Gen.G Foundation Siapkan Beasiswa Esports 1 Juta Dolar

Organisasi esports Gen.G beberapa waktu yang lalu mengumumkan inisiatif pembentukan Gen.G Foundation sebagai salah satu realisasi visi mereka di bidang pendidikan. Langkah awal yang akan ditempuh Gen.G Foundation adalah pemberian beasiswa kepada pelajar yang berfokus pada bidang studi yang berkaitan dengan bidang gaming dan esports.

Dalam waktu sepuluh tahun mendatang organisasi esports Gen.G akan memberikan pendanaan sebesar 100.000 Dolar Amerika selama sepuluh tahun melalui Gen.G Foundation. Mengawali programnya, Gen.G Foundation akan bekerja sama dengan 2 universitas di Amerika Serikat yaitu, Eastern Michigan University dan University of Kentucky. Di sisi lain Silicon Valley Bank dan aplikasi sosial Bumble turut mengambil bagian dalam inisiatif yang akan dijalankan bersama Gen.G Foundation.

Chris Park, selaku CEO dari Gen.G menyatakan, “industri gaming hanya baru menyentuh bagian permukaan dalam hal mengembangkan talenta gamers yang akan menjadi pemimpin generasi berikutnya di industri gaming.”

via: Instagram gengesports
via: Gen.G

Adapun beasiswa yang diberikan Gen.G Foundation akan tersedia untuk 10 orang awardee. Dana yang terkumpul akan dialokasikan bagi perempuan, people of color, dan pelajar dengan kesulitan keuangan. Bidang studi seperti esports, content creation, jounalism, entrepreneurship, dan gaming akan menjadi bidang yang diperhatikan oleh Gen.G Foundation. Periode pendaftaran dibuka di tanggal 15 September hinga 15 Oktober 2020. Nantinya 10 orang awardee yang akan disebut “Gen10” akan diumumkan di awal bulan Desember 2020.

Chelsea Cain Maclin, Vice President of Marketing dari Bumble menyatakan, “kami menyadari adanya jalan yang sangat panjang, tetapi kami sangat menantikan untuk membuka kesempatan yang luas sembari memberdayakan generasi profesional esports berikutnya melalui kerja sama dengan Gen.G Foundation.”

Melalui inisiatif Gen.G Foundation, organisasi esports Gen.G secara aktif mendorong batasan yang ada akan dampak yang bisa diberikan industri esports kepada masyarakat luas. Selain dari ekspansi bisnis yang terus berjalan, organisasi esports Gen.G juga ingin mewujudkan ekosistem esports yang inklusif bagi siapapun. Dengan memberikan perhatian di bidang pendidikan Gen.G Foundation turut mengambil peran dalam menjaga keberlangsungan industri esports.

via: Gen.G
via: Gen.G

“Seperti kita ketahui bahwa pendidikan, kesempatan yang setara, dan investasi adalah kunci untuk menciptakan level kompetisi yang lebih setara dalam industri esports secara luas,” tambah Al Guerrero, selaku Managing Director dari Silicon Valley Bank.

Di kesempatan sebelumnya organisasi esports Gen.G juga sudah menjalankan beberapa inisiatif yang dekat dengan institusi pendidikan seperti turnamen komunitas, seminar, dan kegiatan positif lainnya yang masih berkaitan erat dengan dunia gaming dan esports.

 

 

Tim Esports Malaysia Dapat Beasiswa Senilai Rp1,8 Miliar

Flash Vision Esports, tim esports asal Malaysia, baru saja menandatangani kontrak kerja sama dengan Imperium International College (IIC), yang dulu dikenal dengan nama HELP College of Arts and Technology. Salah satu keuntungan yang didapatkan oleh Flash Vision Esports dengan kerja sama ini adalah beberapa atlet mereka akan mendapatkan beasiswa.

“Di Flash Vision, kami percaya bahwa kami dapat bermain game tanpa mengorbankan kesehatan atau melupakan edukasi dari atlet esports kami. Dengan begitu, kami harap mereka akan dapat memiliki ilmu yang cukup di masa depan,” tulis Flash Vision di akun Facebook mereka. “Kami juga berharap, kolaborasi ini akan membuka mata masyarakat luas akan profesi atlet esports dan membantu orangtua untuk memahami industri gaming dan esports.”

Perjanjian antara Flash Vision Esports dan Imperium International College bernilai RM500 ribu (sekitar Rp1,8 miliar). Melalui kerja sama ini, tiga pemain dari Flash Vision Esports akan mendapatkan beasiswa penuh selama tiga tahun. Para atlet esports Flash Vision akan dapat mendaftarkan diri dalam jurusan seperti Sistem Informasi Bisnis dan Teknik Mekanik serta program Pra Kuliah di bidang sains dan seni.

beasiswa esports malaysia
Tim Flash Vision di Star Supa Comic. | Sumber: Facebook

Melalui kerja sama ini, Flash Vision Esports juga akan membangun fasilitas riset terkait esports di Imperium International College. Salah satu fasilitas tersebut adalah ruangan gaming yang dinamai Imperium Esports Club. Ruangan khusus gaming tersebut akan dilengkapi dengan berbagai peralatan gaming, mulai dari smartphone, konsol PlayStation, sampai PC gaming. Tujuan dibangunnya ruangan tersebut adalah untuk mengembangkan ekosistem esports di Imperium International College.

Kebanyakan atlet esports memang masih sangat muda. Tak sedikit pemain profesional yang memulai karirnya ketika dia masih remaja dan memutuskan untuk pensiun pada umur 20-an. Biasanya, para atlet esports memutuskan untuk menjadi streamer setelah mereka pensiun. Namun, tak tertutup kemungkinan, mereka kembali bergabung dengan organisasi esports mereka sebagai manajemen. Kerja sama antara Flash Vision dan Imperium International College menunjukkan bahwa atlet esports masih bisa mengejar edukasi yang lebih tinggi setelah mereka pensiun sebagai pemain profesional.

Universitas Roehampton Tawarkan Beasiswa Esports Khusus Perempuan

Pesatnya perkembangan industri esports menjadikannya sebagai salah satu industri prospektif bagi generasi muda. Seiring dengan semakin matangnya industri esports, para pekerja di dalamnya pun dituntut untuk menjadi semakin profesional. Karena itu, tidak heran jika berbagai institusi pendidikan mulai tertarik untuk menawarkan pengajaran di bidang esports. Tak hanya itu, program beasiswa esports pun mulai bermunculan. Universitas Roehampton di London, Inggris baru saja mengumumkan bahwa mereka kini memiliki program beasiswa esports khusus perempuan.

Program beasiswa yang dinamai “Women in Esports” ini akan dimulai pada September 2020. Pendaftaran dibuka sampai 1 September 2020. Program itu diprakarsai oleh Roehampton Esports, departemen esports dari Universitas Roehampton. Melalui program Women in Esports, empat mahasiswi tahun pertama akan dapat mengajukan diri untuk menjadi penerima beasiswa esports yang nilainya mencapai £1,500 (sekitar Rp28,6 juta).

“Kami bangga bisa ikut serta dalam mengembangkan talenta untuk industri baru yang tengah berkembang pesat seperti esports,” kata Professor Anna Gough-Yates, Provost, Universiats Roehampton, seperti dikutip dari Esports Insider. “Keberagaman dan inklusi adalah dua nilai yang kami junjung di Universitas Roehampton. Beasiswa ini menjadi contoh bagaimana kami mencoba untuk membuat lingkungan yang inklusif bagi mahasiswa kami.”

beasiswa esports perempuan
Roehampton Esports Arena. | Sumber: Esports Insider

Selain membuat industri esports menjadi semakin inklusif, tujuan lain dari program beasiswa khusus perempuan ini adalah untuk menginspirasi perempuan muda agar mereka tertarik menjadi pemain esports profesional. Memang, selain mendapatkan bantuan berupa uang, penerima beasiswa juga akan menerima beberapa keuntungan lainnya. Misalnya, seorang mentor yang dapat membantu mereka untuk membangun karir di dunia esports. Selain itu, para penerima beasiswa ini juga akan dibantu untuk bisa menjalin relasi dengan para pelaku industri esports lainnya.

Untuk merealisasikan program Women in Esports, Roehampton Esports juga bekerja sama dengan berbagai organisasi. Salah satunya adalah Women in Games. Melalui kerja sama dengan organisasi Women in Games, Roehampton Esports akan menyelenggarakan sesi esports khusus perempuan bagi para mahasiswinya. Melalui kegiatan ini, diharapkan para mahasiswa yang tertarik dengan esports akan bisa membangun koneksi dengan pelaku esports.

“Women in Games menyambut baik beasiswa Women in Esports sebagai program yang sangat positif untuk membuat esports menjadi semakin inklusif. Kami juga menyambut Universitas Roehampton sebagai salah satu Duta Edukasi pertama kami,” kata CEO Women in Games, Marie-Claire Isaaman.

Selain Women in Games, Roehampton Esports juga bekerja sama dengan beberapa organisasi lain seperti National University Esports League (NUEL), Cat Collective, Special Effect, dan London Esports. Sama seperti Women in Games, organisasi-organisasi tersebut juga akan membantu para penerima beasiswa mendapatkan pelatihan tentang cara menjadi pekerja profesional di dunia esports.

Para penerima beasiswa esports dan juga mahasiswa esports dari Universitas Roehampton berhak untuk menggunakan Roehampton Esports Arena, yang merupakan tempat khusus untuk berlatih esports. Universitas Roehampton juga bekerja sama dengan perusahaan pelatihan esports G-Science untuk membuat program gaming yang sehat dengan fokus pada kesehatan fisik dan mental para mahasiswa.

Pokimane Gelontorkan Rp600 juta Untuk Beasiswa Esports

Esports dan pendidikan mungkin memang sedang jadi topik yang hangat diperbincangkan belakangan. Dalam kasus Indonesia saja, setidaknya sudah ada 20 sekolah yang punya program pendidikan game dan juga esports di dalamnya. Apalagi kehadiran esports di lembaga pendidikan punya beberapa keuntungan, salah satunya seperti bisa membuat siswa jadi lebih jarang bolos.

Terkait topik tersebut, salah satu yang sedang hangat dibahas adalah kehadiran beasiswa esports yang diberikan oleh salah satu selebriti gamers yaitu Imane Anys (Pokimane). Sosok yang terkenal sebagai streamer League of Legends dan Fortnite meugumumkan hal ini pada 13 Januari 2013 lalu. Ia mengatakan bahwa dirinya bersama dengan University of California Irvine (UCI) membuat sebuah inisiatif bernama beasiswa ‘Poki’.

Untuk program beasiswa ini, Pokimane sendiri memberikan US$50.000 (sekitar Rp600 juta) kepada UCI. Beasiswa ini akan diberikan kepada para mahasiswa UCI yang tergabung ke dalam program kegiatan esports. Tak hanya sampai situ saja, Pokimane juga mengatakan bahwa ia juga akan beasiswanya akan mengutamakan empat jurusan eksakta yaitu sains, teknologi, teknik, dan matematika.

“Saya senang sekali pada akhirnya bisa memberikan sesuatu kepada dunia gaming, yang mana dunia tersebut sudah banyak memberikan sesuatu kepada saya.” Ucap Pokimane dalam rilis resmi kampus UCI. “Saya suka sekali dapat berbagi pengalaman tentang bagaimana saya bisa mencapai karir saya sekarang ini, dengan harapan hal tersebut bisa membantu siapapun yang sedang berada dalam perjalannanya. Saya juga teramat senang bisa mendukung program esports UCI, karena para mahasiswa di sana dapat secara selaras fokus di bidang gaming sambil mengejar gelar sarjana mereka; yang tentunya tidak mudah berdasarkan pengalaman yang saya alami.” ucapnya.

Sumber: UCI Esports
UCI Esports jadi salah satu tim universitas yang dilirik karena kemenangannya di kejuaraan nasional League of Legends antar kampus di tahun 2018. Sumber: UCI Esports

“Ini sungguh berkah yang luar biasa dari Pokimane, membuat kami jadi sangat senang.” Mark Deppe Director of UCI Esports memberikan pendapatnya. “Komunitas gaming telah bekontribusi menunjukkan passion dan energinya ke dunia esports, dan kami sangat ingin bisa mengakui dan menghadiahi mereka yang sangat berkomitmen untuk hal ini. Lagi-lagi saya berterima kasih banyak atas kemurahan hati dari Poki, dan saya berharap beasiswa ini bisa menginspirasi serta menciptakan gamers dan streamer yang sukses di masa depan.”

UCI merupakan salah satu kampus besar di Amerika Serikat yang aktif di bergeliat di tengah perkembangan esports yang pesat di sana. Kampus ini memiliki program kegiatan esports resmi di dalam kampus yang diberi nama UCI Esports. Berkat unit kegiatan tersebut, mereka memiliki tim League of Legends tersendiri yang sempat menjuarai kejuaraan nasional League of Legends antar kampus di tahun 2018. Tak hanya itu, dua tahun sebelum itu (23 September 2016) kampus ini juga membuat UCI Esports Arena, yang membuat mereka menjadi salah satu yang pertama kali membuat arena esports di area kampus.

Sumber header: dualshockers

Platform eFuse Tawarkan Beasiswa Esports Senilai Rp27,8 Juta

Meniti karir sebagai pemain profesional sekarang tak lagi menjadi sesuatu yang mustahi untuk dicapai. Beberapa universitas di Inggris Raya dan Amerika Serikat bahkan membuka program studi S1 terkait esports. Karena itu, tidak heran jika muncul pihak yang menawarkan beasiswa di program esports. Platform eFuse menawarkan beasiswa senilai US$2.020 (sekitar Rp27,8 juta) bagi siswa yang terpilih. Namun, waktu untuk mendaftarkan diri dalam program beasiswa itu sangat pendek, yaitu mulai 31 Januari 2020 sampai 2 Februari 2020. Selain membantu siswa yang ingin bekerja di dunia gaming, program bernama “Seattle Surge #ForTheGamers Scholarship” ini juga bertujuan untuk memperkenalkan tim Seattle Surge yang akan berlaga di Call of Duty League.

Menurut laporan Daily Esports, eFuse mendorong siswa dari negara bagian manapun di Amerika Serikat untuk mendaftar selama mereka memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Salah satu persyaratan untuk mendaftar program beasiswa ini adalah pendaftar harus merupakan siswa SMA atau mahasiswa dengan umur minimal 14 tahun. Selain itu, mereka juga harus membuat akun eFuse dan membuat portofolio mereka di sana.

Platform eFuse baru diluncurkan pada Desember 2019. Di platform khusus untuk gamers tersebut, para pengguna bisa membuat video highlight dari permainan mereka. Selain itu, mereka juga bisa melacak performa gaming mereka. Mereka juga bisa menautkan akun media sosial lain atau video dari permainan mereka. Menariknya, pengguna eFuse juga bisa menambahkan informasi tentang edukasi mereka serta pengalaman kerja. Memang, eFuse tak hanya ingin menjadi platform bagi para gamers berkumpul, tapi juga memberikan mereka kesempatan untuk membangun koneksi serta lowongan untuk bekerja di dunia gaming.

Persyaratan lain untuk mendaftarkan diri dalam program beasiswa eFuse, peserta juga harus ingin menjadi atlet esports profesional atau menjadi kreator konten. Memang, organisasi esports kini tidak hanya fokus pada kemenangan saja. Banyak juga organisasi esports yang memiliki divisi kreator konten, seperti EVOS Esports. Syarat terakhir untuk pendaftar beasiswa adalah memberikan penjelasan tentang bagaimana dan kenapa mereka tertarik masuk ke dunia gaming.

eFuse bukan satu-satunya pihak yang menawarkan beasiswa esports. Pada akhir Januari 2020, Entertainment Software Association (ESA) juga menawarkan beasiswa, khususnya untuk perempuan dan golongan minoritas lainnya.

ESA Tawarkan Beasiswa Kuliah untuk Atlet Esports

Entertainment Software Association, organisasi dagang yang merepresentasikan game publisher di Amerika Serikat, mengumumkan bahwa mereka akan mulai menawarkan beasiswa untuk para pemain esports di tingkat perkuliahan. Sejak didirikan pada 2020, ESA telah memberikan dana beasiswa sebesar lebih dari US$23 juta.

Sayangnya, tidak banyak perempuan atau golongan minoritas lain yang menerima beasiswa dari ESA. Karena itu, beasiswa baru ini akan ditujukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dan golongan minoritas lain di dunia esports. Selain itu, beasiswa tersebut juga diharapkan akan bisa membuka jalan bagi perempuan dan kelompok minoritas lain untuk bisa mengembangkan karir di dunia video game.

Pada tahun lalu, National Association of Collegiate Esports (NACE) membuat laporan yang menyebutkan, dari tahun 2016, total beasiswa di bidang esports yang telah diberikan US$16 juta. NACE memiliki anggota sebanyak lebih dari 170 institusi pendidikan, yang memiliki lebih dari 5.000 atlet esports, menurut laporan Polygon.

Pusat esports di UC of Berkeley | Sumber: PC Gamer
UC of Berkeley adalah salah satu universitas yang memiliki pusat esports. | Sumber: PC Gamer

“ESA Foundation mendedikasikan diri untuk memberdayakan kreator game generasi berikutnya. Kami juga ingin membuat industri yang memungkinkan para kreator game untuk merefleksikan para pemain dari game mereka,” kata Anastasia Staten, Executive Director, ESA Foundation, seperti dikutip dari Bleeding Cool. “Kami senang kami dapat mengembangkan program beasiswa kami sehingga kami bisa merangkul para siswa dari kelompok minoritas yang tertarik dengan esports, yang kini menjadi bentuk hiburan yang semakin populer.”

Selain dari organisasi seperti ESA, beasiswa esports biasanya datang dari developer. Terkadang, para developer, seperti Blizzard, bekerja sama dengan jaringan klub esports di universitas seperti Tespa, untuk menawarkan beasiswa bagi pemain esports dari game-game yang dibuat developer itu sendiri. Ada juga developer yang menawarkan beasiswa langsung ke universitas, seperti Riot Games. Meskipun begitu, para penerima beasiswa esports bukannya tak memiliki masalah tersendiri. Salah satu masalah yang penerima beasiswa esports hadapi di Amerika Serikat adalah mereka tidak dianggap sebagai atlet. Jadi, terkadang mereka kesulitan untuk membagi waktu latihan dengan waktu belajar.

Di Indonesia, ada sekitar 20 kampus dan sekolah yang memiliki program pendidikan game. Sayangnya, belum ada program khusus esports. Meskipun begitu, RRQ telah mengadakan kelas singkat untuk membantu para peserta yang tertarik untuk masuk ke dunia profesional.

Sumber header: Colin Young-Wolff/Riot Games via PC Gamer

Masalah yang Dihadapi Penerima Beasiswa Esports di Amerika Serikat

Liga amatir di tingkat SMA dan universitas adalah bagian penting dari esports. Di Amerika Serikat, ada platform yang memang secara khusus menyelenggarakan turnamen amatir untuk siswa SMA dan mahasiswa, seperti All-Star eSports League dan PlayVS. Tak berhenti sampai di situ, sekolah dan universitas juga menunjukkan dukungannya pada siswa yang ingin masuk ke industri esports. Salah satunya dengan menyediakan program beasiswa. Beberapa universitas yang telah mengadakan program beasiswa esports antara lain Robert Morris University (RMU), University of California Irvine (UCI) dan UC Berkeley. Sayangnya, masih ada berbagai masalah dalam pengadaan beasiswa esports tersebut. Inilah beberapa masalah yang ditemui dari program beasiswa esports, seperti dirangkum oleh PC Gamer.

Pemain esports tak dianggap sebagai atlet

Beberapa universitas di AS memang menyediakan beasiswa untuk atlet esports. Namun, perlakuan yang diterima oleh penerima beasiswa esports dan penerima beasiswa untuk olahraga tradisional berbeda. Biasanya, penerima beasiswa olahraga akan mendapatkan hak untuk memilih jadwal kelas yang hendak mereka ambil. Dengan begitu, sang mahasiswa dapat memastikan bahwa waktu latihan dan jadwal bertanding tidak bersamaan dengan jadwal kelas mereka. Sayangnya, penerima beasiswa esports tidak mendapatkan hak khusus ini karena mereka tidak dianggap sebagai atlet. Tidak hanya itu, jumlah biaya beasiswa yang diterima juga lebih kecil. Padahal, latihan para atlet esports juga memakan waktu yang tidak sebentar. Setiap harinya, mereka harus berlatih hingga enam jam.

Pusat esports di UC of Berkeley | Sumber: PC Gamer
Pusat esports di UC Berkeley | Sumber: PC Gamer

Ialah Grant Welling, kapten dari tim League of Legends dari RMU. Selain kuliah, dia juga harus menyempatkan diri untuk berlatih empat hari dalam seminggu. Alhasil, dia harus memanfaatkan akhir pekannya untuk menyelesaikan tugas kuliah dan sedikit waktu rehat. Zuhair Taleb, pemain Overwatch di UCI, juga memiliki cerita yang sama. “Saya tidak pernah keluar — mungkin saya akan pergi sekali tiap dua minggu dengan tim saya, dengan teman saya,” kata Tabel, dikutip dari PC Gamer. “Saya latihan, saya bermain, dan saya belajar. Begiulah jadwal saya. Saya tidak punya waktu untuk mengerjakan hal lain.”

Untungnya, hal ini tidak terjadi di semua universitas. Ada universitas yang memerlakukan pemain profesional sebagai atlet. Salah satunya adalah RMU. “Departemen olahraga tahu berapa banyak waktu, uang, dan usaha yang dihabiskan untuk bisa sukses. Dan ketika departemen olahraga mengakui esports pada 2014, mereka juga menyediakan semua hal yang diperlukan untuk sukses,” kata Esports Executive Director, RMU, Michael Wisnios.

Dana beasiswa berasal dari developer, bukan universitas

Dana beasiswa esports biasanya berasal dari developer. Misalnya, sebagai jaringan klub esports di universitas, Tespa bekerja sama dengan Blizzard untuk menawarkan beasiswa bagi para pemain game-game buatan developer tersebut, seperti Hearthstone, Overwatch, dan StarCraft II. Sementara Riot Games menawarkan uang beasiswa pada universitas yang memiliki tim esports untuk League of Legends. Tanpa bantuan para developer, program esports di universitas tidak akan bisa berjalan. Dalam hal ini, masalah ini sebenarnya sama dengan masalah yang dihadapi dalam penyediaan program beasiswa olahraga tradisional.

Di UCI, tim Overwatch dan League of Legends mendapatkan beasiswa sebesar US$6.000, sementara pemain tim junior mendapatkan US$1.000 per semester. Riot bekerja sama dengan Berkeley untuk menyediakan US$1.666 per pemain yang menjadi anggota tim Division 1 League of Legends. Selain dari beasiswa, atlet esports juga bisa membayar biaya kuliahnya dengan uang hadiah turnamen. Grant Welling dan rekan satu timnya berhasil membawa pulang US$5.000 setelah memenangkan Collegiate Starleague Championship pada Mei 2019. Sementara tim StarCraft II dari Berkeley yang memenangkan Collegiate Esports Championship buatan ESPN mendapatkan US$1.000 per orang.

Sumber: PC Gamer
Sumber: PC Gamer

Sama seperti olahraga tradisional, esports juga memerlukan peralatan. Di sinilah peran sponsor. “Ketika kami pertama kali membuka tempat latihan kami, NVIDIA yang menyediakan PC,” kata Berkeley Esports Program Manager, Kevin Ponn. “Kami mendapatkan 54 PC. Dan setelah itu, Corsair datang dengan membawa keyboard, mouse, dan headset. Sponsor kami juga mendukung berbagai program di kampus, seperti program gaming untuk perempuan yang bertujuan menghubungkan siswa perempuan dengan para ahli di industri esports.” Sementara semua komputer baru di esports arena Berkeley didanai oleh iBuyPower.

Saat ini, tidak ada metode standar bagaimana universitas harus bekerja sama dengan perusahaan teknologi dan developer game atau bagaimana universitas seharusnya menggunakan uang yang mereka dapatkan. Ada juga tim esports yang harus membeli seragam dan peralatan sendiri. Tanpa pendanaan yang konsisten dari universitas, program esports di tingkat kuliah sangat tergantung pada kebaikan hati sponsor dan developer. Jika developer memutuskan untuk berhenti mendukung mereka, maka program esports di universitas juga akan terhenti. Tentu saja, para mahasiswa tetap bisa ikut serta dalam kompetisi di tingkat komunitas. Namun, akan semakin sulit bagi mereka untuk meminta dukungan dari pihak universitas jika developer tak lagi memberikan dukungan.

Dukungan orangtua

Di negara maju seperti AS sekalipun, para mahasiswa yang fokus pada esports masih menghadapi masalah klasik: dukungan orangtua. Jangankan mendukung, tak semua orangtua paham tentang esportsHead League of Legends Coach, RMU, Adam Farm bercerita, banyak anak asuhannya yang tidak memberitahu bahwa mereka menjadi tim esports di universitas pada orangtua mereka. Alasannya karena orangtua mereka tidak paham tentang game yang mereka mainkan. Lain halnya dengan olahraga tradisional. Orangtua tahu tentang tata cara bermain basket atau sepak bola. Jadi, meskipun mereka tidak bermain sepak bola atau basket, mereka tetap bisa menikmati ketika melihat anak mereka bermain. Sementara pada kasus esports, jika Anda tidak pernah bermain game yang diadu, Dota 2 atau Counter-Strike: Global Offensive misalnya, Anda mungkin akan kebingungan tentang apa yang terjadi selama pertandingan.

Untungnya, tidak semua orangtua seperti itu. Masih ada orangtua yang peduli dan mencoba untuk mengerti tentang esports. Contohnya, orangtua dari Grant Welling. “Ketika saya memberitahu orangtua saya bahwa saya bisa mendapatkan beasiswa esports di sekolah yang bagus, mereka mendukung saya,” katanya. “Banyak orangtua yang mungkin berpikir bahwa esports buang-buang waktu, jadi senang rasanya saya bisa menjadikan hobi saya menjadi sesuatu yang berguna dan membantu saya untuk masuk ke universitas yang bagus.” Dia lalu bercerita, ketika timnya sedang bertanding di Atlantic City dan menang, sang ibu mengirimkan video perayaan dirinya dan sang ayah. “Ibu saya mengirimkan video saat dia dan ayah melompat dan berteriak senang ketika kami menang. Itu sangat luar biasa,” katanya.

Grant Welling (kedua dari kanan) | Sumber: PC Gamer
Grant Welling (kedua dari kanan) dan tim LoL dari RMU | Sumber: PC Gamer

Begitu juga dengan pemain Overwatch dari UCI, Zuhair Taleb. Dia mengatakan, orangtuanya mulai mencoba mengerti apa yang dia lakukan sebagai atlet esports ketika dia menjadi pemain esports profesional pertama yang berasal dari Yaman dan saat dia mendapatkan beasiswa esports. Tidak hanya orangtuanya di California yang bangga atas pencapaiannya, keluarga dan teman Taleb di Yaman juga ikut merasa bangga. Meskipun begitu, orangtua Taleb masih mencoba mendorongnya untuk bekerja di bidang yang lebih konvensional atau memastikan sang anak menyelesaikan sekolah sebelum dia memutuskan untuk berkarir sebagai pemain profesional.

“Saya tidak akan kaget, jika saya menjadi pro dan memenangkan turnamen, orangtua saya akan berkata, ‘Selamat! Apa kamu akan melanjutkan sekolahmu sekarang?'” ujar Taleb.

Satu hal yang menarik, beasiswa esports tidak melulu ditujukan untuk orang-orang yang ingin menjadi pemain profesional. Menurut Alex Jiang, President of League of Legends Club di Berkeley, ada opsi beasiswa untuk siswa yang mau bekerja sebagai non-pemain profesional di industri esports. Salah satu universitas yang menawarkan beasiswa seperti itu adalah departemen esports di RMU.

“Jika Anda tertarik dengan sisi bisnis, marketing, atau desain dari esports, Anda juga bisa mengejar gelaran mendapatkan beasiswa di bidang terkait, tidak sebagai pemain profesional, tapi untuk bekerja dalam industri esports,” kata Esports Executive Director, RMU, Wisnios. Dalam satu tahun belakangan, dia memang tengah berusaha untuk menawarkan jenis beasiswa ini. Program seperti itu membantu para mahasiswa tidak sekadar mendapatkan gelar, tapi mendapatkan pengalaman bekerja di bidang yang memang mereka sukai. Ini bisa menjadi bukti bahwa industri game dapat menawarkan karir panjang yang memang pantas untuk dikejar.

Sumber header: The Esports Observer

Suguhan Beasiswa dan Program Esports dari Sekolah PSKD

Sebenarnya, SMA 1 PSKD memang sudah membuat gempar industri gaming Indonesia saat mereka mengenalkan program esports mereka di 2016. SMA ini menjadi institusi pendidikan formal pertama yang justru merangkul esports sebagai bagian dari proses pembelajaran.

Di tahun 2019 ini, mereka semakin memantapkan langkah mereka sebagai institusi pendidikan yang merangkul komunitas gaming; yang biasanya dijauhi oleh kebanyakan institusi pendidikan formal.

Program esports SMA 1 PSKD yang sekarang merupakan lanjutan yang lebih komprehensif dari program sebelumnya. “Kalau dulu, game mobile belum masuk secara full. Tahun ini sudah. Sebelumnya belum ada dukungan juga dari publisher gamenya. Sekarang kita sudah mendapatkan dukungan dari Garena dan Tencent.” Ujar Yohannes Siagian, Kepala Program Pembinaan Esports SMA 1 PSKD.

Kerennya lagi, murid-murid peserta program esports di sekolah ini juga akan mulai ikut turnamen kelas umum (yang bukan khusus untuk pelajar).

Apakah hal ini berarti murid-murid PSKD akan ikut turnamen sekelas PINC, misalnya? Tanya saya ke Joey, sapaan akrab Yohannes; yang sekarang juga menjabat sebagai Vice President EVOS Esports.

“Kalau level anak-anak bisa mencapai tingkat itu, kita akan daftarkan. Realistisnya akan perlu 1-2 tahun minimal sebelum bisa ikut selevel PINC tapi goal-nya mulai ke arah sana. Kemungkinan juga akan pakai nama ‘PSKD Esports’ or yang serupa.” Jelas Yohannes.

Hal tersebut sangat layak diacungi beribu-ribu jempol (andai saya punya tangan sebanyak itu). Pasalnya, memberikan lebih banyak pengalaman esports kepada kaum muda adalah salah satu solusi masalah regenerasi yang sudah mulai terasa imbasnya di ekosistem esports Indonesia.

Buat yang belum tahu banyak soal program esports dari PSKD, Anda bisa membaca sendiri informasi lengkapnya di PSKDEsports.com. Namun, singkatnya, izinkan saya menceritakan sedikit tentang program tersebut.

Program pembinaan esports SMA 1 PSKD adalah program pembinaan intensif yang diintegrasikan dengan program pendidikan formal di tingkatan SMP dan SMA. Saat ini, program pembinaan esports PSKD sudah bisa didapat di 2 sekolah berikut ini:

  1. SMA 1 PSKD. Jl. Diponegoro No.80 Senen, Jakarta Pusat.
  2. SMP 1 PSKD. Jl. Kwini 1 No. 1. Senen, Jakarta Pusat.

Rencananya, akan ada 2 lokasi tentatif untuk tahun ajaran 2019/2020 juga, yaitu:

  1. SMA 4 PSKD. Jl. Panglima Polim II No.51A. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
  2. SMP 4 PSKD. Jl. Panglima Polim II No.51A. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Sedangkan untuk program pembinaan esports-nya sendiri, ada 5 game yang sudah tersedia di sini. Kelima game tersebut adalah:

  1. PUBG Mobile
  2. Arena of Valor
  3. Free Fire
  4. Dota 2
  5. Mobile Legends

Selain pembinaan kompetitif yang spesifik untuk game-nya, mereka juga menggelar ‘jurusan’ untuk:

  1. Content Creation and Management
  2. Social Media Management
  3. Game Casting and Broadcasting
  4. General Esports

Sayangnya, sampai artikel ini ditulis, program esports dari PSKD ini hanya tersedia untuk murid-murid sekolah itu. Jadi, Anda harus memindahkan sekolah anak, adik, ataupun keponakan Anda jika ingin mendapatkannya. Namun demikian, Yohannes mengatakan bahwa mereka juga sedang mempersiapkan program pembinaan usia muda yang ditujukan untuk umum.

Beasiswa Esports PSKD

Lalu bagaimana soal beasiswanya? Seperti apakah bentuknya? Dan bagaimana proses seleksinya?

“Beasiswa esportsbasically, kita akan subsidi biaya pendidikan anak yang memang punya talenta dan potensi di esports; selama dia berkomitmen untuk belajar benar, kerja keras, mengikuti program, disiplin, dan mengikuti peraturan. Sedangkan prestasi dan juara tidak masuk pertimbangan untuk mempertahankan beasiswa.”

Di sekolah ini, ternyata juga ada dua macam beasiswa, yaitu beasiswa ekonomi dan prestasi. Beasiswa prestasi bisa diberikan untuk siswa yang mampu ataupun tidak mampu. Namun, jika sudah mendapatkan beasiswa prestasi namun masih kesulitan biaya, sekolah akan menambahkan dengan beasiswa ekonomi.

Lalu bagaimana cara mereka menentukan murid yang layak mendapatkan beasiswa?

Joey pun bercerita ada beberapa hal yang dipertimbangkan sebelum memberikan beasiswa. Sifat-sifat siswa dan nilai akademis mereka akan berpengaruh terhadap keputusan ini.

“Mau bekerja keras, humble, bersedia mengorbankan waktu dan tenaga untuk mencapai cita-citanya dan disiplin.” Jawab Yohannes saat saya tanyakan sifat-sifat yang dicari dari murid penerima beasiswa.

Namun demikian, menurut saya, hal tersebut mungkin masih sedikit ambigu atau mungkin terlalu subjektif karena semua orang bisa mengklaim sifat-sifat itu semua.

Karena itu, Yohannes pun meyakinkan saya bahwa proses wawancara saat seleksinya yang menjadi sangat penting. “Staff penerimaan murid kita pengalamannya sudah banyak. Jadi memang skilled dalam proses seleksi dan wawancara.” Ujarnya.

Maybe yang paling penting bagi saya itu potensi dididik dan berkembang. Nggak apa-apa saat ini nilai jelek atau pengetahuan kurang, asal potensi dikembangkan ada.” Tambah Yohannes.

Hybrid Day saat di SMA 1 PSKD. Dokumentasi Hybrid - Lukman Azis
Hybrid Day saat di SMA 1 PSKD. Dokumentasi Hybrid – Lukman Azis

Bagaimana soal nilai akademis calon penerima beasiswa?

“Nilai (akademis) pengaruh tapi kita lihat per kasus. Misalnya, anak dari Siantar dan anak dari Yogyakarta tidak bisa menggunakan standar yang sama.”

Akhirnya, Yohannes yang juga mantan Kepala Sekolah untuk SMA 1 PSKD ini memberikan penutupnya sebelum mengakhiri perbincangan kami.

“Kalau ada anak usia SMP/SMA yang serius ingin memajukan kemampuan dirinya di bidang esports (sebagai pemain atau peran lain di industri esports) dan siap kerja keras untuk menggapai mimpi itu, jangan ragu untuk daftar. Skill saat ini tidak jadi masalah. Yang paling penting adalah punya passion dan mau kerja keras. Tujuan sekolah itu membuat yang tidak bisa jadi bisa.

Kita memang tidak menjamin bahwa semua peserta program kita menjadi pemain pro. Namun, yang pasti, mereka akan mendapatkan pengalaman penting yang menjadi modal mereka untuk membangun masa depan yang lebih baik.”