Penerbitan Efek Saham Minim, Startup SCF Shafiq Nilai Aturannya Kurang Menarik Bagi UMKM

Startup securities crowdfunding (SCF) Shafiq menilai aturan penerbitan efek saham di platform SCF punya sejumlah kekurangan, seperti pembatasan pasar sekunder maksimal dua kali setahun dan saham yang boleh diperdagangkan adalah saham yang telah IPO selama lebih dari 12 bulan. Kondisi tersebut membuatnya tidak likuid sehingga kurang menarik bagi UMKM dan investor.

Kepada DailySocial.id, Co-founder dan CEO Shafiq Kevin Syahrizal menyampaikan hal ini tentunya menjadi efek yang kurang menarik bagi investor karena harapan untuk memperoleh capital gain masih sangat terbatas. Selain itu, ada juga kendala dari sisi penerbit, saat mengurasi penerbit yang layak IPO dari segmen UMKM memang tidak mudah karena masih banyak kendala administratif.

“Hambatan klasik lainnya adalah masalah kedisiplinan dalam penyusunan laporan keuangan, keterbukaan informasi manajemen dan keberlanjutan bisnis,” ucapnya.

Sejak Shafiq berdiri di Agustus 2021, baru satu penerbit saham yang berhasil listing, yakni klinik Kosambi Maternal dan Children Center (KMNC). Tahun 2023 sempat ada satu penerbitan saham, namun belum bisa tercapai pemenuhan pendanaan sehingga batal demi hukum.

Portofolio penyaluran Shafiq sepenuhnya berasal dari penerbitan efek utang (sukuk) atas 70 proyek dengan total nilai Rp348 miliar. Pencapaian ini naik lebih dari tiga kali lipat dari Oktober 2022 sebesar Rp100 miliar. Bila dirinci, sebanyak 24,43% dari total merupakan penyaluran dengan prinsip SDGs.

Berdasarkan industri, proyek infrastruktur mendominasi portofolio di Shafiq dengan porsi 51,5%. Lalu disusul barang konsumen non-primer (15,7%), barang konsumen primer (10%), energi dan kesehatan masing-masing 8,1%, dan lainnya.

Kevin menuturkan, untuk efek sukuk, imbal hasil yang diperoleh investor adalah imbal hasil dari usaha/proyek yang menjadi underlying penerbitan. Realisasi imbal hasil dari sukuk-sukuk yang telah selesai (lunas) rata-rata berada di kisaran 15% per tahunnya.

“Sedangkan untuk efek saham, investor akan memperoleh dividen dari keuntungan perusahaan dan potensi capital gain pada pasar sekunder yang diadakan dua kali dalam periode satu tahun.”

Terkait status efek, seperti jadwal distribusi efek, pembagian dividen/bagi hasil, jatuh tempo sukuk, gagal bayar, dsb; investor memantau langsung di situs Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Caranya dengan mengetik nama perusahaannya. Hal ini turut mendorong keterbukaan informasi atas kinerja dari masing-masing efek.

Strategi mitigasi risiko

Demi menjaga kredibilitas dan akuntabilitas, Kevin mengaku pihaknya rutin melakukan proses screening terhadap calon penerbit yang akan listing di platform Shafiq sesuai dengan ketentuan OJK. Di saat yang bersamaan, juga monitor para penerbit secara berkala untuk memberikan laporan penggunaan dana, progres usaha/proyek, dan laporan keuangan kepada investor melalui situs Shafiq.

Hal penting lainnya yang wajib dipahami oleh para investor adalah risiko melekat yang harus diterima ketika terjadi masalah pada proyek/usaha penerbit yang mengakibatkan kemunduran pembayaran atau sampai gagal bayar. “Karena pada dasarnya investasi pada sektor riil ini punya tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan investasi pada instrumen keuangan secara umum.”

Dia melanjutkan, “Namun di balik itu, tetap ada potensi keuntungan yang jauh lebih besar. Jika terjadi permasalahan, penyelenggara tetap mengutamakan kepentingan para investor karena Shafiq bertindak sebagai wakil para investor. Namun tentunya, tindakan yang dilakukan harus juga sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, sehingga para pihak tidak ada yang dirugikan.”

Tindakan yang dilakukan tim Shafiq setiap ada kendala tetap menyesuaikan dengan permasalahan setiap sukuk. Bisa melalui forum RUPS (Rapat Umum Pemegang Sukuk), eksekusi jaminan, bahkan pengadilan pidana atau perdata terhadap penerbit yang tidak kooperatif.

Sepanjang tahun ini, Shafiq menargetkan capaian yang lebih realistis dengan kondisi saat ini, baik dari sisi makro, geopolitik, dan kondisi lain yang banyak memengaruhi usaha sektor riil. Angka penyaluran diharapkan dapat naik hingga 30%. Tidak ada strategi untuk fokus pada sektor tertentu karena pasarnya dinilai masih terbuka cukup luas. Akan tetapi tetap melakukan screening/pembatasan pada sektor tertentu yang masuk daftar hitam.

“Sedangkan untuk sektor kreatif dan ekonomi hijau, kami akan tetap support. Saat ini sudah ada beberapa penerbit yang memang fokus pada energi terbarukan. Alhamdulillah sampai saat ini masih terus berkembang dan berkelanjutan.”

Rencana lainnya yang akan dilakukan adalah merilis aplikasi Shafiq yang saat ini tengah dibangun. Situs Shafiq juga terus diperbaiki agar pengguna semakin nyaman saat mengaksesnya. Salah satu fitur yang baru dirilis adalah fitur chat untuk memudahkan interaksi antara penerbit dan pemodal.

Fitur ini bertujuan untuk mencegah maraknya penipuan yang mengatasnamakan Shafiq di grup-grup Telegram. Sehingga seluruh komunikasi antara penerbit, pemodal, dan penyelenggara terjadi di platform Shafiq.

Sejauh ini Shafiq belum membuka pasar sekunder di dalam platformnya. Pihaknya juga terbuka pada investor dari kalangan institusi yang berniat untuk masuk sebagai pendana di Shafiq. “Kami belum memiliki kesepakatan yang konkret ke arah itu (super lender institusi), namun sebagai industri tentunya terbuka lebar untuk kerja sama tersebut.”

Kevin mengungkapkan, hingga saat ini Shafiq beroperasi secara bootstrap. Belum ada investor eksternal yang masuk sebagai pemegang saham. Kendati begitu, dia mengklaim kinerja keuangan perusahaan per 2023 kemarin sudah positif. “Diproyeksikan di tahun ini pun juga akan sama (positif),” pungkasnya.

Startup SCF Shafiq Catat Pendanaan Sukuk Lebih Diminati Investor

Startup fintech securities crowdfunding (SCF) Shafiq memprediksi pendanaan efek bersifat utang/sukuk (EBUS) bakal lebih diminati ke depannya. Produk tersebut dinilai lebih menawarkan kenyamanan dari sisi investor karena ada jangka waktu yang bakal dikembalikan usaha kepada mereka.

“Investor lebih merasa nyaman untuk investasi di instrumen yang memiliki jangka waktu. Dan tren lainnya adalah investor juga mulai tertarik untuk berinvestasi di instrumen syariah, terlihat di tahun 2022 produk crowdfunding syariah unggul dibandingkan dengan konvensional,” ucap Co-founder dan CEO Shafiq Kevin Syahrizal kepada DailySocial.id.

Menurut hasil kinerja hingga Oktober 2022, tercatat perusahaan telah menerbitkan 48 penawaran sukuk dan satu penawaran saham. Sebanyak 25 bisnis sudah di-screening perusahaan, adapun total dananya sebesar Rp100 miliar. Angka ini sesuai dengan target yang dicanangkan pada awal tahun.

Sebanyak empat dari 48 penawaran memenuhi standar Sustainable Development Goals (SDG). Satu-satunya penawaran saham di Shafiq juga berhasil memenuhi standar SDG. Perusahaan pun ingin memastikan dapat mencetak lebih banyak standar SDG ke depannya.

“Kami menjadikan pencapaian Rp100 miliar ini sebagai pemacu agar dapat memberikan pelayanan terbaik bagi penerbit seta pemodal. Berbagai masukan serta saran akan menjadi “bahan bakar” untuk Shafiq supaya terus berkembang,” tambahnya.

Atas pencapaiannya tersebut, Kevin optimistis bahwa prospek SCF di Indonesia masih akan didominasi oleh produk EBUS. Menurutnya, produk saham bisa kembali bergairah jika pasar sekunder dapat diadakan lebih rutin lagi, tidak hanya enam bulan sekali. Apabila para penyelenggara SCF yang berizin semakin bertambah, otomatis animo dari para investor untuk bisa berinvestasi di SCF terus meningkat.

Shafiq yang baru resmi beroperasi pada Agustus tahun lalu, saat ini belum menyediakan pasar sekunder. Kevin bilang, saat ini diskusinya masih dalam tahap umum, mengingat pasar sekunder baru dibuka pada kuartal III 2023 mendatang.

“Mayoritas portofolio produk Shafiq adalah sukuk, sedangkan saham saat ini baru satu. Tapi yang bisa kami sampaikan adalah pasar sekunder yang akan dibuat tentu akan mengikuti mekanisme seperti di pasar yang ada di bursa.”

Berdasarkan aturan POJK 57, pasar sekunder dapat menjadi ajang pertukaran saham, investor bisa menjualbelikan saham miliknya. Sebaliknya, menjadi kesempatan kedua bagi investor yang dulu tidak sempat membeli saham tersebut di pasar perdana. Pasar Sekunder hanya dapat dilakukan dua kali dalam setahun.

Didominasi pemodal usia muda

Temuan menarik lainnya yang dibagikan adalah demografi investor Shafiq yang datang dari generasi muda. Diperkirakan menjamurnya tren gelombang “hijrah” dan menginginkan platform investasi syariah yang tidak hanya menjadikannya sebagai jargon semata, namun benar-benar menerapkan syariah sebagai faktor utama dalam bisnis, jadi faktor pemicu di baliknya. Meski tidak dirinci, diklaim Shafiq memiliki ribuan pemodal yang datang dari kalangan tersebut.

“Shafiq menjawab keresahan dan kebutuhan tersebut dengan menghadirkan platform alternatif investasi syariah berupa SCF syariah pertama yang berizin dan diawasi oleh OJK serta DSN-MUI. Hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi kami untuk memberikan solusi investasi yang memiliki kredibilitas dari sisi business dan technology.”

Untuk permudah akses Shafiq, perusahaan berencana untuk merilis aplikasi Shafiq. Lantaran, sebanyak 95% pengguna mengakses Shafiq melalui perangkat gawai pintarnya. Sementara ini pihaknya masih mengembangkan PWA (Progressive Web App) yang rencananya dapat digunakan pada akhir tahun ini.

“Rencana aplikasi akan dikembangkan dan bisa mulai digunakan paling lambat di kuartal II 2023. Shafiq ingin menjawab permintaan para pengguna dengan menghadirkan aplikasi yang memiliki user experience yang baik serta memberi kepuasan sehingga pengalaman berinvestasi menjadi luar biasa.”

Pihaknya pun berkomitmen untuk menghadirkan para penerbit terbaik, melalui proses uji tuntas yang ketat agar para pemodal bisa merasakan keuntungan dari investasi syariah yang lebih aman dan amanah. Para penerbit bisa menjalankan proyeknya tanpa ada pelanggaran syariat dengan pendanaan melalui Shafiq.

Rencana penggalangan dana juga sedang direncanakan. Kevin bilang, saat ini pihaknya sudah mulai berdiskusi dengan beberapa calon investor strategis. Harapannya kesepakatan ini bisa selesai paling lambat pada kuartal I 2023 mendatang.

Berdasarkan data OJK, total dana terhimpun pada layanan crowdfunding per 19 Agustus 2022 mencapai Rp567,45 miliar. Dana tersebut dimanfaatkan oleh 266 UMKM dengan jumlah pemodal mencapai 120.422. Bila dirinci, pendanaan tersebut terdiri atas, 238 penerbitan saham UMKM konvensional, 4 penerbitan saham UMKM berbasis syariah, 3 obligasi UMKM, dan 57 sukuk UMKM.

“Dari data industri, total penggalangan dana dari penerbitan saham hampir Rp600 miliar, sementara khusus EBUS totalnya hampir Rp100 miliar. Jauh lebih besar dari capaian sepanjang tahun lalu. Jadi kalau dilihat tren tahun ini, ternyata penerbitan sukuk dianggap menarik oleh UMKM, mencerminkan banyak yang berminat meraup permodalan dengan akad syariah,” ucap Wakil Ketua Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) Heinrich Vincent seperti dikutip dari Bisnis.com.

Lebih lanjut, jumlah penyelenggara SCF telah mencapai 11 perusahaan, naik dari tahun lalu yang hanya 7 perusahaan. Dibandingkan capaian di tahu lalu, industri crowdfunding telah membantu menerbitkan saham 193 UKM senilai Rp412 miliar, mempertemukan mereka dengan 93.733 pemodal aktif.

Shafiq dan Optimismenya Tawarkan UMKM Alternatif Pendanaan SCF dengan Bendera Syariah

Lama berkecimpung di dunia finansial, Kevin Syahrizal menyadari bahwa selama ini praktik pembiayaan usaha di lapangan banyak yang tidak sesuai dengan yang ia pelajari dari fatwa yang disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Diterbitkannya POJK 57 Tahun 2020 tentang kegiatan securities crowdfunding (SCF), menginisiasi dirinya untuk merintis Shafiq pada 2021.

Landasan dari POJK ini memantapkan dirinya bahwa produk pendanaan SCF bisa menjadi alternatif dan solusi bagi para pelaku usaha yang membutuhkan pendanaan atau pihak yang memiliki dana lebih untuk bekerja sama tanpa melanggar syariat. Tak hanya Kevin, ia dibantu oleh dua teman kuliahnya, yakni Gema Megantara (teknologi) dan Muhammad Syafii Antonio (syariah). Perpaduan disiplin yang beragam diwakili oleh ketiga co-founder ini melengkapi kehadiran Shafiq.

Shafiq sendiri adalah pemain SCF syariah pertama yang telah berizin OJK dan diawasi DSN-MUI pada Agustus 2021. Per Juni 2022, OJK memberikan izin operasi kepada 10 perusahaan SCF, salah satunya adalah Shafiq (PT Shafiq Digital Indonesia).

Secara garis besar, Shafiq selaku penyelenggara melakukan beberapa tahapan mitigasi sebelum penerbit dapat melakukan penawaran. Yakni, aspek kepatuhan syariah dan aspek bisnis. Pada bagian pertama, mengacu pada fatwa DSN No. 40 Tentang Pasar Modal, maka kriteria syariah bagi penerbit saham syariah juga berlaku bagi penerbit sukuk syariah.

Di antaranya, kegiatan usaha tidak boleh bergerak di perjudian, lembaga keuangan konvensional (ribawi), produsen, distributor dan pedagang makanan-minuman atau jasa yang haram/mudarat, dan melakukan investasi pada penerbit yang saat transaksi berhutang pada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya.

Adapun untuk aspek bisnis, ada empat persyaratan yang harus dipenuhi. Yakni, profitable, accountable, sustainable, dan valuation.

Diferensiasi lainnya

Shafiq

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Co-founder & CEO Shafiq Kevin Syahrizal menjelaskan, di bawah bendera syariah terdapat sejumlah pembeda dibandingkan pemain konvensional. Dalam menangani proses uji tuntas, Shafiq memiliki Risk Acceptance Criteria (RAC) yang konsepnya sama dengan perbankan atau lembaga pembiayaan pada umumnya, sehingga dapat memitigasi terkait bisnis yang akan di-listing-kan. Namun yang berbeda, terletak dari sisi kecepatan dalam memroses pengajuan pendanaannya.

“Shafiq memiliki skema terkait dengan proses kepatuhan syariah dari suatu bisnis dan ditangani oleh unit tersendiri yang harapannya lebih independen, namun tidak menambah waktu proses due deligence karena tetap bersinergi dengan unit bisnis, sehingga ketika diminta opini dari DPS untuk menetapkan suatu produk/efek akan lebih singkat,” ujar Kevin.

Selain itu, perusahaan menerapkan kebijakan zero telorance terhadap utang/piutang dari bank konvensional atas bisnis yang ditawarkan. Kebijakan ini, menurut Kevin, jauh lebih ketat dibandingkan dengan kriteria yang ada di Daftar Efek Syariah (DES) OJK yang masih membolehkan adanya uutang/piutang dari bank konvensional.

Di samping itu, dari sisi operasional bisnis, bagi penerbit (pelaku usaha) tidak akan dibebankan denda saat membatalkan proses pendanaan yang sudah di-listing di platform dan proses pengajuan pendanaan setelah dokumen komplit hingga dana diterima maksimal 10 hari kerja.

“Sementara untuk pemodal (investor), tidak dikenakan biaya apapun dari Shafiq dan akan mendapatkan Monthly Investor Market Watch, informasi terkait hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk para pemodal dalam melakukan kegiatan investasi ataupun hal yang berkaitan dengannya.”

Tidak dijelaskan secara rinci segmen UMKM yang disasar oleh Shafiq. Namun dalam portofolionya, sejauh ini pendanaan yang telah sukses disalurkan bergerak di usaha telekomunikasi, rantai pasok, manufaktur, dan rumah sakit.

Kinerja Shafiq

Kevin melanjutkan, dalam rangka edukasi pasar, tiap pekannya perusahaan mengadakan kegiatan yang melibatkan influencer, komunitas, ustaz, serta praktisi bisnis. Tujuannya agar masyarakat paham bahwa investasi syariah adalah adil, dalam artian tidak ada satu pihak yang pasti akan untung dan pihak lainnya rugi. “Selama tidak ada wanprestasi, keuntungan ataupun kerugian dari suatu kerja sama akan ditanggung bersama-sama.”

Per Juli 2022, perusahaan telah membantu menyalurkan pendanaan sebesar Rp56 miliar dalam bentuk efek sukuk dan saham. Ditargetkan dana penyaluran sebesar Rp100 miliar dapat tersalurkan hingga akhir tahun ini. “Untuk pipeline berikutnya akan ada sekitar tujuh penerbit/perusahaan baru yang akan menerbitkan 15 efek syariah, diharapkan target yang telah ditetapkan dapat tercapai.”

Dalam sembilan bulan operasionalnya, Kevin mengakui sejauh ini perusahaan masih mengandalkan dana sendiri (bootstrapping). Namun, pihaknya terbuka untuk mendapatkan pendanaan dari pihak eksternal yang punya kesamaan visi memajukan industri keuangan syariah.

“Mengingat aktivitas operasional baru berjalan 9 bulan, dengan adanya tambahan dana, harapannya akan segera didapat product market fit untuk mencapai tujuan tersebut,” pungkasnya.

Dalam data OJK, dari 10 perusahaan SCF yang telah mendapat izin operasional, berhasil menghimpun Rp507,20 miliar sejak awal tahun hingga 3 Juni 2022. Angka itu meningkat 22,75% dari total dana yang dihimpun sepanjang 2021.

Jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan SCF juga mengalami pertumbuhan sebesar 89,60% secara (year-to-date/ytd) menjadi 237 penerbit. Sementara itu, total pemodal yang berinvestasi di SCF tercatat sebanyak 111.351 investor sepanjang tahun ini.