Rencana Happy5 Setelah Akuisisi SugarOKR, Kebut Ekspansi di Amerika Serikat

Startup pengembang SaaS untuk pengaturan workflow bisnis Happy5 resmi mengakuisisi pemain serupa asal Singapura, SugarOKR. Aksi korporasi ini pertama kali diwartakan oleh e27. Salah satu tujuannya untuk mendukung ekspansi pasar Happy5, khususnya di pasar Amerika Serikat (AS).

Happy5, didirikan pada 2013 di Jakarta oleh Doni Priliandi dan Reydi Sutandang, menyediakan perangkat lunak manajemen kinerja yang memungkinkan perusahaan membuat dan mengelola tujuan, proyek, dan tugas, serta melakukan ulasan kinerja karyawan di seluruh tim. Sementara itu, SugarOKR yang didirikan oleh Timothy Kua dan Mike Nguyen pada tahun 2019, menawarkan perangkat lunak pengaturan dan manajemen OKR (Objectives and Key Results).

“Terkait ekspansi ke Amerika Serikat, sekarang kami sedang menargetkan 20 pelanggan baru sampai awal tahun 2025. Di sana kami fokus ke mid-size tech company dengan 200-1000 pegawai […] Kami menyasar pelanggan Lattice, CultureAmp, atau Betterwork. Setelah target tersebut tercapai, baru akan melakukan fundraising untuk membangun tim sales dan customer success, juga membangun kemampuan AI,” ujar Doni.

Ia juga menjelaskan bahwa akuisisi ini bertujuan untuk mengonversi pelanggan SugarOKR yang ada ke platform Happy5. “SugarOKR memiliki basis pelanggan yang kuat dengan lebih dari 4.000 perusahaan dan 15.000 pengguna, serta nilai SEO yang substansial yang menarik lebih dari 2.000 pengunjung unik setiap bulannya,” ujarnya

Akuisisi ini juga diharapkan dapat meningkatkan posisi pasar Happy5 dan daya saingnya secara global, dengan fokus utama pada ekspansi di pasar AS yang lebih matang dan memiliki tingkat adopsi yang tinggi untuk SaaS.

Performa bisnis Happy5

Doni turut menyampaikan, sampai H1 2024 ini annual recurring revenue (ARR) perusahaan naik 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ia optimis sampai akhir tahun akan naik sampai 50%.

“Kita manage expectation bahwa total market untuk performance management di Indonesia kecil banget, bahkan di Asia, karena perbedaan working culture. Jadi fokus tahun ini akuisisi pelanggan di AS,” imbuhnya.

Dengan model B2B, bisnis Happy5 sudah mendulang profit sejak tahun ke-4 beroperasi. Pada wawancara di tahun 2019 lalu, Doni menyampaikan mereka melipatgandakan pendapatan menjadi $1,3 juta menghasilkan margin kotor 91% serta margin bersih berada di angka 5%.

“Tim kami membangun fundamental world class SaaS marketing practice untuk Happy5. Tidak hanya itu, kita ada rencana untuk konversi sebagian pengguna SugarOKR yang berasal dari AS untuk menjadi paying customer Happy5. Ada 500an tim dari AS yang pakai SugarOKR,” tutup Doni.

Dekoruma Masuk ke Lini Jual-Beli Properti; Q1 2024 Catat Rekor Revenue Tertinggi

Dekoruma, yang sebelumnya dikenal sebagai startup yang bergerak di bidang marketplace jasa desain dan penjualan interior, kini memperluas lini bisnisnya ke jual-beli properti. Lewat Dekoruma Properti, pengguna bisa mencari berbagai jenis hunian. Di fase awalnya, layanan ini baru tersedia di area Jabodetabek dan Bandung.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan mengatakan bahwa adanya lini baru ini diharapkan Dekoruma bisa menghadirkan “full circle home buying experience”, konsumen bisa mencari rumah, mengurus KPR, hingga mengisi rumah lewat satu platform.

Dimas turut menjelaskan, selain menemukan properti, lewat Dekoruma Properti pelanggan juga bisa dibantu untuk mengelola KPR. Selain itu, merujuk dari situs resminya, platform proptech ini juga menyediakan fitur lain seperti Booking Fee Protection untuk jaminan pengembalian DP jika BI-Checking ditolak dan Multi Visit Service berupa jasa pendampingan kunjungan ke opsi properti yang diminati.

Sementara bagi developer, selain menawarkan platform untuk pemasaran, Dekoruma turut membangun kerja sama pengisian hunian (full firnish) sebagai satu paket penjualan. Diharapkan ini bisa memberikan added value untuk unit properti yang dijajakan ke konsumen.

Perkembangan bisnis

Kendati tidak merinci angka detailnya, Dimas menyampaikan bahwa performa bisnis Dekoruma sepanjang Q1 2024 sangat mengesankan. Ia mengatakan kalau kuartal pertama tahun ini menjadi “record breaking” dari segi revenue – menandai titik capaian tertinggi yang pernah didapat.

Sebelumnya disampaikan, bahwa Dekoruma sudah mencapai break even di kuartal III 2023. Tahun ini ditargetkan akan mendapati capaian break even satu tahun penuh. Sempat direncanakan segera IPO, namun ditunda karena dinamika ekonomi dan politik di dalam negeri menjelang pemilu.

Dekoruma Experience Center di Lampung / Dekoruma
Dekoruma Experience Center di Lampung / Dekoruma

Dekoruma juga terus meningkatkan jangkauan pasar O2O mereka, terbaru perusahaan membangun Experience Center di Lampung. Segera menyusul dalam waktu dekat di Balikpapan, Samarinda, dan kota-kota lainnya. Sehingga saat ini ada kurang lebih 30 Dekoruma Experience Center yang tersebar di 18 kota.

Dekoruma terakhir mengumumkan pendanaan seri C1 senilai $15 juta pada tahun 2021. Investor yang terlibat adalah Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, dan beberapa investor tahap sebelumnya termasuk Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, serta Foundamental.

Dengan rencana ekspansi agresif tahun ini, Dekoruma juga tengah berupaya melakukan penggalangan dana lanjutan.

Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Indonesia Siap Ekspansi Regional dan Global

Usai menetapkan langkahnya untuk mengelola LP luar, Mandiri Capital Indonesia (MCI), lengan investasi Mandiri Group, mantap untuk memperluas cakupan investasinya ke skala global. Besok (23/4), MCI memboyong sembilan (9) portofolio untuk tampil di konferensi fintech Money 20/20 Asia yang digelar di Bangkok, Thailand.

Bangkok akan menjadi pijakan awal MCI untuk memulai ekspansinya di kawasan regional melalui peluncuran program Xponent pertama di luar negeri. Seluruh portofolio MCI berkesempatan untuk melakukan showcase produk dan layanannya di sana. Ke-9 portofolio ini antara lain Mekari, KoinWorks, Ayoconnect, Delos, iSeller, Kecilin, Fishlog, Imajin, dan AI Rudder.

Adapun, MCI menjadi satu-satunya Corporate Venture Capital (CVC) dari Indonesia yang menjadi exhibitor Money 20/20 Asia yang digelar pada 23-25 April 2024.

“Kami menyiapkan fondasi, framework, sejak 2021 agar MCI bisa berjalan tanpa terus bergantung dari injeksi modal induk usaha. Kami ingin MCI bisa menjadi top of mind, kalau tidak dikenali, bagaimana mau fundraise?” tutur Chief Investment Officer MCI Dennis Pratistha saat diwawancarai DailySocial.id pekan lalu.

Dennis menambahkan bahwa kehadiran Xponent di Money 20/20 Asia akan menjadi langkah strategis untuk mengintegrasikan startup dan perusahaan luar negeri yang aktif dengan jaringan dan sumber daya yang dimiliki oleh Mandiri Group.

Sejak beberapa tahun terakhir, MCI diketahui mulai fokus untuk berinvestasi strategis di sektor beyond fintech, seperti agrikultur, aquakultur, dan manufaktur. Tujuannya tak lagi sebatas penyertaan modal ke startup, tetapi juga penciptaan value creation bagi portofolio dan bisnis unit Mandiri Group.

Sumber: Mandiri Capital Indonesia

Untuk memantapkan posisinya sebagai investor strategis, ujar Dennis, MCI pun menginisiasi program XYZ yang berisikan sejumlah program turunan, yakni Xponent, Xchange, Y-Axis, dan Zenith Accelerator. Seluruh program ini bertujuan untuk mengeksplorasi peluang pertumbuhan startup dan menghubungkan pelaku startup dengan ekosistem kunci.

We only invest in companies where we are confident we can add value to them in terms of business. Kami punya ekosistem besar, Mandiri Group, juga BUMN. Kami bisa leverage, bring value untuk tap ke ekosistem bagi portofolio dan non portofolio. Ini yang mendorong kelahiran XYZ,” tuturnya.

Dana kelolaan untuk ekspansi

Saat ini, dana kelolaan (fund) Global Climate Tech Fund tengah disiapkan sebagai kendaraan investasi global MCI berkolaborasi dengan Investible, VC asal Australia. Dana kelolaan ini ditargetkan bertahap dapat mencapai $150 juta pada penggalangan tahap awalnya tahun ini. Beberapa portofolio yang sudah disuntik modal adalah Greenhope, Cakap, Delos, dan FishLog.

Global Climate Tech Fund menjadi kelanjutaan dari komitmen Indonesia Impact Fund (IIF) untuk mendukung target nol emisi karbon. Ia menilai dana kelolaan sejenis belum banyak di-deploy Indonesia karena ekosistem climate tech masih tahap awal.

“Masalah lainnya, ekosistem sekarang masih menempel dengan ekosistem digital. Kita bicara waste management, circular economy, dan sebagainya, tetapi belum bisa dikatakan climate tech, masih menempel ke digital. Semua ujungnya masih ada aplikasi. Padahal, it’s slightly different. Maka itu, kita harus buat early stage fund untuk bangun ekosistem climate tech,” tambah Dennis.

Ia juga menyoroti bagaimana sulitnya pelaku di ekosistem ini berupaya mengakselerasi bisnisnya padahal telah mengembangkan teknologinya. Salah satu yang ia soroti adalah sektor circular economy. Misalnya, pengelolaan limbah/sampah tak hanya bicara soal aktivitas pengumpulannya saja, tetapi juga memikirkan bagaimana sampah dapat didaur ulang.

Untuk itu, ekspansinya ke regional dan global diharapkan dapat mengeksplorasi teknologi, pengetahuan, dan pengalaman lebih dalam dari negara-negara yang ekosistem climate tech sudah maju. Dengan begitu, upaya tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekosistem climate tech dalam negeri.

Dennis juga menyebut tengah menyiapkan perwakilan MCI di Australia, yang mana diharapkan dapat mempermudah perusahaan untuk mereplikasi program XYZ. “Negara-negara yang ekosistem climate tech-nya sudah maju, mereka sudah mulai puluhan tahun lalu. Kita bisa tap into their knowledge, technology, dan experience. Once the framework is set, we can scale, that’s what we have been doing, we’re replicating the framework. Pasti ada lokalisasinya, itu bisa disesuaikan.”

Sebagaimana ditetapkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), ada enam fokus area untuk mengatasi climate crisis antara lain Energy, Industry, Agriculture and Food, Forests and Land Use, Transport, Buildings and Cities.

Dana kelolaan MCI saat ini:

  1. Balance Sheet Fund dari Mandiri Group (aktif)
  2. BTN Fund (deployment 2024)
  3. Global Climate Tech Fund (initial fundraising)
  4. Merah Putih Fund (deployment 2024)

MCI memiliki dana kelolaan aktif Balance Sheet Fund dari Mandiri Group. Baru-baru ini, MCI juga mengumumkan kolaborasi dengan BTN sebagai fund manager BTN Fund yang fokus pada investasi di ekosistem digital housing, termasuk mortgage, proptech, construction tech, manufacturing tech, dan open banking.

“Kami sedang urus perizinan [BTN Fund] dengan OJK. Semoga bisa diluncurkan segera [tahun ini]. Kami ingin memastikan bisa membantu [BTN] untuk mengakselerasi proses transformasi digital mereka, karena [fund] ini sudah dipersiapkan sejak 2021. Deployment-nya bertahap, kami sudah mulai melakukan pre due dilligence,” ungkapnya.

Saat ini, MCI telah lebih dari 20 startup portofolio yang berasal dari 14 vertikal, mencakup lending, B2B value chain, hingga payment enabler.

Strategi Bank Danamon Tetap Relevan dengan Perkembangan Fintech

Sektor fintech di Indonesia terus menunjukan tren pertumbuhan yang pesat setiap tahunnya. Menurut proyeksi dari Google, Temasek, dan Bain & Company, Indonesia diperkirakan akan menjadi pasar pembayaran digital terbesar di Asia Tenggara dengan proyeksi Gross Transaction Value mencapai $760 miliar pada 2030.

Di saat yang sama, pemerintah mendorong penggunaan fintech untuk mencapai target inklusi keuangan sebesar 90% pada tahun ini. Gairah ini membuat banyak pihak berlomba-lomba mengadopsi fintech terkini agar makin relevan dengan perkembangan saat ini. Hal tersebut juga dilakukan oleh Bank Danamon.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Chief Strategy Officer Bank Danamon Reza Iskandar Sardjono menyampaikan berbagai strategi dari internal dan eksternal telah ditempuh perseroan untuk terus mendukung industri fintech ini.

“Salah satunya dengan melakukan penempatan dana di Garuda Fund bersama dengan MUFG dan MUIP (MUFG Innovation Partners), dana ventura yang melakukan investasi strategis pada sektor keuangan digital Indonesia, dengan penekanan pada perusahaan fintech,” ujarnya.

Sebagai catatan, Garuda Fund diumumkan pada Januari 2023 memiliki alokasi dana sebesar $100 juta dengan periode investasi terhitung dari 2023-2028. Fokus investasi Garuda Fund adalah pendanaan seri A ke atas, dengan rata-rata investasi $5 juta dengan tujuan strategis untuk meningkatkan bisnis kolaborasi Danamon dengan para pelaku digital dan fintech di Indonesia.

Startup teranyar yang mendapat pendanaan dari Garuda Fund adalah startup insurtech Qoala yang berpartisipasi dalam putaran seri C diumumkan pada 3 April 2024. Ditargetkan ada sebanyak 15 startup yang akan memperoleh dana dari Garuda Fund hingga 2028 mendatang.

Pada Februari, Bank Danamon juga mengumumkan kemitraan strategis dengan Helicap, startup asal Singapura yang berfokus menghubungkan investor global dengan peluang utang swasta di Asia Tenggara. Tujuan perusahaan adalah untuk mengisi kesenjangan pembiayaan sebesar $500 miliar yang tidak dapat dilayani oleh bank dan menyebarkan modal kepada 300 juta orang yang tidak mempunyai rekening bank melalui 1.000 originator di wilayah tersebut.

“Melalui kerja sama ini, Helicap memperkenalkan ekosistem fintech mereka yang ada di Indonesia ke Danamon. Di sisi lain, Danamon menyediakan portal korporat Danamon (Danamon Cash Connect), dan membantu pengelolaan flow of fund yang lancar dengan pengendalian risiko yang lebih baik kepada Helicap,” lanjut Reza.

Ia juga menyampaikan kolaborasi ini cukup unik karena membantu menyediakan kemudahan bagi Helicap dalam melakukan operasional pendanaan, serta memberikan keamanan dalam melakukan transaksi. Tidak menutup kemungkinan ke depannya, kolaborasi ini akan dilanjutkan dengan entitas di dalam MUFG Group, yakni Adira Finance dan Home Credit.

Transformasi digital

Reza melanjutkan, penguatan internal dengan berinvestasi pada Infrastruktur IT & Digital, Sumber Daya Manusia, Branding, dan Branch Network agar tetap relevan sekaligus dalam rangka meningkatkan pelayanan ke nasabah.

Perseroan berupaya meningkatkan kapabilitas channels, baik fisik (Next Generation Branch) maupun digital (D-Bank PRO dan Danamon Cash Connect), serta memperluas kemitraan digital. D-Bank PRO adalah solusi untuk konsumen, sementara Danamon Cash Connect ditujukan untuk nasabah bisnis.

Melalui digitalisasi tersebut, Reza mengklaim pihaknya berhasil meningkatkan produktivitas SDM di cabang melalui migrasi transaksi-transaksi yang bersifat administratif (penggantian PIN, penggantian kartu debit, dan pengkinian data nasabah) ke digital channel (D-Bank PRO) dan self-service channel (Digital CS).

Sementara bagi nasabah, dengan adanya digitalisasi ini memberikan kemudahan akses dalam bertransaksi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti: pembayaran tagihan, top up, jual/beli valuta asing, QRIS, mengubah transaksi kartu kredit menjadi cicilan (My Own Installment), pengajuan loan dan pembelian wealth management produk, dan berbagai fitur lainnya.

Pihaknya juga secara aktif menyediakan layanan BaaS (Bank-as-a-Service) kepada nasabah di semua segmen melalui pengembangan dan penyempurnaan berbagai layanan API. “Ke depannya, kami berkomitmen untuk senantiasa melakukan pengembangan seluruh channel digital dengan prinsip customer centricity serta memperkuat sinergi dengan jaringan MUFG sehingga dapat memberikan layanan yang komprehensif kepada nasabah.”

Dia beralasan langkah ini ditempuh karena perusahaan merupakan organisasi yang berpusat pada pelanggan, sehingga salah satu strateginya adalah terus engage dengan nasabah dan mengerti kebutuhan mereka. “Dengan interaksi langsung melalui berbagai event maupun melalui research untuk memahami perubahan perilaku nasabah yang berfokus pada berbagai layanan digital perbankan,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

M&A Startup Lokal oleh Asing Bisa Jadi Opsi Ideal, Tapi Perlu Diwaspadai

Satu dekade lebih sektor ekonomi digital Indonesia berkembang dinamis, dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kematangan industrinya. Mengakhiri 2023, sektor ini diwarnai oleh aksi konsolidasi besar antara e-commerce asal Tiongkok dan Indonesia, TikTok Shop dan Tokopedia.

Konsolidasi melalui strategi merger dan akuisisi (M&A) adalah sebuah langkah yang lumrah, banyak diambil perusahaan demi mendapat akses permodalan, sinergi teknologi, atau ekspansi bisnis.

Menariknya, tren M&A ini tampaknya mulai banyak ditempuh perusahaan asing untuk memperluas pasarnya ke Indonesia. Bagi startup dalam negeri, opsi ini menjadi memungkinkan di tengah sulitnya mencari pendanaan.

“Pendanaan di sektor ekonomi digital seret pada 2022-2023 dibandingkan 2023. Pada tahun 2021, pendanaan ekonomi digital di Indonesia mencapai Rp140 triliun. Pada tahun 2022 turun 50%. Tahun 2023 semakin turun setengahnya dari [capaian] tahun 2022. Akuisisi menjadi opsi yang rasional di tengah menurunnya pendanaan dan persaingan yang ketat,” ungkap Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda saat dihubungi DailySocial.id.

Sebagai gambaran lain, Startup Report 2023 yang diterbitkan oleh DSInnovate mencatat terdapat 25 M&A di ekosistem digital yang diumumkan di sepanjang 2023. Jumlah tersebut turun sedikit dari 32 M&A pada tahun sebelumnya.

Sejumlah akuisisi oleh perusahaan asing / Sumber: DailySocial.id

Jika dilihat dari aspek persaingan usaha, Huda mengatakan bahwa tren akuisisi startup lokal oleh perusahaan asing bisa memicu dampak negatif terhadap industri. Salah satunya adalah kurangnya pemain di dalam satu sektor.

“Tentu berkurangnya pemain di satu industri menimbulkan berkurangnya kesempatan konsumen mendapatkan layanan/produk dengan harga yang lebih murah. Maka dari itu, penting bagi Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengawasi persaingan usaha, terutama dalam menganalisis dampak dari merger ke industri,” tambah Huda.

M&A bisa jadi opsi exit yang ideal

Menurut Managing Director di Northstar Group Carlson Lau, minat M&A tak hanya terjadi pada perusahaan asing yang ingin ekspansi ke sini, tetapi juga sebaliknya ada. Menurunnya minat investasi startup pendanaan, khususnya bagi startup tahap awal, memicu terjadinya M&A.

“Perusahaan strategis lokal juga secara aktif mencari kesempatan untuk mengakuisisi perusahaan teknologi yang lebih kecil, termasuk beberapa di dalam portofolio Northstar Venture,” tutur Carlson dalam pernyataannya kepada DailySocial.id.

Carlson menolak mengomentari lebih lanjut potensi M&A yang mungkin/sedang terjadi di dalam portofolionya.

Tren pendanaan startup Indonesia pada 2022-2023 / Sumber: Startup Report 2023

Kendati begitu, meningkatnya tren M&A di ekosistem digital Indonesia menunjukkan sektor ini semakin bergerak dinamis, dan menandakan adanya peningkatan persaingan dan inovasi. Akuisisi, ungkap Carlson, sering kali berbuah sinergi teknologi, talenta, dan sumber daya. sehingga dapat mendorong kedua perusahaan untuk mengembangkan inovasi dan mencapai efisiensi lebih baik.

“Sebelumnya, banyak founder memilih IPO sebagai exit strategy yang ideal, tetapi merger dan akuisisi juga dapat menjadi pilihan lainnya. Founder tidak seharusnya terpaku pada idealisme yang tidak realistis. Sebaliknya, ketika peluang M&A yang tepat disajikan, mereka harus fokus membuat keputusan yang tepat untuk mendorong perusahaan maju dan berkembang,” tambahnya.

Ia menilai seharusnya startup lokal dapat antusias terhadap tren ini dan mengantisipasi dampak positif terhadap ekosistem. Pasalnya, aksi M&A disebut dapat memfasilitasi akses ke pasar dan basis pelanggan baru. Ini memungkinkan perusahaan untuk mendiversifikasi penawaran dan memperluas jangkauan mereka.

Sebagai tambahan gambaran, sinergi besar antara TikTok dan Tokopedia meleburkan bisnis keduanya menjadi jalan ninja mereka untuk memperbesar skala pertumbuhan e-commerce. Tokopedia yang lebih banyak diasosiasikan dengan segmen pembelian terencana (Tokopedia) dapat bersinergi dengan segmen pembelian impulsif di TikTok Shop.

Dalam pemberitaan sebelumnya, sinergi ini telah diperhitungkan serta diproyeksi dapat mengerek GMV dan Monthly Transacting User (MTU) Tokopedia yang sempat merosot. Per 2023, Tokopedia punya 18 juta Monthly Active User (MAU), sedangkan TikTok Shop memiliki MAU 125 juta dengan MTU tumbuh tiga digit.

AwanTunai Bukukan Pendanaan Rp427,6 Miliar Dipimpin Norfund, MIUP, dan FinnFund

Startup fintech lending AwanTunai mendapatkan pendanaan ekuitas senilai $27,5 juta atau setara Rp427,6 miliar. Norfund, MIUP (lengan investasi MUFG), dan FinnFund memimpin putaran terbaru ini. Sebelumnya mereka berencana untuk menutup putaran seri B ini senilai $25 juta, namun nilainya ditingkatkan seiring kelebihan permintaan, demikian disampaikan Co-Founder & CEO AwanTunai Dino Setiawan.

Ini sekaligus menjadi investasi ketiga Norfund, dana kelolaan dari Norwegia  untuk investasi di negara berkembang. Sebelumnya mereka masuk ke pendanaan debt Modalku di tahun 2023 dan Amartha di 2021. Khusus AwanTunai, mereka masuk ke pendanaan ekuitas, alih-alih debt.

Perwakilan Norfund mengatakan, “Kami sangat bersemangat untuk bermitra dengan AwanTunai yang menjadikannya investasi ekuitas pertama kami di fintech Asia Tenggara. Kami terkesan dengan cara AwanTunai memanfaatkan fintech untuk menjangkau dan membiayai segmen sektor UMKM yang kurang terlayani atau tidak memiliki layanan perbankan di Indonesia dengan solusi ERP unik yang menangkap data eksklusif di berbagai lapisan rantai pasokan FMCG tradisional dan menerapkannya solusi manajemen risiko mereka yang telah dipatenkan untuk mencapai kinerja kredit yang prima.”

Sebelumnya AwanTunai telah mengumpulkan pendanaan seri A dalam tiga ronde, meliputi putaran pertama pada tahun 2018 senilai $4,3 juta dipimpin oleh Insignia Venture Partners dan AMTD Group. Kemudian dilanjutkan putaran kedua pada 2021 senilai $11,2 juta dengan keterlibatan Atlas Pacific, BRI Ventures, OCBC NISP. Lalu putaran seri A3 pada 2022 senilai $8,5 juta dengan melibatkan International Finance Corporation, Global Brain, dan sejumlah investor.

“FinnFund (melalui OP FinnFund Global Impact Fund I) sangat bersemangat untuk mendukung pertumbuhan AwanTunai di Indonesia, di mana sektor FMCG memiliki masalah modal kerja yang besar yang tidak dapat diselesaikan oleh lembaga keuangan tradisional. Melalui investasi ini, kami memiliki misi meningkatkan inklusi digital dan keuangan pada UMKM serta mendorong kesetaraan gender karena pengecer kecil, yang didominasi perempuan, kurang terlayani,” ujar perwakilan FinnFund, sebuah sovereign fund dan dana kelolaan dari bank terbesar di Finlandia.

Dapat ketertarikan tinggi dari investor global

Dengan proposisi nilai yang unik sebagai pembiayaan rantai pasok untuk UMKM, AwanTunai mengklaim memiliki model bisnis yang solid. Dino menyampaikan, bahwa perusahaan telah mencapai EBITDA positif dan ditargetkan menjadi profitabel (setelah pajak) pada akhir tahun ini.

“Kami hanya perlu meningkatkan volume hingga sekitar Rp3 triliun per bulan untuk mencapai skala ekonomi awal. Dalam dunia peminjaman, jumlah pinjaman tersebut sebenarnya cukup kecil, yang mencerminkan seberapa efisien model bisnis kami dibandingkan dengan alternatif lain di pasar,” ujar Dino.

Ia pun mengungkapkan bahwa masih terdapat kelebihan permintaan yang signifikan dari PE besar dan investor global, sehingga tidak menutup kemungkinan putaran pendanaan seri B ini akan dilanjutkan. Bahkan disampaikan akan ada pendanaan debt yang segera dibukukan secara terpisah untuk memenuhi kebutuhan pinjaman yang masih besar tersebut.

Presiden & CEO MUFG Innovation Partners (MIUP) Nobutake Suzuki mengatakan, “Kami terkesan dengan komitmen AwanTunai untuk memberdayakan UMKM Indonesia di sektor FMCG dengan mendigitalkan operasi mereka dan memberi mereka akses terhadap layanan keuangan. Selain mendapatkan visibilitas terhadap operasional klien mereka, AwanTunai memanfaatkan ilmu data untuk menganalisis data transaksi tidak terstruktur untuk mengelola risiko pinjaman. Kami berharap AwanTunai dapat memperkuat hubungan kolaboratif dengan bank mitra MUFG, Bank Danamon, untuk memberikan akses keuangan yang lebih baik kepada segmen UKM yang kurang terlayani di Indonesia.”

Proposisi nilai AwanTunai

Co-Founder AwanTunai: Rama Notowidigdo, Windy Natriavi, dan Dino Setiawan / AwanTunai
Co-Founder AwanTunai: Rama Notowidigdo, Windy Natriavi, dan Dino Setiawan / AwanTunai

Dua produk utama AwanTunai adalah layanan pembiayaan stok warung AwanTempo dan pembiayaan grosir Supplier Financing. Melalui inovasi teknologi yang diejawantahkan dengan ERP terpadu, AwanTunai membentuk sebuah sistem yang memungkinkan UMKM dan pemasok FMCG mendapatkan akses finansial yang lebih lancar. Platform ERP tersebut sekaligus menjadi sumber data penting untuk membantu perusahaan melakukan analisis risiko secara lebih komprehensif.

Faktanya, data sejauh ini memang menjadi tantangan utama bagi penyaluran kredit ke UMKM. Data yang kurang baik berimplikasi pada penilaian kredit yang buruk, kadang membuat perusahaan fintech lending atau institusi tradisional pun menghadapi masalah serius terkait pengembalian dana. Sementara segmen UMKM yang belum terlayani fasilitas kredit perbankan masih sangat besar jumlahnya di Indonesia, dari lebih dari 60 juta UMKM, baru sekitar 27% yang telah mendapatkan akses ke fasilitas kredit.

Sistem manajemen risiko (termasuk di dalamnya skoring kredit) memang menjadi landasan penting yang sejak awal dikembangkan secara matang oleh AwanTunai. Adanya perhatian besar pada aspek ini, dinilai yang membuat mereka unggul dalam memberikan penyaluran dana ke UMKM.

“AwanTunai beruntung memiliki investor yang sabar, memberi kami landasan untuk terlebih dulu mengembangkan keunggulan kompetitif dalam manajemen risiko di ruang UMKM yang sulit tanpa jaminan, sebelum mulai meningkatkan volumenya. Fondasi yang kuat inilah yang memungkinkan kami untuk terus tumbuh secara sehat di lingkungan operasional yang sulit,” ujar Dino.

AwanTunai sedari awal fokus ke sektor perdagangan umum yang memasok kebutuhan sehari-hari masyarakat. Pasar ini sudah dinilai sangat besar, sehingga mereka memilih fokus pada dua produk utama tersebut, dari pada memperbanyak produk atau memperluas segmen yang berbeda.

“Pendanaan ini akan digunakan untuk membangun basis ekuitas kami agar dapat mendukung perluasan fasilitas pinjaman modal untuk menutupi lebih dari $2 miliar pembiayaan pembelian inventaris tahunan pada akhir 2024, serta melanjutkan pengembangan teknologi manajemen risiko kami,” tutup Dino.

Application Information Will Show Up Here

Pendiri 42Geeks Chok Ooi Bicara tentang Potensi Startup hingga Talenta Digital di Asia Tenggara

Jaringan teknologi global 42Geeks menyambangi Jakarta dalam rangkaian turnya ke Asia Tenggara pada 21-24 Februari 2024. Dalam acara lawatannya hari ini (22/2), 42Geeks menggandeng Startupindonesia.co untuk mempertemukan para founder startup Indonesia dengan investor global.

Sebagai informasi, 42Geeks adalah jaringan bisnis teknologi berisikan investor terkemuka, pendiri unicorn, dan fasilitator ekosistem startup dari Silicon Valley. 42Geeks awalnya bernama Geeks on Plane (GOAP) yang didirikan Dave McClure, investor Silicon Valley yang juga pendiri 500 Startups) pada 2008, lalu di-reboot pada 2022.

DailySocial.id berkesempatan berbincang singkat dengan Chok Ooi, Co-Founder 42Geeks yang juga Co-Founder Agility.io dan Kenzie Academy, untuk mengulik perspektifnya terkait ekosistem digital Indonesia.

Potensi ekosistem digital ASEAN

Chok menyoroti beberapa hal terkait potensi di industri digital Indonesia. Pertama, suplai talenta engineering adalah salah satu faktor kunci di ekosistem digital Asia Tenggara. Menurutnya, Indonesia masih kekurangan jumlah talenta teknologi, apalagi jika dibandingkan Vietnam yang populasinya justru jauh lebih kecil.

“Jumlah talenta di Indonesia masih kurang mungkin ada kaitannya dengan pendidikan. Sementara di Vietnam, sistem pendidikannya banyak fokus pada teknologi, sains, hingga matematika. Mereka menghasilkan banyak talenta, lalu diekspor untuk bekerja pada berbagai startup di dunia.'”

Ia berujar Indonesia punya potensi untuk berkembang sebagai salah satu pusat teknologi yang kuat, tetapi untuk mencapai ke sana, pelatihan maupun pendidikan untuk menghasilkan talenta teknologi juga perlu diperbanyak.

Kemudian, Chok mengungkap sektor yang tengah dieksplorasinya di Asia Tenggara, terutama teknologi yang bersifat jangka panjang. Beberapa di antaranya adalah AI, healthtech, dan climate tech, yang mana diyakini akan menjadi sektor besar di dunia.

“Transportasi bersih, kawasan industri bersih, juga efisien, adalah sektor yang sedang kami eksplorasi. Kami harap ASEAN bisa dorong perkembangan inovasi di sektor ini dalam satu dekade berikutnya.”

Sebagai gambaran, sektor climate tech dan healthtech—juga biotech, tengah banyak dieksplorasi oleh pengembang inovasi, investor, hingga pemerintahan di Indonesia.

Startup sehat dengan valuasi masuk akal

Chok berbagi pandangannya terkait menurunnya iklim pendanaan startup di kawasan Asia Tenggara. Keringnya pendanaan di tengah gejolak pasar membuat investor makin berhati-hati dan selektif mengucurkan dana. Di sisi lain, gejolak pasar berdampak terhadap terkoreksinya valuasi sejumlah startup tahap akhir (late-stage), yang mana berlanjut dampaknya hingga startup tahap growth dan lanjutan (seri A, B, dan C).

Chok menilai situasi ini sangat sulit bagi para founder, tetapi hikmahnya valuasi menjadi turun ke angka yang masuk akal. Berbeda dengan tren investasi satu dekade silam yang membuat angka valuasi startup melambung tinggi. Di Indonesia, tantangannya justru ada pada banyak VC lokal yang mengalami dry powder karena valuasi berlebihan tersebut.

“Memang valuasi turun, tapi ini penting karena valuasi jadi lebih realistis. Saya harap ekosistem digital akan kembali tumbuh lebih baik dari situasi ini. Begitu [valuasi] terkoreksi, kita harusnya melihat banyak perusahaan yang sehat akan lahir. Dan startup tersebut, saya harap dalam 5-10 tahun ke depan akan menjadi unicorn terbesar atau perusahaan sukses selanjutnya.”

Investasi ke generasi founder berikutnya

Sebagai Co-Founder di sejumlah perusahaan, Chok mengaku memahami betul situasi sulit yang dihadapi para founder startup dalam menavigasi bisnis sampai mencari pendanaan.

Ia berpesan, “Jangan terlalu memikirkan investment winter atau lainnya—saat orang mau mengeluarkan uang untuk menggunakan produk kita, ini baru a real company. Investasi akan datang sendirinya. Fokus saja bangun produk, founder harus punya mindset jangka panjang untuk bangun sesuatu yang mungkin belum ada saat ini, tapi ada di masa depan,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti bagaimana Silicon Valley sering kali disebut sebagai kiblat dunia teknologi. Padahal, label itu muncul karena hub berbasis di San Fransisco tersebut sudah 2-3 dekade lebih dulu dimulai. Alhasil, banyak generasi founder sukses dari sana usai exit dari startup yang mereka dirikan.

“Indonesia sudah menyaksikan founder generasi pertama yang sukses. Saya dengar [kesuksesan generasi selanjutnya] akan terjadi, dan saya harap tidak hanya [kesuksesan] bagi founder saja, tetapi karyawannya. Founder sukses harus mendukung generasi selanjutnya, lalu ke generasi berikutnya, begitu seterusnya, Ini akan jadi snowball effect, kalian akan lihat momentumnya sendiri. Begitu cara kalian membangun ekosistem yang sustainable.”

Hal ini pula yang menjadi alasan 42Geeks memboyong grupnya ke Asia Tenggara untuk mentransfer ilmu dan pengalaman dalam membangun bisnis. Menurut Chok, 42Geeks memiliki berbagai koneksi dan sumber daya yang dapat dipertemukan secara inklusif dengan ekosistem digital di Indonesia.

Disclosure: DailySocial.id merupakan media partner acara 42Geeks di Indonesia

Penerbitan Efek Saham Minim, Startup SCF Shafiq Nilai Aturannya Kurang Menarik Bagi UMKM

Startup securities crowdfunding (SCF) Shafiq menilai aturan penerbitan efek saham di platform SCF punya sejumlah kekurangan, seperti pembatasan pasar sekunder maksimal dua kali setahun dan saham yang boleh diperdagangkan adalah saham yang telah IPO selama lebih dari 12 bulan. Kondisi tersebut membuatnya tidak likuid sehingga kurang menarik bagi UMKM dan investor.

Kepada DailySocial.id, Co-founder dan CEO Shafiq Kevin Syahrizal menyampaikan hal ini tentunya menjadi efek yang kurang menarik bagi investor karena harapan untuk memperoleh capital gain masih sangat terbatas. Selain itu, ada juga kendala dari sisi penerbit, saat mengurasi penerbit yang layak IPO dari segmen UMKM memang tidak mudah karena masih banyak kendala administratif.

“Hambatan klasik lainnya adalah masalah kedisiplinan dalam penyusunan laporan keuangan, keterbukaan informasi manajemen dan keberlanjutan bisnis,” ucapnya.

Sejak Shafiq berdiri di Agustus 2021, baru satu penerbit saham yang berhasil listing, yakni klinik Kosambi Maternal dan Children Center (KMNC). Tahun 2023 sempat ada satu penerbitan saham, namun belum bisa tercapai pemenuhan pendanaan sehingga batal demi hukum.

Portofolio penyaluran Shafiq sepenuhnya berasal dari penerbitan efek utang (sukuk) atas 70 proyek dengan total nilai Rp348 miliar. Pencapaian ini naik lebih dari tiga kali lipat dari Oktober 2022 sebesar Rp100 miliar. Bila dirinci, sebanyak 24,43% dari total merupakan penyaluran dengan prinsip SDGs.

Berdasarkan industri, proyek infrastruktur mendominasi portofolio di Shafiq dengan porsi 51,5%. Lalu disusul barang konsumen non-primer (15,7%), barang konsumen primer (10%), energi dan kesehatan masing-masing 8,1%, dan lainnya.

Kevin menuturkan, untuk efek sukuk, imbal hasil yang diperoleh investor adalah imbal hasil dari usaha/proyek yang menjadi underlying penerbitan. Realisasi imbal hasil dari sukuk-sukuk yang telah selesai (lunas) rata-rata berada di kisaran 15% per tahunnya.

“Sedangkan untuk efek saham, investor akan memperoleh dividen dari keuntungan perusahaan dan potensi capital gain pada pasar sekunder yang diadakan dua kali dalam periode satu tahun.”

Terkait status efek, seperti jadwal distribusi efek, pembagian dividen/bagi hasil, jatuh tempo sukuk, gagal bayar, dsb; investor memantau langsung di situs Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Caranya dengan mengetik nama perusahaannya. Hal ini turut mendorong keterbukaan informasi atas kinerja dari masing-masing efek.

Strategi mitigasi risiko

Demi menjaga kredibilitas dan akuntabilitas, Kevin mengaku pihaknya rutin melakukan proses screening terhadap calon penerbit yang akan listing di platform Shafiq sesuai dengan ketentuan OJK. Di saat yang bersamaan, juga monitor para penerbit secara berkala untuk memberikan laporan penggunaan dana, progres usaha/proyek, dan laporan keuangan kepada investor melalui situs Shafiq.

Hal penting lainnya yang wajib dipahami oleh para investor adalah risiko melekat yang harus diterima ketika terjadi masalah pada proyek/usaha penerbit yang mengakibatkan kemunduran pembayaran atau sampai gagal bayar. “Karena pada dasarnya investasi pada sektor riil ini punya tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan investasi pada instrumen keuangan secara umum.”

Dia melanjutkan, “Namun di balik itu, tetap ada potensi keuntungan yang jauh lebih besar. Jika terjadi permasalahan, penyelenggara tetap mengutamakan kepentingan para investor karena Shafiq bertindak sebagai wakil para investor. Namun tentunya, tindakan yang dilakukan harus juga sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, sehingga para pihak tidak ada yang dirugikan.”

Tindakan yang dilakukan tim Shafiq setiap ada kendala tetap menyesuaikan dengan permasalahan setiap sukuk. Bisa melalui forum RUPS (Rapat Umum Pemegang Sukuk), eksekusi jaminan, bahkan pengadilan pidana atau perdata terhadap penerbit yang tidak kooperatif.

Sepanjang tahun ini, Shafiq menargetkan capaian yang lebih realistis dengan kondisi saat ini, baik dari sisi makro, geopolitik, dan kondisi lain yang banyak memengaruhi usaha sektor riil. Angka penyaluran diharapkan dapat naik hingga 30%. Tidak ada strategi untuk fokus pada sektor tertentu karena pasarnya dinilai masih terbuka cukup luas. Akan tetapi tetap melakukan screening/pembatasan pada sektor tertentu yang masuk daftar hitam.

“Sedangkan untuk sektor kreatif dan ekonomi hijau, kami akan tetap support. Saat ini sudah ada beberapa penerbit yang memang fokus pada energi terbarukan. Alhamdulillah sampai saat ini masih terus berkembang dan berkelanjutan.”

Rencana lainnya yang akan dilakukan adalah merilis aplikasi Shafiq yang saat ini tengah dibangun. Situs Shafiq juga terus diperbaiki agar pengguna semakin nyaman saat mengaksesnya. Salah satu fitur yang baru dirilis adalah fitur chat untuk memudahkan interaksi antara penerbit dan pemodal.

Fitur ini bertujuan untuk mencegah maraknya penipuan yang mengatasnamakan Shafiq di grup-grup Telegram. Sehingga seluruh komunikasi antara penerbit, pemodal, dan penyelenggara terjadi di platform Shafiq.

Sejauh ini Shafiq belum membuka pasar sekunder di dalam platformnya. Pihaknya juga terbuka pada investor dari kalangan institusi yang berniat untuk masuk sebagai pendana di Shafiq. “Kami belum memiliki kesepakatan yang konkret ke arah itu (super lender institusi), namun sebagai industri tentunya terbuka lebar untuk kerja sama tersebut.”

Kevin mengungkapkan, hingga saat ini Shafiq beroperasi secara bootstrap. Belum ada investor eksternal yang masuk sebagai pemegang saham. Kendati begitu, dia mengklaim kinerja keuangan perusahaan per 2023 kemarin sudah positif. “Diproyeksikan di tahun ini pun juga akan sama (positif),” pungkasnya.

Karim Siregar: Iringi Jalan Bank Jago, Sembari Bangun Talenta Engineering

“DKatalis punya peran penting karena kami fokus membangun teknologi keuangan yang melayani perbankan dan dapat diintegrasikan ke ekosistem mitra,” Karim Siregar

Mungkin tak banyak diketahui, DKatalis adalah perusahaan teknologi di balik eksistensi aplikasi Jago. Dengan posisinya sebagai mitra strategis, DKatalis memainkan elemen krusial pada bank digital empunya Jerry Ng ini.

Dalam perbincangan DailySocial.id dua tahun lalu dengan Karim siregar yang saat itu menjabat Presiden Direktur Bank Jago, ia merujuk Bank Jago sebagai tech-based bank—mengutamakan pengalaman digital dan memanfaatkan API untuk terhubung dengan ekosistem mitranya.

Namun, sejak Mei 2023, Karim Siregar berpindah tugas ke DKatalis. Ia diminta untuk memimpin misi Bank Jago selanjutnya ke tahap ekspansi. Bagaimana upaya DKatalis membangun talent engineering di sektor keuangan?

Sekilas DKatalis

Tampilan situs DKatalis

“Ide awal Bank Jago adalah bank untuk layanan keuangan digital yang dapat dihubungkan ke dalam ekosistem. Bank berbasis teknologi dan tertanam dalam ekosistem. Saat itu, bank-nya sudah ada (Bank Artos), tetapi teknologinya belum,” ungkap Karim dalam wawancara terbarunya dengan DailySocial.id.

Menurutnya, teknologi di ekosistem digital Indonesia saat itu sudah jauh lebih maju dibandingkan teknologi yang dipunyai sektor perbankan. Hal ini dikarenakan perkembangan ekosistem digital sudah lebih dulu dimulai dibandingkan bank yang cenderung lebih fokus berinvestasi teknologi di internal, seperti risk management.

Alhasil, belum ada perusahaan teknologi yang dinilai dapat merealisasikan visi Bank Jago sebagai tech-based bank. DKatalis pun didirikan sebagai tangan kanan teknologi Bank Jago, berperan untuk membangun seluruh infrastruktur teknologinya agar dapat melayani segmen pengguna dan mitra ekosistem.

“Membangun bank itu tidak mudah, kita harus memahami industrinya karena sangat kompleks dan teregulasi. Tidak bisa sembarangan buat teknologi, diimplementasi, dan dijalankan bank. Ada compliance, risk, semua regulatory requirement bank tidak mudah,“ tambahnya.

Perlu diketahui, Bank Jago tidak memiliki kepemilikan langsung di DKatalis. Status keduanya adalah mitra strategis dalam naungan entitas yang berbeda.

Menyokong ekspansi Bank Jago

Menyinggung dapur pengembangannya, Karim mengungkap ada tiga hal inti yang dibangun DKatalis, yakni product design, engineering, dan data. Teknologi DKatalis dirancang khusus untuk melayani sektor keuangan. Ada empat mitranya saat ini, dua di antaranya adalah Bank Jago dan Amaan.

Sebagai mitra utama, ucap Karim, DKatalis harus siap secara teknologi untuk mendukung perkembangan Bank Jago selanjutnya. Selama memimpin Bank Jago tiga tahun terakhir, ia melihat pertumbuhan perusahaan dan tak lagi berada di fase “building“.

Hingga kuartal III 2023, Bank Jago tercatat punya 9 juta nasabah (termasuk 7,4 juta pengguna aplikasi Jago) dan meraup laba bersih sebesar Rp50 miliar. Jumlah mitra ekosistem Jago berkembang menjadi 38; tiga di antaranya adalah mitra ekosistem utama, yakni GoTo, Bibit, dan Amaan.

“Bank Jago tengah fokus bangun bisnis dan kemitraan dengan berbagai macam ekosistem. Maka itu, kami harus siap, dari fase building ke expanding, karena mitra kami makin banyak. Posisi Jago pun bergeser, jadinya aplikasi Jago adalah Bank Jago. Semua yang dibangun Jago, akan ada di dalamnya. The application is the bank. Semuanya [akan] ada di situ,” tuturnya.

Kantong/Pocket adalah salah satu produk utama aplikasi Jago yang dibangun DKatalisyang mana sudah terintegrasi dengan Gojek dan Bibit. DKatalis akan memasuki produk baru yang sejalan dengan rencana Jago selanjutnya, yakni digital lending.

DKatalis telah membangun 70% dari seluruh fitur dasar di aplikasi Jago / Jago

“Terkait isu kredit macet, kami memahami risk management system itu sangat krusial. Kami dan Jago memastikan punya sistem yang sangat kuat, terjaga dengan baik. Setiap mitra (channeling) Jago kan punya risk assessment sendiri, tetapi pada saat dipindahkan ke Jago (sebagai lender), ini akan diulas lagi dengan sistem DKatalis,” ujarnya.

Di samping, standar teknologi pembayaran baru juga tengah dinantikan perusahaan. Jika sebelumnya pemerintah baru menyamakan standar pembayaran QR (QRIS) dan berbasis API (SNAP), pihaknya tengah melihat potensi perkembangan NFC di Indonesia.

“Saya melihat standar pembayaran ini akan semakin banyak. Apakah akan mengarah ke open banking? We’ll see. Jago saat ini sudah kerja sama dengan banyak mitra. Apabila ada standar open banking, ini akan mudah membuka kunci untuk kami implementasi.”

Bangun talent engineering

DKatalis juga menyoroti pentingnya membangun talenta untuk mengakomodasi tren perkembangan teknologi di sektor keuangan. Salah satu output yang sudah dikembangkan DKatalis sepenuhnya adalah People Experience (PX), platform HR yang klaimnya dirancang oleh profesional dengan akumulasi 80 tahun pengalaman.

“Platform ini digarap untuk mengakomodasi perkembangan organisasi yang tak bisa lagi mengandalkan kultur konvensional. “Banyak organisasi yang bilang kerja agile, tetapi implementasi prosesnya tidak agile. I mean there’s a huge difference. They don’t do like this [DKatalis].”

Karim menuturkan bahwa platform ini dapat mengakomodasi kebutuhan talenta muda yang tak lagi dapat beradaptasi dengan praktik inovasi konvensional. Menurutnya, baik di Jago dan DKatalis, semua dikembangkan dari awal. Hierarki divisi juga dibagi dalam tim, squad, hingga kelompok terkecil.

“Contoh, pengembangan digital lending sebetulnya jauh lebih berat karena proses banking-nya sangat spesifik. Kalau transaksi lebih gampang. Kami bukan menanyakan kendalanya dulu, tapi menggambarkan ideal journey-nya seperti apa? Lalu, kami lakukan refinement. Oh, ternyata ada kendala dari bank atau teknologi, misalnya. Baru kami identifikasikan sehingga timbul bagian-bagian sistem yang harus dikembangkan. Tim tinggal menentukan sendiri bagian mana yang mau digarap. So, they fully collaborate among themselves untuk membuat itu semua.”

Saat ini, tim DKatalis tersebar di Indonesia, Singapura, dan India supaya mudah menyerap adopsi teknologi keuangan baru dari luar.

Application Information Will Show Up Here

Co-Founder Kipin Tekankan Pentingnya Capai Product-Market-Fit Sebelum Mengejar Laba

Tantangan dunia pendidikan pasca-pandemi tidak sepenuhnya sama di tiap segmen, ada yang babak belur ada yang tetap tumbuh subur. Walau target penggunanya adalah K-12, Pendidikan.id, startup edtech pengembang dari Kipin (Kios Pintar), mengeklaim malah cetak untung untuk pertama kalinya pada 2023.

Dalam wawancara singkat bersama DailySocial.id, Co-founder dan CEO Kipin Santoso Suratso menyampaikan, faktor terbesar dari pencapaian perusahaan adalah model bisnis dan produk flagship-nya, Kipin, yang terbukti dibutuhkan sekolah di pedalaman yang minim akses internet.

“Tahun 2023 sales revenue kita grow 500% dibandingkan dengan tahun 2022. Produk paling laku adalah Kipin Classroom dengan kontribusi laba dan revenue sampai 90%. Lalu, Kipin School 4.0 dengan kontribusi 3%, dan lainnya 7%,” ujarnya. Sayangnya pencapaian ini tidak dibarengi dengan data pendukung lainnya.

Kenaikan pendapatan ini didukung dengan strategi bisnis yang masuk ke B2B2C. Artinya, perusahaan tidak perlu jor-joran bakar duit untuk mempromosikan produknya karena penjualannya langsung ke sekolah-sekolah.

Selain itu, struktur organisasi Kipin juga terbilang efisien. Seluruh produksi hardware 100% di-outsource-kan kepada pabrik komputer lokal untuk mengurus produksi, pengiriman, dan after sales. Sementara, software dikembangkan sendiri oleh Kipin.

“Mudah sekali untuk scale up dengan cepat dan besar karena Kipin adalah perusahaan software. Kami tidak usah tambah staff banyak karena keperluan hardware yang kita produksi 100% di outsource [..]. Tidak ada tambahan kerja untuk kami.”

Ia menambahkan, pencapaian di atas membuat pihaknya kini tidak lagi bergantung pada pendanaan eksternal.

Sebagai catatan, Kipin sudah beberapa kali menggalang pendanaan. Jajaran investor di Pendidikan.id terdapat Garden Impact, pemodal dari Singapura yang fokus pada investasi di bisnis yang berkelanjutan secara komersial. Mereka masuk ke Pendidikan.id pada 2016 untuk investasi tahap awal, lalu melakukan penambahan sebanyak dua kali, tepatnya 2018 dan 2019.

Dana yang didapat dimanfaatkan untuk riset dan pengembangan produk. Investor lainnya, terdapat perusahaan properti lokal The Paradise Group (Indonesian Paradise Property). Selanjutnya, terdapat VC tahap awal Iterative yang menyuntikkan dana mulai $500 ribu per startup untuk tiap batch. Kipin masuk dalam Summer 2022 Batch bersama 18 startup Asia lainnya.

Sejauh ini, Kipin memiliki empat produk:

  1. Kipin Classroom: sebuah akses poin pembelajaran berupa sistem (hardware, software dan data lengkap) untuk membantu digitalisasi sekolah tanpa membutuhkan jaringan internet, di antaranya bisa menyelenggarakan asesmen sebanyaknya (support AKM/Asesmen Kompetensi Minimum), dilengkapi dengan koleksi ribuan buku (terbitan Kemdikbud), video, latihan soal & komik literasi, dan perpustakaan digital internal sekolah (bisa upload sendiri).
  2. Kipin ATM: sebuah kios pintar digital yang berbentuk mirip dengan mesin ATM berisi ribuan buku pelajaran sekolah, 1500+ video pendidikan, 50.000+ soal Tryout dan 300+ komik Literasi untuk tingkat SD, SMP, SMA & SMK. Siswa dapat copy data ke device tanpa pulsa karena terdapat jaringan wifi ‘eduSPOT” di dalam mesin. Per bulannya, mesin akan terus diperbarui sehingga pelajar selalu mendapatkan materi pelajaran terbaru.
  3. Kipin School: sebuah aplikasi yang dibuat untuk siswa tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK, berisi pustaka pembelajaran lengkap & sistem ujian yang ditujukan untuk sekolah-sekolah di Indonesia sebagai sarana belajar dan berlatih dalam satu paket. Terdapat fitur “Download & Go” yang memungkinkan konten data yang sudah diunduh dapat digunakan tanpa perlu jaringan internet lagi.
  4. Kipin PTO (Paperless Test Online): sistem asesmen digital untuk sekolah dengan server stabil, domain pribadi khusus sekolah dan menu-menu penilaian pendukung AKM.

Dalam perjalanannya, Kipin ATM telah berevolusi menjadi Kipin Classrom yang kini sudah memasuki generasi 5.3. Software Kipin dapat berjalan di berbagai jenis operasi, mulai dari Android, iOS, Windows 10, dan Chrome Book.

Kipin Classroom

Perjalanan panjang menuju product-market-fit

Santoso melanjutkan, sejak merintis Kipin di 2014 hingga mencapai produk yang dikomersialkan memakan waktu yang tidak instan dan tidak ada jalan pintas. Jalan yang sangat sulit ini harus dilalui oleh semua founder startup. Bagi Kipin setidaknya membutuhkan waktu antara tiga sampai lima tahun, sebelum akhirnya bisa mulai komersial.

Pada 2014, dirinya sempat melakukan audiensi dengan Presiden RI Joko Widodo yang memberikan masukan untuk memperbaiki Kipin yang saat itu versi pertamanya masih berbasis online. Menurut presiden, Indonesia itu luas, tidak hanya Jakarta saja. Jadi online itu hanya menjangkau sebagian kecil Indonesia saja.

Timnya mulai mencoba Kipin Mobile pada 2015 tapi gagal. Jumlah unduhan tinggi tapi konversi ke penjualan hampir nol. “Saya ingat nasihat pak Jokowi dan mulai merancang ulang dengan tim teknis agar menciptakan solusi edtech yang hybrid. Tahun 2017 kita mulai memperkenalkan kios pintar Kipin Gen-1.”

Kipin

Penjualan Kipin ATM merangkak naik. Pada 2018 terjual 5 unit, lalu 2019 terjual 40 unit. Kemudian saat pandemi melanda (2020-2021), penjualan sempat turun karena idealnya solusi Kipin ATM untuk sekolah dan guru, bukan siswa.

Situasi mulai membaik sejak 2022 karena perlahan sekolah mulai beroperasi seperti sedia kala (tatap muka). Hal ini berdampak pada penjualan Kipin Classroom tembus hingga 200 unit. Angkanya terus melonjak pada tahun berikutnya, diklaim terjual lebih dari 1.200 unit. “Berbeda dengan edtech online yang malah drop saat sekolah kembali buka, Kipin meledak padahal kami sama sekali tidak melakukan iklan (hampir zero ads).”

“Pesan saya untuk founder lain: Jangan menghabiskan waktu di ruang rapat saja dan berpikir apa yang bagus, karena apa yang kita pikir tidak selalu tepat. Harus selalu turun ke lapangan dan selalu melihat dari kacamata pemakai apa concern mereka, apa keinginan mereka, harapan mereka, apa tangis mereka. Maka Anda akan merancang produk yang tepat waktu dan tepat guna.”

Dia melanjutkan, “Saya tahu ini tidak mudah karena banyak founder di bawah tekanan investor untuk cepat make money. Tapi produk yang berhasil itu bukan lahir dari apa yang mau kamu jual, tapi dari apa yang konsumer mau beli. Tugas founder untuk mencari, memperbaiki, dan repeat again; satu hari when you find it (product-market-fit) you will know and you will be very satified and very successful.”

Prospek yang positif ke depannya membuat dirinya optimistis bahwa Kipin dapat menjangkau sekitar 5.000-8.000 sekolah pada tahun ini. Alasannya strategi Kipin di akar rumput (grassroot) cukup kuat sehingga kesempatan untuk mereplikasinya terbuka lebar.

Diklaim, Kipin Classroom telah digunakan oleh lebih dari 350 ribu guru di 2.000 sekolah. Aplikasi Kipin diunduh lebih dari 600 ribu kali. Menurut riset yang dilakukan bersama Tanoto Foundation, Kipin dapat menghemat pengeluaran hingga Rp1 miliar per sekolah dan per tahunnya.

“Versi gen-5 Kipin Classroom sangat superior, mungkin 5 tahun lebih maju dibandingkan dengan saingan edtech lain di Indonesia untuk sektor ini. Kami mulai mengintegrasi AI dalam versi mendatang,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here