PPh Pasal 22 : Tarif, Cara Hitung dan Lapor SPT Masa PPh 22

Dalam mekanisme pungutan pajak penghasilan di Indonesia ada beberapa jenis dan bentuk sepeti PPh pasal 21, PPh pasal 22 PPh pasal 23 dan berbagai macam lainnya. Artikel ini akan membahasa tentang PPh Pasal 22 yang mengatur tentang pajak ang meibatkan transasksi individu.

PPh Pasal 22 adalah salah satu mekanisme yang digunakan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, memastikan kepatuhan wajib pajak, serta untuk mengendalikan dan memonitor transaksi ekonomi dalam negeri.

Pengertian

Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan di Indonesia mengatur tentang pemungutan pajak penghasilan (PPh) atas impor barang tertentu, penyerahan barang kepada pemerintah, dan penyerahan barang dan jasa oleh pengusaha kepada pembeli atau penerima jasa. Dalam beberapa kasus, PPh Pasal 22 juga bisa berlaku untuk transaksi tertentu yang dianggap memiliki potensi penghindaran pajak.

Pemungutan PPh Pasal 22

Impor Barang: PPh Pasal 22 dapat dipungut oleh importir pada saat impor barang. Jadi, kalo kita impor barang dari luar negeri, kita kena potong pajak Pasal 22.

Pembelian Barang oleh Pemerintah: PPh Pasal 22 juga dipungut oleh badan-badan pemerintah pada saat pembelian barang. Kalo kita jualan barang ke pemerintah, juga ada potongan pajak Pasal 22.

Transaksi dalam Negeri: Dalam beberapa kasus, PPh Pasal 22 bisa dipungut dari transaksi penjualan atau penyerahan barang atau jasa dalam negeri. Ini untuk transaksi jual beli atau serah terima barang atau jasa di dalam negeri yang bisa kena potongan Pasal 22, tergantung kondisinya.

Pelaporan dan Penyetoran

Wajib Pajak yang telah memungut PPh Pasal 22 harus melaporkan dan menyetor pajak yang telah dipungut ke Kantor Pajak setempat, dengan mengikuti ketentuan dan tata cara yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

PPh Pasal 22 yang sudah dipungut bisa dihitung sebagai kredit pajak dan dapat dikompensasikan dengan pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak.

Nah, ini tergantung jenis transaksinya dan barang atau jasanya apa. Jadi, lebih baik cek regulasi terbaru atau tanya konsultan pajak untuk detailnya.

Bagi yang sudah potong pajak Pasal 22, uang pajak yang sudah dipotong itu bisa dihitung sebagai kredit pajak. Jadi, bisa buat ngurangin pajak yang lain yang mesti dibayar ke pemerintah.

Intinya, PPh Pasal 22 ini salah satu cara pemerintah buat ngumpulin duit pajak dari berbagai transaksi ekonomi yang ada di Indonesia. Dan selalu baiknya untuk selalu update informasi tentang pajak, karena aturannya bisa aja berubah. Jadi, jangan lupa konsultasikan dengan ahli pajak atau baca aturan terbarunya ya!

Tarif PPh Pasal 22

Tarif PPh Pasal 22 bisa bervariasi, tergantung pada jenis transaksi dan jenis barang atau jasa yang diberikan. Tarif dan ketentuan lebih lanjut dapat dilihat pada peraturan perpajakan yang berlaku.

PPh Pasal 22 memang memiliki beberapa aturan, tarif, dan cara hitung yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai tarif, cara hitung, dan cara melaporkan SPT Masa PPh 22 dengan cara yang lebih sederhana:

Cara Hitung PPh Pasal 22

Biasanya, PPh Pasal 22 dihitung dengan persentase tertentu dari nilai transaksi (harga jual atau penghasilan bruto).

Cari tahu tarif yang berlaku untuk transaksi yang kamu lakukan.

Kalikan tarif pajak dengan nilai transaksi untuk mendapatkan jumlah PPh Pasal 22 yang harus dipungut.

Setelah menghitung PPh Pasal 22, Wajib Pajak harus melaporkannya melalui SPT Masa PPh 22.

SPT Masa PPh 22 biasanya harus dilaporkan setiap bulan atau sesuai periode yang ditentukan oleh peraturan pajak.

Jumlah pajak yang sudah dipungut harus disetor ke rekening kas negara melalui bank persepsi.

Jangan lupa untuk menyimpan bukti potong dan bukti setor pajak sebagai bukti pelaporan dan penyetoran pajak.

Contoh Sederhana:

Misalkan, kamu menjual barang ke pemerintah dengan total penjualan Rp100.000.000 dan tarif PPh Pasal 22 adalah 1,5%.

Misalkan, kamu menjual barang ke pemerintah dengan total penjualan Rp100.000.000 dan tarif PPh Pasal 22 adalah 1,5%.

PPh Pasal 22 yang harus dipungut:

Rp100.000.000×1,5%=Rp1.500.000

Jadi, kamu harus memotong PPh Pasal 22 sebesar Rp1.500.000 dan menyetorkannya ke kantor pajak, serta melaporkannya dalam SPT Masa PPh 22 sesuai dengan jadwal pelaporan yang berlaku.

Jadi, kamu harus memotong PPh Pasal 22 sebesar Rp1.500.000 dan menyetorkannya ke kantor pajak, serta melaporkannya dalam SPT Masa PPh 22 sesuai dengan jadwal pelaporan yang berlaku.

Informasi di atas adalah gambaran umum, untuk detail lebih lanjut dan informasi terbaru, disarankan untuk mengkonsultasikan dengan konsultan pajak atau mengacu kepada regulasi perpajakan terkini dari Direktorat Jenderal Pajak Indonesia, karena regulasi pajak bisa berubah sesuai dengan kebijakan pemerintah yang berlaku.

Apa itu Pajak? Pengertian, Jenis, Fungsi dan Contohnya

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, tanpa mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara.

Pajak itu ibarat uang kas negara yang dikumpulkan dari rakyat. Jadi, pajak itu uang yang harus dibayar oleh orang-orang dan perusahaan kepada pemerintah. Nanti, uang pajak itu dipakai oleh pemerintah untuk membangun jalan, sekolah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas lainnya untuk kebaikan kita semua.

Pengertian Pajak

Pajak merupakan kontribusi wajib yang harus dibayarkan oleh masyarakat kepada negara, yang nantinya akan digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Pajak di Indonesia memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dalam pembangunan dan pengoperasian negara. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang harus dibayarkan oleh warga negara baik perorangan maupun badan usaha, dan digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Ada beberapa jenis pajak di Indonesia, antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PPh adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan perseorangan, badan, dan warisan yang belum terbagi, PPN dikenakan terhadap penyerahan barang jadi dan jasa, sedangkan PBB dikenakan terhadap kepemilikan atau penguasaan bumi dan/atau bangunan.

Pengenaan, penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak semuanya diatur dalam undang-undang ini. Sementara itu, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis pajak seperti PPh, PPN, dan PBB juga diatur dalam undang-undang tersendiri. Dalam pelaksanaannya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertanggung jawab untuk mengumpulkan pajak dan mengawasi kepatuhan wajib pajak terhadap ketentuan pajak yang berlaku.

Semua orang dan perusahaan yang memenuhi syarat harus bayar pajak. Syaratnya bisa berbeda-beda, tergantung jenis pajaknya. Jadi, penting untuk kita tahu dan paham tentang pajak agar kita bisa mematuhi aturan dengan baik dan benar.

Jenis-Jenis Pajak

Ada macam-macam pajak, loh! Ada pajak penghasilan, yaitu pajak yang harus dibayar dari uang yang kita dapatkan, misalnya dari gaji. Lalu ada juga pajak pertambahan nilai yang biasanya sudah termasuk dalam harga barang atau jasa yang kita beli. Ada juga pajak bumi dan bangunan yang harus dibayar oleh orang yang punya tanah atau rumah.

Pajak Langsung: Pajak yang beban ekonominya tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, contohnya Pajak Penghasilan (PPh).

Pajak Tidak Langsung: Pajak yang beban ekonominya dapat dipindahkan kepada orang lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Pajak Pusat: Pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat, contohnya PPh dan PPN.

Pajak Daerah: Pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, contohnya pajak hotel dan pajak restoran.

Pajak Pusat

Pajak Penghasilan (PPh): Pajak yang dikenakan pada penghasilan perseorangan, badan, dan warisan yang belum terbagi.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Pajak yang dikenakan terhadap penyerahan barang jadi dan jasa.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM): Pajak yang dikenakan terhadap barang-barang mewah.

Pajak Daerah

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan atau penguasaan bumi dan/atau bangunan.

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB): Pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan kendaraan bermotor.

Pajak Hotel dan Pajak Restoran: Pajak yang dikenakan atas penerimaan usaha dari penyediaan jasa penginapan dan penyediaan jasa boga.

Fungsi Pajak

Fungsi Anggaran (Budgetair): Sebagai sumber pendapatan negara untuk membiayai belanja negara.

Fungsi Pengaturan (Regulerend): Untuk mengatur perekonomian, seperti mengendalikan inflasi dan mengurangi ketimpangan pendapatan.

Fungsi Distribusi: Untuk mendistribusikan pendapatan dan kekayaan secara lebih merata.

Fungsi Stabilisasi: Untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Karakteristik Pajak

Dipungut Berdasarkan Undang-Undang (Legalitas): Pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Memaksa (Dwang): Wajib bayar dengan sanksi tertentu bagi yang tidak mematuhi.

Tidak Mendapatkan Imbalan Langsung: Wajib pajak tidak mendapatkan jasa atau barang tertentu sebagai imbalan langsung dari pembayaran pajak.

Untuk Kepentingan Umum: Hasil pungutan pajak digunakan untuk membiayai kebutuhan dan kepentingan umum.

Dalam praktiknya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bagian dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia bertanggung jawab untuk mengumpulkan pajak-pajak tersebut dan mengawasi penerapan serta kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan yang ada.

Semua Wajib Pajak, baik perorangan maupun badan, wajib mematuhi ketentuan perpajakan yang diatur dalam undang-undang dan peraturan tersebut dan melakukan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sementara itu, pemerintah memiliki kewajiban untuk menggunakan penerimaan pajak tersebut untuk keperluan negara dan kesejahteraan masyarakat.

Di samping itu, terdapat juga pajak daerah seperti pajak hotel dan pajak restoran yang dikenakan atas penerimaan usaha dari penyediaan jasa penginapan dan penyediaan jasa boga. Pengaturan mengenai pajak di Indonesia diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan lainnya. Sebagai contoh, Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah landasan hukum yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan di Indonesia, yang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009.

Manfaat dari Pajak

Manfaat dari pajak sangat luas, mulai dari pendanaan pemerintah, pengurangan ketidaksetaraan, hingga mendorong perilaku positif. Pajak juga memberikan pemerintah sarana untuk mempengaruhi tingkat konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya dapat berdampak pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi negara. Dengan pemahaman ini, diharapkan masyarakat dapat mengapresiasi peranan pajak dalam membantu pencapaian kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Pendanaan Pemerintah: Pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah untuk membiayai kegiatan dan proyek-proyek pembangunan.

Pengurangan Ketidaksetaraan: Melalui sistem pajak progresif, pajak dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan dengan menarik kontribusi yang lebih besar dari mereka yang memiliki kemampuan membayar yang lebih tinggi.

Mendorong Perilaku Positif: Pajak dapat dirancang untuk mendorong atau menghambat perilaku tertentu, misalnya pajak rokok untuk mengurangi konsumsi tembakau.

Stabilitas Ekonomi dan Pertumbuhan: Pajak memberikan pemerintah sarana untuk mempengaruhi tingkat konsumsi dan investasi, yang dapat berdampak pada stabilitas ekonomi dan pertumbuhan.

Contoh Pemakaian Pajak

Pembangunan Infrastruktur: Pajak digunakan untuk membangun jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya.

Pelayanan Kesehatan: Pajak digunakan untuk pembiayaan fasilitas dan pelayanan kesehatan publik.

Pendidikan: Pajak digunakan untuk membiayai pendidikan, dari tingkat dasar hingga tinggi.

Pembangunan Sosial dan Ekonomi: Pajak digunakan untuk berbagai program pembangunan sosial dan ekonomi, termasuk bantuan sosial dan program pengentasan kemiskinan.

Dengan memahami berbagai jenis dan manfaat pajak ini, masyarakat dapat lebih mengapresiasi peranan pajak dalam membiayai pembangunan dan kesejahteraan sosial.

Undang-Undang tentang Pajak

Di Indonesia, ketentuan perpajakan diatur dalam beberapa Undang-Undang (UU) dan peraturan perundang-undangan lainnya. Berikut adalah beberapa Undang-Undang dan peraturan yang mengatur tentang pajak di Indonesia:

Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP):

Diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009.

Mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang meliputi pengenaan, penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh):

Diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008.

Mengatur tentang objek, subjek, tarif, dan tata cara penghitungan Pajak Penghasilan.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM):

Diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.

Mengatur mengenai ketentuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:

Mengatur tentang jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah serta tata cara pengenaannya.

Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB):

Mengatur mengenai objek, subjek, dan tarif Pajak Bumi dan Bangunan.

Di samping undang-undang, terdapat juga berbagai Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PERDJ), dan peraturan lainnya yang mengatur mengenai aspek-aspek tertentu dalam pelaksanaan ketentuan pajak, seperti tarif pajak, penghitungan pajak, dan tata cara pelaporan.

Pajak itu penting karena dengan pajak, pemerintah bisa membiayai kebutuhan rakyat dan membangun negara. Tanpa pajak, pemerintah akan kesulitan membiayai berbagai kebutuhan kita, seperti pendidikan dan kesehatan. Jadi, dengan membayar pajak, kita ikut andil dalam membangun negara dan membantu sesama.

Pajak itu diatur oleh undang-undang dan peraturan-peraturan. Jadi, kita harus mematuhinya. Jika kita tidak bayar pajak, bisa kena sanksi atau denda dari pemerintah. Makanya, ayo kita bayar pajak dengan tepat waktu dan jumlah yang benar!

Surat Tagihan Pajak: Pengertian, Sanksi dan Cara Pelunasannya

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah instrumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau kantor pajak setempat untuk memberitahu Wajib Pajak (WP) tentang jumlah pajak yang masih harus dibayar. Bagi WP yang merasa ada ketidaksesuaian dalam STP atau merasa dirugikan, memiliki hak untuk mengajukan keberatan atau banding ke kantor pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Bayangkan kamu memesan makanan di restoran, lalu kamu mendapat tagihan atas makanan yang kamu pesan. Nah, Surat Tagihan Pajak (STP) itu mirip seperti tagihan makananmu tadi, tapi versinya untuk pajak.

Jadi, kadang-kadang pemerintah ngintip laporan pajakmu dan bilang, “Eh, kayaknya kamu kurang bayar deh!” Nah, dari situlah muncul STP. Ini semacam ‘reminder’ atau pengingat buat kamu supaya segera melunasi pajak yang belum kamu bayar.

Simpelnya, STP itu semacam tagihan resmi dari pemerintah soal pajak yang harus kamu bayar. Jadi, kalau kamu dapat STP, sebaiknya langsung cek dan tuntaskan ya! 

Di Indonesia, ketentuan mengenai surat tagihan pajak bisa ditemukan dalam peraturan perundangan yang mengatur tentang pajak, seperti Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beberapa hal yang diatur dalam UU tersebut termasuk proses penerbitan surat tagihan, hak dan kewajiban wajib pajak, serta proses penyelesaian jika ada sengketa.

Pengertian Surat Tagihan Pajak

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau kantor pajak untuk memberitahukan kepada Wajib Pajak (WP) tentang jumlah pajak yang harus dibayar. STP biasanya dikeluarkan apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak atau ketika terdapat koreksi atas laporan pajak yang telah diajukan oleh WP.

Ketika menerima STP, Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk segera melakukan pembayaran sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam surat tersebut. Jika Wajib Pajak tidak menyetor pajak sesuai dengan STP dalam jangka waktu yang ditentukan, maka bisa dikenakan sanksi berupa denda atau bunga.

Biasanya, sebelum diterbitkannya STP, pihak kantor pajak akan melakukan pemeriksaan atau audit terhadap laporan pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak untuk memastikan akurasi dan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku.

Penting bagi Wajib Pajak untuk memahami isi dari STP dan apabila merasa ada ketidaksesuaian atau kesalahan, bisa mengajukan keberatan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Jika kamu menerima STP, berikut adalah cara melunasinya dan apa yang dapat terjadi jika kamu mengabaikannya:

Cara Melunasi STP

Pembayaran: Pembayaran dapat dilakukan melalui bank persepsi yang telah ditunjuk oleh pemerintah (biasanya bank pemerintah seperti BRI, BNI, Mandiri, dll.). kamu harus mengisi slip setoran pajak dengan detail yang diperlukan dan menunjukkan STP saat melakukan pembayaran.

Bukti Pembayaran: Setelah melakukan pembayaran, kamu akan menerima bukti setor pajak. Simpan dokumen ini sebagai bukti bahwa kamu telah membayar kewajiban pajak kamu.

E-Billing: Pemerintah juga mungkin menawarkan opsi untuk melakukan pembayaran secara elektronik melalui sistem e-billing. kamu perlu mendaftar dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh kantor pajak untuk menggunakan metode ini.

Sanksi Jika Tidak Melunasi STP:

Denda dan Bunga: Jika kamu tidak membayar dalam tenggat waktu yang ditentukan (biasanya 1 bulan setelah diterbitkannya STP), kamu mungkin dikenakan denda dan/atau bunga atas keterlambatan pembayaran.

Tindakan Paksa: Jika WP tetap mengabaikan STP, kantor pajak dapat mengambil tindakan paksa, seperti penyitaan aset atau pemotongan dari rekening bank kamu.

Pencatatan Hitam: Keterlambatan atau kelalaian dalam membayar pajak dapat dicatat oleh kantor pajak dan berakibat pada reputasi kredit kamu atau kemampuan kamu untuk memperoleh fasilitas tertentu dari lembaga keuangan.

Penuntutan: Dalam kasus serius, kantor pajak dapat memulai proses penuntutan di pengadilan pajak.

Secara umum, surat tagihan pajak yang dikeluarkan oleh otoritas pajak setelah dilakukan pemeriksaan atau penilaian atas pelaporan pajak yang diajukan oleh wajib pajak. Surat tersebut biasanya akan mencantumkan jumlah pajak yang harus dibayar, denda (jika ada), serta tenggat waktu pembayaran.

Kalau kamu nggak segera bayar, bisa-bisa pemerintah ‘ngebet’ dan mulai ‘ngejar’ kamu dengan denda atau sanksi lainnya. Jadi, mending segera atasi deh biar nggak ribet nantinya!

Akan tetapi, sebelum mengajukan keberatan, sebaiknya konsultasikan dengan konsultan pajak atau ahli yang berpengalaman di bidang perpajakan.

Pemutihan Pajak Kendaraan: Pengertian, Syarat, Cara dan Tujuannya

Kadang-kadang kita punya momen “Oops!” ketika menyadari bahwa pajak kendaraan kita telat bayar. Nah, di momen seperti itulah pemutihan pajak kendaraan datang menyelamatkan. Bayangkan saja, pemutihan ini ibarat diskon besar-besaran dari pemerintah! Kita bisa bayar pajak tanpa denda yang biasanya bikin kantong jebol.

Lalu, gimana caranya? Syaratnya gampang kok. Biasanya, kita cuma perlu tunjukkan bukti kepemilikan kendaraan yang sah, trus pastikan kendaraan kita masuk dalam kategori yang dapat pemutihan. Kita juga harus tetap sigap, soalnya ada batas waktunya. Jangan sampai ketinggalan kereta pemutihan!

Yuk simak lebih jauh apa itu pemutihan kendaraan bermotor dan ketahui syarat dan ketentuannya.

Pengertian Pemutihan Pajak Kendaraan

Pemutihan pajak kendaraan adalah sebuah program yang dikeluarkan oleh otoritas pajak untuk memberikan keringanan atau penghapusan sebagian atau seluruh denda dan sanksi atas keterlambatan atau kelalaian dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor.  Program semacam ini biasanya dikeluarkan untuk mendorong wajib pajak untuk melunasi kewajibannya, meningkatkan penerimaan pajak, serta mengurangi jumlah kendaraan yang memiliki tunggakan pajak.

Namun, pemutihan pajak kendaraan dapat bervariasi tergantung pada kebijakan daerah masing-masing. Berikut ini beberapa hal yang mungkin termasuk dalam program pemutihan pajak kendaraan:

Penghapusan Denda: Pemutihan bisa berarti penghapusan total atau sebagian dari denda yang telah dikenakan karena keterlambatan pembayaran pajak kendaraan.

Penghapusan Sanksi: Selain denda, mungkin ada sanksi lain yang dikenakan karena keterlambatan atau kelalaian dalam membayar pajak. Dalam program pemutihan, sanksi ini mungkin dihapuskan atau dikurangi.

Periode Pemutihan: Pemutihan biasanya ditawarkan dalam periode waktu tertentu. Selama periode ini, pemilik kendaraan diharapkan untuk membayar pajak mereka tanpa denda atau sanksi.

Syarat dan Ketentuan: Terkadang, ada syarat dan ketentuan khusus yang harus dipenuhi untuk mendapatkan manfaat dari pemutihan.

Syarat Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor

Syarat pemutihan pajak kendaraan bisa bervariasi tergantung kebijakan pemerintah setempat, tetapi umumnya meliputi:

  • Pemilik kendaraan harus memiliki bukti kepemilikan kendaraan yang sah.
  • Pemutihan biasanya hanya berlaku untuk kendaraan tertentu atau tunggakan pajak hingga periode tertentu.
  • Ada batasan waktu tertentu untuk mengajukan pemutihan.
  • Mungkin ada syarat lainnya tergantung kebijakan otoritas pajak.

Cara dan langkah untuk Pemutihan Kendaraan

Proses pemutihan umumnya prosesnya juga simpel. Cukup cek informasi dari otoritas pajak, siapkan dokumen, trus ajukan permohonan. Kalau ada platform online, bisa lebih mudah lagi. 

  • Memeriksa pengumuman resmi dari otoritas pajak terkait program pemutihan.
  • Mengumpulkan dokumen yang diperlukan.
  • Mengajukan permohonan pemutihan di kantor pajak atau melalui platform online (jika tersedia).
  • Membayar jumlah pajak kendaraan yang seharusnya (tanpa denda atau dengan denda yang sudah dikurangi) sesuai dengan ketentuan pemutihan.
  • Mendapatkan bukti pembayaran dan konfirmasi pemutihan dari otoritas pajak.

Bayarnya? Hanya pajak yang seharusnya kita bayar, tanpa denda atau dengan potongan denda. Asik kan?

Tujuan Pemutihan Pajak 

Ada beberapa alasan mengapa otoritas pajak menerapkan program pemutihan, di antaranya:

Meningkatkan Penerimaan Pajak: Dengan memberikan insentif berupa penghapusan denda, pemerintah berharap lebih banyak wajib pajak yang akan melunasi kewajiban pajak mereka.

Mengurangi Tunggakan: Program ini dapat mengurangi jumlah tunggakan pajak yang belum dibayar.

Mendorong Kepatuhan: Pemutihan bisa menjadi sarana edukasi bagi wajib pajak untuk lebih patuh di masa depan.

Administrasi: Dengan mengurangi jumlah tunggakan, administrasi pajak menjadi lebih sederhana dan efisien.

Keadilan Sosial: Dalam beberapa kasus, pemutihan dapat dilihat sebagai bentuk keadilan sosial, terutama jika denda atau sanksi dianggap memberatkan bagi kelompok tertentu.

Penting untuk selalu memeriksa kebijakan dan ketentuan terbaru dari otoritas pajak setempat mengenai pemutihan pajak kendaraan, karena informasi dan ketentuannya dapat berubah dari waktu ke waktu.

Eits, tapi apa sih alasan pemerintah memberi kita kesempatan emas ini? Selain ingin kas negara tetap berisi dengan penerimaan pajak, pemutihan juga bikin administrasi jadi lebih rapi. Plus, ini kan semacam pengingat bagi kita semua supaya lebih disiplin di masa depan. Jadi, yuk, manfaatkan momen ini dengan baik dan jangan lupa bayar pajak tepat waktu! 

Jika kamu tertarik dengan pemutihan pajak kendaraan di daerah kamu, disarankan untuk berkonsultasi dengan otoritas pajak setempat seperti samsat daerah atau mengunjungi situs web resmi mereka untuk mendapatkan informasi yang lebih detail dan akurat tentang program tersebut.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21: Arti, Cara Menghitung dan Contoh Penerapannya

Pajak Penghasilan Pasal 21, atau yang lebih dikenal dengan PPh Pasal 21, merupakan pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang berbentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan lain-lain yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi dari hubungan kerja atau pekerjaannya. 

Pengertian PPh 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang sejenisnya yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh pihak pemberi kerja.

Subjek pajak ini meliputi Warga Negara Indonesia (WNI) yang mendapatkan penghasilan, Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja dan tinggal di Indonesia, serta pejabat atau pegawai dari perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada di Indonesia, termasuk anggota keluarganya.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:

Dasar Pengenaan Pajak (DPP):

Gaji, upah, tunjangan, bonus, gratifikasi, pensiun, dan bentuk pembayaran lainnya. Biaya jabatan dan biaya pensiun bisa dikurangkan dari gross income untuk mendapatkan DPP.

Cara Menghitung PPh 21

Dalam menghitung PPh Pasal 21, pertama-tama tentukan total penghasilan bruto yang diterima dalam setahun. Dari jumlah tersebut, kurangi biaya-biaya tertentu seperti biaya jabatan, yang maksimalnya adalah 5% dari penghasilan bruto dan tidak boleh lebih dari Rp 6.000.000 per tahun, serta biaya pensiun jika ada. 

Setelah mendapatkan jumlah yang akan dikenakan pajak, terapkan tarif pajak progresif. 

Tarifnya adalah 5% untuk penghasilan sampai Rp 50.000.000, 15% untuk penghasilan antara Rp 50.000.001 hingga Rp 250.000.000, 25% untuk penghasilan antara Rp 250.000.001 hingga Rp 500.000.000, dan 30% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000.

Hitung total bruto pendapatan dalam setahun.

Kurangi dengan biaya jabatan (maksimum 5% dari bruto pendapatan dan maksimum Rp 6.000.000 setahun) dan biaya pensiun (jika ada).

Tarif pajak yang berlaku:

Rp 0 – Rp 50.000.000: 5%

Rp 50.000.001 – Rp 250.000.000: 15%

Rp 250.000.001 – Rp 500.000.000: 25%

Rp 500.000.000: 30%

Hitung pajak yang terutang berdasarkan tarif yang berlaku.

Penerapan:

Biasanya, pajak ini dipotong oleh pemberi kerja setiap bulannya dan dilaporkan serta disetorkan ke kas negara.

Contoh Rumus PPh 21 Sederhana

Misalkan seseorang menerima gaji Rp 200.000.000 setahun.

Biaya jabatan: 5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000 (kurang dari Rp 6.000.000).

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = Rp 200.000.000 – Rp 10.000.000 = Rp 190.000.000.

Hitung pajak yang terutang:

5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000.

15% x (Rp 190.000.000 – Rp 50.000.000) = Rp 21.000.000.

Total pajak yang terutang: Rp 2.500.000 + Rp 21.000.000 = Rp 23.500.000.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan pada gaji atau upah yang diterima seseorang dari pekerjaannya.

Seandainya Anda memiliki gaji total Rp 200 juta dalam setahun.

Anda bisa potong biaya jabatan, misalnya Rp 10 juta.

Jadi yang jadi dasar hitungan pajak Anda adalah Rp 190 juta.

Dari Rp 190 juta itu, Anda bayar pajak 5% untuk Rp 50 juta pertama, lalu 15% untuk sisanya.

Total pajak yang harus Anda bayar kurang lebih Rp 23,5 juta.

Penting untuk mencatat bahwa perhitungan di atas merupakan contoh sederhana. Dalam prakteknya, perhitungan PPh Pasal 21 bisa lebih kompleks tergantung pada berbagai komponen pendapatan dan potongan yang diterima oleh wajib pajak. 

Selalu disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli pajak atau menggunakan software akuntansi untuk membantu perhitungan yang lebih akurat.

Siapa yang Bayar? Biasanya, perusahaan tempat Anda bekerja yang memotong pajak ini dari gaji Anda setiap bulan dan membayarkannya untuk Anda.

Mudah-mudahan penjelasan ini lebih ringkas dan mudah dimengerti!

Adapun pemotongan PPh Pasal 21 biasanya dilakukan oleh pemberi kerja pada saat pembayaran gaji atau upah. Setelah memotong pajak, pemberi kerja memiliki kewajiban untuk melaporkan dan menyetorkannya ke kas negara. 

Selain itu, pemberi kerja juga harus menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 setiap bulan dan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Penting untuk dicatat bahwa penerima penghasilan yang memiliki NPWP akan mendapatkan potongan PPh yang lebih rendah. 

Terdapat juga beberapa jenis penghasilan yang diberikan pembebasan atau pengurangan PPh Pasal 21, seperti gaji WNA yang bekerja untuk pemerintah asing di Indonesia dan beberapa jenis tunjangan tertentu. Bagi mereka yang berhadapan dengan situasi khusus atau memerlukan bantuan lebih lanjut, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli pajak.

Ada beberapa jenis penghasilan yang mendapatkan pembebasan atau pengurangan PPh Pasal 21, seperti gaji WNA yang bekerja untuk pemerintah asing di Indonesia, dan beberapa jenis tunjangan tertentu.

Ini adalah gambaran umum, dan tentu ada ketentuan teknis dan detail lain yang mungkin perlu Anda pertimbangkan tergantung situasi khusus Anda. Jika Anda berencana untuk melakukan perhitungan atau memiliki situasi khusus, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli pajak atau akuntan.

Kenali PPh dan PPN: Pengertian, Perbedaan, Jenis, dan Tarif Penghitungannya

Ketika belanja di suatu restoran cepat saji atau toko di suatu Mall, kamu pasti menemukan baris uraian pajak di struk belanja kamu. Fenomena ini membuktikan bahwa pajak merupakan hal yang ternyata sangat dekat dengan kita. Pajak yang biasa ditemukan ketika berbelanja itu merupakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika berbincang mengenai PPN, kurang afdal rasanya apabila tidak dibarengi dengan membahas Pajak Penghasilan (PPh). 

Istilah PPh dan PPN mungkin bukan merupakan hal yang asing bagi kamu. PPh dan PPN tidak hanya istilah yang familiar bagi para wajib pajak saja. Akhir-akhir ini, masyarakat banyak dihebohkan pengenaan PPN pada platform hiburan elektronik seperti Netflix, Spotify, Zoom, hingga Steam melalui peraturan PPN PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik). Apakah sebenarnya PPh dan PPN ini? Apa perbedaan antara PPh dan PPN? Bagaimana tarif perhitungan kedua pajak tersebut? Berikut ini adalah pembahasan mengenai perbedaan PPh dan PPN beserta definisi dan jenis kedua pajak tersebut.

Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah kepanjangan dari Pajak Penghasilan. Dari kepanjangan tersebut, dapat diketahui bahwa PPh merupakan pajak yang dikenakan pada wajib pajak (dapat berupa orang perseorangan maupun badan usaha) atas penghasilan yang mereka terima dalam satu tahun pajak. PPh dikenal sebagai pajak subjektif karena pajak ini dibebankan sesuai dengan kondisi subjek yakni si wajib pajak. 

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki kewenangan dalam membayar, memotong, dan memungut pajak. Wajib pajak pun memiliki seperangkat hak dan kewajiban terkait dengan pajak sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku. Sementara itu, penghasilan menurut Undang-undang Pajak Penghasilan diartikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib pajak dari manapun itu asalnya yang mampu digunakan untuk menambah kekayaan sang wajib pajak. 

PPh memiliki beberapa macam jenis dan diatur dalam berbagai pasal. Tarif dari pajak PPh akan menyesuaikan dengan PPh. Sehingga, untuk mengetahui tarif pajak dari seorang wajib pajak, perlu dilakukan identifikasi dahulu jenis PPh yang berlaku untuk wajib pajak.

Ilustrasi Mengenali Perbedaan PPh dan PPN | Pixabay

Jenis Pajak Penghasilan (PPh)

Berikut ini adalah beberapa jenis Pajak Penghasilan (PPh) dan penjelasan dari jenis pajak tersebut.

PPh Pasal 15

PPh Pasal 15 merupakan pajak penghasilan yang dibebankan pada wajib pajak yang dikenakan pada perusahaan dengan ketentuan khusus. Kategori wajib pajak yang masuk pada jenis pajak ini di antaranya adalah perusahaan yang berada pada industri penerbangan internasional, pelayaran, perusahaan asuransi asing, wajib pajak dari luar negeri dengan kantor yang ada di dalam negeri, wajib pajak dengan industri yang bergerak di bidang jasa maklon (kegiatan manufaktur untuk memenuhi kebutuhan pihak lain), dan lain sebagainya. Pajak PPh ini memberikan tarif berbeda bergantung pada industri mana perusahaan bergerak.

PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan selanjutnya adalah adalah PPh Pasal 21. PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan pada penghasilan yang mana itu berupa gaji, honorarium, upah, komisi, tunjangan, dan lain-lainnya. Beberapa kategori yang dibebani pajak PPh 21 di antaranya adalah pegawai, penerima pensiun, anggota dewan komisaris, mantan pekerja, dan lain sebagainya.

Penghitungan Pajak PPh Pasal 21 akan sangat berkaitan dengan tarif pajak, ketentuan biaya jabatan, dan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP). Biaya jabatan adalah biaya untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan yang mana biaya ini dapat dikurangkan dari penghasilan setiap individu yang bekerja sebagai pegawai tetap. Biaya jabatan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 250/PMK.03/2008 adalah sebesar 5 persen maksimal Rp6 juta setahun atau Rp500.000 sebulan.

PTKP merupakan besaran pendapatan pribadi dari wajib pajak yang dibebaskan dari PPh. Cara untuk menghitung PTKP adalah sebagai berikut.

  • Wajib pajak pribadi dapat membebaskan sejumlah Rp54 juta per tahun untuk tidak dimasukkan dalam perhitungan PPh.
  • Ketika wajib pajak telah menikah, wajib pajak dapat mengurangkan sejumlah Rp4,5 juta per tahun untuk tidak dihitung dalam PPh
  • Untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami, wajib pajak dapat mengurangkan lagi sebanyak Rp54 juta per tahun untuk tidak dihitung dalam PPh
  • Setiap tambahan tanggungan (pada misalnya anak atau anggota keluarga lain) membuat wajib pajak dapat mengurangi pendapatannya yang dihitung PPh sebanyak Rp4,5 juta per tahun.

 Tarif dari pajak PPh 21 adalah berikut ini.

  1. Apabila penghasilan selama satu tahun pajak adalah Rp50 juta, maka tarif pajaknya adalah sebanyak 5%
  2. Jika penghasilan berada di antara Rp50 juta – Rp250 juta, maka tarif pajak yang dibebankan adalah 15%
  3. Ketika penghasilan berkisar di antara Rp250 juga hingga Rp500 juta, maka tarif pajak yang dikenakan pada wajib pajak adalah sebesar 25%
  4. Terakhir, sewaktu penghasilan wajib pajak berada di atas Rp500 juta, tarif pajak yang dibebankan yakni 30%

PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dikenakan pada wajib pajak yang melaksanakan kegiatan ekspor dan impor. Pajak ini biasanya berlaku untuk badan usaha baik itu merupakan badan usaha milik negara atau badan usaha swasta yang melakukan kegiatan perdagangan barang. Tarif pajak yang dikenakan pada wajib pajak PPh Pasal 22 bervariasi berdasarkan objek pajak dan jenis transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak.   

PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 adalah pajak yang dibebankan atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, hadiah, penghargaan, atau hal lain di luar yang telah tercatat di PPh Pasal 21. Pada dasarnya PPh Pasal 23 dibebankan pada wajib pajak yang sedang melakukan transaksi. Tarif yang dikenakan untuk PPh Pasal 23 berdasar pada Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau nilai bruto dari penghasilan. 

PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 adalah pajak yang pembayarannya dapat diangsur. Pajak ini memiliki tujuan untuk meringankan beban wajib pajak dalam pembayaran pajak yang biasa dilakukan tahunan. Pembayaran pajak ini harus dibayar sendiri tanpa diwakilkan oleh orang lain. Jika pembayaran atas pajak ini terlambat, wajib pajak akan mendapat sanksi denda sebanyak 2% per bulan. 

PPh Pasal 26

Pajak ini adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas pendapatan yang sumbernya dari Indonesia dan didapatkan oleh wajib pajak yang berasal dari luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia (BUT). 

PPh Pasal 29

Pajak Penghasilan Pasal 29 merupakan pajak kurang bayar yang perlu untuk dibayarkan oleh wajib pajak, dan beban pajak tersebut telah tertulis dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Secara sederhana, pajak penghasilan yang harus dibayar oleh wajib pajak adalah sisa PPh yang terutang pada tahun pajak tertentu dan dikurangi dengan jumlah kredit PPh.

PPh Pasal 4 ayat (2)

PPh Pasal 4 ayat (2) seringkali dikenal dengan PPh final. Pajak ini merupakan pajak yang dikenakan pada wajib pajak atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapat. Pemotongan pajak ini bersifat final (hanya sekali dalam satu periode pajak) seperti namanya jadi pajak ini tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang. 

Ilustrasi Mengenali Perbedaan PPh dan PPN | Pixabay

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Kepanjangan dari PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai. PPN adalah pajak yang dikenakan pada proses produksi serta distribusi suatu produk dan pajak ini dibebankan pada konsumen akhir dari produk. Melalui informasi ini, kita dapat melihat bahwa perbedaan PPh dan PPN pada dasarnya adalah pada pembebanan kedua pajak ini. PPh membebankan pajak pada subjek yakni orang yang menerima penghasilan. Akan tetapi PPN membebankan pajak pada objek di mana pajak ini tidak melihat pada kondisi wajib pajak akan tetapi ia melihat pada sifat objek pajaknya (berupa barang konsumsi).

Pajak Pertambahan Nilai dapat dikenakan pada siapa saja yang membeli suatu barang tertentu. Pada misalnya, kamu membeli paket makanan dan minuman di suatu restoran cepat saji, kamu dapat melihat sebagian dari uang yang kamu keluarkan digunakan untuk membayar pajak ini. 

Objek dari PPN

  1. Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di area pabean tempat pengusaha melakukan proses bisnis
  2. Impor BKP
  3. Pemanfaatan BKP yang tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
  4. Pemanfaat JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
  5. Ekspor BKP baik berwujud maupun tidak berwujud dan ekspor JKP oleh PKP. PKP merupakan pihak yang diwajibkan 

PPN dikenakan oleh barang dan jasa di antaranya sebagai berikut. 

  • Barang hasil tambang atau barang hasil pengeboran yang ia langsung diambil dari sumbernya
  • Makanan serta minuman yang disajikan di restoran, hotel, rumah makan, dan lain sebagainya
  • Kebutuhan pokok yang banyak menjadi kebutuhan orang
  • Uang, emas batangan serta surat berharga.
  • Produk layanan digital yang berasa dari luar negeri seperti langganan Netflix, Spotify, Game Steam, dan lain sebagainya.

PPN kurang lebih memiliki dua jenis tarif. Tarif PPN 10% dikenakan pada objek PPN, Sementara itu, tarif PPN 0% dikenakan kepada ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan ekspor JKP. Dulunya, produk transaksi dengan transaksi online seperti Spotify dan Netflix tidak dikenai pajak PPN, akan tetapi, pemberlakukan PPN kepada produk digital ini ditetapkan mulai Agustus 2020.

Pengenaan pajak ini berdasar pada PMK Nomor 48/PMK.03/2020. Aturan tersebut menyebutkan bahwa Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau dikenal sebagai PMSE dikenai PPN sebesar 10%. Pun objek pajak yang dibebani oleh PPN PMSE di antaranya adalah layanan streaming musik, film, aplikasi, dan game digital.

Perbedaan PPh dan PPN

Dari definisi serta jenis masing-masing pajak yang telah dijelaskan di atas, mungkin kamu telah menemukan perbedaan dari dua jenis pajak yakni PPh dan PPN. Berikut ini adalah perbedaan PPh dan PPN.

  • PPN dan PPh memiliki objek pengenaan pajak yang berbeda. PPN membebankan pajak pada proses produksi maupun distribusi dari suatu barang dan jasa. Sementara itu, PPh dikenakan terhadap penghasilan yang dimiliki oleh wajib pajak.
  • Tarif dari kedua pajak ini berbeda. Tarif PPN atas objek pajak PPN adalah senilai 10% sementara itu perhitungan tarif PPh cenderung lebih kompleks karena menyesuaikan kepada jenis PPh yang cenderung banyak jenisnya.
  • PPh dibebankan kepada wajib pajak yang memiliki penghasilan, sedangkan PPN dibebankan kepada konsumen dari suatu barang dan jasa.
  • Jenis PPh lebih banyak yakni PPh pasal 21, 22, 23, 25 dan lainnya sedangkan pajak PPN memiliki jenis yaitu pajak masukan (pajak atas pembelian barang atau jasa) dan dan keluaran (pajak atas penjualan barang dan jasa yang dikenai pajak). 

Terkadang mungkin kita tidak menyadari seberapa sering kita bertemu dengan pajak pada kehidupan sehari-hari. Pada nyatanya, produk yang biasanya kita pakai saat ini, Spotify dan Netflix, telah dikenai dengan PPN. Nah, sekarang apakah kamu sudah dapat mengidentifikasikan perbedaan dari PPh dan PPN?

Sumber gambar header: Pixabay.