Amartha Akuisisi Bosowa Multi Finance, Strategi Perkuat Lini Bisnis

Pelaku bisnis fintech lending terus memperluas cakupan ke sektor multifinance. Terbaru, PT Amartha Nusantara Raya (Amartha) mengumumkan akuisisinya atas PT Bosowa Multi Finance, menambah deretan aksi korporasi serupa yang telah dilakukan perusahaan fintech lainnya.

Dalam pengumuman resmi bertanggal 24 Oktober 2024, Amartha Nusantara Raya menyatakan akan mengambil alih seluruh saham PT SAM Global Kapital dan PT Bosowa Asuransi di PT Bosowa Multi Finance. Perusahaan telah mengonfirmasi rencana ini kepada media, meski belum memberikan keterangan lebih lanjut hingga berita ini dirilis.

Langkah serupa sebelumnya dilakukan pemain serupa, termasuk Modalku yang pada tahun 2022 telah melancarkan akuisisinya atas PT Buana Sejahtera Multidana, kemudian mengubahnya menjadi entitas baru di bawah grup Modalku dengan nama PT Modalku Finansial Indonesia atau Modalku Finance. Perusahaan fintech seperti Akulaku, Kredivo, hingga Fazz juga kini mulai menyeriusi bisnis ini.

Ekspansi ke industri multifinance menjadi strategi penting bagi fintech P2P lending. Bisnis multifinance menawarkan fleksibilitas lebih besar dalam mendapatkan pendanaan, termasuk pinjaman dari lembaga keuangan untuk ekspansi. Sebaliknya, pinjol hanya mengandalkan dana dari para lender yang bersedia mendanai nasabah yang dipilih.

Keunggulan ini menjadikan multifinance sebagai opsi menarik bagi pelaku bisnis fintech yang ingin memperkuat skala dan diversifikasi usaha.

Kondisi keuangan Bosowa Multi Finance

Berdasarkan laporan keuangan akhir 2023 yang tersedia di situs resmi Bosowa Multi Finance, perusahaan memiliki total aset senilai Rp106,887 miliar. Aset ini meliputi kas sebesar Rp1 miliar, piutang pembiayaan konsumen Rp6,25 miliar, piutang pihak berelasi Rp52,39 miliar, dan aset tetap Rp30,37 miliar. Sementara itu, total liabilitas perusahaan tercatat sebesar Rp16,66 miliar, dengan ekuitas mencapai Rp90,22 miliar.

Turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi katalis positif bagi industri multifinance. Penurunan ini diharapkan dapat meningkatkan penyaluran kredit sekaligus membantu perusahaan multifinance mendapatkan pendanaan murah. Meski dampak signifikan baru diproyeksikan terlihat pada 2025, sinyal ini diyakini dapat mendukung kinerja jangka panjang.

Perkembangan bisnis Amartha

Hingga semester pertama 2024, Amartha berhasil menyalurkan modal sebesar Rp5 triliun, meningkat 66,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp3 triliun.  Perusahaan juga telah memperluas jangkauan layanannya ke luar Pulau Jawa, termasuk Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Ekspansi ini bertujuan memperdalam pangsa pasar dan meningkatkan akses permodalan bagi UMKM di berbagai daerah.

Dari sisi performa bisnis, selama tiga tahun terakhir Amartha mengklaim telah konsisten mencatat profitabilitas. Perusahaan juga memperkuat komitmen membangun ekosistem finansial inklusif di Asia Tenggara, dengan fokus pada inovasi teknologi dan literasi keuangan untuk memberdayakan usaha mikro.

Tahun ini, organisasi nirlaba global Accion mengumumkan pendanaan ekuitas senilai $17,5 juta atau setara Rp287 miliar ke Amartha. Investasi dikucurkan melalui Accion Digital Transformation Fund, bertujuan membantu Amartha membangun platform yang menyediakan rangkaian lengkap produk dan layanan keuangan bagi bisnis kecil yang dipimpin oleh perempuan di daerah pedesaan di seluruh Indonesia dengan memanfaatkan kekuatan data dan AI.

Application Information Will Show Up Here
Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Startup Fintech-Enabler Pallav Terima Pendanaan Awal, Bantu Lembaga Kredit Lakukan Digitalisasi

Startup fintech-enabler Pallav mengumumkan perolehan pendanaan awal dengan nominal dirahasiakan dari sejumlah investor termasuk M Venture Partners, Kadan Capital, dan Monk’s Hill Ventures. Selain itu beberapa eksekutif senior di bidang keuangan, seperti Jefferson Chen (pendiri Advance Intelligence Group) dan Arun Pai (mantan eksekutif Flow/AsiaCollect), juga berpartisipasi dalam investasi ini. Dana ini akan digunakan Pallav untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan memperluas tim guna memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat.

Pallav bertujuan untuk membangun sistem operasi kredit yang membantu lembaga keuangan tradisional di Indonesia dan sekitarnya. Co-founder & CEO Pallav Nathan Gunawan, menyatakan bahwa fokus utama mereka adalah memperkuat akses keuangan bagi masyarakat luas yang memerlukan kredit, dengan memberdayakan bank dan lembaga keuangan lainnya agar lebih efisien dan menguntungkan.

Selain Pallav, sejumlah startup lokal juga hadir sebagai fintech-enabler membantu lembaga keuangan tradisional lakukan digitalisasi. Misalnya Finfra, mereka memungkinkan bisnis untuk menambahkan fitur lending ke dalam model bisnisnya, misalnya untuk skenario invoice financing atau solusi pembiayaan purchasing. Selain itu ada juga Komunal yang fokus membantu proses digitalisasi BPR.

Transformasi digital untuk lembaga keuangan tradisional

Salah satu tantangan utama yang diidentifikasi Pallav dalam operasional lembaga keuangan tradisional adalah praktik penagihan yang masih manual dan tidak efisien. Metode ini tidak hanya mempersulit lembaga untuk melayani nasabah dengan risiko lebih tinggi, tetapi juga meningkatkan biaya operasional. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pallav memperkenalkan modul layanan pinjaman yang mendukung peminjaman berisiko tinggi dan mengoptimalkan proses penagihan melalui teknologi canggih.

Platform Pallav yang telah bersertifikasi ISO-27001 ini dilengkapi dengan template perilaku berbasis kecerdasan buatan (AI), proses penagihan digital, serta dasbor pemantauan yang memastikan kepatuhan terhadap regulasi ketat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Solusi ini membantu bank meningkatkan upaya pemulihan pinjaman mereka dengan lebih efektif.

Diluncurkan pada April 2024, Pallav kini telah bermitra dengan hampir 20 lembaga keuangan di Indonesia. Modul layanan pinjamannya membantu meningkatkan pemulihan pinjaman hingga 30% lebih tinggi dibandingkan metode konvensional yang digunakan oleh lembaga keuangan sebelumnya.

Dipimpin oleh Nathan Gunawan, Jason Rusli, Vikram Jain, dan Sajan Pruthi, tim Pallav memiliki pengalaman luas di industri keuangan dan teknologi. Mereka sebelumnya terlibat dalam proyek-proyek inovatif di perusahaan seperti Bain & Company, TravelokaPayLater, dan MoneyView di India.

Dengan pendanaan baru ini, Pallav berkomitmen untuk terus mengembangkan teknologi yang mampu mentransformasi layanan keuangan di Indonesia, khususnya dalam ruang pinjaman, demi memberikan solusi yang lebih aman dan efisien bagi masyarakat luas.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Maybank Berikan Investasi Strategis ke Induk Fintech Lending Modalku

Maybank mengumumkan investasi strategis ke induk fintech lending Modalku, yakni Funding Societies dengan nilai yang tidak disebutkan. Melalui investasi ini, Maybank berencana menjajaki sinergi kolaboratif dengan Funding Societies untuk mendorong inklusivitas dan mengatasi kesenjangan pembiayaan bagi komunitas yang dilayaninya.

Investasi ini merupakan langkah awal dalam inisiatif baru Maybank untuk berinvestasi dan bermitra dengan organisasi berbasis digital yang berkualitas di ASEAN. Upaya ini sejalan dengan strategi M25+ Maybank yang bertujuan mempercepat digitalisasi dan menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi, baik di dalam maupun di luar sektor perbankan.

Presiden dan CEO Grup Maybank Dato’ Khairussaleh Ramli menyatakan, “Investasi kami di Funding Societies menegaskan komitmen kami dalam mendorong inklusi keuangan, sesuai dengan tujuan kami untuk memanusiakan layanan keuangan. Dengan menggabungkan keahlian perbankan kami dan platform digital inovatif dari Funding Societies, Maybank bertekad membangun ekosistem UMKM yang kuat dan menciptakan masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan bagi semua pihak.”

Kelvin Teo, Co-founder dan CEO Funding Societies, menambahkan, “Kami merasa terhormat dengan dukungan dari Maybank, yang mencerminkan komitmen bersama untuk melayani UMKM di Asia Tenggara. Kemitraan ini memperkuat dedikasi kami untuk memperluas akses kredit bagi UMKM yang kurang terlayani dan menghadapi kendala permodalan.”

Funding Societies saat ini telah memiliki lisensi operasional di Singapura, Indonesia, dan Thailand, serta terdaftar di Malaysia dan beroperasi di Vietnam. Setiap tahunnya, perusahaan teknologi finansial ini menyalurkan pembiayaan bisnis sebesar $1 miliar kepada UMKM di wilayah tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, Funding Societies mencapai tonggak strategis, termasuk mengakuisisi platform pembayaran digital regional CardUp serta berinvestasi bersama di Bank Index di Indonesia.

Grup perusahaan Modalku didukung oleh sejumlah investor terkemuka seperti SoftBank Vision Fund 2, Khazanah Nasional Berhad, CGC Digital, SBVA (sebelumnya SoftBank Ventures Asia), Peak XV Partners (sebelumnya Sequoia Capital India), Alpha JWC Ventures, SMBC Bank, BRI Ventures, VNG Corporation, dan Rapyd Ventures.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

HSBC Berikan Fasilitas Debt Rp776 Miliar ke Validus, Fokus Garap Pasar Indonesia Lewat Batumbu

Validus, sebuah platform pendanaan digital untuk UMKM yang berbasis di Singapura, mengumumkan perolehan fasilitas debt $50 juta atau setara Rp776 miliar dari HSBC. Fasilitas ini berada di bawah strategi ASEAN Growth Fund dan bertujuan untuk mendukung inklusi keuangan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia, serta membantu mereka mengatasi tantangan dalam mengakses sumber daya finansial.

Fasilitas utang ini akan disalurkan melalui anak perusahaan Validus di Indonesia, yaitu Batumbu, yang saat ini merupakan platform pendanaan digital UMKM. Batumbu diklaim telah mencatatkan keuntungan yang terus tumbuh selama lebih dari dua tahun dengan margin EBITDA yang secara konsisten melebihi 50%.

PT Berdayakan Usaha Indonesia (Batumbu) sendiri didirikan sebagai perusahaan patungan PT Triputra Investindo Arya (anak usaha Triputra Group) dengan Validus Investment Holdings Pte. Ltd. (VIH).

Fasilitas ini akan difokuskan untuk memberikan opsi pembiayaan yang lebih mudah diakses, sehingga dapat membantu UMKM Indonesia mengatasi hambatan keuangan dan memperkuat peran mereka dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, fasilitas ini juga diharapkan dapat mengurangi kesenjangan pembiayaan yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia.

Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, saat ini terdapat 64,2 juta UMKM yang menyumbang 61% dari PDB Indonesia dan menyerap 97% dari total tenaga kerja di negara ini. Namun, laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa UMKM di Indonesia menghadapi kesulitan besar dalam mendapatkan pembiayaan karena persyaratan ketat yang diterapkan oleh bank. Meskipun ada berbagai inisiatif pemerintah, pinjaman UMKM hanya mencakup sekitar 20% dari total pinjaman bank. International Finance Corporation memperkirakan kesenjangan pembiayaan untuk UMKM di Indonesia mencapai sekitar $234 miliar.

Co-founder & Group CEO Validus Nikhilesh Goel menyatakan, “Kemitraan jangka panjang dengan HSBC ini memperkuat upaya kami untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan bagi UMKM di Indonesia. Kami akan terus mempelopori inovasi dan mendorong kemajuan dalam ruang pinjaman. Dengan memanfaatkan posisi unik Batumbu sebagai platform pendanaan digital UMKM terbesar dan satu-satunya yang menguntungkan di negara ini, kami berkomitmen untuk membuka peluang baru bagi bisnis, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan inklusi keuangan.”

Head of Corporate and Business Banking HSBC Singapura Harish Venkatesan menambahkan, “Sebagai salah satu pemain utama dalam pembiayaan digital UMKM di kawasan ASEAN, kami senang dapat mendukung Validus dalam memainkan peran penting dalam mempromosikan inklusi keuangan bagi usaha kecil yang kurang terlayani di wilayah ini. UMKM berperan penting dalam berkontribusi terhadap kesuksesan ekonomi jangka panjang di kawasan ASEAN dan sekitarnya. Kami berharap dapat mendukung Validus dalam misinya untuk mendorong pertumbuhan regional melalui HSBC ASEAN Growth Fund.”

Sejak tahun 2021, Validus menyalurkan dana S$5,17 miliar. Perusahaan ini didukung oleh investor strategis dan VC, termasuk Vertex Ventures, FMO, 01Fintech, NongHyup Financial Group, Norinchukin Bank, Aizawa Asset Management, Lotte F&L, AddVentures by SCG, VinaCapital Ventures, SEA Frontier Fund, K3 Ventures, dan Openspace Ventures.

Berkantor pusat di Singapura, Validus telah memperluas kehadirannya di Indonesia (Batumbu), Vietnam (Validus Vietnam), dan Thailand (Siam Validus).

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Platform Marketplace Produk Pinjaman Lendingpot Perluas Bisnis ke Segmen Konsumen

Setelah meresmikan kehadirannya di Indonesia pada 2023 lalu. Lendingpot platform loan-matching yang menghubungkan pendana dengan peminjam, resmi meluncurkan Layanan Pinjaman Pribadi di Indonesia. Langkah ini diambil setelah sukses membantu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di tanah air melalui Layanan Bisnis Lendingpot.

Layanan Pinjaman Pribadi ini menawarkan pinjaman yang langsung disetorkan ke rekening bank peminjam, memberikan fleksibilitas dalam penggunaan tanpa memerlukan jaminan. Selain itu, pinjaman ini tersedia dengan cepat dalam waktu singkat, memudahkan peminjam untuk memenuhi kebutuhan mendesak.

“Kami merancang layanan pinjaman pribadi ini agar mudah beradaptasi dan siap memenuhi kebutuhan mendesak. Penting untuk membedakannya dari jenis pinjaman lainnya seperti pinjaman mobil atau renovasi yang biasanya dicairkan langsung ke dealer,” kataHead of Commercial Development Lendingpot Jonathan Surya.

Menurut studi NielsenIQ Indonesia, 85,66 persen milenial Indonesia berada dalam situasi keuangan genting. Perilaku konsumtif dan peran sebagai generasi sandwich menjadi faktor pendukung. Kondisi ini diperparah oleh maraknya platform pinjaman ilegal. Oleh karena itu, Lendingpot berusaha memberikan solusi yang aman dan terpercaya.

“Kami ingin merevolusi pengalaman peminjaman, tidak hanya untuk bisnis tetapi juga individu, dengan menyederhanakan proses dan memberikan opsi terbaik dari para mitra eksklusif pemberi pinjaman kami,” tambah Jonathan.

Layanan ini memungkinkan peminjam untuk membandingkan berbagai pemberi pinjaman sehingga bisa mendapatkan tingkat bunga terendah. Sistem ini membantu peminjam membuat keputusan yang tepat dengan memilih proposal yang paling menguntungkan.

Lendingpot juga telah menjalankan layanan ini di Singapura dengan lebih dari 6.000 pelanggan bergabung dan tingkat persetujuan 70% dalam waktu kurang dari 60 menit. Kesuksesan ini ingin direplika di Indonesia, bekerja sama dengan berbagai lembaga keuangan termasuk bank dan perusahaan fintech.

“Kami berkomitmen untuk menjadi mercusuar dalam pemberdayaan keuangan. Dengan solusi keuangan yang mudah diakses dan transparan, kami berharap dapat mengangkat semangat individu dan komunitas,” tutup Jonathan.

Sejak didirikan tahun 2019 di Singapura oleh Randy Sim dan Eric Koh, Lendingpot kini telah menyalurkan dana lebih dari S$146 juta kepada 6.000 pengguna di Singapura dan Indonesia. Diklaim, dengan melalui Lendingpot proses approval 70% menjadi lebih cepat.

Sejumlah mitra yang menjadi pemberi dana seperti CIMB, UangMe, DBS Bank, dan beberapa lainnya.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Berencana Naikkan Limit Fintech Lending Produktif, Ini Gambaran Sektornya

Pekan lalu, OJK menerbitkan pengumuman bahwasanya mereka tengah menyusun Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) atau fintech lending. Saat ini prosesnya telah mencapai penyusunan peraturan, termasuk menerima pandangan dan masukan dari pemangku kepentingan.

Ada beberapa aspek yang coba dirombak, antara lain kelembagaan, manajemen risiko, tata kelola dan pelindungan konsumen, serta penguatan dukungan terhadap sektor produktif. Fokus pada sektor produktif tersebut sejalan dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028 yang bertujuan agar mening​katkan kontribusi terhadap UMKM dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Salah satu pembaruan yang cukup mencolok adalah rencana OJK untuk meningkatkan batas maksimum pendanaan produktif lebih tinggi dibanding batas maksimum sebelumnya sebesar Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar.

Bukan tanpa syarat, pemain fintech lending yang dapat menyalurkan batas maksimal tersebut harus memenuhi kriteria tertentu antara lain memiliki rasio TWP90 maksimum sebesar 5%. Seperti diketahui, TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.

Penyaluran pendanaan produktif

Melihat statistik fintech yang dirilis OJK pada April 2024, total pembiayaan yang berhasil didistribusikan sekitar Rp6,9 triliun. Angka tersebut setara dengan 31,86% dari total pinjaman — yang artinya fintech lending masih didominasi untuk mengakomodasi kebutuhan konsumtif.

Jika dipetakan berdasarkan sektornya, sebagian besar pinjaman produktif masih berkuat di industri ritel dan F&B. Tidak dimungkiri sejumlah nama besar dalam fintech lending produktif memang memiliki produk andalan invoice financing untuk membantu pengadaan di kalangan peritel – sebut saja AwanTunai, Modalku, KoinWorks, dan beberapa lainnya.

Penyaluran sektor produktif oleh fintech lending / DailySocial.id
Penyaluran sektor produktif oleh fintech lending / DailySocial.id

Sementara sektor underserved lain seperti pertanian justru memiliki tantangan yang cukup rumit. Hal ini terbukti dengan sejumlah pemain besar di segmen ini memiliki operasional yang tidak stabil, bahkan sebagian menyerah. Sebut saja Tanihub yang akhirnya pailit akibat platform TaniFund untuk pinjaman produktif ke petani tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Investigasi OJK menemukan fakta bahwa TKB90 platform tersebut hanya 36%. Akibatnya banyak pemberi pinjaman yang mengalami kerugian akibat kredit macet yang sangat besar. Ada sekitar 128 investor yang dirugikan, dengan total nilai investasi gagal bayar sekitar Rp14 miliar.

Tidak hanya TaniFund, startup sejenis lain iGrow sempat mengalami masalah serupa. Namun dengan berada di bawah naungan LinkAja (diakuisisi), tampaknya  masalah tersebut lebih teratasi. Namun demikian faktanya mereka memiliki TKB90 hanya 53,44%. Idealnya persentase untuk bisnis yang sehat di atas 95%.

Masih banyak PR yang harus dikerjakan oleh para stakeholder untuk memaksimalkan penyaluran pinjaman produktif dari fintech lending.

Berdasarkan riset EY bertajuk “MSME Market Study and Policy Advocacy”, total kebutuhan pembiayaan UMKM pada tahun 2026 diproyeksikan mencapai Rp4.300 triliun dengan kemampuan suplai sebesar Rp1.900 triliun. Sehingga akan ada credit gap sebesar Rp2.400 triliun dari lembaga jasa keuangan konvensional, ini memang menjadi peluang bagi fintech lending untuk berkontribusi.

Sementara menurut data AFPI, per 2023 ada sekitar 46,6 juta UMKM yang belum tersentuh kredit perbankan, menyisakan credit gap Rp1.650 triliun.

KoinWorks Telah Salurkan Dana Rp27,3 Triliun ke Lebih dari 900 Ribu UMKM

Startup fintech lending KoinWorks mengumumkan peluncuran edisi kedua dari Impact Report yang berjudul “Leveling Up The MSME Ecosystem”. Laporan ini menyoroti berbagai pencapaian sosial perusahaan sepanjang tahun 2023 dan menegaskan komitmennya untuk menjadi fintech bertanggung jawab dalam mendukung pertumbuhan UMKM di seluruh Indonesia pada tahun 2025.

Co-Founder & CEO KoinWorks Group Benedicto Haryono menekankan dedikasi perusahaan dalam memperkuat ekosistem UMKM di Indonesia.

“Kami berkomitmen untuk memberikan layanan keuangan unggul dan inklusif. Pada tahun 2023, KoinWorks mencatat terobosan signifikan dalam pembiayaan inklusif yang menjangkau berbagai bisnis dalam rantai pasokan yang saling terhubung,” ujarnya.

Meningkatkan ekosistem UMKM

KoinWorks telah mengambil langkah besar dalam mendukung UMKM melalui berbagai sektor seperti fast moving consumer goods (FMCG), pertanian, dan kesehatan. Lebih dari 60% bisnis menghadapi tantangan dalam mengelola rantai pasokan secara efisien, terutama mengenai kendala arus kas.

Dengan akses ke pembiayaan yang efisien dari KoinWorks, UMKM dapat bernegosiasi lebih baik dengan pemasok, merekrut lebih banyak anggota tim, berinvestasi dalam teknologi, dan memanfaatkan peluang pasar baru.

Co-Founder & CEO Eratani Andrew Soeherman berbagi pengalamannya, “KoinWorks memfasilitasi akses keuangan melalui pendanaan yang lebih mudah dan cepat, terutama bagi petani dan unit bisnis lainnya.”

Kolaborasi KoinWorks dengan para pemain kunci UMKM dan dukungan dari pemerintah serta fasilitator UMKM memperkuat rantai pasokan dan mengatasi kendala likuiditas. Mayoritas UMKM didanai oleh investor individu dari Indonesia yang percaya pada ekosistem UMKM Indonesia.

Mendorong inklusi dan pertumbuhan

KoinWorks telah menyalurkan Rp27,3 triliun ($1,8 miliar) kepada lebih dari 900 ribu UMKM, memberdayakan ribuan bisnis untuk berkembang. Dengan 83% dari pinjaman dibiayai oleh investor muda, ini menunjukkan komitmen kuat dari generasi muda untuk mendukung UMKM.

Portofolio KoinWorks 80% bisnis adalah usaha mikro, 36% dimiliki oleh perempuan dan 48% berlokasi di daerah pedesaan.

Penciptaan lapangan kerja adalah pencapaian signifikan KoinWorks pada tahun 2023, dengan 95.000 lapangan kerja baru diciptakan oleh UMKM yang menerima pinjaman. UMKM melaporkan peningkatan rata-rata 37,8% dalam nilai penjualan dan 37,2% dalam total aset, menunjukkan dampak positif dari pembiayaan KoinWorks.

Komitmen terhadap praktik ESG

KoinWorks mematuhi standar perlindungan klien lokal dan internasional, dengan sertifikasi ISO 27001:2022 dan partisipasi dalam Digital Finance Service Client Protection Assessment Tools oleh Cerise+SPTF.

“Komitmen kami melampaui aturan dan regulasi, mencerminkan janji kami kepada pengguna bahwa setiap interaksi dilakukan dengan standar etika yang tinggi,” kata Chief of Impact KoinWorks Group Angelique Timmer.

KoinWorks berencana untuk memperkuat praktik ESG, kesehatan bisnis UMKM, dan membuka jalan bagi pembiayaan hijau serta layanan yang disesuaikan dengan pengusaha perempuan. Inisiatif ‘Play It Forward’ mengundang pembawa perubahan untuk berbagi cerita dan membantu komunitas melalui olahraga sepak bola.

Application Information Will Show Up Here
Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Accion Umumkan Pendanaan Rp287 Miliar ke Amartha

Organisasi nirlaba global Accion mengumumkan pendanaan ekuitas senilai $17,5 juta atau setara Rp287 miliar ke Amartha. Investasi dikucurkan melalui Accion Digital Transformation Fund, bertujuan membantu Amartha membangun platform yang menyediakan rangkaian lengkap produk dan layanan keuangan bagi bisnis kecil yang dipimpin oleh perempuan di daerah pedesaan di seluruh Indonesia dengan memanfaatkan kekuatan data dan AI.

Amartha telah mengembangkan infrastruktur keuangan digital yang komprehensif yang menghubungkan bisnis mikro di kota-kota tingkat 2 dan 3 di luar Pulau Jawa. Dengan mengintegrasikan model pemberian dan pendanaan yang tersemat untuk investor institusi dan ritel, Amartha menyederhanakan solusi keuangan yang dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan pelanggan mereka.

Amartha juga menawarkan layanan pembayaran dan sistem penilaian kredit yang eksklusif, menyediakan opsi teknologi mikrofinansial yang sangat terintegrasi untuk mendigitalkan komunitas akar rumput di Indonesia.

Hingga saat ini, Amartha telah menyalurkan modal kerja lebih dari Rp25 triliun ($1,6 miliar) kepada lebih dari 2,5 juta bisnis yang dipimpin oleh perempuan di daerah pedesaan dan peri-urban di Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan.

Platform pendanaan Amartha memberikan akses ke modal bagi bisnis akar rumput, sekaligus mewakili bisnis kecil sebagai instrumen investasi alternatif bagi investor institusi yang menguntungkan dan berdampak. Selain modal investasi, Accion Digital Transformation Fund akan memberikan dukungan strategis untuk memperkuat keterlibatan pelanggan, efisiensi operasional, dan inovasi produk menggunakan teknologi digital.

Tentang Accion Digital Transformation Fund

Dikelola oleh Accion Impact Management, Accion Digital Transformation Fund didasarkan pada pengalaman Accion dalam mendukung bank dan perusahaan keuangan di seluruh dunia untuk menghubungkan jutaan orang dan bisnis kecil ke ekonomi digital. Investasi dari dana sebesar $152.5 juta ini fokus pada perusahaan yang melayani usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Asia Selatan dan Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika, memberikan modal pertumbuhan dan dukungan strategis untuk transformasi digital.

Managing Partner Accion Transformation Capital Njord Andrewes, yanag kini menjadi anggota Dewan Komisaris Amartha mengatakan, “Melalui model bisnis unik dan platform pasar, kami percaya Amartha berada dalam posisi yang tepat untuk menghubungkan banyak bisnis kecil yang dipimpin oleh perempuan di seluruh Indonesia dengan layanan keuangan yang bertanggung jawab untuk pertama kalinya. Kami bermitra dengan Amartha untuk menyediakan dukungan strategis dan modal pertumbuhan, saat mereka bekerja untuk menjangkau pelanggan baru di daerah yang kurang terlayani menggunakan teknologi digital.”

Investasi terbaru ini memposisikan Amartha untuk meningkatkan penawaran produknya di sektor UMKM, memperkuat sistem analitik audiens yang canggih, dan mendorong adopsi layanan digitalnya, menghubungkan lebih banyak orang dan bisnis kecil ke layanan keuangan yang bertanggung jawab.

CFO Amartha Ramdhan Anggakaradibrata mengatakan “Amartha dan Accion memiliki tujuan yang sama — mengurangi ketidaksetaraan dalam akses ke layanan keuangan. Pendanaan terbaru dari Accion Digital Transformation Fund akan membantu memperkuat kemampuan kami untuk memanfaatkan kekuatan data dan AI. Kami tidak hanya akan memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini, tetapi juga mengantisipasi tren dan tantangan di masa depan. Pendekatan ini akan membantu kami tetap berada di garis depan inovasi fintech, terus berkembang untuk menyediakan solusi keuangan mutakhir yang memberdayakan pelanggan kami dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.”

Application Information Will Show Up Here
Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

JULO Targetkan Penyaluran Pinjaman Rp10,5 Triliun di 2024, Bersiap Jadi Neobank

JULO mengumumkan pencapaian dalam pertumbuhan penyaluran pinjaman. Seperti dikutip dari AC Ventures, sepanjang empat bulan pertama tahun 2024 total penyaluran pinjaman JULO melonjak sebesar 87,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, melebihi $189 juta atau setara lebih dari Rp3 triliun. Perusahaan menargetkan bisa menyalurkan lebih dari $650 juta atau sekitar Rp10,5 triliun sepanjang tahun ini.

Sejak didirikan 2016, JULO telah berhasil menyalurkan lebih dari $1 miliar secara total, dengan hampir $500 juta disalurkan pada tahun 2023 saja—peningkatan sebesar 50% dari tahun sebelumnya. Perusahaan ini juga mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah pengguna, menarik lebih dari 2 juta pengguna dengan peningkatan sebesar 58% pada tahun 2023.

JULO bermain di tiga area, yakni cashloan, paylater, dan tagihan online. Pencapaian pertumbuhan terbaru JULO juga mencakup peningkatan pendapatan sebesar 73% pada tahun 2023 dan tingkat retensi per cohort sebesar 75%+, diklaim mengurangi biaya akuisisi pinjaman dan meningkatkan efisiensi operasional.

Bersiap jadi neobank

JULO juga tengah bersiap untuk bertransformasi menjadi neobank yang berfokus pada dampak, melayani pasar Indonesia yang sebagian besar masih kurang terlayani dan memajukan inklusi keuangan di wilayah ini. Ini bukan kali pertama platform fintech lending berambisi menjadi neobank, sebelumnya pemain serupa seperti ALAMI, KoinWorks dan sejumlah lainnya sudah merealisasikan visi tersebut.

Kesuksesan JULO hingga saat ini didorong oleh produk pembiayaan konsumen inovatif yang menggunakan data perilaku secara komprehensif untuk penilaian kredit canggih. Strategi ini memungkinkan JULO untuk mengembangkan dan menawarkan produk kartu kredit virtual yang dirancang khusus untuk populasi berpenghasilan menengah di Indonesia, memberikan akses kredit yang belum pernah ada sebelumnya kepada jutaan orang dan mendorong pemberdayaan ekonomi di seluruh negeri.

Selain itu pertumbuhan JULO didukung oleh kemitraan dengan institusi keuangan terkemuka, termasuk perusahaan global seperti Credit Saison dan raksasa lokal seperti Bank Sampoerna dan Superbank, untuk memberdayakan penyaluran pinjaman ke segmen berpenghasilan menengah di Indonesia.

Presiden Grup JULO Ankur Mehrotra, menjelaskan, “Sentimen investor mungkin berfluktuasi, mencerminkan siklus ekonomi dan investasi yang lebih luas. Terlepas dari volatilitas ini, permintaan akan perusahaan layanan keuangan yang dipimpin secara bertanggung jawab dan berfokus pada inklusi keuangan di Indonesia tetap kuat. Di JULO, kami berkomitmen untuk menjadi entitas yang berfokus pada dampak tersebut. Saat ini, ada minat investor yang jelas terhadap bisnis seperti kami yang tidak hanya memberikan dampak sosial yang substansial tetapi juga menghasilkan keuntungan finansial yang solid bagi para investor kami.”

Segmen pasar menengah di Indonesia menawarkan peluang sebesar sekitar $100 miliar. Perusahaan ini baru-baru ini meluncurkan produk nonkredit, seperti asuransi, pada tahun 2023 dan akan terus mengembangkan penawaran barunya.

Ankur menambahkan, “Kami sangat optimis tentang prospek makroekonomi jangka panjang Indonesia dan potensi abadi industri jasa keuangannya, mengingat Indonesia memiliki rasio utang rumah tangga terhadap PDB terendah di antara negara-negara ASEAN. Meskipun menghadapi berbagai krisis dan tantangan yang tak terduga, JULO berhasil menavigasi pasar selama lebih dari tujuh tahun dan kini berkembang lebih dari sebelumnya. Kami berkomitmen untuk membangun bisnis yang akan melampaui generasi.”

Application Information Will Show Up Here
Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Cabut Izin Usaha Fintech Lending TaniFund

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT TaniFund Madani Indonesia akibat gagal memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak mengimplementasikan rekomendasi pengawasan dari otoritas. Keputusan ini diambil berdasarkan Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-19/D.06/2024 tanggal 3 Mei 2024.

Kepala Departemen Literasi Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa, menyatakan bahwa pencabutan izin ini merupakan langkah tegas OJK dalam memastikan kepatuhan regulasi di industri fintech.

“Pencabutan ini dilakukan setelah berbagai upaya pengawasan dan sanksi administratif yang kami berikan, namun TaniFund tetap tidak dapat menyelesaikan permasalahannya,” ujar Aman.

TaniFund, yang sebelumnya beroperasi di sektor pinjaman online untuk pertanian, mengalami peningkatan kredit macet yang signifikan. Menurut data dari OJK, tingkat kredit bermasalah di TaniFund mencapai 63,93%, jauh di atas ambang batas yang ditolelir.

Selain itu, TaniFund juga terlibat dalam beberapa kasus hukum terkait gagal bayar kepada para investor, yang menambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi.

“TaniFund harus segera menghentikan kegiatan usahanya dan melakukan likuidasi untuk memenuhi kewajiban kepada para pihak terkait,” tambah Aman.

Dalam rangka memberikan perlindungan kepada para investor dan pengguna, OJK juga telah melimpahkan kasus pidana terkait TaniFund kepada aparat penegak hukum untuk diproses lebih lanjut. Keputusan ini diharapkan akan menjadi pelajaran bagi industri fintech lainnya untuk lebih memperhatikan kepatuhan dan manajemen risiko dalam operasional mereka.

Dengan dicabutnya izin TaniFund, OJK berharap dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap industri fintech lending di Indonesia dan mempromosikan pertumbuhan yang sehat serta bertanggung jawab di sektor keuangan digital.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten