Platform Metaverse Lokal “Jagat” Resmi Diluncurkan

Platform digital lokal berbasis interaksi sosial “Jagat.io” meresmikan kehadirannya, setelah melalui fase tes awal sejak Agustus 2022. Platform Jagat.io dapat diakses melalui play.jagat.io, di situs web dan aplikasi mobile.

Jagat.io merupakan platform dunia visual pertama di Indonesia yang terhubung dengan kota nyata, yakni Ibu Kota Nusantara (IKN). Dalam aplikasinya, pengguna dapat memanfaatkan aplikasi ini untuk mengadakan rapat, pertemuan, nonton bareng film, konser virtual, pertunjukan karya digital, dan interaksi lainnya secara imersif.

Peresmian ini dilakukan oleh Presiden Joko Widodo bertepatan Hari Sumpah Pemuda, di Jakarta (28/10).

Founding Chairman Jagat Nusantara Wishnutama Kusubandio mengatakan, platform Jagat menghadirkan ekosistem teknologi yang terbuka dan inklusif bagi semua kalangan. Jagat Nusantara merupakan platform media sosial, platform e-commerce masa depan, serta platform olahraga dan hiburan masa depan.

“Sebuah platform social immersive berbasis web dan mobile yang menghubungkan pengguna dengan dunia virtual. Kita bisa bilang ini the next generation of social media, hasil kerja keras dan kolaborasi anak-anak muda kita,” kata Wishnu saat peluncuran.

Dia melanjutkan, “Kami sedang mempersiapkan platform ini untuk menjadi the next real estate platform untuk IKN melalui tokenisasi lahan. Bayangkan jika kita dapat memiliki lahan virtual yang juga mewakili kepemilikan lahan yang sesungguhnya nanti di IKN.”

Platform Jagat

Sementara itu, Co-founder & CEO Jagat Barry Beagan mengatakan, semua orang bebas mengekspresikan diri di platform ini. Dengan kehadiran avatar, masyarakat dapat mewujudkan kepribadian yang sesuai dengan aspirasi mereka atau persona suka-suka. Platform ini dapat diakses secara gratis.

Fitur-fitur yang dihadirkan terinspirasi dari interaksi sehari-hari, ataupun tatap muka secara online melalui kamera. Pengalaman otentik yang diciptakan Jagat menjawab peluang globalisasi di mana interaksi sosial menjadikan generasi muda di seluruh dunia menjadi semakin dekat.

“Jagat mengedepankan interaksi sosial yang berakar pada perasaan senang saat berkumpul interaksi sosial yang berakar pada perasaan senang saat berkumpul bersama teman-teman dan kebersamaan karena menurut kami bersosialisasi tidak bisa lepas dari entertainment,” ucap Barry.

Saat ini, platform Jagat menyuguhkan sensasi metaverse IKN agar pengguna bisa merasakan pengalaman berada di IKN, tepatnya di Titik Nol sebagai downtown (pusat kota) baru serta Istana Negara. Selanjutnya, Jagat akan mengembangkan ruang maupun interaksi baru dan diharapkan bisa membangun kreativitas generasi baru di Jagat, khususnya kalangan muda.

Agar pengalaman imersif, Jagat akan dikembangkan secara bertahap dengan mengumpulkan berbagai masukan dan menganalisis perilaku in-app dari pengguna untuk membuat lebih banyak inovasi sebagai platform inklusif. Nantinya, hal ini bertujuan memenuhi kebutuhan ekspresi lebih banyak masyarakat Indonesia.

Jagat menghadirkan partner-nya yang sudah terjun ke dunia virtual Jagat dengan konsep unik masing-masing, di antaranya Noice, Sociolla, Bumilangit, Hepmil Media Group, ROH Project, Indozone, Jakarta Intercultural School, Pijar Foundation, dan Play3.

Kehadiran Noice sebagai platform audio lokal pertama di Indonesia yang hadir di dunia metaverse merupakan bentuk komitmen dan kontribusi perusahaan untuk turut memajukan industri kreatif Indonesia.

“Dengan menyediakan wadah Noice Space di metaverse, kami ingin mengajak dan memfasilitasi kreator kami untuk bisa berinteraksi langsung dengan pendengar setianya dan memberikan pengalaman virtual yang spesial melalui avatar mereka di Jagat,” kata Chief Business Officer Noice Niken Sasmaya.

Saat ini Jagat telah mempersiapkan peta pengembangan yang tidak hanya membawa Ibu Kota Nusantara masuk ke dalam ekosistem Jagat, tapi juga brand dan kreator lokal untuk berkreasi dan beraktivitas secara nyata.

Menurut Barry, Jagat akan dikembangkan secara bertahap dengan mengumpulkan berbagai masukan dan mengalisis perilaku in-app dari pengguna untuk membuat lebih banyak inovasi di Jagat sebagai platform yang inklusif yang dapat memenuhi kebutuhan ekspresi masyarakat Indonesia.

“Kami melihat Nusantara sebagai aspirasi masa depan bangsa Indonesia, sama seperti Jagat yang membangun user-generated city. Jagat ingin menjadi sarana kreativitas masyarakat untuk menuangkan ekspresi serta harapan mereka untuk masa depan,” pungkas Barry.

Harap-Harap Cemas Ekosistem Industri Kreatif dan Ekonomi Digital Pasca Pengumuman Kabinet Indonesia Maju

Kemarin (23/10) Presiden Joko Widodo telah memilih dan mengumumkan daftar menteri dan pejabat untuk kabinet barunya. Kendati selama masa kampanye jargon “ekonomi digital” disampaikan, namun daftar kementerian yang diumumkan cukup mengejutkan pelaku di ekosistem startup, sebagai salah satu ujung tombak dari ekonomi digital nasional.

Ada dua hal yang cukup mengganjal, pertama dileburnya Bekraf ke dalam Kemenpar, menjadi Kemenparekraf. Peleburan menjadi istilah untuk tidak menyebutnya sebagai peniadaan. Kendati dipimpin sosok yang digadang-gadang identik muda dan kreatif, namun ini mengindikasikan turunnya prioritas untuk pengembangan industri kreatif, termasuk startup digital. Bagaimana tidak, sejauh ini peran Bekraf cukup signifikan dirasakan para pelaku industri.

Program-programnya secara spesifik menyasar kebutuhan insan kreatif, terlihat dari susunan deputi yang ada, meliputi riset, permodalan, infrastruktur, pemasaran, hak kekayaan intelektual, dan hubungan antarlembaga. Sementara idealnya dengan potensi yang ada, pariwisata memang menjadi fokus tersendiri.

Ekonomi kreatif tidak bisa dipandang sebelah mata

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh BPS dan Bekraf pada tahun 2016, sektor ekonomi kreatif berkontribusi pada 7,35% GDP nasional, menyumbangkan nilai lebih dari 922 triliun rupiah. Secara kontinu, angka tersebut beranjak naik hingga diproyeksikan bertumbuh 4,13% hingga akhir tahun ini. Ekonomi kreatif telah menopang hampir 17 juta pekerja, dari berbagai bidang termasuk startup digital.

Data pertumbuhan ekonomi kreatif nasional / Bekraf
Data pertumbuhan ekonomi kreatif nasional / Bekraf

Mengacu pada sumber lain, misalnya hasil riset Google, Temasek, dan Bain & Company bertajuk “e-Conomy SEA 2019”, tahun ini ekonomi digital Indonesia telah mencapai $40 miliar dan diprediksi akan meningkat tajam hingga $133 miliar di tahun 2025 mendatang. Sektor e-commerce, ride-hailing, travel, dan media menjadi pendorong utamanya. Dengan angka tersebut, Indonesia menjadi yang terdepan di Asia Tenggara.

Hal-hal yang disayangkan

Selain Bekraf, pengayom industri digital nasional adalah Kemkominfo. Sejauh ini, Rudiantara cukup aktif melakukan advokasi pelaku startup, dengan target ambisius melahirkan unicorn baru. Untuk mendukung langkah tersebut, diperlukan berbagai upaya, termasuk mengakomodasi dengan kebijakan-kebijakan yang sesuai. Kini Johnny Gerald Plate terpilih menjadi Mekominfo. Nama tersebut tergolong sangat baru bagi sebagian besar pelaku industri kreatif dan digital – mungkin tidak demikian di politik. Ini menjadi poin kedua.

Langkah tangkas dibutuhkan untuk mengayomi ekosistem kreatif dan digital yang saat ini bertumbuh sangat cepat. Disrupsi yang dihadirkan sangat nyata mengubah cara-cara baru di masyarakat. Ekosistem bukan lagi di usia “early-stage”, sebaliknya sudah masuk ke “scale-up”, sehingga dibutuhkan rekam jejak yang relevan dari pemangku kebijakan yang menaunginya. Saat pengumuman menteri kemarin, Johnny didaulat presiden untuk mengurus hal berkaitan dengan keamanan siber, kedaulatan data, dan industri TIK domestik. Tugas yang sangat berat dan serius.

Hari Senin (22/10) lalu, kehadiran Nadiem Makarim ke istana cukup memberikan angin segar bagi industri. Banyak yang berharap pembentukan kementerian baru yang khusus menaungi ekonomi kreatif dan digital. Nyatanya, ia diposisikan pada Kementerian Pendidikan. Memang, SDM menjadi isu krusial yang harus direvolusi dengan pendekatan yang lebih berdampak. Namun rekam jejak Nadiem untuk menangani penyelarasan bisnis disruptif menjadi hal yang disayangkan untuk tidak dioptimalkan.

Berat untuk tidak pesimis

Startup digital telah melahirkan sektor fintech, mereka mampu memfasilitasi berbagai kalangan yang sebelumnya tidak tersentuk layanan perbankan pada produk-produk keuangan, dengan konektivitas teknologi. Startup digital telah melahirkan sektor ride-hailing dan online marketplace, membuka ribuan peluang bisnis sekaligus mentransformasi UKM melalui internet. Belum lagi berbicara soal sektor new retail, healthtech, edutech, dan lain-lain yang mulai memberikan dampak berarti bagi Indonesia.

Berat untuk memberikan pemakluman, kendati tahu bahwa ada kalkulasi politik yang harus dipertimbangkan Presiden.  Semoga ini bukan proses untuk mengorbankan industri kreatif dan digital untuk kepentingan-kepentingan yang dianggap lebih besar.

Alpha JWC Ventures Soroti Fintech dan Big Data Menjadi Tren Inovasi Digital di Indonesia

Kemarin (30/3) venture capital Alpha JWC Ventures menggelar konfrensi di Hotel Kempinski, Jakarta dengan tema “Next Wave of Technology Disruption in Indonesia”. Dalam konfrensi tersebut ada dua sektor yang disorot Alpha JWC Ventures untuk jadi tren inovasi digital berikutnya di Indonesia, yakni fintech dan big data.

Konfrensi tersebut juga dihadiri oleh beberapa tokoh dan pemimpin bisnis di sektornya masing-masing. Beberapa di antaranya yaitu Mentri Perdagangan Indonesia Thomas Lempbong, Veteran Bankir Arwin Rasyid, CEO Net Mediatama Wishnutama Kusubandio, CEO Mediatrac Regi Wahyu, CTO Mediatrac Imron Zuhri dan beberapa perusahaan portofolio Alpha JWC Ventures.

Co-Founder dan Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe dalam sesinya menjelaskan bahwa e-commerce dan marketplace saat ini adalah sektor yang paling diminiati di Indonesia dengan masing-masing persentasi yaitu 21 dan 17 persen. Pun begitu, fintech dan big data menunjukkan peningkatan yang signifikan di angka 10 persen dan 7 persen.

Teknologi finansial dan industri perbankan

IMG_20160330_145259

Dalam sesi panel diskusi pertama yang fokus pada teknologi finansial, veteran bankir Arwin Rasyid percaya bahwa saat ini bank di Indonesia sedang dalam masa rumit karena perkembangan teknologi. Arwin juga menuturkan bila saat ini bank masih enggan masuk ke ranah mobile maka itu sama saja dia sudah keluar dari kompetisi.

Arwin mengatakan, “Generasi milenial yang akan membentuk bagaimana bank beroperasi [di Indonesia], karena mereka digital savvy. […] Bank itu sudah mapan dan penuh dengan aturan, itulah mengapa bank harusnya merangkul startup fintech. […] Bank jangan melihat mereka [startup fintech] sebagai rival, tetapi lihat sebagai pelengkap. Bukan ide yang baik bila bank harus berkompetisi dengan startup fintech.”

Sementara itu Co-founder dan Managing Partner Will Ongkowidjaja menyebutkan bahwa penting bagi startup di bidang finansial untuk mencari investor yang berpengalaman di bidang yang sama. Dari sana, selain nantinya dapat dibantu untuk membentuk model bisnsi yang baik, startup juga dapat dibantu untuk duduk bersama dan berdiskusi dengan para regulator.

Big data dan dampak pada berbagai perusahaan

20160330_154134

Di panel diskusi kedua, topik yang dibahas adalah mengenai big data dan dampaknya ke berbagai industri. Disebutkan oleh CEO Mediatrac Regi Wahyu, saat ini data masih didominasi oleh konsumen internet, tetapi ke depannya akan segera bergerak ke industrial consumer, dan akan diikuti dengan pemerintahaan berbasis internet.

Big data technology memang sedang terjadi di Indonesia saat ini, meski belum menjadi hype sebesar e-commerce. Tantangannya saat ini adalah bagaimana perusahaan mengoptimalkan data yang dimiliki untuk memberikan dampak yang positif.

Pendiri Sepulsa Ananto Wibisono percaya bahwa implementasi big data pada perusahaan bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Pun begitu, ia juga yakin bahwa big data itu sendiri merupakan investasi jangka panjang yang baik bagi perusahaan.

Pendiri dan CEO NET Mediatama Wishnutama Kusubandio mengatakan bahwa media yang akan bertahan dalam lima tahun ke depan adalah yang bisa memanfaatkan big data seoptimal mungkin. Wishnu percaya bahwa big data akan berguna untuk tiap konten yang dibuat oleh media, bukan hanya untuk pendistribusian tepat sasaran, tetapi juga untuk monetisasi.

Alpha JWC Ventures adalah perusahaan modal ventura institusional dan independen yang berinvestasi pada perusahaan teknologi tahap awal atau berkembang dengan fokus pasar utama di Indonesia. Tak ada sektor khusus yang dibidik, Alpha JWC Ventures hanya berupaya menjadi nilai tambah bagi pendiri perusahaan rintisan dalam membangun perusahaannya. Beberapa portofolio dari Alpha JWC Ventures di antaranya yaitu, Mediatrac, Kredivo, Modalku, Sepulsa, Jualo, UangTeman dan Asmaraku.