[Video] Strategi Staffinc Mempertahankan Bisnis dan “Growth”

DailySocial bersama CEO Staffinc Wisnu Nugrahadi membahas tren layoff belakangan dan pengaruhnya terhadap bisnis.

Menurut Wisnu, ada perbedaan perilaku serta kebutuhan, baik dari sisi klien atau tenaga kerja kerah biru. Hal ini yang melandasi Staffinc, yang dulu bernama Sampingan, menciptakan layanan berbasis teknologi demi menunjang bisnis sektor SDM (Sumber Daya Manusia).

Bagaimana strategi Staffinc agar bisa bertahan dalam industri? Seperti apa rencana bisnis Staffinc pada 2023?

Simak pembahasannya di video berikut ini.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

MyRobin Mudahkan Perusahaan Mengelola Pekerja Kerah Biru

Besarnya permintaan pekerja kerah biru (blue collar) di Indonesia ternyata tidak dibarengi dengan manajemen dan platform digital yang relevan untuk keperluan bisnis. Melihat peluang tersebut, platform MyRobin mencoba untuk memberikan solusi kepada pelaku bisnis, dalam hal merekrut tenaga kerja dari kalangan tersebut.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO MyRobin Siddharth Kumar mengungkapkan, hingga saat ini masih banyak perusahaan yang kesulitan merekrut pekerja kerah biru. Ketika lowongan pekerjaan dibuka, kebanyakan para perusahaan tersebut merasa kewalahan ketika harus menyaring kandidat yang tepat.

“Dalam hal ini misalnya saat membuka sebuah lowongan kerja, mereka akan mendapatkan ratusan CV kertas, serta sulit untuk menilai kemampuan pekerja. Lalu pekerja yang diharapkan untuk hadir wawancara juga tidak datang. Di saat acara tertentu seperti Harbolnas dan Lebaran, mereka membutuhkan pekerja dalam jumlah yang sangat banyak. Selain itu turn-over rate juga sangat tinggi.”

Hingga kini masih banyak pekerja yang tidak dibayar dengan adil, tidak memiliki asuransi, dan juga ditipu oleh pihak outsourcing bodong. Melihat permasalahan tersebut, MyRobin kemudian mencoba untuk mempelajari bagaimana negara seperti India dan Tiongkok menyelesaikan masalah tersebut. MyRobin hadir untuk menyediakan tenaga kerja berkualitas at scale dan memberikan berbagai benefit yang menunjang kinerja mereka.

“Model bisnis dan strategi monetisasi yang kami lancarkan adalah menagih perusahaan management fee. Dihitung di atas total biaya tenaga kerja. Tidak ada yang dipotong dari upah mitra kami,” kata Siddharth.

Saat ini MyRobin telah memiliki komunitas pekerja yang berjumlah sekitar 2,4 juta orang yang tersebar di 100 kota di Indonesia. Mereka mencatat, 95% di antaranya berada dalam grup usia 18-35 tahun dan lulusan SMA/SMK serta pekerja yang memiliki skill. Secara keseluruhan sudah lebih dari 100 perusahaan yang telah dilayani oleh MyRobin.

Siapkan penggalangan dana

Saat ini MyRobin telah menerima pendanaan dari beberapa investor, di antaranya Antler, SOSV, Prasetia Dwidharma, dan beberapa angel investor. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, saat ini MyRobin tengah melakukan pengalangan dana untuk tahap selanjutnya.

“Untuk tetap efisien di era new normal, perusahaan membutuhkan fleksibilitas. Kami telah membantu ribuan pekerja mendapatkan pekerja di saat pandemi ini. Tim kami mengalami pertumbuhan hingga 5x saat pandemi ini,” kata Siddharth.

Saat ini mereka telah melayani bisnis di kota tier 1 dan 2 seperti Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Makassar, Medan dan beberapa kota lainnya di Kalimantan, Sumatera dan Pulau Jawa. MyRobin juga ingin terus memperluas wilayah layanan mereka secara pesat hingga ke kota-kota yang lebih kecil.

Flexible workforce saat ini menjadi tren yang populer di Asia Tenggara. Pandemi semakin mempercepat proses perusahaan mengadopsi hal ini,” kata Siddharth.

Selain MyRobin, platform serupa yang juga menyasar pekerja kerah biru di antaranya adalah Sampingan, Job2Go, Heikaku, Workmate, BigAgent, dan AdaKerja. Kecenderungan segmen ini dipenuhi kalangan low skill worker, orang-orang yang memiliki kompetensi minim – umumnya disebabkan karena akses ke pendidikan yang kurang baik. Menurut data BPS, per tahun 2019 kalangan low skill worker mendominasi sektor informal dengan angka 57,27%.

Hadirnya platform digital juga berusaha menghadirkan disrupsi di siklus ketenagakerjaan kerah biru. Adanya platform seperti marketplace memungkinkan pemberi pekerjaan terhubung langsung dengan para calon pekerja, karena sejauh ini masih banyak ditemui agen atau biro penyalur tenaga kerja di segmen ini.

Marketplace Pekerjaan Pakaruto Pertemukan Buruh dan Pemilik Pabrik Secara Online

Salah satu lapangan pekerjaan yang banyak dicari oleh masyarakat Indonesia adalah buruh pabrik. Besarnya peluang ini, terutama di kota luar Jakarta, kemudian dimanfaatkan Pakaruto, platform job portal khusus untuk pegawai blue collar atau buruh di Indonesia.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Pakaruto Cayadi Sutanto mengungkapkan, Pakaruto berawal dari Applicant Tracking System untuk perusahaan di Cikarang. Banyaknya permasalahan yang muncul dalam perjalanan implementasi, menjadi alasan utama mengapa Pakaruto didirikan.

“Saat ini pencari kerja memiliki tiga pintu sebagai alternatif. Pintu itu adalah agen terdaftar, balai kerja khusus, dan agen lokal lainnya. Agen terdaftar berarti adalah perusahaan berizin dari Departemen Tenaga Kerja. Pencari kerja mendatangi setiap agen terdaftar dan menjalankan proses rekrutmen dan interview yang berbeda, tergantung proses di setiap agen.”

Cayadi melanjutkan, balai kerja menjadi perpanjangan jejaring sekolah menengah melakukan proses assessment sebagian. Lulus tes pertama berlanjut ke tes selanjutnya. Tes dapat berlangsung berlapis-lapis. Agen lokal lainnya memberikan jasa penempatan dengan biaya. Besaran biaya pun bervariasi tergantung agen lokal. Pencari kerja harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk jasa ini, bahkan mungkin berlanjut setelah diterima kerja. Untuk memecahkan kendala tersebut, Pakaruto membangun Verified Labor Pool.

“Dalam kurun waktu ini, data terverifikasi milik pencari kerja dapat diakses oleh pabrik pencari tenaga kerja. Pakaruto melalui agen terdaftar membantu memastikan status bebas tenaga kerja, tes medis, surat keterangan polisi, status BPJS. Pekerjaan rekrutmen pabrik hanya tinggal interview akhir dan hiring,” kata Cayadi.

Untuk memastikan data pencari kerja tersebut adalah akurat dan tidak bisa diperbarui atau ditambahkan, Pakaruto berencana menerapkan teknologi blockchain dalam platform. Teknologi smart contract dianggap bisa meminimalisir pencari kerja yang tidak sesuai dengan riwayat pengalaman kerja yang dimiliki.

“Nantinya jika teknologi blockchain sudah kami terapkan akan kami kenakan biaya kepada pemberi kerja. Saat ini masih gratis,” kata Cayadi.

Strategi monetisasi dan target Pakaruto

Dengan mengedepankan bisnis model freemium, calon tenaga kerja dapat mendaftar dan melihat lowongan kerja secara gratis. Paket berbayar ditawarkan kepada pencari kerja yang ingin mendapatkan akses lowongan pekerjaan dan prioritas panggilan kerja. Biaya yang dikenakan adalah Rp150 ribu untuk satu tahun sebagai biaya assessment dan jasa penempatan tenaga kerja selama setahun. Saat ini Pakaruto telah memiliki 10 pabrik yang telah bekerja sama, dengan jumlah kandidat 47 ribu orang. Sebanyak tujuh ribu kandidat telah menjadi anggota prioritas dan 5 ribu orang sudah diterima oleh pemberi kerja.

“Pakaruto memiliki target untuk menambah kerja sama dengan pabrik di daerah Jawa Barat dan mencapai 100 ribu calon tenaga kerja terdaftar. Targetnya adalah 70% tenaga kerja terverifikasi bekerja,” tutup Cayadi.