Amazon Patenkan Teknologi Untuk Cegah Drone Pengiriman Barangnya Dibajak

Di tahun 2013, CEO Amazon Jeff Bezos mengungkapkan rencana untuk menggunakan drone sebagai sarana pengiriman. Melalui layanan inovatif itu, Bezos punya cita-cita untuk bisa mengirimkan barang dalam waktu hanya 30 menit. Dan tepat pada tanggal 7 Desember 2016, UAV Amazon Prime Air sukses melangsungkan proses ekspedisi perdana di kota Cambridge, Inggris.

Meski terdengar praktis dan futuristis, masih ada banyak hal yang harus disempurnakan di metode pengiriman via drone itu. Sedikit contohnya, UAV harus selalu terhubung ke internet demi memungkinkan sistem pengelolaan kendali penerbangan bekerja optimal. Di sana ada banyak aspek yang mesti diperhatikan, misalnya sistem deteksi objek otomatis, pengawasan lewat GPS, pemakaian rangkaian kamera beresolusi tinggi, hingga sistem keamanan.

Berdasarkan dokumentasi pengajuan paten yang disetujui United States Patent and Trademark Office minggu lalu, Amazon telah menemukan satu cara demi memastikan proses pengiriman barang lewat drone tetap aman – terutama dari upaya pembajakan. Bisa jadi saat membawa barang, sejumlah oknum mencoba menjatuhkan atau menangkap UAV Amazon Prime Air.

Amazon tampaknya belum menemukan solusi andaikan upaya pembajakan dilakukan secara fisik, misalnya dengan menggunakan jaring raksasa atau menembak drone, namun setidaknya mereka punya jalan keluar jika serangan tersebut dilangsungkan secara digital.

Dalam patennya, Amazon mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya pemanfaatan UAV sebagai sarana pengiriman barang, akan bertambah pula resiko terhadap metode ini. Bentuk dari ‘ketidaksukaan’ itu boleh jadi dituangkan dalam bentuk serangan, misalnya dengan percobaan mencuri drone dan barang bawaannya, mencoba menjatuhkan UAV saat terbang, atau sekadar mengganggu proses pengoperasiannya.

Oknum yang lebih canggih mungkin melakukannya dengan cara menginterferensi sistem komunikasi drone. Buat menanggulanginya, Amazon membekali drone mereka bersama sistem yang bisa mendeteksi serta memulihkan usaha-usaha pengambilalihan paksa tanpa izin.

Penjelasan Amazon memang cukup teknis, tapi dari apa yang dapat saya tangkap, perusahaan mencoba mengeksplorasi pemakaian sensor ‘heartbeat‘ untuk mengirimkan sinyal dari pengendali ke drone setiap detik. Jika sensor mendeteksi ada interferensi dari pihak ketiga, sistem UAV secara otomatis mengalihkan ‘mode misi’ ke ‘mode pengamanan’, kemudian akan berupaya memantapkan lagi komunikasi dengan controller sembari merebut lagi kendali. Jika dibutuhkan, sistem bisa memerintahkan drone buat melakukan pendaratan darurat di lokasi yang aman.

Meski disetujui belum lama ini, pengajuan paten sistem pengamanan tersebut sebetulnya telah dilakukan hampir dua tahun lalu – tepatnya di tanggal 17 Agustus 2016.

Via Digital Trends.

Amazon Makin Dekat dengan Impiannya Mengirim Barang Menggunakan Drone

Sudah tiga tahun semenjak Amazon pertama mengungkap misi ambisiusnya untuk mengirim barang menggunakan drone. Iterasi demi iterasi drone yang digunakan juga terus disempurnakan. Secara perlahan, Amazon semakin dekat dengan realisasi layanan bertajuk Prime Air tersebut.

Laporan yang terbaru mengatakan bahwa retailer online terbesar itu sudah berhasil melakukan pengiriman barang via drone di suatu kota kecil bernama Cambridgeshire di dataran Inggris pada tanggal 7 Desember kemarin. Pengiriman ditujukan kepada seorang bapak-bapak yang memesan sebungkus popcorn dan Amazon Fire TV.

Tidak lebih dari 30 menit setelah sang bapak melakukan pemesanan, paketnya tiba dengan selamat di pekarangan rumahnya. Amazon bilang drone-nya bergerak dari gudang ke lokasi pengiriman dengan sendirinya, tanpa campur tangan manusia dan murni mengandalkan GPS beserta computer vision guna menghindari rintangan di sepanjang rutenya.

Drone yang digunakan kali ini berbeda dari yang terakhir didemonstrasikan. Bentuknya kembali menganut desain quadcopter seperti prototipe awalnya. Terlepas dari itu, dimensinya masih jauh lebih besar ketimbang drone sekelas DJI Phantom 4, seperti bisa dilihat dari perbandingan ukuran antara boks kargo yang dibawa dan drone itu sendiri.

Drone yang digunakan kali ini kembali menganut desain quadcopter seperti prototipe awalnya / Amazon
Drone yang digunakan kali ini kembali menganut desain quadcopter seperti prototipe awalnya / Amazon

Terkait lokasinya, mengapa Inggris yang dipilih dan bukan kampung halaman Amazon sendiri? Well, itu dikarenakan regulasi di AS mewajibkan seseorang memegang kendali atas drone yang digunakan untuk mengirim barang. Amazon ingin prosesnya bisa berjalan secara otomatis, sehingga sejauh ini belum memungkinkan bagi mereka untuk mengujinya di kampung sendiri.

Amazon juga bukan satu-satunya perusahaan yang tengah bereksperimen dengan pengiriman barang menggunakan drone. Sebelum ini, Domino’s Pizza sudah lebih dulu melaksanakan pengiriman via drone di Selandia Baru. Di tempat lain, retailer asal Tiongkok JD.com rupanya juga sudah mulai melakukan pengiriman menggunakan drone ke desa-desa kecil.

Drone delivery ini bukan semata untuk pamer teknologi saja, namun ada beberapa manfaat yang bisa diambil, baik oleh pihak retailer maupun konsumen. Yang pertama, biaya logistik bisa ditekan secara cukup drastis; sebelumnya mengandalkan truk pengirim dan sopir, nantinya hanya seorang operator drone.

Kedua, drone sama sekali tidak menghasilkan polusi udara. Yang terakhir, drone sanggup menjangkau lokasi-lokasi terpencil yang akses jalannya tidak memungkinkan untuk dilalui truk pengirim. Tiga alasan ini saja sebenarnya sudah cukup menjadi alasan mengapa publik menaruh harapan besar terhadap layanan macam Amazon Prime Air.

Sumber: New York Times dan Amazon.

Amazon Pamerkan Iterasi Terbaru dari Drone Pengirim Barangnya

Hampir dua tahun telah berlalu sejak Amazon memperkenalkan ide pengiriman barang dengan drone. Didapuk Amazon Prime Air, inisiatif ini rupanya terus dikembangkan oleh Amazon selagi menunggu lampu hijau dari Federal Aviation Administration (FAA).

Menjelang akhir tahun, Amazon kini siap memamerkan iterasi terbaru dari drone pengirim barang buatannya. Dalam sebuah video demonstrasi yang dibawakan oleh mantan pembawa acara Top Gear, Jeremy Clarkson, tampak bahwa prototipe barunya memiliki ukuran yang lebih besar, sanggup terbang hingga ketinggian sekitar 120 meter dan menempuh jarak 24 kilometer.

Drone ini bisa mengangkut barang seberat kurang lebih 2 kilogram, dan estimasi waktu pengiriman yang dijanjikan masih sama, yakni 30 menit setelah konsumen melakukan pemesanan. Melihat videonya, tampak bahwa kecepatan maksimumnya kemungkinan bisa mencapai angka 100 km/jam.

Clarkson lanjut menjelaskan bahwa drone ini juga dilengkapi kemampuan untuk mengenali kondisi di sekitarnya sekaligus menghindari objek yang menghalangi rutenya. Saat drone sudah hampir tiba di tujuan, konsumen akan mendapatkan notifikasi. Selanjutnya konsumen mungkin bisa menyiapkan halaman rumahnya dengan menempatkan semacam karton berlogo Amazon sebagai indikator lokasi drone mendarat.

Amazon Prime Air

Namun yang lebih menarik lagi adalah, ini bukan satu-satunya drone yang bakal ditugaskan Amazon. Nantinya bakal ada sejumlah model yang disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap daerah. Saya pribadi menduga ada model yang berukuran kecil untuk mengakomodasi pengiriman ke hunian apartemen.

Sejauh ini Amazon tampaknya belum berani mengungkapkan tanggal pasti beroperasinya layanan Amazon Prime Air. Merujuk pada pernyataannya di tahun 2013 kemarin, mereka butuh paling lambat 4 – 5 tahun lagi – baik untuk pengembangan maupun uji kelayakan. Jadi sepertinya kita masih harus menunggu dua tahun lagi sebelum Amazon Prime Air bisa terealisasi untuk publik.

Sumber: VentureBeat.