturra Discovery untuk masuk ke industri baru ini. Ia mengatakan sangat tertarik dengan industri podcast yang sedang bertumbuh pesat secara global.

Setahun belakangan ini, jumlah kreator podcast dan pendengar di Asia Tenggara melejit jumlahnya, khususnya di Indonesia dan Filipina. Apalagi pada masa Covid-19, semua orang bekerja di rumah, semakin menambah banyaknya jumlah pendengar.

Podcast saat ini masih dalam tahap awal di Asia Tenggara. Saat kita melihat podcast dengan tangga lagu teratas, sebagian besar diluncurkan dalam satu tahun terakhir. Industri ini memiliki momentum yang kuat, karena platform streaming audio menggandakan segmen ini. Kami yakin kami dapat memberdayakan para kreator untuk meningkatkan dan mengkomersialkan konten mereka melalui analisis data dan dukungan produksi,” kata Raditya.

Rencana ekspansi PNA

Para pendiri PNA
Para pendiri PNA

Bukan hanya di Indonesia yang mulai mengalami pertumbuhan jumlah kreator podcast, di Filipina ternyata juga saat ini makin marak platform podcast yang menawarkan konten beragam kepada target pengguna. Selama pandemi, PNA mengklaim mendapati pertumbuhan hingga 93 acara saat ini, dengan 4 acara eksklusif di Spotify.

Perusahaan juga akan memanfaatkan Podmetrics.co, data analitik PNA dan marketplace iklan, untuk melayani dan memberikan peluang monetisasi ke pasar podcast global. Saat ini, terdapat 415 podcast yang menggunakan platform tersebut, namun, dengan peluncuran Podmetrics Marketplace, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah.

Pendanaan ini juga rencananya akan dimanfaatkan oleh PNA untuk melakukan ekspansi di luar Filipina. Negara seperti Indonesia dan Thailand hingga Malaysia kemudian menjadi target perluasan wilayah PNA selanjutnya.

“Kami sangat gembira dengan apa yang dapat dilakukan investasi ini – dengan Filipina sebagai negara dengan pertumbuhan tercepat ke-6 dalam hal jumlah pendengar ditambah pendengar kami sendiri, yang sudah mencapai 10 juta. Kami dapat meningkatkan dan melanjutkan momentum yang telah kami bangun di industri podcast di Filipina dan mereplikasinya di seluruh wilayah,” kata Founder & CEO Podcast Network Asia Ron Baetiong.

Gambar Header: Depositphotos.com

Venturra Discovery Eyes for An Investment Opportunity in Vietnam

Venturra Discovery Venture Capital aims for an investment opportunity in Vietnam. As Raditya Pramana, Venturra Discovery’s Partner said, they’ve planned for investment this year.

To date, Venturra Discovery has invested in Medigo, Ekrut, Club Alacarte, and Antler. Raditya said to have plans for three companies that cannot be revealed yet in Vietnam, Singapore, and Jakarta.

He said Vietnam is now facing the phase when Indonesia had its early digital business in 2014. It was marked by the rise of smartphone users. Statista research wrote only 34% of the total population in Vietnam are using smartphones, it’s to increase by 45% in 2023.

“Only a bunch of people wants to invest, and none were able to deploy series A and B type of money. Nowadays, the market is growing, purchasing power is increasing, and local investors are getting active in Vietnam. The most important one, we have positive investor appetite,” he said to DailySocial.

In terms of business, the VC under Lippo Group is still aiming for investment in the consumer tech sector, the marketplace in particular. Raditya said, as the market just growing, Vietnam is yet to show domination in the digital industry with a relatively small business category.

Thus, in selecting its portfolios, the company is to replicate a vertically integrated marketplace strategy once implemented while investing in Indonesian e-commerce.

“We’ll see from the e-commerce horizontal, then identify some categories big enough to be a stand-alone. The category must have two from three criteria, social facilitation and transaction, extremely high margin, and high repurchase rate,” he added.

Targeting healthcare and property tech segment

Was founded in September 2018, the company focused on seed funding to Pre Series A in Southeast Asia. At the launching, Venturra Discovery prepared a $15 million investment targeting 30-40 portfolios.

“Next year, we’re targeting 10 companies. However, we’re more likely to be opportunist for our focus is specific rather than involved in too many portfolios,” he said.

Venturra Discovery, besides the marketplace, also aims for other business categories with a bigger deal in the future, such as healthcare and property tech.

“In terms of B2B business model, it’s not really our focus. The business has to compete with the global vendor. For example, the Software-as-a-service (SaaS) for corporate we’ve found in Indonesia, the product is not ready to compete. We also have a lack of talents,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Venturra Discovery Bidik Peluang Investasi di Vietnam

Pemodal ventura (VC) Venturra Discovery agresif membidik peluang investasi startup di Vietnam. Menurut Partner Venturra Discovery Raditya Pramana, pihaknya telah menjajaki rencana investasi di sana tahun ini.

Hingga saat ini, Venturra Discovery telah menyuntik pendanaan ke Medigo, Ekrut, Club Alacarte, dan Antler. Raditya menyebutkan tengah menjajaki pendanaan tiga perusahaan yang belum dapat disebutkan namanya di Vietnam, Singapura, dan Jakarta.

Ia menilai saat ini Vietnam sedang berada di fase ketika Indonesia mengecap pertumbuhan bisnis digital pada 2014 lalu. Salah satunya ditandai oleh peningkatan pengguna smartphone. Riset Statista mencatat penetrasi smartphone Vietnam di 2018 baru mencapai 34 persen dari total populasi, dan diestimasi naik menjadi 45 persen di 2023.

“Dulu bisa dihitung jumlah yang mau investasi, dan none were able to deploy series A and B type of money. Sekarang pasar mulai berkembang, purchasing power naik, dan investor lokal di Vietnam mulai aktif. Paling penting, investor appetite sangat positif,” tutur Raditya kepada DailySocial.

Dari kategori bisnis, VC di bawah naungan Lippo Group ini masih membidik investasi di sektor consumer tech, terutama di marketplace. Menurut Raditya, selain baru bertumbuh, pasar Vietnam dinilai belum menunjukkan kategori bisnis yang mendominasi industri digital karena masih terbilang kecil.

Untuk itu, dalam memilih portfolio di kategori ini, perusahaan bakal mereplikasi strategi vertically integrated marketplace yang pernah diterapkan saat berinvestasi di e-commerce Indonesia.

“Kami akan lihat dari horizontal e-commerce, lalu mengidentifikasi beberapa kategori yang bakal besar as a stand alone. Kategori ini harus punya dua dari tiga kriteria, yaitu social facilitation and transaction, extremely high margin, dan high repurchase rate,” jelasnya.

Incar segmen healthcare dan property tech

Sejak awal berdiri pada September 2018, perusahaan fokus untuk mengisi kekosongan pendanaan tahap awal hingga Pra-Seri A di Asia Tenggara. Pada saat resmi meluncur, Venturra Discovery menyiapkan investasi sebesar $15 juta dengan target 30-40 portfolio.

“Untuk tahun depan, target investasi kami di sepuluh perusahaan. Tapi kami lebih oportunis saja karena kami lebih memilih fokus pada perusahaan yang kami incar daripada memiliki terlalu banyak portfolio,” ungkap Raditya.

Selain marketplace, Venturra Discovery juga akan mengincar beberapa kategori bisnis lain yang dinilai potensial di masa depan, seperti healthcare dan property tech.

“Untuk model bisnis B2B, kami belum terlalu incar. Bisnis ini harus berkompetisi dengan vendor global. Contoh, vendor Software-as-a-service (SaaS) untuk korporat yang kita temui di Indonesia, produknya belum bisa compete. Kita juga kekurangan talent di bidang itu,” katanya.