CARDS Raih Pendanaan Awal untuk Mendorong Transformasi Digital di Sektor Pendidikan Indonesia

CARDS, SaaS untuk manajemen sekolah berbasis digital, mengumumkan keberhasilan mereka meraih pendanaan awal dengan jumlah yang tidak dipublikasikan. Pendanaan ini dipimpin oleh Katha VC, perusahaan modal ventura asal Amerika Serikat yang berfokus pada startup di sektor teknologi finansial. DS/X Ventures dan EduSpaze juga turut berinvestasi dalam putaran pendanaan ini.

Pendanaan baru ini akan dimanfaatkan CARDS untuk memperkuat posisinya sebagai penyedia solusi digital terdepan bagi sekolah-sekolah di Indonesia. Didirikan oleh Muhammad Arif Mahfudin (CEO) dan Hari Yuliawan (COO), CARDS bertujuan mendigitalisasi fungsi-fungsi operasional sekolah, termasuk administrasi, keuangan, dan pembayaran digital. Solusi CARDS yang komprehensif diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan menciptakan pengalaman belajar yang lebih baik bagi siswa.

Transformasi digital di sekolah wilayah tier-2 dan tier-3

Salah satu produk kartu pintar dari CARDS untuk digitalisasi di pesantren / CARDS
Salah satu produk kartu pintar dari CARDS untuk digitalisasi di pesantren / CARDSh

Dalam upayanya, CARDS fokus membantu sekolah-sekolah di kota-kota tier 2 dan tier 3 di Indonesia yang mengalami keterbatasan akses terhadap teknologi. Selama ini, kesenjangan teknologi yang ada antara sekolah di kota besar (tier 1) dan kota-kota kecil kerap menjadi kendala bagi pengembangan sekolah-sekolah di wilayah tersebut. CARDS hadir untuk membangun ekosistem digital yang menyeluruh bagi kegiatan operasional dan akademik sekolah, melibatkan guru, staf, siswa, dan orang tua secara aktif.

“Kami tidak hanya memberikan solusi parsial, tetapi membangun sistem operasional yang menyeluruh di sekolah. Hal ini mencakup pembayaran non-tunai di kantin, sistem kehadiran yang lebih efisien, proses belajar mengajar yang lebih efektif, hingga laporan keuangan yang mudah dikelola,” ujar Co-Founder CEO CARDS Arif Mahfudin.

Pencapaian dan keberlanjutan CARDS

Sejak diluncurkan pada 2021, CARDS telah diadopsi oleh lebih dari 500 sekolah di Indonesia, mulai dari tingkat dasar hingga menengah, baik swasta, pesantren, maupun negeri. Dalam waktu singkat, CARDS akan mencapai titik profitabilitas berkat fokusnya pada efisiensi, kemudahan penggunaan, dan kepuasan pelanggan. Pencapaian ini menunjukkan bahwa solusi yang ditawarkan CARDS tidak hanya efektif tetapi juga berkelanjutan secara finansial.

Dengan dukungan dari Katha VC, DS/X Venture, dan EduSpaze, CARDS merencanakan ekspansi dan pengembangan produk lebih lanjut. Dana tersebut akan digunakan untuk memperkuat tim penjualan regional, meningkatkan layanan purnajual agar implementasi produk berjalan lancar di setiap sekolah, serta mengembangkan teknologi baru, seperti kecerdasan buatan (AI), untuk mempermudah pekerjaan staf sekolah.

Selain itu, CARDS juga membuka peluang kemitraan strategis dengan perusahaan, pemerintah, dan organisasi pendidikan untuk memperluas jangkauan dan dampaknya.

Pendanaan ini menandai langkah awal penting bagi CARDS dalam misi mendigitalisasi pendidikan di Indonesia. Dengan dukungan yang solid, CARDS optimis dapat membawa perubahan positif bagi sektor pendidikan dan terus berkembang sebagai solusi utama digitalisasi sekolah di Tanah Air.

Disclosure:  DS/X Ventures adalah lengan investasi dari DailySocial Group

HSBC Kembali Kucurkan ASEAN Growth Fund, Induk Modalku Dapat Kredit Rp1,5 Triliun

Funding Societies, induk dari platform fintech lending Modalku, mengumumkan perolehan fasilitas kredit dari HSBC melalui ASEAN Growth Fund. Melalui kesepakatan ini, HSBC memberikan komitmen kumulatif $100 juta atau sekitar Rp1,5 triliun untuk mendukung upaya Funding Societies dalam memperluas akses kredit bagi UMKM di wilayah ASEAN.

Langkah terbaru ini menjadi salah satu fasilitas kredit terbesar yang diberikan HSBC kepada lembaga peminjam UMKM berbasis digital di Asia Tenggara. Pendanaan ini diharapkan dapat memperdalam jangkauan Funding Societies dalam melayani segmen UMKM yang selama ini belum banyak terjangkau layanan keuangan formal.

Sebelumnya ASEAN Growth Fund tersebut juga telah dikucurkan ke sejumlah startup Indonesia, termasuk eFishery, Batumbu, dan AwanTunai.

Co-Founder & CEO Funding Societies Kelvin Teo menyatakan, “Dukungan berkelanjutan dari bank global seperti HSBC membuktikan komitmen mereka dalam mendukung platform digital seperti kami dan UMKM di tengah kenaikan suku bunga global. Dengan adanya fasilitas ini, kami dapat lebih leluasa mengembangkan pembiayaan yang berkelanjutan, serta memperkuat inklusi finansial bagi UMKM yang belum sepenuhnya terlayani di wilayah ini.”

Dengan adanya fasilitas ini, HSBC bertindak sebagai bank pengelola struktur kredit, pemberi pinjaman, dan agen keamanan bagi Funding Societies. Skema ini memberikan solusi pembiayaan yang skalabel dan regional untuk mendukung ekspansi Funding Societies di ASEAN.

Kepala Korporasi dan Bisnis Banking HSBC Singapura Harish Venkatesan menambahkan, “Sebagai pelopor dan pemimpin pembiayaan digital UMKM di ASEAN, kami bangga memberikan dukungan melalui fasilitas kredit ketiga ini. Kami berharap bisa terus mendukung Funding Societies dalam menyediakan solusi pembiayaan bagi UMKM yang menjadi pilar utama perekonomian di kawasan ASEAN.”

Pembiayaan ini juga sejalan dengan inisiatif HSBC ASEAN Growth Fund, yang diluncurkan pada Maret 2024 dengan alokasi dana mencapai US$1 miliar. Dana ini bertujuan untuk mendukung platform digital berbasis di Singapura dalam mencapai skala ekonomi di berbagai pasar internasional dan mengembangkan portofolio aset mereka.

Sejak berdiri pada 2015, Funding Societies telah menyalurkan lebih dari $4 miliar untuk pembiayaan bisnis, dan berkontribusi positif bagi lebih dari 100 ribu bisnis di Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Platform ini juga mencatat nilai transaksi tahunan sebesar $1,4 miliar sejak memperluas layanan ke sektor pembayaran pada 2022.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Dash Electric Raih Pendanaan Awal dari The Radical Fund, Kevin Aluwi, dan Sejumlah Investor

Dash Electric, startup penyedia layanan kendaraan listrik (EV-as-a-Service) di Indonesia, mengumumkan keberhasilan dalam mengamankan pendanaan awal dengan nominal yang tidak disebutkan. Pendanaan ini dipimpin oleh The Radical Fund dan didukung oleh Bali Investment Club (BIC), serta melibatkan partisipasi dari Schneider Electric Energy Access Asia (SEEAA), Aksara Ventures, dan Kevin Aluwi, salah satu pendiri Gojek. Investor awal mereka, Antler, turut berinvestasi kembali pada ronde ini.

Didirikan pada 2023 oleh Aditya Brahmana dan Robert Mulianto, Dash Electric bertujuan mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia dengan menyediakan infrastruktur hijau bagi bisnis. Dengan layanan komprehensif, Dash Electric menawarkan solusi armada kendaraan listrik yang dapat disesuaikan, baik untuk kebutuhan logistik berbasis langganan maupun sistem pay-per-use. Dalam rangka mendukung visi Indonesia mencapai 100% penggunaan EV pada tahun 2040, Dash Electric berkomitmen menjadi pelopor dalam transisi ini.

Menjawab tantangan dekarbonisasi sektor transportasi

Dengan lebih dari 137 juta sepeda motor di jalanan, Indonesia dihadapkan pada kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi karbon dalam sektor transportasi. Namun, hanya kurang dari 1% kendaraan di Indonesia yang bertenaga listrik, jauh tertinggal dari negara-negara lain seperti Tiongkok (20%) dan Vietnam (10%).

Co-Founder & CEO Dash Electric Aditya Brahmana menyatakan, “Misi kami adalah membuat adopsi kendaraan listrik menjadi mudah bagi bisnis dan pengemudi. Infrastruktur kami menangani aspek logistik sehingga perusahaan bisa fokus pada bisnis inti mereka.”

Lonjakan permintaan pengiriman cepat di Indonesia turut memacu kebutuhan akan infrastruktur ramah lingkungan untuk layanan antar-jemput. Dash Electric hadir sebagai solusi hijau untuk mendukung sektor logistik, e-commerce, ritel, dan makanan dalam memenuhi permintaan pengiriman yang semakin cepat.

Saat ini, Dash Electric telah membantu berbagai klien, termasuk perusahaan besar seperti Lazada, DHL, JNE, dan Janji Jiwa dalam menjalankan pengiriman berkelanjutan. Selain itu, Dash juga menawarkan solusi armada listrik yang fleksibel untuk startup seperti Jala dan Sayurbox, yang disesuaikan untuk kebutuhan bisnis mereka.

Mempermudah kepemilikan EV

Dash Electric juga memberikan kesempatan bagi pengemudi untuk memiliki EV tanpa biaya awal melalui skema rent-to-own. Program ini memudahkan pengemudi, terutama pekerja sektor gig, untuk mengakses kendaraan listrik yang efisien dan ramah lingkungan, sekaligus menghemat biaya bahan bakar.

Co-Founder & COO Dash Electric Robert Mulianto menyampaikan, “Banyak pengemudi yang sebelumnya melihat EV sebagai barang mewah, namun melalui Dash, mereka sekarang dapat mengakses transportasi berkelanjutan yang juga mengurangi biaya operasional.”

CEO The Radical Fund Alina Truhina menambahkan bahwa Dash Electric memiliki potensi besar dalam mengubah industri logistik Indonesia melalui teknologi yang inovatif dan berkelanjutan. “Kami bangga dapat mendukung para pendiri Dash yang memiliki pengalaman luas di sektor logistik dan manajemen rantai pasokan di Asia Tenggara. Pengalaman ini menempatkan Dash pada posisi yang kuat untuk tumbuh pesat menjadi perusahaan unicorn,” ujarnya.

Rencana ekspansi Dash Electric

Dengan suntikan dana baru ini, Dash Electric berencana untuk memperluas jaringan pengemudi, menambah jumlah armada EV, dan mengembangkan solusi perangkat lunak guna meningkatkan manajemen armada. Langkah ini akan semakin mempermudah integrasi dengan pelanggan melalui API yang memfasilitasi pengoperasian yang lebih efisien.

Dengan langkah-langkah inovatif ini, Dash Electric siap menjadi pemain utama dalam sektor EV di Indonesia, mendukung bisnis untuk beralih ke solusi logistik ramah lingkungan, sekaligus mendorong target nasional dalam mengurangi emisi karbon.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

INA dan Granite Asia Jalin Kerja Sama Strategis, Berinvestasi Rp18,9 Triliun untuk Transformasi Digital Indonesia

Indonesia Investment Authority (INA) dan perusahaan investasi multi-aset Granite Asia resmi mengumumkan kerja sama strategis untuk mempercepat transformasi digital di Indonesia. Kemitraan ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerangka Investasi, yang memungkinkan kedua pihak berinvestasi hingga $1,2 miliar atau setara Rp18,9 triliun dalam berbagai proyek teknologi yang relevan dengan kepentingan nasional Indonesia.

Investasi ini bertujuan untuk menyediakan solusi pendanaan berbasis ekuitas dan hybrid capital solutions yang fleksibel, guna mendukung perkembangan perusahaan teknologi di Indonesia serta usaha lain yang terkait dengan pasar dalam negeri. Dengan pendekatan ini, INA dan Granite Asia berkomitmen untuk memberikan modal yang mendukung inovasi, sekaligus mendorong bisnis tradisional untuk mempercepat adopsi teknologi.

Ketua Dewan Direktur INA Ridha Wirakusumah menyatakan, “Kolaborasi dengan Granite Asia memperkuat misi kami untuk menghadirkan teknologi inovatif ke Indonesia dan mendukung transformasi digital yang menyeluruh di berbagai sektor. Ini adalah langkah penting dalam membangun ekosistem teknologi yang tangguh untuk masa depan Indonesia.”

Senior Managing Partner Granite Asia Jenny Lee menambahkan bahwa kerja sama ini memungkinkan Granite Asia memanfaatkan pengalaman globalnya dalam investasi teknologi untuk membantu pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. “Kami sangat antusias bermitra dengan INA dalam memajukan teknologi dan inovasi di Indonesia, memberikan solusi pendanaan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik bisnis pada setiap tahap perkembangan mereka,” jelas Lee.

Kemitraan strategis ini mencerminkan komitmen jangka panjang INA dan Granite Asia untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam era digitalisasi global, serta memastikan bahwa negara ini siap menyongsong masa depan berbasis teknologi yang dinamis.

Tahun ini Grantie Asia juga telah mendukung sejumlah startup berbasis di Indonesia, di antaranya Chickin dan McEasy.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Finfra Umumkan Kemitraan dengan Tyme Group; Umumkan Pendanaan Rp39,3 Miliar

Finfra, penyedia infrastruktur teknologi pinjaman di Indonesia, mengumumkan kemitraan dengan Tyme Group, kelompok perbankan digital multinasional yang mengelola TymeBank di Afrika Selatan dan GoTyme Bank di Filipina. Kemitraan ini mendukung rencana ekspansi Tyme Group di Indonesia, seiring dengan strateginya untuk memperluas jangkauan di Asia Tenggara.

Kemitraan ini diumumkan usai Finfra berhasil meraih pendanaan awal sebesar $2,5 juta atau setara Rp39,3 miliar dipimpin Cento Ventures, didukung oleh Accion Venture Lab, Z Venture Capital, serta beberapa investor sebelumnya. Dana ini akan digunakan untuk mengembangkan kemampuan integrasi pinjaman digital Finfra, yang memungkinkan platform nonkeuangan untuk menawarkan layanan kredit secara langsung melalui transaksi pelanggan.

Dorongan digitalisasi UMKM di Indonesia

Indonesia, dengan jumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencapai 64 juta, menjadi target utama bagi layanan kredit berbasis digital. Seiring dengan upaya pemerintah mempercepat transformasi digital, sebanyak 24 juta UMKM telah memanfaatkan layanan digital, dan angka ini ditargetkan meningkat menjadi 30 juta pada 2025. Untuk memenuhi kebutuhan kredit yang terus bertumbuh ini, kemitraan antara Finfra dan Tyme Group memungkinkan pelaku usaha mendapatkan akses ke solusi kredit langsung dari platform digital mereka.

Co-founder & CEO Finfra Markus Prommik menyatakan bahwa kemitraan ini merupakan langkah penting bagi Finfra. “Kemitraan ini memperkuat misi kami dalam memperluas akses finansial yang inklusif di Indonesia dan membuka jalur baru bagi pertumbuhan berkelanjutan,” ujarnya. Tyme Group, dengan infrastruktur kuat Finfra, dapat memenuhi kebutuhan kredit bisnis yang selama ini kurang terlayani.

Finfra menawarkan infrastruktur pinjaman berbasis API yang memungkinkan integrasi kredit pada berbagai platform digital, seperti e-commerce dan logistik. Dengan fitur-fitur seperti sistem manajemen pinjaman, skor kredit, analitik portofolio, dan akses ke modal utang, Finfra memberikan solusi menyeluruh bagi bisnis digital untuk menawarkan produk kredit kepada pelanggan mereka.

Executive Chairman Tyme Group, Coen Jonker, menambahkan, “Indonesia adalah pasar penting bagi strategi pertumbuhan Tyme Group di Asia Tenggara. Bersama Finfra, kami dapat menghadirkan solusi kredit inovatif dengan cepat dan menyasar segmen UMKM yang besar di Indonesia.”

Dukungan investor untuk perluasan Finfra

Selain mendapatkan dana segar, Finfra juga memperkuat timnya dengan merekrut Hadi Tanzil, mantan co-founder EmpatKali, sebagai Chief Technology Officer. Dukungan dari investor seperti Cento Ventures dan Accion Venture Lab memperkuat kepercayaan pada model bisnis Finfra yang memungkinkan platform digital menghadirkan layanan kredit secara efisien dan sesuai regulasi.

Dengan pendanaan terbaru ini, Finfra telah mengumpulkan total $4,3 juta dan siap melanjutkan ekspansi untuk menjangkau lebih banyak pelaku usaha di Indonesia. Perusahaan ini menargetkan peningkatan profitabilitas di kuartal terakhir 2024.

Chickin Dapat Seri A+ Rp315 Miliar dari Granite Asia, ADB, Integra Partners, dan Lainnya [UPDATED]

*Update 13.00: kami memperbarui total pendanaan, seperti diinformasikan nilai capaian terbaru oleh founder Chickin

Startup budidaya ayam Chickin mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor untuk mendukung akselerasi bisnisnya. Putaran pendanaan seri A+ ini telah membukukan dana $20 juta atau setara Rp315 miliar, yang terdiri dari $15 juta pendanaan ekuitas dan $5 juta debt.

Adapun investor yang berpartisipasi meliputi Granite Asia, Integra Partners, Asian Development Bank, 500 Global, East Ventures, Aksara Ventures, dan beberapa lainnya.

Kami telah mencoba menghubungi eksekutif Chickin, pihaknya membenarkan adanya putaran pendanaan baru ini. Kendati demikian masih enggan memberikan informasi detail mengenai peruntukan dan target ke depannya.

Integra Partners juga telah mengumumkan keterlibatannya dalam pendanaan ini. Dalam pernyataannya, mereka mengatakan bangga mendukung para pendiri yang memiliki pengalaman mendalam di industri mereka dan memiliki keahlian operasional untuk mendorong dampak transformatif.

Chickin menangani berbagai tantangan yang dihadapi peternak unggas, mulai dari fluktuasi harga hingga akses modal yang terbatas. Dengan solusi inovatif seperti kontrak pertanian berbasis teknologi, manajemen peternakan dengan IoT, dan platform yang mudah digunakan, mereka memberdayakan puluhan ribu peternak di Indonesia untuk meningkatkan efisiensi, hasil produksi, dan stabilitas keuangan.

“Selain keuntungan finansial, misi Chickin sejalan dengan komitmen kami pada investasi berdampak, yang memajukan inklusi keuangan, ketahanan pangan, dan keberlanjutan. Kami antusias mendukung langkah baru dalam industri unggas yang berkembang pesat di Indonesia,” ujar perwakilan Integra Partners

Telah berdayakan lebih dari 10 ribu peternak

Chickin didirikan sejak 2018 di Klaten, Jawa Tengah oleh Ashab Al Kahfi, Tubagus Syailendra, dan Ahmad Syaifulloh. Pada 2022 lalu, mereka telah membukukan pendanaan awal dipimpin oleh East Ventures dengan dukungan 500 Global dan GK-Plug and Play.

Mengutip data di situsnya, untuk solusi Chickin Smartfarm saat ini hampir digunakan 10 ribu peternak dengan 31 juta+ populasi ayam. Sejauh ini juga sudah ada lebih dari 250 kandang yang diberdayakan dengan teknologi IoT untuk meningkatkan produktivitas. Sementara produk Chickin Fresh, telah mendistribusikan 7,9 juta kilogram ayam ke berbagai wilayah di Indonesia.

Menurut Pusat Studi Kebijakan Indonesia, industri unggas di Indonesia mempekerjakan lebih dari 10% angkatan kerja dan menyediakan 65% dari semua protein hewani di negara ini. Meskipun konsumsi terus meningkat, konsumsi ayam per kapita di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya.

Hal ini menunjukkan potensi pertumbuhan yang besar, didorong oleh faktor seperti munculnya jaringan makanan cepat saji dan inisiatif pemerintah untuk meningkatkan konsumsi protein guna mengatasi stunting.

Atas dasar ini, sejumlah startup mencoba untuk mendemokratisasi sektor ini. Sebelumnya juga ada Pitik yang sempat mendapatkan pendanaan dari Alpha JWC Ventures, MDI Ventures, dan beberapa lainnya — namun baru-baru ini tersiar kabar bahwa bisnis mereka tidak berjalan baik dan dikabarkan Tengah mempertimbangkan pivot.

Startup lain yang fokus pada budidaya ayam adalah BroilerX, yang didukung Inisignia Ventures Partners ,Saison Capital, dan sejumlah investor lain. Sama dengan Chickin, debut awal mereka difokuskan di area Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Application Information Will Show Up Here

Clime Capital Berinvestasi Rp156 Miliar ke Hijau, Pengembang Layanan Energi Surya

Clime Capital, manajer dana asal Singapura yang berfokus pada transisi karbon rendah, mengumumkan investasi senilai $10 juta atau setara Rp156 miliar melalui South East Clean Energy Fund II (SEACEF II) kepada PT Investasi Hijau Selaras (Hijau), pengembang solar terdistribusi di Indonesia.

Didirikan pada 2017, Hijau telah menjadi salah pelopor dalam layanan energi surya Indonesia yang masih berkembang. Hijau memiliki rekam jejak dalam menyediakan solusi energi surya untuk sektor Komersial dan Industri (C&I) dan saat ini tengah memperluas proyek untuk memenuhi permintaan energi berkelanjutan yang semakin meningkat.

Investasi dari SEACEF II ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan portofolio proyek Hijau, sekaligus membuka peluang pendanaan utang untuk pertumbuhan jangka panjang.

Founder & CEO Hijau Victor Samuel menyatakan, “Kami sangat antusias menyambut Clime Capital sebagai mitra. Dukungan mereka akan membantu kami memperluas solusi energi hijau di seluruh Indonesia, dengan tetap mempertahankan fokus kami pada kualitas, keselamatan, dan keberlanjutan.”

Country Manager Indonesia Clime Capital John Colombo menambahkan, “Kami sangat senang bisa mendukung Hijau, pelopor di sektor solar terdistribusi di Indonesia. Investasi awal kami bertujuan membantu bisnis-bisnis Indonesia mengurangi pengeluaran energi sekaligus mendukung transisi ke energi bersih.”

Hijau berkomitmen untuk memberikan proyek energi surya yang memenuhi standar tertinggi di bidang kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Selain itu, perusahaan juga memprioritaskan kepatuhan terhadap regulasi hukum dan lingkungan, sehingga pelanggan dapat menikmati energi berkelanjutan dengan tenang.

Investasi ini merupakan bagian dari upaya Clime Capital dalam mempercepat transisi energi bersih di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia yang memiliki potensi besar dalam pengembangan energi surya terdistribusi.

Di tengah transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan, solusi berbasis solar panel memang tengah naik daun, khususnya untuk implementasi di kawasan industri. Selain Hijau, sejumlah pemain telah bermanuver di pasar ini, termasuk salah satunya SUN Energy yang awal tahun ini juga baru mendapatkan pendanaan debt dari PermataBank senilai Rp500 miliar. Selain itu ada juga Suryanesia, SolarKita, Xurya, dan beberapa pemain lainnya yang juga sudah mendapatkan dukungan dana dari pemodal.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Startup Pengembang eSIM “Truely” Raih Pendanaan dari 1982 Ventures, Beenext, Kopital Ventures, dan Sejumlah Angels

Truely, penyedia layanan eSIM untuk pelancong, hari ini mengumumkan berhasil meraih pendanaan sebesar $3.5 juta atau setara Rp53,7 miliar dipimpin oleh 1982 Ventures. Pendanaan ini juga melibatkan partisipasi dari Beenext, Kopital Ventures, serta beberapa investor strategis, termasuk JJ Chai (ex-AirbnB), Kum Hong Siew (ex-Airbnb), HY Sia (Founder of Tranglo), Mohammad Gharaybeh, Qin En Looi, Eric Dadoun, dan Gilbert Relou.

Didirikan pada Juli 2023, Truely lahir sebagai spin-off dari Bikago Mobile, sebuah layanan eSIM yang sukses di Bali untuk para wisatawan internasional. Dengan memanfaatkan kesuksesan dalam menyediakan konektivitas tanpa hambatan bagi pengunjung di Bali, Truely kini berkembang menjadi pemain global dalam pasar eSIM.

Meskipun berkantor pusat di Singapura, Truely tetap terhubung dengan akarnya di Indonesia melalui pusat layanan pelanggan dan operasi 24/7 yang berlokasi di Bali, dengan tim beranggotakan 20 profesional Indonesia di bidang layanan pelanggan, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia. Pusat ini memainkan peran penting dalam mendukung operasional global Truely.

Truely hadir dengan teknologi Switchless™ eSIM yang memungkinkan pelancong mengakses paket data lokal di lebih dari 200 negara tanpa perlu mengganti kartu SIM fisik atau menghadapi biaya roaming yang mahal. Teknologi ini menawarkan pemasangan eSIM yang mudah, harga bersaing, dan dukungan 24/7 untuk memberikan pengalaman konektivitas yang mulus.

Dengan layanan yang kompatibel dengan sebagian besar smartphone modern, pengguna Truely dapat memasang eSIM tanpa perlu mengganti SIM asli mereka, serta memanfaatkan dual SIM untuk fleksibilitas tambahan. Aplikasi Truely kini tersedia di App Store dan Google Play, sehingga pengguna bisa langsung mendaftar melalui situs web atau aplikasi dan terhubung ke internet di mana pun mereka berada.

Menurut riset Kaleido Intelligence, pasar ritel eSIM diprediksi akan mencapai US$3.3 miliar pada 2025, dengan pertumbuhan tahunan hampir 50%. Truely melihat peluang ini dan menawarkan paket fleksibel untuk berbagai jenis pelancong—mulai dari pekerja nomaden digital hingga keluarga yang berlibur—dengan tarif lokal yang kompetitif tanpa biaya roaming tambahan.

Dengan pendanaan baru ini, Truely berencana mengembangkan layanan B2B2C untuk operator perjalanan besar, maskapai, bandara, serta penyedia layanan lainnya. Mereka juga akan meluncurkan lebih banyak produk untuk memastikan pelancong tetap terhubung dengan tempat kerja dan keluarga mereka.

Founder & CEO Truely Simon Landsheer menyatakan, “Kami menciptakan Truely dengan fokus pada pengalaman pengguna. Teknologi eSIM kami yang fleksibel dan terjangkau menawarkan cakupan terbaik dengan kemudahan penggunaan yang tak tertandingi.”

Perjalanan Truely dari layanan lokal di Bali hingga menjadi pemimpin global menyoroti komitmen mereka dalam menyediakan konektivitas yang andal, terjangkau, dan mudah bagi pelancong di seluruh dunia. Pendanaan ini menempatkan Truely dalam posisi strategis untuk mendominasi pasar eSIM yang sedang berkembang pesat, terutama di tengah pemulihan perjalanan global pasca-pandemi.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Broom Raih Pendanaan Rp380 Miliar Dipimpin Openspace Ventures

Broom, startup yang bergerak di bidang marketplace mobil bekas di Indonesia, telah berhasil mengamankan pendanaan Seri A+ sebesar $25 juta atau setara Rp380 miliar. Dana ini akan digunakan untuk mempercepat digitalisasi sektor otomotif tradisional di Indonesia, salah satu industri terbesar di Asia Tenggara.

Pendanaan ini dipimpin oleh Openspace, dengan partisipasi dari AC Ventures, Quona Capital, MUFG Innovation Partners, dan PKSHA Capital.

Seblumnya Broom mengumumkan pendanaan pra-seri A pada Maret 2023 lalu senilai $10 juta. Berdasarkan data yang dilaporkan ke regulator, AC Ventures dan Quona Capital (keduanya adalah investor terdahulu), serta MUFG Innovation Partners dan BRI Ventures turut berpartisipasi pada putaran ini. Di pendanaan awalnya, Broom juga telah mengantongi dana senilai $3 dipimpin oleh AC Ventures, serta partisipasi dari Quona Capital dan beberapa angel investor, termasuk pendiri Kopi Kenangan dan Lummo.

Pendanaan ini datang setelah Broom mencatat pertumbuhan bisnis yang signifikan sepanjang tahun lalu. Pada paruh pertama 2024, berbagai lini bisnis utama dan baru Broom menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa. Dengan investasi ini, Broom berencana memperluas pasar, melanjutkan kemitraan strategis, dan membangun tim yang solid untuk mendorong kesuksesan jangka panjang.

“Kami senang dapat terus mendukung Broom dalam proses digitalisasi sektor otomotif tradisional, dengan fokus pada penyediaan solusi pembiayaan yang lebih baik untuk dealer, yang merupakan tulang punggung industri ini,” ujar Direktur Eksekutif Openspace  Ayu Tanoesoedibjo.

Misi transformasi sektor otomotif

Co-Founder & CEO Broom Pandu Adi Laras menegaskan bahwa pendanaan ini adalah bukti kepercayaan investor terhadap misi perusahaan untuk mengubah industri otomotif. Ia menyebutkan bahwa tantangan seperti opsi pembiayaan yang ketinggalan zaman dan kurangnya integrasi digital telah menghambat perkembangan dealer dan konsumen.

“Dengan menyediakan solusi menyeluruh, termasuk pembiayaan yang lebih inovatif dan inklusif untuk dealer di seluruh Indonesia, kami berharap dapat mentransformasi industri ini dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan,” ujar Pandu.

Pertumbuhan Broom terlihat dari pencapaian finansial yang signifikan. Pada paruh pertama 2024, Broom mencatat peningkatan penyaluran dana dari produk Buyback—solusi bagi dealer mobil untuk menjual sementara stok kendaraan mereka guna mendapatkan modal kerja—dengan kenaikan 144,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, mencapai Rp1,1 triliun (US$72,5 juta).

Lebih dari 7.000 dealer otomotif UMKM telah terbantu melalui produk ini. Selain itu, layanan baru Broom Leasing Channeling (BLC), yang diluncurkan pada kuartal keempat 2023, telah menghasilkan 2.300 transaksi dengan pendapatan lebih dari US$17 juta dan meraih pangsa pasar sebesar 25 persen pada paruh pertama 2024.

Langkah strategis di tengah tantangan pendanaan

Di tengah kondisi sektor pendanaan yang menantang, di mana data Asia menunjukkan pembiayaan berada pada level terendah sejak 2015, kesuksesan Broom dalam mendapatkan pendanaan ini semakin menegaskan posisi perusahaan di jalur pertumbuhan yang kuat.

Dengan total investasi yang telah diterima hingga saat ini, Broom berada dalam posisi yang kuat untuk mengeksekusi rencana pertumbuhannya. Pada paruh kedua 2024, Broom akan fokus pada ekspansi operasi ke Indonesia bagian barat dan timur, bekerja sama dengan 23 perusahaan multifinance untuk mempermudah proses transaksi melalui integrasi API, serta memperkuat kapabilitas organisasi dengan mempertahankan dan merekrut talenta terbaik.

“Pendekatan inovatif Broom terhadap pembiayaan otomotif tidak hanya mengubah industri konvensional, tetapi juga meningkatkan nilai bagi mitra dan pelanggan kami, dengan solusi yang lebih cepat, mudah, dan efisien,” tutup Pandu.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Startup Insurtech Rey Umumkan Pendanaan Tambahan Rp53 Miliar

Startup insurtech Rey mengumumkan tambahan pendanaan sebesar $3,5 juta atau setara Rp53 miliar. Pendanaan ini dipimpin CyberAgent Capital, Arthazen Capital, dan PT Gametraco Tunggal, serta didukung investor sebelumnya, termasuk Trans Pacific Technology Fund (TPTF), Genesia Ventures, dan Reycom Document Solusi (RDS).

Dengan dana segar ini, Rey ingin memperkuat visinya untuk mentransformasi proteksi kesehatan melalui layanan yang holistik, terjangkau, dan sepenuhnya digital. Hingga saat ini, Rey telah melayani lebih dari 50.000 pengguna dan 100 organisasi.

Selain menawarkan layanan kesehatan individu dan organisasi, Rey mencatat keberhasilan dengan rasio klaim produk asuransi yang terintegrasi hanya sekitar 50%, jauh lebih rendah dibandingkan asuransi kesehatan konvensional yang mencapai 105,7% pada semester pertama 2024. Rey juga tidak pernah menaikkan premi sejak 2022, menjadikannya solusi yang kompetitif.

Inovasi Rey

Rey juga terpilih sebagai salah satu penyelenggara Inovasi Digital Kesehatan (IDK) di Regulatory Sandbox Kementerian Kesehatan pada tahun 2024. Sebelumnya, Rey menyelesaikan Regulatory Sandbox Inovasi Keuangan Digital dari OJK, menegaskan perannya sebagai pionir dalam integrasi layanan kesehatan dan keuangan.

Rey menawarkan solusi baru untuk sistem administrasi pihak ketiga (TPA) yang selama ini cenderung administratif. Melalui teknologi dan ekosistemnya, Rey memperkenalkan active health management, yang mengedepankan keterlibatan kesehatan berkelanjutan, baik preventif maupun kuratif. Langkah ini menjadi solusi bagi tantangan industri asuransi kesehatan yang menghadapi peningkatan klaim.

Sebagai pionir di industri ini, Rey juga mengembangkan sistem berbasis generative AI dan rekam medis elektronik untuk klaim dan underwriting. Teknologi ini telah dipaparkan dalam Indonesia Underwriting Summit 2024 dan diklaim mendapat respons positif dari berbagai perusahaan asuransi di Indonesia.

Tahun 2024 menjadi tahun yang sibuk bagi Rey, dengan pendanaan baru, partisipasi dalam program IDK Kemenkes, penyelesaian Regulatory Sandbox OJK, serta prestasi internasional dengan masuk sebagai Top 4 di ajang Fintech Elevator Pitch Competition di Hong Kong.

“Kami bangga dengan pencapaian tahun ini dan akan terus berinovasi untuk menghadirkan solusi proteksi kesehatan yang berkelanjutan,” ujar Co-Founder & CEO Rey Evan Tanotogono.

Sebelumnya Rey terakhir kali mengumumkan pendanaan pada Juli 2022 lalu. Kala itu perusahaan mengumumkan pendanaan baru sebesar $4,2 juta (lebih dari 63 miliar Rupiah) dipimpin oleh Trans-Pacific Technology Fund (TPTF), Genesia Ventures, dan PT Reycom Document Solusi (RDS).

TPTF merupakan investor pra-awal Rey yang menyuntik dana sebesar $1 juta pada September 2021. Bersamaan dengan itu, perusahaan juga merilis fitur pendukung untuk kartu keanggotaan dinamai ReyCare, ReyCard, dan ReyFit.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten