OCBC Ventura Berikan Venture Debt Senilai 3-5 juta USD ke Operator Gym FTL

OCBC Ventura memberikan pendanaan dalam bentuk venture debt ke Faster Than Light (FTL) senilai 3-5 juta US Dollar. Seperti diberitakan DealStreetAsia, pendanaan ini menandai langkah penting bagi FTL dalam misinya untuk merevolusi industri kebugaran (fitness) di tanah air.

Ini adalah venture debt kedua yang diumumkan lengan investasi Bank OCBC setelah sebelumnya masuk ke sektor consumer dengan menyuntik Vilo. Sejak 2023, OCBC Ventura memang tengah menjajaki potensi penyaluran venture debt ke sektor kesehatan (termasuk kebugaran) dan ritel untuk hipotesis beyond banking mereka.

Sejak didirikan pada tahun 2020 oleh CEO Erik W.S., FTL telah menjadi pelopor dalam menyediakan fasilitas mega-gym. Memberikan kenyamanan dengan tempat yang luas dinilai jadi proposisi nilai yang membuat FTL mendapati pertumbuhan pengguna yang signifikan.

Dana debt ini akan digunakan untuk memperluas jaringan FTL dengan menambah 30 gym baru di wilayah Jabodetabek serta ekspansi ke kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Surabaya, dan Bali. Saat ini, FTL sudah mengoperasikan 20 gym yang buka selama 24 jam di sekitar Jabodetabek.

Managing Director OCBC Ventura Darryl Ratulangi menyatakan bahwa meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan bertambahnya jumlah kelas menengah di Indonesia menjadi faktor utama investasi mereka di FTL.

“Kami sangat antusias dengan potensi di sektor healthcare konsumen ini,” ujar Darryl.

Dengan tingkat partisipasi kebugaran di Indonesia yang baru mencapai 1% dari populasi, jauh di bawah rata-rata Asia Tenggara yang sebesar 2,4%, peluang untuk pertumbuhan di sektor ini sangat besar. FTL berada di posisi yang tepat untuk memimpin transformasi ini dengan membawa solusi kebugaran yang komprehensif kepada lebih banyak orang di seluruh negeri.

Keberhasilan FTL dalam meraih pendanaan ini tidak hanya menunjukkan kepercayaan investor terhadap model bisnis mereka, tetapi juga menyoroti potensi besar pasar kebugaran di Indonesia yang masih belum tergarap sepenuhnya.

FTL terus berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi para anggotanya dengan menyediakan fasilitas berkualitas tinggi dan berbagai program kebugaran yang inovatif. Dengan dukungan dari OCBC Ventura, FTL siap membawa lebih banyak orang Indonesia menuju gaya hidup sehat dan aktif.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Membudayakan Aspek Wellness Melalui Platform Kesehatan dan Pengembangan Diri

Prevention is better than cure“, begitu kata banyak orang.

Sayangnya, layanan kesehatan kuratif justru lebih akrab ketika kita jatuh sakit, baik lewat obat-obatan atau perawatan di fasilitas kesehatan. Anggapan ini mulai berbalik selama tiga tahun terakhir. Pandemi Covid-19 memantik kesadaran kita untuk punya well-being lebih baik lewat pencegahan penyakit.

Meningkatnya awareness masyarakat ditangkap sebagai peluang untuk menghadirkan aksesibilitas layanan wellness. Dari wawancara dengan Fita, Mindtera, dan PrimaKu—tiga pengembang platform dengan aspek wellness, DailySocial.id mendapat temuan menarik yang tak sekadar bicara soal ekosistem layanan, tetapi juga pendekatan pasar dan hasil akhirnya.

Seputar wellness di Indonesia

Menurut kamus American Psychological Association (APA), well-being digambarkan sebagai keadaan individu dengan kualitas hidup yang baik, bahagia, tingkat stresnya rendah, serta sehat secara fisik dan mental.

Mengacu laporan Statista, kategori wellness berbasis teknologi mencakup aplikasi tracker kesehatan, aktivitas olahraga, pemantau stres, dan layanan penyembuhan di rumah. Total pendapatannya diproyeksi menyentuh angka $12,23 juta dengan CAGR 11,4% pada periode 2022-2027.

CEO Fita Reynazran (Rey) Royono menilai bahwa sektor layanan wellness di Indonesia belum terbentuk, industrinya masih mengeksplorasi produk dan model bisnis yang tepat. Didorong pula oleh faktor rendahnya biaya pengeluaran masyarakat untuk layanan kesehatan.

Namun, dalam perjalanannya membangun platform kesehatan dan workout, Rey melihat semakin banyak pemain yang berupaya mengonversi pain point lain ke dalam solusi yang beragam. Salah satu tren yang tengah bergeser adalah ‘health and fitness‘ menjadi ‘health and beauty‘.

Kesehatan mental, nutrisi, hingga kecantikan dalam sekop wellness / Sumber: DS/X Ventures

Cakupan layanan well-being atau wellness di Indonesia pun semakin berkembang. Peruntukkannya tidak cuma membuka akses pada kegiatan olahraga, ada telekonsultasi untuk kesehatan mental. Target pasarnya tidak melulu masyarakat umum, bisa juga segmen B2B (contoh: korporasi, pemilik fasilitas gym) atau kategori spesifik, seperti orang tua (parenting).

Mindtera adalah salah satunya, platform pengembangan kualitas diri yang beririsan dengan aspek well-being. Menurut Co-Founder dan CEO Mindtera Tita Ardiati, Mindtera memiliki fokus untuk mendorong kecerdasan sosial dan emosi. Jika ini tercapai, dampaknya bisa sangat luas bagi kehidupan manusia, misalnya mampu mengelola stres atau meningkatkan produktivitas kerja.

Mengutip sejumlah jurnal, Tita menyebut bahwa orang Indonesia cenderung kesulitan mengelola stres, bahkan kondisi ini sering dikaitkan dengan kesehatan mental. Padahal, setiap orang bisa mengalaminya. Sayangnya, ujar Tita, belum banyak kurikulum komprehensif yang mencakup dua kecerdasan tersebut di Indonesia.

Sementara, Co-Founder dan CEO Primaku Muhammad Aditriya Indraputra mengambil angle yang lebih spesifik dalam membawa aspek wellness, yakni membantu orang tua untuk memonitor tumbuh kembang anak. Mengasuh anak tidak mudah, sering kali melelahkan secara fisik dan emosional.

“Memantau tumbuh kembang anak merupakan upaya kolektif, sehingga kami berupaya menghubungkan pemangku kepentingan di ekosistem pediatrik. PrimaKu menjadi open platform, enabler bagi pemain di sektor ini agar ekosistemnya berkembang. Kita masih mencari cara terbaik untuk memahami model yang tepat karena industrinya masih cukup baru,” tutur pria yang karib disapa Didit ini.

Pendekatan pasar

Kendati awareness sudah meningkat, tak berarti orang akan langsung menggunakan layanannya. “Justru bagaimana caranya untuk membuat mereka semakin interested and invested in wellness. Dan ini bukan untuk layanan olahraga saja, tetapi juga apa yang mereka konsumsi,” tambah Rey.

Fita yang awalnya menyediakan akses layanan workout, mulai memperkenalkan skema berlangganan sejak 2022. Klaimnya, model langganan ini berhasil diterima pasar dan pendapatan Fita naik 10 kali lipat (YoY) pada 2023 (year-to-date/YTD). Pendekatan lainnya, ia juga memanfaatkan jaringan milik induk usaha Telkomsel untuk memperkenalkan layanan Fita dengan bundling produk telekomunikasi. Ia mengklaim transaksinya juga tumbuh signifikan.

“Sejak awal, kami memulai tidak hanya untuk exercise saja, tetapi lebih holistik. Saat ini, kami juga kembangkan platform B2B2C yang menghubungkan ke mitra-mitra kami di ekosistem ini. Maka itu, kami sedang memaksimalkan strategi kami lewat bundling dan platform B2B2C dengan meningkatnya perkembangan wellness saat ini. Masih banyak yang dapat di-leverage,” tutur Rey,

Sumber: Telkomsel Fita
Roadmap pengembangan platform Fita / Sumber: Fita

Berbeda cerita dengan Mindtera yang awalnya membidik segmen B2C. Namun, kebutuhannya justru banyak datang dari B2B karena perusahaan mengalami kesulitan mengelola organisasi akibat pandemi. Pemberlakuan Work From Home (WFH) memengaruhi produktivitas karyawan dan memicu stres. Kondisi tersebut bahkan berlanjut hingga pandemi usai.

Sejak kuartal III 2022, Mindtera pun memutuskan untuk pivot model bisnis sepenuhnya ke B2B. Produknya tetap sama dengan kurikulum yang dirancang sendiri. Tita berujar bahwa kebutuhan terhadap employee well-being dan talent development di Indonesia belum dianggap sebagai prioritas.

“Fokus kami adalah employee well-being dan talent development. Makanya, kami sering dikira [platform] HR tech. Selama pivot, kami sudah bereksperimen hingga menemukan strategi yang pas untuk akuisisi dan mendapat pendapatan lebih cepat. Bagi kami, strategi ini adalah network sales karena B2B lebih cenderung ke koneksi, kredibilitas, dan awareness corporate.”

Model bisnisnya berlanggan setahun; perusahaan mendapat (1) laporan kinerja dan penilaian karyawan (2) insight karyawan dan tindakan rekomendasinya, dan (3) membantu HR mempersiapkan training development. Tita menyebut bahwa Mindtera telah mencapai sejumlah milestone signifikan setahun pasca-pivot. Ada hampir 10.000 registran karyawan yang dikelolanya saat ini.

Mengukur wellness

Berbeda dengan digitalisasi di sektor lain, layanan wellness punya metrik variatif yang dapat mengukur kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Pada aspek fisik, kita dapat mengetahui kalori yang terbakar lewat perangkat fitness tracker atau memanfaatkan AI untuk memantau akurasi gerakan.

Namun, lebih dari itu, Tita menilai pemanfaatan teknologi dapat membantu pengguna untuk membuat keputusan. Konteksnya, sebuah perusahaan dapat memahami dengan cepat dinamika yang terjadi di dalam. Perusahaan bisa segera mengambil keputusan strategis untuk mengatasi isu tersebut.

“Solusi kami bukan untuk mengatasi isu administrasi, melainkan mengatasi human problem. Divisi HR sering kali dihadapkan pada tugas administratif. Sementara, assessment hanya setahun sekali tanpa tahu behavior mereka. Padahal mereka harus memiliki strategic thinking and planning untuk mengembangkan [kualitas] karyawannya,” jelasnya.

Output penggunaan solusi Mindtera / Sumber: Mindtera

Solusi ini tercermin dari laporan perusahaan berbentuk agregat, misalnya produktivitas perusahaan meningkat hingga 69%. Adapun, data yang tampil tidak menunjukkan hasil assessment per karyawan untuk menghindari informasi yang berkaitan dengan isu personal.

Sementara, PrimaKu mengacu pada standar WHO dan CDC untuk mengetahui perkembangan anak. Ada assessment awal yang diukur lewat indikator umur, tinggi, hingga berat badan. Ada pula fitur untuk mengetahui perkembangan sensorik, motorik, dan kognitif anak.

Indikator ini bisa membantu orang tua untuk memahami masalah awal, lalu bisa diarahkan langsung ke telekonsultasi atau konsultasi di faskes. Per 2022, PrimaKu mencatat 97% anak di platformnya memiliki growth condition yang berkembang.

“PrimaKu tetap pada posisinya sebagai open platform untuk ibu, dokter anak, dan fasilitas kesehatan. Ini memungkinkan adanya inovasi dan kolaborasi dengan siapapun di ekosistem pediatrik. Ada banyak use case yang dikembangkan. Namun, PrimaKu harus bisa memilih mana yang dapat ditransformasi, mana yang cukup di-enable. Ini supaya tidak salah prioritas untuk menggunakan investasinya.”

Peta Layanan Healthtech Konsumen di Indonesia

Startup healthtech telah memberikan warna baru di industri kesehatan Indonesia. Mereka menawarkan berbagai layanan yang membantu masyarakat mengakses berbagai layanan kesehatan melalui sistem aplikasi. Telemedis bisa dibilang menjadi salah satu yang paling populer, namun seiring perkembangannya saat ini terdapat berbagai jenis produk dan layanan healthtech konsumen yang bisa dimanfaatkan masyarakat.

Di artikel ini, DailySocial.id mencoba membedah mengenai layanan healthtech konsumer yang saat ini beroperasi di Indonesia, sembari mendalami potensi untuk masing-masing layanan.

Jenis layanan healthtech di Indonesia
Jenis layanan healthtech di Indonesia

Telemedis

Ini menjadi layanan healthtech konsumer yang cukup populer di Indonesia. Sub-kategori layanannya pun juga sudah mulai meluas, tidak hanya pada layanan konsultasi dokter umum saja, melainkan sudah menjurus ke dokter spesialis, ahli gizi, sampai psikolog.

Secara global, ukuran pasar telemedis diperkirakan akan mencapai $106 miliar di tahun ini. Setelah terdorong kencang saat pandemi, permintaan layanan konsultasi medis online terus bergerak eksponensial ke atas.

Berdasarkan analisis kami, ada sejumlah faktor yang membuat telemedis makin digandrungi. Pertama, semakin mendalamnya layanan telemedis, terutama di area kesehatan mental dan perawatan (gigi, kulit, nutrisi, dll). Serta penerapan teknologi yang semakin unggul di sistem aplikasinya itu sendiri, yang berdampak langsung pada efisiensi biaya dari sisi konsumen dan penyedia layanan kesehatan.

Kedua, keterbukaan regulasi pemerintah terhadap inovasi kesehatan di Indonesia, dibarengi upaya edukasi yang optimal oleh para stakeholder, terutama ketika adanya pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu.. Ketiga, integrasi antarsistem yang semakin terbuka — hal ini dibuktikan dengan berbagai aplikasi (seperti asuransi dan rumah sakit) yang mulai mengintegrasikan sistem telemedis di dalamnya, bahkan termasuk sejumlah aplikasi konsumer seperti ride-hailing.

e-Farmasi

Menurut McKinsey, sektor telemedis dan e-farmasi menjadi dua pendorong utama healthtech di kawasan Asia. Terbukti dengan pemain kunci di setiap negara meningkatkan penetrasi secara signifikan di dua jenis layanan tersebut, seperti yang dilakukan Halodoc dan Alodokter di Indonesia, MyDoc di Singapura, Viettel dan Doctor Anywhere di Vietnam, hingga DoctorOnCall di Malaysia.

Di Indonesia sendiri, sejak tahun 2020 e-farmasi sudah mendapatkan porsi 3% dari total industri farmasi nasional yang nilainya mencapai $6 miliar. Peningkatan layanan ini juga akan terimplikasi langsung dengan integrasi antarsistem yang saat ini mulai dibangun — seperti resep dokter yang didapat dari telemedis yang bisa langsung dipesan secara in-app ke e-farmasi yang ada di aplikasi tertentu.

Cara kerja startup healthtech
Cara kerja startup healthtech

Di sisi lain, model e-farmasi juga mulai diaplikasi oleh bisnis apotek tradisional untuk menangkap peluang dari pasar generasi baru. Ini seperti yang dilakukan oleh jaringan apotek K-24 yang mengoperasikan layanan pesan-antar melalui situs web dan aplikasi, bekerja sama dengan kurir ojek yang disediakan ride-hailing lokal.

Pelaku industri juga meyakini, e-commerce yang telah terbukti menghasilkan efisiensi pada proses supply chain juga akan berdampak pada komoditas obat-obatan yang dijajakan melalui e-farmasi. Kendati demikian pengawasan ketat terhadap proses bisnisnya diperlukan untuk menghindari distribusi obat-obatan yang memerlukan rekomendasi dari dokter.

O2O Healthcare

Menurut data Kemenkes per tahun 2018, ada sekitar 2.813 rumah sakit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, untuk melayani 265 juta masyarakat. Berbagai upaya pembenahan terus dilakukan agar menghasilkan sistem pelayanan yang optimal, salah satunya dengan melakukan digitalisasi. Saat ini sejumlah platform healthtech juga telah bekerja sama dengan institusi kesehatan untuk menghubungkan layanannya, untuk menghadirkan pengalaman online-to-offline (O2O).

Fitur seperti pesan nomor antrean secara online dan digitalisasi rekam medis jadi salah satu inovasi yang sudah bermunculan, baik di aplikasi healthtech pihak ketiga, aplikasi official milik rumah sakit, aplikasi BPJS, dan lain sebagainya. Perluasan layanan ini turut didukung oleh layanan SaaS khusus rumah sakit dan klinik yang saat ini mulai banyak dipasarkan oleh inovator teknologi, sehingga memberikan kesiapan tersendiri di sisi sistem backend dari penyedia layanan kesehatannya.

Model ini juga dimanfaatkan sejumlah klinik (khususnya gigi dan kecantikan) untuk memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik. Startup seperti Rata dan Nusantics memanfaatkan model ini untuk mengombinasikan antara pelayanan online dan offline untuk bertemu langsung dengan tim medis di klinik — alur kerjanya telah disesuaikan ke dalam masing-masing aplikasi.

On-Demand Healthcare

Pada dasarnya dengan layanan on-demand ini, masyarakat bisa memesan jasa terkait keperawatan medis sesuai kebutuhannya. Varian layanannya mencakup perawatan kesehatan hingga lansia. Saat ini sudah ada sejumlah pemain lokal di area ini, termasuk LoveCare, Perawatku, MHomecare, dan beberapa lainnya. Mencari perawat yang tepat memang menjadi tantangan tersendiri untuk sebagian orang, mengingat keterbatasan akses ke sumber daya yang ada.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per awal tahun ini, ada sekitar 1,26 juta tenaga kesehatan di Indonesia dengan 524.508 di antaranya adalah perawat. Namun demikian, sebaran perawat yang masih belum merata berpotensi menimbulkan ketimpangan layanan kesehatan di sejumlah daerah di tanah air. Perawat kebanyakan difokuskan untuk pelayanan di instansi kesehatan, sehingga sulit mendapatkan jasa mereka untuk kebutuhan yang lebih personal.

Layanan on-demand healthcare juga diharapkan bisa mengemban visi untuk meningkatkan kesejahteraan para perawat dengan memberikan alternatif lapangan pekerjaan sesuai bidang spesifiknya masing-masing.

Edu-Healthcare

Layanan ini memfokuskan pada edukasi ke masyarakat perihal kesehatan melalui platform online media. Bentuknya beraneka ragam dengan sebagian besar saat ini dikemas dalam layanan aplikasi yang intuitif dan interaktif. Edu-Healthcare –selain menawarkan informasi kesehatan umum—juga telah berevolusi ke dalam sub-segmen tertentu, misalnya fokus pada edukasi tumbuh kembang anak, kesehatan mental, atau parenting.

Media terkait parenting menjadi salah satu yang cukup populer di Indonesia
Media terkait parenting menjadi salah satu yang cukup populer di Indonesia

Mengutip jurnal yang diterbitkan oleh Wira Iqbal, Aria Gusti, Dicki Kurnia Pratama, dan Rahma Wahyuni dari Universitas Andalas, dari hasil survei yang dilakukan ke 110 pengunjung Puskesmas ditemukan fakta bahwa hanya 20% responden yang memiliki literasi kesehatan baik, sisanya masih tergolong rendah. Kendati penelitian ini tidak menggambarkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, namun bisa memberikan pandangan bahwa di banyak kalangan pengetahuan tentang kesehatan masih perlu ditingkatkan secara serius.

Medium digital dinilai menjadi kanal yang efisien untuk menjadi jembatan pengetahuan tersebut. Apalagi jika ingin menyasar generasi muda yang saat ini mendominasi tatanan masyarakat – terkait bonus demografi.

Wellness

Menurut hasil survei yang dilakukan Katadata dan Zurich, pandemi Covid-19 telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat. Misalnya, 51,69% dari responden meningkatkan konsumsi multivitamin, 47,6% jadi lebih gemar berolahraga, dan 64,20% mengalokasikan dana untuk produk sanitasi yang lebih baik. Tren ini memberikan dampak secara langsung kepada pemain industri di sektor wellness.

Secara umum, dari yang sudah ada di Indonesia, startup wellness banyak menyuguhkan layanan berupa aktivitas kebugaran, konsultasi kesehatan, dan produk nutrisi. Saluran digital diberdayakan untuk menghubungkan dengan konsumen akhir dan medium edukasi on-demand (telemedis, video pembelajaran, dan lainnya).

Menurut data yang dihimpun Statista untuk pasar Indonesia, revenue yang berpotensi didapat layanan wellness digital di kategori kebugaran akan mencapai $741,3 juta di tahun ini. Sementara untuk layanan konsultasi kesehatan dan nutrisi ditaksir mencapai $120,7 di periode yang sama.

Biotech

Biotech memiliki berbagai cabang ilmu, salah satu yang mulai populer adalah genomik. Ini terkait pengujian DNA manusia untuk menemukan potensi penanganan kesehatan yang lebih baik. Layanan biotech berfokus pada preventive healthcare dengan menguak hal-hal unik dari DNA yang dimiliki seseorang. Ini bisa mendeteksi potensi risiko penyakit berat hingga jenis obat yang bisa diserap dengan baik.

Di Asia Pasifik, industri genomik telah membukukan kapitalisasi pasar $3,62 miliar per 2022 dan diproyeksikan akan bertumbuh menjadi $5,97 miliar di tahun 2027 nanti.

Belum banyak pemain yang terjun di industri ini, namun di Indonesia sudah ada beberapa termasuk NalaGenetics dan Asa Ren. Dibutuhkan biaya besar dan penelitian panjang untuk melakukan R&D. Kini dua pemain tersebut kini sudah debut dengan layanan, memungkinkan siapa saja untuk melakukan tes genom dengan biaya yang cukup terjangkau.

Startup Wellness Perempuan Yoona Mendapatkan Pendanaan Awal

Startup wellness Yoona menutup pendanaan awal yang dipimpin oleh CyberAgent Capital. Sejumlah investor lain yang berpartisipasi antara lain Amanda Cole dan Metha Trisnawati dari Sayurbox, Ardi Setiadharma dari Prasetia Dwidharma, MD Capital, konsorsium sejumlah founder, dan Altira.

Dana putaran awal ini akan dimanfaatkan untuk mendorong Yoona ke posisi yang lebih berpengaruh di industri kesehatan perempuan Indonesia. Pihaknya akan memberdayakan perempuan dengan pengetahuan dan dukungan komprehensif dari para investor untuk membentuk lanskap kesehatan perempuan di area ini.

Yoona didirikan oleh Susanna Angraini, Dina Hermawati, Adrianto Hermawi, dan Benny Sutandio dengan komitmen kuat untuk menetapkan standar baru terhadap kesejahteraan perempuan.

Sejalan dengan pertumbuhan Yoona di sektor D2C, perusahaan mengambil langkah signifikan untuk memperluas jaringan distribusi melalui kemitraan dengan peritel besar. Jaringan distribusi ini dipadukan dengan peluncuran produk barunya untuk mendorong pertumbuhan bisnis Yoona di masa depan.

“Keberhasilan Yoona dalam menutup putaran awal ini menjadi bukti dedikasi kami untuk merevolusi bidang kesehatan perempuan dan memberdayakan perempuan di seluruh Indonesia untuk merangkul kesehatan dan kesejahteraan mereka,” ujar Co-Founder & CEO Susanna Angraini dalam siaran resminya.

Produk debut Yoona adalah pembalut organik yang diklaim terbuat dari material ramah lingkungan dan teknologi untuk menghilangkan bakteri dan jamur. Produk Yoona telah dipasarkan di berbagai online marketplace dan jaringan outlet fisik Sociolla.

Selain Yoona, ada pula startup D2C lokal Filmore yang mengembangkan produk kewanitaan berupa menstrual cup. Produk ini tidak populer di kalangan perempuan Indonesia, dan kebanyakan produk di pasaran berasal dari Amerika Serikat dan Eropa. 

Penggunaan menstrual cup diharapkan dapat mengurangi limbah yang dihasilkan dari penggunaan pembalut. Adapun, riset menyebutkan rata-rata perempuan menghabiskan hampir Rp80 juta sepanjang hidupnya untuk membeli produk kewanitaan saat menstruasi.

Platform “99 Virtual Race” Gencarkan Gaya Hidup Sehat Lewat Kegiatan Olahraga Kolektif

Indonesia merupakan negara terbaru yang disorot sebagai bagian dari Geography of Wellness. Menurut data GWI, ekonomi kebugaran Indonesia tumbuh dari $35 miliar pada tahun 2017 menjadi $36,4 miliar pada tahun 2020. Indonesia berada di peringkat ke-19 dari 218 negara yang diukur di seluruh dunia dan ke-7 dari 46 di wilayah Asia-Pasifik.

Di Indonesia, platform yang menggencarkan wellness atau gaya hidup sehat sudah banyak ditemui, seperti Doogether yang fokus pada fasilitas kebugaran, Fita besutan Telkomsel, dan Aigis yang menyajikan platform insurtech B2B dilengkapi fitur wellness. 

Satu lagi platform yang juga menawarkan gaya hidup sehat adalah 99 Virtual Race (99VR). Platform ini didirikan sejak Mei 2017 oleh tiga orang founder yang gemar berolahraga lari, yaitu Stevie Go, David Aryadi, dan Stanley Adrian. Sempat menjajal Event Organizer (EO) untuk kegiatan lari, tetapi hasilnya tidak sepadan setelah memperhitungkan banyak hal. Akhirnya, mereka menemukan platform aplikasi builder yang dapat menyalurkan visinya lewat virtual run.

Pada Februari 2017, mereka memulai cikal bakal 99VR dengan mendirikan CV Samala Digital Solution. 99VR dibangun secara bootstrap, masing-masing founder berinvestasi awal sebesar Rp3,5 juta per orang dengan total Rp10,5 juta yang digunakan untuk membeli akses app builder dan memaksimalkan segala fitur.

Co-Founder dan CEO 99VR Stevie Go mengungkapkan bahwa di masa awal pengembangan produk, kegiatan operasional dilakukan oleh ketiga Founders dengan 1 orang admin dan hanya memiliki 1 orang tim IT dari pihak aplikasi builder. “Turning point terjadi pada saat kami bertemu dengan Founder dan CEO COMPRO yang tertarik bergabung dan support dari sisi tech team,” ujarnya

Para pendiri sepakat untuk mengembangkan 99VR menjadi sebuah PT Samala Sehat Bahagia sejak akhir 2018 hingga sekarang dengan total tim sampai dengan Maret 2023 sebanyak 13 orang.

Hingga Desember 2022, 99VR telah menjangkau 163 ribu downloader, finisher di 25 negara, serta 214 events dimana 70% lebih dilakukan dengan klien dari beragam industri, diantaranya Nutrifood Indonesia, Bank Indonesia, BCA, Pertamina, Universitas Indonesia, Uniqlo, dan Harris Hotel Grup.

Di bulan Agustus 2017, 99VR berhasil menghasilkan 100 juta pertama dalam waktu 3 bulan. Selama satu tahun beroperasi, pihaknya mengantongi total pendapatan sebesar lebih dari Rp1 miliar. Pada 2021, 99VR mengklaim telah memperoleh total pendapatan sebesar Rp7,8 miliar.

Aplikasi 99VR

Dalam wawancara bersama DailySocial, Stevie melihat industri teknologi secara umum masih berpotensi berkembang mengingat saat ini banyak yang merasakan bagaimana teknologi memberikan kemudahan dalam aktivitas kita sehari-hari.

99VR memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pengalaman pengguna, baik sejak flow pendaftaran sampai pembayaran. Penggunaan AI disebut membantu proses verifikasi data peserta, sedangkan machine learning dimanfaatkan untuk menghindari potensi kecurangan.

Di aplikasi 99VR, peserta bisa mendaftar event yang diinginkan. Saat periode dimulai, peserta bisa mulai lari dan submit untuk jarak yang diajukannya. Setelah menyelesaikan race, medali akan dikirimkan ke alamat masing-masing peserta. Tak hanya itu99VR juga menawarkan solusi pembuatan aplikasi dan desain bagi para perusahaan atau UMKM agar mempunyai alat untuk berjualan.

Perusahaan secara spesifik menargetkan generasi milenial dan gen X yang mulai sadar akan pentingnya kesehatan, tetapi tidak tahu harus memulai dari mana karena tidak ada motivasi. Saat ini, pengguna 99VR terdiri dari 70% pria dan 30% wanita yang tersebar di semua provinsi Indonesia dan 25 negara di dunia.

“Dengan beragam event dan challenge yang disuguhkan 99VR, mereka menjadi termotivasi dan berani memulai olahraga dan bergabung dengan event lari,” ungkap Stevie pada DailySocial.

Monetisasi dan kemitraan

Untuk monetisasi, 99VR mengambil fee pada layanan B2B dan pendaftaran peserta serta membership untuk B2C. Dari seluruh kegiatan yang diselenggarakan 99VR, saat ini lebih dari 220, sekitar 30% adalah event independen dengan rata-rata 4-5 (total B2B dan B2C) event baru setiap bulannya. 99VR melakukan penghematan dan efisiensi dari sisi opex dan berfokus pada bagian/divisi yang selama ini memberikan profit besar untuk perusahaan.

Stevie mengakui bahwa tantangan terberat justru memasuki tahun ke-6 di mana mereka harus sedikit melakukan pivot terkait perubahan kebiasaan pengguna yang akan lebih fokus lagi untuk B2B dan O2O dari sisi B2C. Ke depannya, 99VR akan mendorong misi olahraga sebagai gaya hidup sehat yang bisa dilakukan dari mana saja dan kapan saja.

“Itu sebabnya saat ini pun kami sedang mencari strategic partner untuk bisa mengembangkan produk-produk kami yang lain. Target kami bisa menembus satu juta pengguna dengan memiliki divisi atau bisnis unit baru untuk memperkuat ekosistem ini,” tegas Stevie.

Stevie juga mengungkapkan bahwa perusahaan saat ini tengah menggalang dana. “Saat ini kami berencana membuka kesempatan untuk menggandeng strategic partner dengan tujuan pengembangan produk 99VR agar rencana kami di 2023 bisa lebih cepat terwujud untuk memperluas atau menambah revenue stream baru,” ujarnya.

FIT HUB Kembali Kantongi Pendanaan Baru

Platform digital yang menawarkan akses gym premium FIT HUB telah memperoleh pendanaan baru di putaran awal mereka. Dilansir dari DealStreetAsia, nilai investasi yang diperoleh menambah capaian pendanaan awal mereka menjadi $6,5 juta atau setara 96,6 miliar Rupiah.

Pemodal ventura yang terlibat dalam putaran pendanaan kali ini adalah Wavemaker Partners dan investor FIT HUB sebelumnya yaitu Trihill Capital. Kepada DailySocial.id. Seed & Venture Investor Trihill Capital Alwyn Rusli memberikan konfirmasi terkait dengan pendanaan baru yang diterima oleh FIT HUB.

Awal tahun 2022 lalu FIT HUB telah mengantongi pendanaan awal senilai $3 juta dari sejumlah investor. Putaran pendanaan awal ini dipimpin oleh Global Founders Capital APAC, dengan partisipasi dari Goodwater Capital dan angel investor. Sejumlah founder startup turut andil menjadi investor, di antaranya Abhinay Peddisetty, Steven Wongsoredjo, Robin Tan, Benedicto Haryono, dan Philip Tjipto.

Sebelumnya Alwyn mengatakan, Trihill memutuskan untuk berinvestasi sejak awal di FIT HUB setelah melihat pertumbuhan bisnisnya yang positif. Berawal dari tesis sudah mulai banyak masyarakat yang ingin memiliki gaya hidup sehat, mereka melihat apa yang ditawarkan oleh FIT HUB menjadi relevan dan memiliki potensi untuk terus berkembang.

Dalam waktu kurang dari 2 tahun, FIT HUB berhasil menggandeng 45 klub dan menyambut 40.000 anggota di 12 kota di Indonesia, menjadikannya sebagai platform gym dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia.

“Kita melihat space mana yang bisa kita incar untuk berinvestasi. FIT HUB menjadi ideal bagi kami dilihat dari latar belakang pendirinya yang memiliki pemahaman sangat baik dan melakukan riset hingga terjun langsung untuk melihat potensi pasar,” kata Alwyn.

Berbasis di Singapura, Trihill Capital adalah pemodal ventura yang memiliki visi untuk membangun kemitraan dalam jangka panjang dengan para pendiri startup. Secara khusus Trihill Capital memiliki 2 investment arms, yaitu investasi yang fokus kepada public equities secara global dan satu lagi berinvestasi kepada perusahaan di Asia Tenggara.

Layanan sejenis yang juga mengakomodasi kebutuhan kebugaran di antaranya Doogether, Fita, hingga Fits.id.

Menambah pilihan kelas

Dikelola oleh pakar di industri ritel, FIT HUB menawarkan akses gym premium ke seluruh club FIT HUB dan kelas tanpa batas setiap hari dengan biaya terjangkau (mulai dari Rp239 ribu/bulan). FIT HUB mengklaim dapat memberikan value for money yang tidak diberikan oleh gym lain. Selain fasilitas premium, peralatan weight training yang lengkap, kelas yang bervariasi, member juga dapat merasakan suasana yang nyaman, desain area yang modern, dan bantuan personal trainer yang tersertifikasi.

Akhir tahun 2022 lalu FIT HUB memperkenalkan terbarunya yaitu kelas fitness outdoor ‘CLASS HUB’. Layanan baru ini merupakan sarana bagi peserta untuk menemukan komunitas dan berbagi perjalanan olahraga mereka bersama kelompok dengan minat yang sama.

CLASS HUB merupakan sister brand dari FIT HUB, yang membawa misi memberikan kemudahan akses kesehatan dan kebugaran untuk semua orang. Hampir 1.000 kelas diadakan setiap minggunya di seluruh FIT HUB di seluruh Indonesia dan diikuti oleh hampir 20.000 anggota.

Application Information Will Show Up Here

Setelah Pendanaan Awal, SATU Dental Ingin Perluas Layanan di Jabodetabek

Kesehatan gigi merupakan aspek penting dari kesehatan secara keseluruhan. Namun masih banyak orang yang tidak memberikan perhatian yang cukup besar kepada pentingnya perawatan gigi. Salah satu alasannya kurangnya kesadaran akan kesehatan gigi akibat kurang edukasi, pengalaman buruk saat mengunjungi klinik dental, hingga masih belum banyak akses perawatan gigi yang terpercaya.

Salah satu platform yang mencoba untuk memberikan solusi tersebut adalah SATU Dental. Didirikan oleh Felix Saputra, Yessica Anggraini Pranoto, dan Ivan Hadiutomo, mereka mengklaim sebagai the fastest growing dental chain yang memberikan konsep one-stop solutions untuk semua permasalahan gigi dan mulut dengan harga terjangkau.

Fokus awal di Jabodetabek

Kepada DailySocial.id, Co-founder SATU Dental Felix Saputra mengungkapkan, memelihara gigi bukan hanya untuk estetika saja, namun juga untuk melihat kondisi kesehatan gigi yang bisa berpengaruh kepada penyakit lainnya.

“Hal tersebut yang ingin kami edukasikan kepada masyarakat luas dengan membangun awareness. Saat ini kebanyakan para pemain di sektor ini berjalan secara independen dan kita ingin membangun bisnis ini lebih baik lagi, berangkat dari latar belakang dan pengalaman yang kita miliki,” kata Felix.

Masih fokus di wilayah Jabodetabek, SATU Dental saat ini telah memiliki sekitar 70 mitra dokter gigi. Klinik SATU Dental juga sudah tersebar di Kelapa Gading, Cengkareng, Taman Ratu, Greenlake, Gading Serpong, Banjar Wijaya, Tebet, Bintaro, dan Muara Karang.

Selain memberikan layanan secara umum seperti membersihkan karang gigi hingga tindakan khusus seperti pencabutan gigi dan perawatan syaraf, SATU Dental juga memberikan layanan estetika seperti Direct Veneer, Whitening, dan Crown/Mahkota Gigi.

Bukan hanya memberikan layanan kesehatan gigi yang akurat menyesuaikan kepada kondisi dari masing-masing pasien, SATU Dental juga memastikan bahwa semua bahan yang digunakan sudah yang paling baik menyesuaikan standar dari perusahaan. Untuk memastikan semua dokter gigi memiliki kualitas terbaik, perusahaan juga memberikan pelatihan kepada mereka, menyesuaikan level mereka dengan menerapkan proses kurasi yang ketat.

“Yang membedakan kita dengan layanan serupa lainnya adalah, kita ingin membangun pengalaman baik kepada new user, dengan menciptakan suasana nyaman ketika mereka pertama kali datang ke klinik. Jika mereka berkunjung ke klinik SATU Dental, suasananya terasa lebih ramah dan nyaman bagi mereka pelanggan baru,” kata Felix.

Selain layanan offline klinik dental, SATU Dental juga telah menghadirkan layanan online kepada mereka pengguna yang sibuk atau membutuhkan layanan saat kondisi darurat. Misalnya mereka yang saat malam hari mengalami keluhan pada gigi, bisa melakukan konsultasi secara langsung memanfaatkan platform SATU Dental.

Telah meluncur sejak satu bulan lalu, menurut Co-founder Yessica Anggraini Pranoto, layanan konsultasi online ini mereka hadirkan dengan harga terjangkau, dan selama 30 menit pengguna bisa melakukan konsultasi memanfaatkan WhatsApp dan Zoom dengan mitra dokter gigi. Memanfaatkan foto yang diunggah oleh pengguna, nantinya dokter gigi bisa memberikan rekomendasi, resep obat hingga perkiraan biaya perawatan. Untuk pemeriksaan menyeluruh dan lebih detail, perlu juga dilakukan di klinik. Layanan konsultasi online lebih kepada untuk pertolongan pertama.

Kantongi pendanaan awal dari Alpha JWC

Klinik gigi yang didukung venture capital mewakili model baru perawatan gigi yang berpotensi merevolusi industri. Dengan memanfaatkan teknologi, pemasaran dan branding, mereka dapat memberikan perawatan gigi berkualitas tinggi kepada lebih banyak pasien dan memperluas bisnis mereka lebih cepat daripada klinik gigi tradisional.

Saat ini SATU Dental telah mengantongi pendanaan awal dari Alpha JWC Ventures dan Susquehanna Venture Capital (SIG). Pendanaan yang diterima oleh SATU Dental dari sejumlah investor strategis tersebut, diharapkan bisa membantu mereka untuk mengembangkan layanannya lebih luas lagi.

“Dental klinik terbesar di Indonesia saat ini sudah membangun bisnis selama 15-20 tahun terakhir. Jika kita menjalankan bisnis secara trandisional akan memakan waktu yang lama untuk membangun bisnis sekitar 20-30 tahun. Kita ingin mengalami pertumbuhan yang positif dan cepat dan VC bisa membantu kita,” kata Felix.

Industri kesehatan gigi secara umum merupakan bisnis yang stabil, dengan sebagian besar klinik gigi dijalankan sebagai praktik kecil dan mandiri. Namun, munculnya klinik gigi yang didanai modal ventura telah mengubah lanskap perawatan kesehatan gigi.

Platform lokal yang menawarkan layanan serupa di Indonesia saat ini di antaranya adalah Rata yang juga didukung oleh Alpha JWC Ventures. Sementara itu platform perawatan gigi KLAR Smile didukung oleh AC Ventures dan East Ventures, dengan berpartisipasi Venturra Discovery dan beberapa angel investor. Sementara itu platform asal Singapura Zenyum juga mulai melakukan ekspansi layanan di Indonesia.

Startup Wellness “DOOgether” Peroleh Tambahan Dana Pra-Seri A, Perbanyak Lokasi Olahraga Offline

Startup yang bermain di segmen wellness DOOgether mengumumkan perolehan tambahan dana pra-seri A dengan nominal dirahasiakan. Putaran ini dipimpin oleh Living Lab Ventures (afiliasi dari Sinarmas Land Group) dan Aldo Henry Artoko (CEO PT Arkora Hydro Tbk), diikuti investor sebelumnya, yakni Asiantrust Capital, Prasetya Dwidharma, dan lainnya.

Kedua investor yang sudah ada ini sebelumnya berpartisipasi dalam putaran tahap pertama yang diumumkan pada April 2021. Alexander Rusli (eks Dirut Indosat) juga serta dalam putaran tersebut.

Dana segar ini nantinya akan dimanfaatkan perusahaan untuk memperbanyak jumlah DOOspace, ruang kesehatan dan kebugaran offline, hingga enam titik di kuartal III 2023 mendatang. Lokasinya bakal tersebar di area Jabodetabek, salah satunya di BSD City.

Co-founder dan CEO DOOgether Fauzan Gani menyampaikan pihaknya bangga karena telah membangun bisnis yang kuat, berkelanjutan, berhasil bertahan melewati pandemi dan gejolak ekonomi. Namun, melihat data saat ini, ia percaya bahwa aktivitas online akan tetap berperan penting di industri kesehatan dan kebugaran, terutama untuk memenuhi permintaan komunitas olahraga.

Menurut data yang ia kutip, industri kesehatan dan kebugaran yang digelutinya ini bernilai $36,4 miliar di Indonesia, dan diperkirakan akan tumbuh 7,9% setiap tahunnya.

DOOspace

Perusahaan meluncurkan DOOspace untuk memenuhi permintaan dan membantu mitra fasilitas kebugaran yang kesulitan karena situasi yang sedang berlangsung. Melalui DOOspace, perusahaan mendukung mitra fasilitas kebugaran yang masuk sebagai operator, membantu rebranding seluruh fasilitasnya menjadi DOOspace by DOOgether.

Fauzan melanjutkan, DOOspace mendukung mitra fasilitas kebugaran yang sedang melewati masa kritis karena pandemi dengan menjadi operator fasilitas, menghadirkan pakar ternama dari industri olahraga, menstandardisasikan kualitas pengalaman pelanggan fasilitas kebugaran, dan memastikan pertumbuhan bisnis fasilitas kebugaran tersebut.

“Para mitra juga akan mendapatkan keuntungan dari ekosistem digital kami yang sudah mapan, dari pengarahan lintas pengguna dari aplikasi kami ke fasilitas kebugaran, hingga data demografis dan tren olahraga di wilayah mereka,” ucap Fauzan.

DOOspace menawarkan ruang kesehatan dan kebugaran bagi komunitas yang berkumpul, memiliki berbagai pilihan olahraga, mulai dari zumba, pilates, yoga, muay thai, berenang, dan latihan otot dan kekuatan. Layanan ini mulai diperkenalkan ke publik sejak Agustus 2022 dengan lokasi pertamanya di Senopati, Jakarta.

Perusahaan sendiri sudah dirintis sejak 2016. DOOgether berawal dari produknya yang bernama DOOfit, menyediakan layanan pemesanan kelas olahraga online dan offline ke fasilitas kebugaran di lebih dari 350 fasilitas olahraga, trainer, dan komunitas di Jabodetabek, Surabaya, dan Bali. Kelas olahraga yang ditawarkan mencapai lebih dari 30 ribu kelas, seperti zumba, boxing, barre, yoga, bootcamp, wall climbing, dan masih banyak lagi. Tak hanya itu, juga tersedia video latihan gratis di dalam situsnya.

Application Information Will Show Up Here

Startup Wellness “Fita” Memperoleh Pendanaan 30 Miliar Rupiah dari Telkomsel INDICO

Platform preventive healthcare berbasis reward Fita memperoleh pendanaan sebesar $1,9 juta atau sekitar 30 miliar Rupiah dari Telkomsel Ekosistem Digital (INDICO). Dana segar ini akan diprioritaskan untuk pengembangan produk yang user-oriented dan fitur penunjang bagi professional coach.

Fita merupakan platform kesehatan yang berfokus pada pencegahan sakit dan gaya hidup sehat. Visinya memimpin pasar platform kesehatan terintegrasi di Indonesia. Salah satu komitmen Fita adalah menghadirkan dua produk antarmuka, yakni aplikasi Fita untuk end-user dan platform professional coach Coach at the Center of Health (CATCH) yang dirilis baru-baru ini.

Sementara, Telkomsel INDICO merupakan anak usaha Telkomsel yang didirikan sebagai holding company bagi sub-bisnis digital Telkomsel. Selain Fita, portofolio INDICO lainnya adalah Kuncie (edtech) dan Majamojo (game).

CEO Fita Reynazran (Rey) Royono mengatakan, pihaknya fokus membangun awareness dan fondasi produk yang kuat, serta menarik minat masyarakat lewat fitur bernilai tambah di tahun ini. Pihaknya juga terus melakukan kegiatan edukasi terkait kesehatan dan nutrisi dengan menggandeng certified coaches.

“Ternyata keinginan masyarakat untuk hidup sehat sangat tinggi. Hal ini terlihat dari pertumbuhan pengguna Fita yang kini telah mencapai 350.000 pengguna aktif setiap bulannya,” tutur Rey dalam keterangan resminya.

Dalam kurun waktu setahun, Fita telah diunduh sebanyak 2,5 juta kali, juga didukung lebih dari 200 coach bersertifikat, 800 konten tutorial olahraga, dan 200 resep makanan sehat. Dari sisi penjualan, pertumbuhannya mencapai lima kali dalam tiga bulan terakhir. Dengan pencapaian ini, Fita mengklaim sebagai startup kesehatan dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia.

CEO INDICO Andi Kristianto menambahkan, “pendanaan ini adalah bagian dari komitmen awal kami untuk mendukung pertumbuhan bisnisnya. Kami menilai Fita layak mendapat pendanaan karena mereka mampu memaksimalkan potensi dan resources yang dimiliki, dan telah merealisasikan rencana bisnis sesuai komitmen mereka.”

Pengembangan masif

Pihaknya mengungkap rencana pengembangan produk secara masif ke depan. Pertama, Fita akan masuk ke ranah offline melalui keanggotaan (membership) di fasilitas gym dan kelas olahraga. Program kesehatan juga akan diperluas ke kategori penyakit kritis dan kesehatan jiwa, seperti diabetes, hipertensi, women health, serta mindfulness.

Sumber: Telkomsel Fita
Sumber: Fita

Di samping itu, Fita akan memperluas cakupan pembelian produk dan perangkat kesehatan secara online, misalnya wearable, suplemen, dan vitamin. Ada pula rekomendasi paket asuransi yang tepat untuk pengguna.

Menurut Rey, pengembangan ekosistem produk dan layanan kesehatan yang lengkap akan menandai kesiapan Fita untuk membuka peluang pendanaan eksternal atau di luar lingkungan Telkomsel.

“Tahun 2023 akan menjadi gerbang bagi kami untuk scale up menuju profitability yang matang. Kami membuka potensi kerja sama secara luas bagi siapapun termasuk potential investor untuk penetrasi sektor kesehatan digital bersama Fita. Melihat potensi dan antusiasme market yang luar biasa, kami optimistis dalam lima tahun mendatang, Fita memiliki kesempatan besar untuk mencapai pemerataan di sektor healthtech dan fitness Indonesia.”

Dalam wawancara dengan DailySocial.id sebelumnya, Rey mengungkapkan tantangan mengembangkan produk wellness masih besar. Pasalnya, pasar healthtech Indonesia saat ini 70% masih didominasi layanan telemedicine yang akselerasinya meningkat pesat tahun lalu. Pasar wellness mulai memperlihatkan tren pertumbuhan mengingat banyak masyarakat Indonesia kini mulai memperhatikan kesehatan di era Covid-19.

Sekadar informasi, dalam pengembangan solusi digital, Telkomsel berfokus pada dua hipotesis besar. Pertama, hipotesis “inside-out“, Telkomsel berpotensi melepas (spin off) solusi ini untuk membesarkan valuasinya apabila sukses di pasar. Kedua, hipotesis “outside-out” berfokus dalam mencari ide atau use case yang punya keterkaitan erat dengan business unit Telkomsel.

Application Information Will Show Up Here

Base Mendapat Pendanaan Seri A 94 Miliar Rupiah Dipimpin Rakuten Ventures

Startup DTC untuk produk perawatan dan wellness “Base” mendapat pendanaan seri A sebesar $6 juta atau sekitar 94,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Rakuten Ventures, diikuti investor terdahulu termasuk Antler, East Ventures, Skystar Capital, dan Pegasus Tech Ventures.

Sebelumnya, Base memperoleh pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi East Ventures, Antler, iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, dan angel investor. 

Dalam keterangan resminya, Associate Rakuten Ventures Regina Ho mengatakan, selama ini industri produk perawatan kecantikan di Asia Tenggara masih didominasi oleh merek-merek asing. Selain itu, produknya dijual dengan harga di atas pendapatan rata-rata konsumen.

“Hal ini membuat kami bersemangat dengan kemampuan Base untuk membalikkan ekspektasi konsumen tradisional bahwa produk berkualitas tinggi tidak harus mahal. Kami harap bisa mendukung perjalanan Base untuk mengisi ruang kosong perawatan pribadi yang berkembang di Asia Tenggara,” ucap Regina dalam keterangan resminya,

Base didirikan oleh Yaumi Fauziah Sugiharta dan Ratih Permata Sari pada 2019 dengan operasi awal melalui strategi Direct-to-Consumer (D2C). Kemudian, Base memperluas distribusi ke online dan offline (O2O) untuk menjangkau kota-kota regional. Kini, Base telah melayani pengiriman produk ke 34 provinsi di Indonesia.

Salah satu misi Base adalah memperjuangkan keragaman dan inklusivitas kebutuhan kecantikan masyarakat Indonesia dengan menawarkan perawatan kulit berbahan vegan dan menghadirkan fitur “Smart Skin Test”.

Partner di East Ventures Melisa Irene menambahkan, “Sejak awal kami percaya dengan inovasi Base. Keahlian dan pendekatan lokalnya menghasikan produk perawatan kulit berkualitas tinggi dan berkelanjutan dalam memenuhipermintaan pasar. Kami menantikan lebih banyak inovasi dan pertumbuhan yang akan dihadirkan oleh Yaumi, Ratih, dan tim Base.”

Produk berbasis bioteknologi

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta mengungkap bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk mengembangkan lini produk baru, di antaranya kosmetik, perawatan tubuh dan rambut, edible wellness, dan fragrance. Selain itu, Base berencana berinvestasi lebih lanjut pada inovasi dan pengembangan produk. Salah satunya menggabungkan bioteknologi (biotech) ke dalam metode pengembangan lini produk vegan secara kreatif.

Hal ini sejalan dengan profil konsumen Base yang teridentifikasi sebagai gen Z dan milenial; segmen yang memprioritaskan produk sadar lingkungan, mudah diakses, dan berkelanjutan. Melalui pengembangan produk yang mendalam, pihaknya dapat memperluas pertumbuhan pelanggan.

Mengacu studi Euromonitor, industri kecantikan mengalami pertumbuhan signifikan dibandingkan industri lain selama masa pandemi. Adapun, nilai pasarnya diproyeksikan mencapai $10 miliar pada 2025 yang didorong oleh produk kategori perawatan rambut, tubuh, dan kulit, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 6%. Dengan potensi pasar ini, Base memiliki posisi tepat untuk menjadi pemain terkemuka. Base mengklaim telah mengalami pertumbuhan pendapatan 10x lipat dalam satu tahun terakhir.

Dalam kesempatan ini, Base juga mengumumkan Muhammad Cipta Suhada yang akan mengisi posisi Direktur People & Culture. Sebelumnya, Cipta sempat berkarier di sejumlah perusahaan teknologi terkemuka, seperti Gojek dan LinkAja. Pihaknya berupaya mendefinisikan kembali bagaimana dunia memandang standar kecantikan sehingga setiap orang dapat merasa berdaya dan bangga dengan keunikan yang dimiliki.

“Ini berlaku juga di Base di mana kami mengantisipasi orang-orang untuk mengeluarkan potensi mereka dan melakukan yang mereka sukai. Seiring pertumbuhan perusahaan, kami senang menyambut lebih banyak anggota kepemimpinan senior untuk meningkatkan jalan base sebagai organisasi kelas dunia yang dapat dibanggakan generasi kami.” Tutupnya.