GeForce Now Hadir di iOS via Browser, Stadia dan xCloud Bakal Menyusul

Premis di balik layanan cloud gaming sebenarnya cukup simpel: dengan hanya bermodalkan koneksi internet yang cepat dan stabil, pelanggan dapat memainkan berbagai game AAA yang dibuat untuk PC maupun console melalui bermacam perangkat, termasuk halnya smartphone dan tablet.

Namun kalau kita mampir ke situs milik tiga layanan cloud gaming terbesar yang ada sekarang – GeForce Now, Stadia, dan xCloud (Xbox Game Pass) – ternyata yang dimaksud smartphone dan tablet tidak mencakup platform iOS sama sekali. Bukan, ini bukan berarti ketiganya pro-Android, tapi justru karena kebijakan yang Apple tetapkan untuk App Store, yang pada dasarnya tidak mengizinkan eksistensi aplikasi cloud gaming.

Agar bisa merambah pengguna iOS, penyedia layanan cloud gaming sejatinya cuma punya dua opsi: 1) mencantumkan satu per satu game yang ditawarkan ke App Store, yang berarti masing-masing game harus melalui prosedur review standar App Store, atau 2) menawarkan layanannya dalam bentuk web app yang dapat diakses lewat browser (Safari).

xCloud / Microsoft
xCloud / Microsoft

Ketiga layanan tadi rupanya memutuskan untuk mengambil opsi yang kedua, terlepas dari perbedaan model bisnis yang diterapkan oleh masing-masing layanan. Nvidia jadi pertama yang memulai; per 19 November 2020 kemarin, pengguna iPhone dan iPad (di negara-negara yang didukung) dapat mengakses GeForce Now dengan mengunjungi situs play.geforcenow.com di Safari.

Ini sebenarnya bukan pertama kali GeForce Now tersedia sebagai web app, sebab sebelumnya layanan ini sudah tersedia buat Chromebook dengan memanfaatkan teknologi serupa.

Kalau memang bisa diakses dari browser, lalu kenapa harus ada aplikasi terpisah? Well, web app ini bukanlah tanpa kekurangan. Kelemahan terbesarnya sejauh ini adalah tidak adanya dukungan untuk menyambungkan mouse dan keyboard dikarenakan keterbatasan framework WebRTC yang digunakan. Alhasil, sejumlah game yang dirancang secara spesifik untuk dimainkan dengan mouse dan keyboard harus dihapus dari katalog GeForce Now untuk iOS.

Menariknya, kehadiran GeForce Now di Safari ini juga berarti Fornite akan kembali hadir di iOS melalui layanan tersebut setelah resmi didepak sejak Agustus lalu. Nvidia bahkan sedang menyiapkan versi khusus agar pengguna GeForce Now dapat memainkan Fortnite di perangkat iOS tanpa bantuan controller maupun gamepad.

Controller Stadia / Unsplash
Controller Stadia / Unsplash

Dari kubu Google, mereka mengonfirmasi bahwa mereka sedang sibuk menggodok Stadia versi web app untuk dinikmati oleh para pengguna perangkat iOS. Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Google berniat merilisnya beberapa minggu dari sekarang.

Beralih ke Microsoft, mereka sejauh ini belum punya pernyataan resmi terkait ketersediaan xCloud di iOS, akan tetapi di bulan Oktober lalu, Business Insider melaporkan bahwa Microsoft sudah punya niatan untuk menawarkan xCloud juga dalam wujud web app. Bahkan pendatang baru Amazon Luna pun dari jauh-jauh hari sudah memastikan bahwa layanannya bakal tersedia di iOS via browser.

Luna / Amazon
Luna / Amazon

Apakah ini berarti pengguna perangkat iOS bakal mendapat pengalaman cloud gaming yang berbeda dari pengguna Android? Sepertinya begitu, sebab secara kinerja aplikasi native sering kali lebih unggul daripada web app, belum lagi soal keterbatasan-keterbatasan seperti misalnya absennya kompatibilitas mouse dan keyboard itu tadi.

Kesannya memang seperti memaksakan, akan tetapi kenyataannya memang pangsa pasar perangkat iOS cukup besar, terutama di negara-negara tempat layanan-layanan ini tersedia. Apakah seterusnya bakal seperti ini? Akankah ke depannya Apple berubah pikiran dan mengizinkan aplikasi cloud gaming di App Store? Kita lihat saja perkembangannya nanti.

Sumber: Engadget dan Nvidia.

Google Earth Kini Dapat Diakses Lewat Firefox, Opera, dan Microsoft Edge

Tahun 2017 lalu, Google merombak desain Google Earth sekaligus memensiunkan aplikasi desktop-nya. Sebagai gantinya, Earth dapat diakses langsung melalui browser komputer, tanpa perlu meng-install apa-apa. Sayangnya tidak semua browser, melainkan hanya Chrome.

Itu dikarenakan Google menggunakan teknologi Native Client (NaCl) dalam mengembangkan Earth versi web, dan yang mendukung NaCl hanyalah Chrome sendiri. Kala itu, belum ada standar web yang cukup mumpuni untuk mewujudkan fitur-fitur kompleks Earth. Tiga tahun berselang, situasinya sudah berubah drastis.

Sekarang, teknologi seperti WebAssembly sudah kian matang hingga pada akhirnya mampu menggantikan NaCl. Alhasil, Earth kini sudah bisa kita akses di komputer melalui browserbrowser lain seperti Firefox, Opera, dan Microsoft Edge. Satu-satunya yang belum kebagian jatah cuma Safari di macOS.

Edge? Ya, buat yang sudah lupa, Microsoft sudah sejak lama mengumumkan bahwa browser bawaan Windows 10 itu bakal mengadopsi Chromium, yang tidak lain merupakan versi open-source dari Google Chrome. Dan belum lama ini, Edge versi baru yang berbasiskan Chromium itu akhirnya sudah dirilis secara resmi untuk diunduh oleh publik.

Google bilang mereka akan terus memoles kinerja Earth di ketiga browser ini. Mereka juga sudah berencana untuk menghadirkan dukungan terhadap Safari, namun tentunya itu juga memerlukan keterlibatan dari Apple sendiri.

Sumber: 9to5Google dan Google.

Versi Anyar Skype for Web Hadir Mengusung Sederet Fitur Baru

Sebagai seseorang yang tergolong jarang menggunakan Skype, saya enggan meng-install aplikasi desktop-nya dan lebih nyaman menggunakan versi web-nya. Jika Anda setipe dengan saya, ada kabar baik: Microsoft baru saja meluncurkan versi teranyar Skype for Web yang dibanjiri fitur menarik.

Yang paling utama adalah dukungan panggilan video dalam resolusi HD, baik satu lawan satu maupun group video calling. Microsoft juga akhirnya menghadirkan fitur perekam percakapan pada Skype for Web, setelah sebelumnya fitur tersebut hadir lebih dulu di versi desktop maupun mobile.

Selanjutnya, ada panel khusus untuk memantau semua notifikasi yang masuk. Lalu jika kita mengklik salah satu pesan dalam panel notifikasi, kita bakal langsung dibawa menuju ke percakapannya. Sepele, tapi tetap sangat berguna.

Juga menarik adalah bagaimana Skype for Web jadi semakin mirip seperti WhatsApp versi web, utamanya berkat fitur pencarian kata atau frasa dalam percakapan. Bukan cuma teks yang bisa dicari, kita juga bisa membuka Chat Media Gallery untuk mencari file, gambar maupun tautan dalam sebuah percakapan, jauh lebih praktis ketimbang harus scroll terus menerus.

Semua fitur baru ini sudah bisa kita nikmati di laptop atau komputer dengan persyaratan OS minimal Windows 10 dan Mac OS X 10.12. Syarat yang kedua, browser yang digunakan haruslah Microsoft Edge atau Google Chrome. Kalau sudah seperti ini, saya sudah semakin tidak butuh aplikasi desktop Skype.

Sumber: Skype.

Photopea Adalah Kloning Photoshop Versi Online yang Bisa Digunakan Secara Cuma-Cuma

Tidak semua orang membutuhkan aplikasi image editor secanggih Photoshop. Namun tidak semua juga mereka yang sesekali memerlukannya sanggup membayar tarif berlangganan yang cukup tinggi yang dipatok Adobe. Itulah mengapa alternatif gratisan seperti GIMP eksis.

Di luar GIMP, sekarang ada alternatif baru yang bisa diakses sepenuhnya secara online. Namanya Photopea, dan dari tampilannya saja bisa kita lihat kalau web app ini benar-benar seperti hasil kloning Photoshop.

Fitur-fiturnya pun tak kalah lengkap, dari yang basic sampai advanced seperti spot healing, clone stamp maupun patch tool. Sistem layer, mask, smart object, vector shape dan lain sebagainya yang menjadi andalan Photoshop selama ini juga tersedia di Photopea.

Untuk menggunakannya, kita hanya perlu membuka photopea.com di browser. File PSD yang ada di komputer bisa dibuka untuk langsung dikerjakan, dan opsi export-nya pun termasuk lengkap. Semuanya gratis tanpa tipu-tipu.

Lalu dari mana developer-nya mendapatkan uang? Sebagai informasi, developer-nya yang bernama Ivan Kutskir mengerjakan Photopea sendirian selagi ada waktu luang di masa perkuliahannya yang sibuk. Itulah mengapa ada iklan di sisi kanan web app sebagai sumber pendapatan sang developer muda asal Republik Ceko.

Kalau merasa terganggu dengan iklannya, pengguna bisa membayar biaya berlangganan sebesar $9 per bulan atau $20 per tiga bulan. Pelanggan tidak mendapat tambahan fitur apa-apa, tapi hitung-hitung bisa membantu sang developer, yang mengaku menghabiskan lebih dari 7.000 jam untuk menggarap Photopea.

Sumber: DPReview.

Situs Mobile Instagram Kini Bisa untuk Upload Foto

Instagram selama ini memang bisa diakses lewat browser smartphone, tapi itu hanya sebatas untuk melihat-lihat post baru dari orang-orang yang kita follow serta notifikasi. Jangankan upload foto, untuk mengakses tab Explore saja tidak bisa. Beruntung semua itu berubah mulai hari ini.

Mereka baru saja merombak besar-besaran situs mobile-nya, menghadirkan sejumlah fitur dari aplikasinya yang selama ini kita nilai esensial, yakni upload foto dan Explore. Ini termasuk kemajuan pesat mengingat aplikasi desktop-nya sampai sekarang masih belum bisa dipakai untuk mengunggah foto.

Pun demikian, fitur upload itu baru terbatas untuk foto saja, dan tidak ada opsi untuk menambatkan filter. Fitur-fitur lain yang sejauh ini juga masih absen di situs mobile Instagram adalah upload video, Stories dan Direct.

Tampilan terbaru situs mobile Instagram / Screenshot
Tampilan terbaru situs mobile Instagram / Screenshot

Terlepas dari itu, upaya Instagram ini pastinya dapat membantu pertumbuhan penggunanya, terutama di kawasan yang koneksi internetnya masih mahal dan lambat, dan para pengguna di kawasan tersebut hanya bisa mengakses Instagram lewat browser.

Apakah ke depannya bakal ada aplikasi Instagram Lite? Mungkin saja, atau bisa jadi Instagram bakal lebih berfokus untuk terus menyempurnakan situs mobile-nya hingga bisa menyajikan hampir semua fungsionalitas aplikasinya, mirip seperti yang ditawarkan oleh Twitter Lite.

Sumber: TechCrunch. Gambar header: Pexels.

Update Chrome untuk Android Perlakukan Web App Lebih Seperti Native App

Dibandingkan native app, web app memang jauh lebih terbatas. Namun seringkali kita cuma butuh web app untuk mengakses fungsi-fungsi tertentu yang sederhana. Lalu bagaimana jika web app tersebut perlu kita akses secara rutin? Itulah mengapa Google meluncurkan fitur “Add to Home Screen” pada Chrome versi Android sejak tahun 2015.

Namun fitur tersebut rupanya dinilai kurang kohesif dan dapat membingungkan sejumlah pengguna. Pasalnya, web app hanya akan muncul di home screen, dan tidak di dalam app drawer. Untuk itu, tim pengembang Chrome sudah menyiapkan solusinya.

Dalam versi beta terbaru Chrome untuk Android, fitur ini sudah dimatangkan lebih lanjut sehingga web app bisa muncul di app drawer. Tidak hanya itu saja, pengaturan notifikasinya pun disendirikan dan tidak lagi menjadi satu dengan pengaturan milik Chrome.

Syaratnya cuma satu, yakni situs yang dimaksud harus memenuhi standar Progressive Web App sehingga Chrome dapat mengintegrasikannya ke sistem operasi Android secara ekstensif. Ini berarti web app juga akan muncul di Android Settings, dan bisa menerima instruksi dari aplikasi lain.

Singkat cerita, web app di Android sekarang bisa diperlakukan lebih seperti native app dan bukan sekadar shortcut simpel yang amat terbatas begitu saja.

Sumber: Chromium Blog via The Next Web.

Snapdrop Adalah Alternatif AirDrop yang Bisa Diakses Lewat Browser

Pengguna produk Apple pasti sudah tidak asing dengan fitur AirDrop. Fitur ini pada dasarnya dirancang untuk mempermudah proses berbagi file dari satu perangkat ke yang lainnya. Kendati demikian, prakteknya bukanlah tanpa masalah.

Masalah yang kerap dijumpai adalah perihal koneksi. Di sisi lain, terkadang pengguna baru yang saya temui merasa bingung dengan cara mengaktifkan fitur AirDrop. Kalau itu masalahnya, Anda bisa mencoba alternatif lain bernama Snapdrop.

Snapdrop bukan sebuah aplikasi. Cara kerjanya amat sederhana: buka situs Snapdrop di dua perangkat yang tersambung ke jaringan Wi-Fi yang sama (misalnya Mac dan iPhone), kemudian Anda tinggal memilih file yang ingin dibagikan.

Snapdrop

Dalam setiap proses transfer, Snapdrop hanya bisa meneruskan satu file saja. Berdasarkan percobaan pribadi, prosesnya berjalan cepat. Setelah sebuah file dari iPhone berhasil diteruskan ke Mac, file tersebut akan dibuka di tab browser baru untuk kemudian kita simpan, begitu juga sebaliknya.

Sayangnya tidak ada keterangan apakah Snapdrop bisa digunakan oleh perangkat yang tidak mendukung fitur AirDrop. Namun yang cukup menarik, kita tidak harus menggunakan browser yang sama di kedua perangkat – bisa Safari di iPhone dan Chrome di Mac.

Terlepas dari itu, Snapdrop tetap merupakan alternatif yang menarik untuk AirDrop, apalagi mengingat kita bisa menggunakannya secara cuma-cuma.

Sumber: TheNextWeb.

WordsEye Mungkinkan Kita Melukis dengan Kata-Kata

“Melukis dengan kata-kata.” Istilah ini seringkali kita kaitkan dengan pekerjaan seorang pujangga, novelis maupun penyair. Namun yang tidak pernah terpikirkan adalah bagaimana kita bisa melakukan hal itu secara harafiah; bagaimana kita dapat merangkai sejumlah kata menjadi sebuah ilustrasi visual yang bisa langsung dicerna oleh indera penglihatan.

Namun hal itu bukan sekedar khayalan semata. Sebuah aplikasi bernama WordsEye ingin mewujudkannya sekarang juga. Premis yang ditawarkan sangatlah gamblang: tuliskan sejumlah kata untuk membentuk sebuah gambar – bukan sekedar gambar, tetapi sebuah gambar tiga dimensi yang bisa dilihat dari segala arah.

WordsEye

Ide di balik lahirnya WordsEye datang dari pandangan sang kreator, Gary Zamchicks. Menurutnya, seorang seniman 3D dapat membuat apapun yang ada di dalam benaknya, sedangkan orang lain tidak punya keahlian yang cukup untuk melakukan hal serupa.

Dari situ WordsEye bermisi membuka jalan bagi semua orang untuk menjadi seniman 3D. Aplikasi ini memanfaatkan teknologi natural language processing untuk mengubah teks menjadi gambar tiga dimensi. Yang perlu pengguna lakukan hanyalah mendeskripsikan apa yang ingin mereka lihat.

WordsEye

Setiap kata yang Anda tuliskan akan dianalisa oleh WordsEye berdasarkan konteksnya masing-masing. Buat deskripsi “seekor gajah belang-belang sedang berdiri di depan sebuah rumah berwarna merah”, maka WordsEye akan menampilkan gambar 3D persis seperti yang diinstruksikan. Semuanya akan di-render oleh jaringan server yang disediakan oleh WordsEye.

Untuk melakukannya, WordsEye perlu mengakses database berisikan kata-kata dan objek. Agar ‘kecerdasannya’ dapat terus diperkaya, pengguna pun bisa ikut menyumbang idenya masing-masing.

Saat ini WordsEye masih sedang dalam tahap beta. Anda bisa mencobanya langsung dengan mengunjungi situs WordsEye dan mendaftarkan akun terlebih dulu. Nantinya, selain sebagai web app, WordsEye juga bakal tersedia sebagai aplikasi di perangkat Android dan iOS, meski waktu perilisannya masih belum ditentukaan.

Sumber: TheNextWeb.

Indosat Dompetku Siap Layani Pemesanan Tiket Kereta Online Melalui KeretaKu

shutterstock_127491602

Indosat secara resmi merilis layanan terbaru mereka demi memanjakan para pelanggan setianya untuk melakukan pemesanan tiket perjalanan kereta api. Layanan yang diberi nama KeretaKu ini menghilangkan beban biaya administrasi, selain biaya tiket itu sendiri, melalui pembayaran Indosat Dompetku.

Continue reading Indosat Dompetku Siap Layani Pemesanan Tiket Kereta Online Melalui KeretaKu