Ninjas in Pyjamas Kolaborasi dengan Esports Charts

Organisasi esports asal Swedia, Ninjas in Pyjamas, mengumumkan kerja samanya dengan Esports Charts, perusahaan analitik. Melalui kerja sama ini, Esports Charts akan memberikan data analitik pada Ninjas in Pyjamas. Data tersebut kemudian akan digunakan oleh Ninjas in Pyjamas untuk mengambil keputusan internal.

“Dunia esports kini menjadi semakin profesoinal, membuat data yang akurat menjadi semakin berarti,” kata Michael Tidebäck, Head of Product and Relations, Ninjas in Pyjamas, seperti dikutip dari Dot Esports. “Semakin banyak data yang tersedia, semakin baik. Dan tak bisa dipungkiri, ESCharts merupakan yang terbaik dalam menyediakan statistik pertandingan esports.” Alasan lain mengapa Ninjas in Pyjamaas memilih untuk bekerja sama dengan Esports Charts adalah karena perusahaan analitik itu juga menyediakan data terkait hiburan dan olahraga tradisional.

Sebelum berkolaborasi dengan Ninjas in Pyjamas, Esports Charts juga sudah menjalin kerja sama dengan beberapa organisasi esports lainnya, seperti Astralis Group, Natus Vincere, Alliance, dan Team Liquid. Keempat organisasi esports tersebut bekerja sama dengan Esports Charts dengan harapan untuk mendapatkan data statistik tentang tim-tim esports yang menjadi pesaing mereka atau data tentang penonton esports, lapor Esports Insider.

Selain bekerja sama dengan organisasi esports, Esports Charts juga bekerja sama dengan beberapa penyelenggara turnamen esports, contohnya Flashpoints dan StarLadder. Dalam satu tahun belakangan, semakin banyak pelaku esports yang menggandeng perusahaan analitik. Misalnya, pada tahun lalu, Nielsen mendapatkan tawaran kerja sama dari Activision Blizzard dan Riot Games.

Industri esports mungkin dimulai karena passion. Namun, seiring dengan berkembangnya esports sebagai industri, passion saja tak lagi cukup. Sama seperti industri lain, esports juga bisa diuntungkan dengan penggunaan data yang akurat. Bagi organisasi esports, data bisa digunakan untuk menganalisa permainan lawan. Sementara bagi penyelenggara turnamen atau sponsor, target mereka biasanya adalah data tentang audiens esports.

Thailand, Malaysia, dan Filipina Masuk dalam 25 Negara Peraih Hadiah Esports Terbesar di Dunia

Pandemi virus corona menyebabkan banyak kompetisi olahraga dihentikan. Namun, tidak begitu dengan esports. Memang, sebagian turnamen esports harus dibatalkan, tapi, kompetisi esports tetap bisa diselenggarakan secara online. Esports bahkan dipercaya bisa menjadi hiburan pengganti bagi para fans olahraga yang merasa kehilangan.

Sepanjang semester pertama 2020, ada 1.622 turnamen esports yang diadakan dengan total hadiah sebesar US$38,8 juta, menurut data Unikrn. Amerika Serikat menjadi negara yang meraih total hadiah terbanyak. Dalam enam bulan, 1.999 atlet esports Amerika Serikat berhasil membawa pulang US$7,28 juta. Sementara itu, Tiongkok menduduki posisi nomor dua dengan total hadiah sebesar US$3,1 juta. Dengan memenangkan hadiah esports sebesar US$2,36 juta, Korea Selatan duduk di posisi ke-3, seperti yang disebutkan oleh Forbes.

Dalam daftar 25 negara peraih hadiah esports terbesar menurut Unikrn, ada 3 negara Asia Tenggara yang berhasil masuk, yaitu Thailand, Malaysia, dan Filipina. Dari ketiga negara tersebut, Thailand menduduki posisi paling tinggi di peringkat ke-13. Dengan 314 atlet esports, mereka berhasil memenangkan total hadiah sebesar US$827 ribu. Itu artinya, rata-rata hadiah yang dimenangkan oleh seorang atlet esports Thailand adalah US$2.633.

Filipina duduk di peringkat 21 dengan memenangkan hadiah sebesar US$291 ribu. Jumlah atlet esports Filipina jauh lebih sedikit dari Thailand, hanya 71 orang. Jadi, tidak heran jika rata-rata hadiah per pemain mereka lebih tinggi, yaitu US$4.095. Malaysia masuk dalam peringkat 23. Mereka memenangkan US$253 ribu sepanjang semester pertama 2020. Dengan 43 atlet esports, rata-rata hadiah yang dimenangkan oleh satu atlet esports Malaysia mencapai US$5.874.

total hadiah esports
Bulgaria menjadi negara yang memiliki total hadiah per pemain terbesar. | Sumber: Forbes

AS mungkin menjadi negara dengan total hadiah esports terbesar. Namun, Bulgaria merupakan negara dengan rata-rata hadiah per pemain paling besar. Negara Eropa Timur tersebut memang hanya berhasil memenangkan hadiah sebesar US$310 ribu dalam satu semester. Meskipun begitu, mereka hanya memiliki 24 pemain. Jadi, rata-rata hadiah per pemain mereka mencapai hampir US$13 ribu. Dalam hal rata-rata hadiah per pemain, Denmark ada di posisi ke-2. Mereka memiliki 173 pemain profesional dan berhasil memenangkan total hadiah esports sebesar US$1,7 juta. Per pemain Denmark, mereka memenangkan US$9.564.

Sementara itu, Brasil menjadi negara dengan peningkatan peringkat paling besar. Pada 2019, mereka duduk di peringkat 9. Sekarang, mereka ada di peringkat 4. Sepanjang semester pertama 2020, Brasil berhasil memenangkan hadiah esports sebesar US$2,28 juta. Mengingat mereka memiki 420 pemain esports, itu artinya, setiap pemain membawa pulang US$5.438.

Inilah daftar 25 negara peraih hadiah esports terbesar sepanjang semester pertama 2020.

1) Amerika Serikat: $7,280,222.31 (1,999 pemain, rata-rata hadiah per pemain: $3,641.93)

2) Tiongkok: $3,093,705.23 (379, $8,162.81)

3) Korea Selatan: $2,356,078.82 (573, $4,111.83)

4) Brasil: $2,284,006.59 (420, $5,438.11)

5) Rusia: $1,718,361.31 (454, $3,784.94)

6) Prancis: $1,703,512.13 (441, $3,862.84)

7) Denmark: $1,654,614.71 (173, $9,564.25)

8) Inggris Raya: $1,327,882.15 (348, $3,815.75)

9) Kanada: $1,307,092.60 (319, $4,097.47)

10) Jerman: $1,304,784.38 (500, $2,609.57)

11) Swedia: $1,176,960.10 (215, $5,474.23)

12) Australia: $891,602.63 (359, $2,483.57)

13) Thailand: $826,835.23 (314, $2,633.23)

14) Finlandia: $792,457.03 (96, $8,254.76)

15) Polandia: $596,336.18 (221, $2,698.35)

16) Ukraina: $574,589.16 (112, $5,130.26)

17) Norwegia: $439,630.18 (67, $6,561.64)

18) Belanda: $399,067.54 (150, $2,660.45)

19) Jepang: $325,085.28 (223, $1,457.78)

20) Bulgaria: $310,401.72 (24, $12,933.41)

21) Filipina: $290,771.52 (71, $4,095.37)

22) Turki: $281,767.76 (128, $2,201.31)

23) Malaysia: $252,612.81 (43, $5,874.72)

24) Argentina: $251,784.40 (79, $3,187.14)

25) Estonia: $240,863.04 (37, $6,509.81)

Sumber header: The Esports Observer

Bos Xbox Soal Mixer: Saya Kecewa, tapi Tak Menyesal

Pada akhir Juni 2020, Microsoft mengumumkan bahwa mereka akan menutup platform streaming game Mixer. Xbox Head, Phil Spencer mengaku bahwa dia kecewa dengan keputusan tersebut tapi dia tidak menyesal Microsoft pernah mencoba untuk membuat platform streaming game.

“Jika Anda mencoba untuk membuat sesuatu yang memiliki potensi besar dan Anda gagal mencapai potensi tersebut, tentu saja hal itu mengecewakan,” kata Spencer pada GamesIndustry. “Saya tidak menyesal. Kami membuat keputusan terbaik berdasarkan informasi yang kami punya saat itu.

“Kita ada di industri kreatif, yang didorong oleh tren,” ujar Spencer. “Dan jika kami masuk ke industri ini tapi takut untuk gagal, kami tidak akan pernah bisa merealisasikan visi kami sebagai perusahaan.” Lebih lanjut dia berkata, “Saya rasa, penting bagi kami untuk tidak takut membuat proyek yang mungkin gagal. Dan itulah seni dalam membuat game serta platform game.”

phil spencer mixer
Phil Spencer merasa tidak menyesal karena mencoba mengembangkan Mixer.

Pada 2019, industri konten game mencapai US$6,5 miliar. Karena itu, tidak heran jika Microsoft juga tertarik membuat platform streaming game sendiri. Mereka bahkan merekrut beberapa streamer ternama, seperti Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek. Sayangnya, hal itu tidak cukup untuk membuat Mixer sukses. Namun, Microsoft punya alasan untuk bertahan di industri game.

Ke depan, Microsoft akan fokus pada tiga hal, yaitu konten, komunitas, dan cloud. Belakangan, mereka memang sibuk mengakuisisi atau membuat studio game baru. Tak hanya itu, mereka juga fokus untuk mengembangkan cloud gaming bernama xCloud. Spencer mengaku percaya diri dengan strategi Microsoft. Dia percaya, Microsoft bisa mengembangkan xCloud di atas layanan cloud mereka, yaitu Azure. Dia lalu menjelaskan alasan mengapa Microsoft tertarik untuk menyediakan platform cloud gaming.

Spencer mengatakan, konsol memang laku keras di beberapa negara. Namun, dia sadar, di beberapa negara, konsol bukanlah opsi utama para gamer. Tak hanya itu, dari tahun ke tahun, total penjualan konsol juga terus menurun. Spencer mengungkap, Microsoft akan menyediakan xCloud bagi jutaan gamer yang tidak bermain game di konsol. Dan jika mereka sukses, hal itu juga akan menguntungkan para kreator game, karena mereka akan punya jutaan calon pemain baru.

“Soal komunitas, Xbox Live kini punya hampir 100 juta pengguna berbayar. Jumlah pengguna Xbox Live juga terus bertambah di berbagai platform, mulai dari iOS dan Android, dan kini kami juga tersedia di Switch. Kami juga ada di PC dan tentu saja, Xbox. Komunitas kami terus tumbuh, ” ujar Spencer.

Sumber header: The Verge

Tencent Berencana Akuisisi Leyou, Developer Warframe

Leyou Technologies mengumumkan bahwa mereka sedang berdiskusi dengan Tencent terkait potensi akuisisi. Diskusi ini bersifat eksklusif. Artinya, Leyou tidak dapat membuka negoisasi akan potensi akuisisi dengan perusahaan lain selama tiga bulan ke depan. Namun, Leyou mengungkap, hal ini bukan jaminan bahwa Tencent akan mengakuisisi Leyou.

Pada awalnya, Leyou adalah perusahaan yang bergerak di bidang makanan. Mereka lalu beralih ke industri game dan membeli beberapa developer game, termasuk Digital Extremes dan Splash Damage. Digital Extremes dikenal dengan game buatannya Warframe, sementara Splash Damage adalah developer yang membuat Dirty Bomb. Selain itu, Splash Damage juga tengah bekerja sama dengan Microsoft untuk mengembangkan game Gears Tactics baru. Mereka juga sedang berkolaborasi dengan Google Stadia dalam sebuah proyek yang belum diumumkan.

tencent warframe
Leyou memiliki beberapa studio. Salah satunya adalah Digital Extremes, developer Warframe. | Sumber: Steam

Tencent adalah publisher game terbesar di dunia saat ini. Selama ini, strategi mereka adalah mengakuisisi dan membeli saham dari berbagai developer ternama, seperti Riot Games. Belakangan, Tencent juga sibuk membeli saham dari berbagai developer game, termasuk Supercell dan Marvelous. Mereka juga dikabarkan berencana untuk mengakuisisi Funcom, developer dari Conan Exiles. Salah satu alasan mengapa Tencent tertarik untuk membeli Leyou adalah karena perusahaan itu dapat membuat game PC modern berbasis layanan.

“Tencent terus melanjutkan ekspansi global mereka dengan mengakuisisi berbagai studio game yang akan memperkuat posisi mereka di pasar game PC, mobile, dan konsol, baik di pasar Tiongkok maupun pasar global,” kata analis Niko Partners, Daniel Ahmad pada GamesBeat. “Leyou memiliki beberapa studio yang ahli dalam membuat game free-to-play untuk konsol dan PC. Segmen tersebut menarik untuk Tencent karena mereka sedang melakukan ekspansi global.”

Sementara itu, kepada CNBC, Piers Harding-Rlls, Head of Games Research, Ampere Analysis berkata, “Menurut saya, alasan Leyou mencari pembeli adalah karena game utama mereka, Warframe, sempat mengalami masalah pada 2019 berkat siklus update yang lambat dan munculnya pesaing baru. Meskipun mereka punya strategi untuk menumbuhkan game tersebut, mereka perlu investasi untuk meningkatkan engagement para pemain.”

Liga Sepak Bola Rehat Karena Corona, Singapura Adakan Turnamen Esports eSPL

Singapore Premier League (SPL), liga sepak bola Singapura, memutuskan untuk mengadakan turnamen esports eSPL karena pertandingan sepak bola masih belum bisa diadakan akibat pandemi virus corona. Untuk mengadakan eSPL, Football Association of Singapore (FAS) bekerja sama dengan Redd+E Sports, Zenway Productions, dan The Gym.

“Karena Covid-19, kami harus membatalkan rencana kami terkait perayaan musim ke-25. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengadakan eSPL. Dengan kompetisi esports itu, para fans sepak bola bisa menikmati pertandingan antara pesepak bola SPL sambil menunggu kompetisi sepak bola sebenarnya bisa kembali diadakan,” kata Jonathan Wong, Director of Commercial and Marketing, Football Association of Singapora, seperti dikutip dari Esports Insider.

Dalam kompetisi eSPL, delapan tim dari liga sepak bola Singapura akan ikut serta. Masing-masing tim akan mengirimkan dua perwakilan untuk saling beradu dalam bermain eFootball Pro Evolution Soccer 2020. Salah satu alasan mengapa FAS memilih untuk mengadakan turnamen eFootball PES adalah karena game itu memiliki editing mode yang memungkinkan para peserta untuk bermain menggunakan jersey dari klub yang mereka wakili.

esports sepak bola singapura
Editing mode pada PES jadi alasan mengapa eSPL menggunakan PES. | Sumber: YouTube

“Kami telah berjuang keras untuk melakukan pelokalan agar karakter dalam game terlihat serupa tim-tim SPL,” ujar Wong. “Dengan begitu, para fans SPL akan bisa merasa lebih familier ketika mereka menonton pertandingan esports sepak bola tersebut.”

Kompetisi eSPL akan dimulai dengan group stage, yang diadakan pada 11 Juli 2020. Sementara babak knockout akan diadakan pada 18-19 Juli 2020. Semua pertandingan dari eSPL — mulai dari group stage, babak semifinal, final, sampai turnamen perempuan — akan disiarkan di Singtel TV, StarHub TV, meWATCH, dan Facebook page dari SPL.

“Kami senang dapat bekerja sama dengan FAS dalam mengadakan eSPL. Hal ini dapat membuat para fans semakin mengenal SPL melalui esports,” kata Yip Ren Kai, Co-founder dan Managing Director, Redd+E. “Di PES, kita dapat membuat seragam yang sama dengan jersey  SPL sementara dalam eSPL, klub sepak bola akan mengirimkan atlet mereka sebagai perwakilan. Kami harap, dua hal ini akan membuat para fans merasa lebih dekat dengan klub favorit mereka. Kami ingin agar eSPL dapat menarik fans sepak bola baru.”

SPL bukanlah liga sepak bola pertama yang mengadakan turnamen esports sepak bola sepanjang pandemi virus corona. Sebelum ini, liga sepak bola Malaysia dan Finlandia telah melakukan hal yang sama. Memang, di tengah pandemi, turnamen esports sepak bola, baik FIFA 20 ataupun eFootball PES 2020, bisa menjadi pelipur lara bagi para pecinta sepak bola.

InMobi: 59 Persen Gamer Indonesia Perempuan

Bermain game tak lagi menjadi hobi bagi segelintir orang. Saat ini, semakin banyak orang yang bermain game. Newzoo memperkirakan, jumlah gamer pada akhir 2020 akan mencapai 2,7 miliar orang. Dan angka itu masih akan terus naik. Jumlah gamer pada 2023 diduga akan mencapai 3 miliar orang. Semakin bertambahnya gamer berarti industri game juga semakin besar. Pada tahun ini, industri game diperkirakan akan bernilai US$159,3 miliar. Dan mobile game memberikan kontribusi yang besar.

Sementara itu, industri game di kawasan Asia Tenggara juga akan tumbuh. Menurut laporan Niko Partners, indutri game di Greater Southeast Asia — yang mencakup Asia Tenggara dan Taiwan — akan naik dari US$5 miliar menjadi US$8,3 miliar. Tentu saja, Indonesia menjadi bagian dari itu. Berdasarkan laporan dari InMobi, sebanyak 59 persen gamer di Indonesia merupakan perempuan, dan 41 persen sisanya adalah laki-laki. Sementara genre game yang paling populer di kalangan gamer Indonesia adalah kasual, diikuti oleh action, arcade, dan simulasi.

inmobi game indonesia
Kebanyakan gamer di Indonesia adalah perempuan, menurut InMobi. | Sumber: InMobi

Sama seperti yang terjadi di seluruh dunia, pandemi virus corona membuat orang Indonesia semakin aktif bermain game. Diperkirakan, kegiatan bermain game di seluruh Indonesia naik setidaknya 75 persen selama bulan April dan Mei 2020. Memang, pemerintah Indonesia mulai menyarankan masyarakat untuk tidak keluar dari rumah pada Maret 2020.

Genre game dengan pertumbuhan durasi penggunaan tertinggi, menurut InMobi, adalah arcade, board game, simulasi, dan puzzle game. Selama pandemi, jumlah gamer yang aktif di seluruh dunia memang bertambah. Salah satu indikasinya adalah jumlah concurrent gamer di Steam. Pada akhir Maret 2020, jumlah pengguna Steam capai 22 juta orang, yang merupakan rekor.

Mengingat para gamer menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain game selama pandemi, tidak heran jika tingkat spending mereka juga naik. Memang, total belanja gamer di Amerika Serikat pada Q2 2020 mengalami kenaikan. Tak hanya itu, industri game di Tiongkok juga mengalami pertumbuhan selama pandemi virus corona.

Menurut data dari InMobi, game dengan spending terbesar di Indonesia pada Q1 2020 adalah word game, disusul oleh simulasi, puzzle, kasual, dan card game. Sementara genre yang mengalami pertumbuhan spending terbesar sepanjang periode Januari-Maret 2020 adalah board game, puzzle game, arcade, dan simulasi.

Adam Rymer Jadi CEO Baru Envy Gaming, Bawahi Tim Overwatch dan Call of Duty

Organisasi esports asal Amerika Utara, Envy Gaming, punya CEO baru. Mereka mengumumkan, Adam Rymer akan menggantikan Mike Rufail sebagai CEO. Rymer akan menangani bagian bisnis dari Envy. Sebagai CEO, dia juga akan bertanggung jawab untuk merealisasikan rencana Envy dalam melakukan ekspansi dengan fokus pada produksi konten, merchandise, dan media digital. Sementara itu, Rufail akan menduduki posisi baru, yaitu Chief Gaming Officer.

“Menjadikan Adam sebagai CEO Envy akan memudahkan kami untuk merealisasikan potensi Envy Gaming sebagai organisasi esports yang dapat memberikan hiburan, konten, dan pengalaman kelas dunia pada para fans kami,” kata Rufail, seperti dikutip dari Esports Insider.

“Saya telah membangun pondasi untuk Envy selama bertahun-tahun, baik terkait tim maupun komunitas. Dengan Adam sebagai CEO, saya bisa fokus pada passion saya, yaitu mendorong pemain menjadi lebih baik dan membuat tim esports tangguh yang bisa mempertahankan tradisi kami untuk selalu menang,” ujar Rufail. Sebelum ini, dia juga pernah menjelaskan betapa pentingnya untuk membangun komunitas pemain amatir di industri esports.

ceo baru envy gaming
Dallas Fuel menjadi salah satu tim di bawah Envy Gaming.

Rymer telah bekerja di industri media selama 20 tahun. Sebelum menjadi CEO Envy, dia pernah menjadi presiden dari Legendary Digital Networks dan Nerdist Industries. Dia juga pernah menjadi konsultan dari berbagai perusahaan media, menurut laporan The Esports Observer. Tak hanya itu, Rymer pernah menjabat sebagai Chairman dari dewan direksi di USA Volleyball dan SVP of Digital Platform di Universal Pictures. Sampai saat ini, dia masih menjadi anggota dewan dari Omnislash.

Sementara itu, sebagai Chief Gaming Officer, Rufail akan bertanggung jawab dalam pencarian bibit pemain esports berbakat, merekrut mereka, serta bekerja sama dengan para pelatih untuk melatih para atlet esports dalam organisasi Envy. Dia juga akan bertanggung jawab atas tim operasi dan dia masih menjadi anggota dewan dari Envy.

Envy Gaming memiliki 2 tim yang berlaga di liga dengan model franchise, yaitu Dallas Fuel yang bertanding di Overwatch League dan Dallas Empire yang berlaga di Call of Duty League. Selain itu, mereka juga menjadi salah satu anggota pendiri Flashpoint, turnamen Counter-Strike: Global Offensive. Envy juga memiliki tim yang bertanding di Rocket League, Super Smash Bros. dan Magic: The Gathering.

Sony Beli Saham Minoritas Epic Games Senilai Rp3,6 Triliun

Sony menanamkan investasi sebesar US$250 juta (sekitar Rp3,6 triliun) ke Epic Games, perusahaan yang dikenal sebagai developer game battle royale Fortnite dan Unreal Engine. Dengan ini, Sony mendapatkan 1,4 persen saham di Epic, menurut laporan VentureBeat. Investasi tersebut juga memungkinkan Sony dan Epic untuk memperdalam kerja sama mereka. Sebelum ini, Epic mencari pendanaan dalam rangka untuk melakukan ekspansi Epic Game Store dan menambah staf Fortnite.

“Epic sukses mengembangkan teknologi grafis, menjadikan mereka sebagai perusahaan terdepan dalam pengembangan game engine, terbukti dari keberadaan Unreal Engine dan inovasi-inovasi lain,” kata CEO Sony, Kenichiro Yoshida, seperti dikutip dari Dot Esports. “Fortnite menjadi bukti kesuksesan Epic dalam menyajikan hiburan revolusioner. Melalui investasi ini, kami mencoba memperdalam kerja sama kami dengan Epic dalam rangka menciptakan sesuatu yang baru pada konsumen dan menguntungkan bagi industri, tidak hanya industri game, tapi juga industri hiburan.”

sony beli saham epic
Konser virtual Travis Scott di Fortnite menarik 27 juta penonton. | Sumber: Forbes

Dalam pernyataan resmi, CEO Epic Games, Tim Sweeney mengatakan bahwa Epic dan Sony memiliki visi yang sama untuk membangun teknologi yang menggabungkan unsur gaming, film, dan musik. Dengan teknologi itu, mereka ingin memungkinkan orang-orang berinteraksi dalam dunia virtual 3D. Sebelum ini, Travis Scott memang sudah pernah mengadakan konser virtual di Fortnite. Dan konser tersebut menarik 27 juta penonton. Sweeney juga mengungkap, Epic dan Sony berencana untuk membangun ekosistem digital yang lebih terbuka bagi semua konsumen dan kreator.

Mengingat Sony hanya mengakuisisi saham minoritas di Epic, developer game itu meyakinkan bahwa mereka akan tetap merilis game di platform lain. Tak hanya itu, Epic juga mengatakan bahwa baik Unreal Engine 5 maupun Fortnite buatan mereka akan tetap bisa digunakan di platform lain. Memang, selama ini, Epic selalu mengambil posisi netral dan mengembangkan teknologi cross-platform.

Meskipun begitu, kerja sama dengan Epic penting bagi Sony karena mereka harus menyiapkan diri dalam menghadapi perang konsol dengan Microsoft. Pasalnya, tahun ini, Sony dan Microsoft berencana untuk meluncurkan konsol baru mereka, PlayStation 5 dan Xbox Series X.

EA Adakan Reality Show tentang The Sims, Berhadiah Rp1,4 miliar

EA bekerja sama dengan TBS untuk membuat reality show tentang The Sims, berjudul The Sims Spark’d. Dalam reality show tersebut, 12 kontestan akan bertanding untuk menyelesaikan berbagai tantangan desain dalam The Sims untuk memenangkan hadiah sebesar US$100 ribu (sekitar Rp1,4 miliar).

Ada tiga juri dalam The Spark’d yaitu YouTuber Kelsey Impicciche, penulis lagu Tayla Parx, dan developer Maxis Dave Miotke. Sementara itu, mantan finalis American Idol, Rayvon Owen akan menjadi host dari reality show ini. Dimulai pada 17 Juli 2020, The Spark’d akan terdiri dari 4 episode, yang akan disiarkan di TBS pada hari Jumat dan Sabtu serta diunggah ke channel YouTube milik BuzzFeed, “Multiplayer.”

“Sejak The Sims pertama kali diluncurkan, game ini selalu memberikan pengalaman bermain yang unik, memungkinkan pemain untuk membuat dan menjalani cerita yang mereka buat dalam game,” kata The Sims General Manager, Lyndsay Pearson, seperti dikutip dari Games Industry.

Pearson mengatakan, sama seperti reality show lain, para kontestan dalam The Spark’d akan diminta untuk melakukan berbagai tugas dan para juri akan menilai kreativitas mereka dalam menyelesaikan tugas tersebut. Melalui reality show The Sims ini, dia ingin menunjukkan apa saja yang pemain dapat lakukan dalam The Sims. Pada akhirnya, EA berharap reality show tersebut akan menarik pemain baru.

Kepada The Verge, Pearson berkata, “Ketika Anda tidak tahu apa-apa tentang game seperti The Sims, Anda mungkin akan bingung saat memainkannya. Anda mungkin lalu tertarik ketika melihat apa yang para YouTuber lakukan di The Sims. Namun, reality show dapat menunjukkan pada para penonton tentang orang-orang yang membuat ciptaan unik di The Sims. Dan mereka akan memberikan penjelasan lengkap tentang cara mengatasi tantangan yang ada. Semua ini akan membuat Anda semakin tertarik untuk mencoba bermain.”

EA juga akan memasukkan tantangan dalam The Spark’d ke game The Sims. Per 17 Juli 2020, The Sims 4 akan memiliki sekumpulan tantangan serupa dalam reality show ini. Hal ini diharapkan akan mendorong para pemain pemula untuk membuat sesuatu dalam game. The Spark’d bukanlah reality show pertama yang dikaitkan dengan game. Pada Agustus 2019, First Media mengadakan ajang First Warrior dalam usaha mereka untuk menggabungkan elemen esports dan reality show.

Gaji Pemain Valorant Dikabarkan Capai Rp361 Juta per Bulan

Sebagian pemain profesional Valorant dikabarkan telah mendapatkan gaji sebesar US$25 ribu (sekitar Rp361 juta) per bulan. Menurut laporan The Esports Observer, para pemain Valorant mendapatkan gaji sekitar US$15 ribu (sekitar Rp217 juta) sampai US$25 ribu (sekitar Rp361 juta) per bulan. Sementara pemain yang masuk dalam kategori top player dikabarkan bisa mendapatkan gaji yang bahkan lebih besar.

Memang, gaji sebesar US$60 ribu (sekitar Rp866 juta) per tahun bukanlah hal yang aneh bagi pemain esports. Misalnya, para pemain yang berlaga di liga League of Legends kawasan Amerika Utara bisa mendapatkan gaji sekitar US$75 ribu (sekitar Rp1,1 miliar) per tahun. Hanya saja, Valorant adalah game yang sangat baru. Game first person shooter tersebut baru diluncurkan pada awal Juni 2020.

Bagi para pemain, hal ini tentunnya bukan masalah. Mengingat Valorant baru diluncurkan, belum ada banyak turnamen esports yang diadakan. Jadi, jadwal pertandingan para pemain Valorant belum sepadat atlet esports dari game lain yang ekosistem esports-nya sudah terbentuk, seperti Counter-Strike: Global Offensive atau League of Legends.

gaji pemain valorant
Organisasi esports rela bayar gaji besar untuk pemain Valorant.

Sementara bagi organisasi esports, mereka tampaknya bersedia untuk memberikan gaji besar pada pemain Valorant karena mereka percaya, ekosistem esports Valorant akan berkembang pesat di masa depan. Mengingat Riot Games sukses menjadikan League of Legends sebagai salah satu game esports terpopuler di dunia, keputusan para organisasi esports untuk serius dengan Valorant sejak awal tidak aneh, menurut laporan Forbes.

Jika sebuah organisasi esports sukses membuat tim Valorant yang tangguh, mereka bisa memenangkan turnamen esports besar di masa depan. Tak hanya itu, jika mereka bisa menemukan pemain superstar yang tidak hanya jago, tapi juga karismatik, mereka akan bisa menarik banyak fans. Dan hal ini akan membantu mereka untuk mendapatkan sponsor, yang masih menjadi sumber pemasukan utama organisasi esports.

Hanya saja, organisasi esports bukan badan amal. Jika mereka mengeluarkan uang besar untuk membayar pemain Valorant, mereka tentu berharap bisa mendapatkan untung. Dan jika organisasi esports gagal untuk mendapatkan kembali modal yang mereka keluarkan atau bahkan merugi, hal ini bisa berdampak buruk pada para pemain esports sendiri.

Masalah serupa pernah terjadi dalam ekosistem esports PUBG. Ekosistem esports dari game battle royale itu berkembang sangat cepat. Pada awalnya, organisasi esports rela membayar mahal para pemain PUBG, sama seperti Valorant. Namun, ketika mereka gagal mendapatkan jumlah penonton yang memadai dan tak bisa mendapatkan untung, banyak organisasi esports yang justru memutuskan untuk membubarkan tim PUBG mereka. Tak hanya itu, gaji rata-rata pemain PUBG juga jadi turun.