Proyek Tokenisasi Obligasi IDDB Disetujui OJK Masuk Regulatory Sandbox

PT Sejahtera Bersama Nano (SBN) resmi mencatatkan sejarah dengan menjadi penerbit token pertama di Indonesia yang mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk proyek tokenisasi aset kripto berbasis obligasi pemerintah. Proyek ini, yang dikenal sebagai ID Digital Bonds (IDDB), merupakan tokenisasi obligasi pemerintah pertama yang masuk ke dalam sandbox OJK berdasarkan surat persetujuan No. S-514/IK.01/2024 pada 8 Oktober 2024. Sejatinya IDDB sudah mulai diajukan SBN sejak Agustus lalu.

Tokenisasi ini merupakan langkah inovatif untuk mendigitalkan instrumen obligasi menggunakan teknologi blockchain. Melalui proyek ini, obligasi yang sebelumnya hanya dapat diakses dengan modal besar, kini dapat dipecah menjadi aset kripto yang dapat diperjualbelikan secara luas melalui platform digital. Hal ini membuka akses yang lebih luas bagi investor ritel maupun institusi untuk berinvestasi dalam obligasi pemerintah.

Menurut laporan dari Boston Consulting Group (BCG), nilai pasar aset yang ditokenisasi, termasuk obligasi, diproyeksikan akan meningkat pesat dalam beberapa tahun ke depan. Laporan tersebut memperkirakan bahwa pasar tokenisasi aset dunia akan mencapai nilai lebih dari $16 triliun pada tahun 2030, mencakup tokenisasi obligasi, properti, dan ekuitas. Teknologi tokenisasi ini mempermudah akses bagi investor, meningkatkan efisiensi, transparansi, serta menurunkan biaya transaksi.

CEO PT Sejahtera Bersama Nano Gumarus Dharmawan William menyatakan, “Ini adalah langkah besar bagi Indonesia. OJK menjadi regulator keuangan pertama di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, yang mengizinkan implementasi proyek tokenisasi obligasi pemerintah. Melalui produk kami, ID Digital Bonds, kami bangga menjadi pelopor di Indonesia dengan obligasi INDON34 sebagai aset dasar.”

Sebelumnya, obligasi INDON34 yang berdenominasi dolar AS hanya dapat diakses oleh investor dengan pembelian minimum sebesar $200 ribu (sekitar Rp3,1 miliar). Dengan tokenisasi melalui IDDB, akses ini diperluas dengan pembelian minimum sebesar $1.000 (sekitar Rp15,5 juta) per token, menjadikan IDDB lebih inklusif untuk berbagai lapisan masyarakat.

Presiden Direktur Nanovest Billy Surya Jaya menyatakan, “Inovasi tokenisasi melalui IDDB merupakan langkah strategis untuk membawa perubahan dalam pasar obligasi di Indonesia. Kami berharap produk ini dapat mendorong arus modal masuk ke dalam negeri dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.”

Selama 12 bulan ke depan, IDDB akan melalui fase uji coba di sandbox OJK sebelum menerima regulasi penuh. Proyek ini melibatkan kolaborasi antara SBN sebagai penerbit token, Nanovest sebagai platform pertukaran kripto Indonesia, STAR Asset Management sebagai mitra manajer investasi, dan Bank Sinarmas sebagai kustodian.

Hanif Mantiq, Direktur STAR Asset Management, menambahkan, “Inovasi tokenisasi ini membuktikan bahwa aset kripto dan obligasi pemerintah dapat bersinergi dengan harmonis, menawarkan opsi investasi yang lebih aman dan terjangkau. Investor kripto kini dapat berinvestasi dalam obligasi pemerintah dengan kemudahan yang sama seperti investasi kripto.”

Proyek tokenisasi ini tidak hanya bertujuan untuk memodernisasi pasar modal Indonesia, tetapi juga meningkatkan inklusi keuangan dengan membuka peluang bagi lebih banyak investor, baik domestik maupun internasional, untuk berpartisipasi dalam instrumen keuangan di Indonesia.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Siapkan Aturan untuk Platform Agregasi Finansial

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menyosialisasikan Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) mengenai Penyelenggara Agregasi Jasa Keuangan (PAJK). Aturan ini dirancang untuk memperkuat pengawasan terhadap layanan agregasi jasa keuangan yang semakin berkembang seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi dalam sektor keuangan.

Rancangan aturan tersebut akan mengatur kegiatan penyelenggara agregasi dalam memastikan layanan yang aman, bertanggung jawab, dan melindungi konsumen.

RPOJK ini bertujuan untuk memberikan kerangka regulasi yang jelas bagi para pelaku industri yang berperan dalam menyediakan platform pembanding dan distribusi produk keuangan, serta memperkuat pengawasan terhadap perlindungan data konsumen. Menurut OJK, dengan hadirnya aturan ini, layanan agregasi dapat berjalan optimal, meningkatkan efisiensi transaksi, serta memperluas inklusi keuangan di Indonesia.

Sebelumnya untuk layanan agregasi finansial diatur dalam regulatory sandbox OJK atau Inovasi Keuangan Digital. Per Maret 2024, ada 36 pemain digital yang masuk ke dalam sandbox tersebut, di antaranya CekAja, Cermati, Paper.id, Oy!, Alumak, BRIIX, dan beberapa lainnya.

Keamanan dan perlindungan konsumen

Salah satu sorotan utama dari rancangan peraturan ini adalah penguatan perlindungan konsumen, terutama dalam hal keamanan data pribadi dan transaksi keuangan. PAJK diharuskan mematuhi ketentuan keamanan siber dan perlindungan data sesuai standar internasional seperti ISO 27001. OJK menekankan pentingnya keamanan sistem elektronik yang digunakan PAJK, terutama dalam menjaga kerahasiaan dan keamanan data konsumen.

Menurut OJK, PAJK memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa informasi produk keuangan yang disajikan kepada masyarakat akurat dan transparan. Di samping itu, mereka juga harus menjaga keandalan sistem informasi dan perlindungan data konsumen.

Selain itu, layanan agregasi jasa keuangan yang diatur dalam RPOJK ini diharapkan dapat mendukung upaya pemerintah dalam memperluas inklusi keuangan. PAJK berperan penting dalam membantu masyarakat membandingkan dan memilih produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan profil mereka. Dengan memanfaatkan platform digital, konsumen akan semakin mudah mengakses informasi tentang produk-produk keuangan seperti kredit, tabungan, hingga asuransi, tanpa harus mengunjungi lembaga keuangan secara langsung.

Aturan perizinan dan sanksi tegas

RPOJK ini juga mengatur perizinan bagi penyelenggara PAJK, di mana setiap pihak yang ingin menjalankan layanan agregasi wajib memperoleh izin usaha dari OJK. Selain itu, penyelenggara diwajibkan berbadan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor minimal Rp2,5 miliar.

Dalam hal penegakan aturan, OJK menetapkan sanksi tegas bagi PAJK yang melanggar ketentuan. Sanksi yang dapat diberikan antara lain peringatan tertulis, denda hingga Rp1 miliar, penghentian kegiatan, hingga pencabutan izin usaha.

PAJK diharuskan bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan (LJK) yang telah terdaftar dan memiliki izin dari OJK. Kerja sama ini dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mencakup tanggung jawab masing-masing pihak, termasuk mekanisme penanganan pengaduan dan pertukaran data konsumen yang aman.

Selain itu, dalam menjalankan kegiatan agregasi, PAJK diwajibkan untuk secara transparan menyampaikan kepada konsumen bahwa produk keuangan yang ditawarkan bukan milik PAJK, melainkan dari lembaga keuangan mitra. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya misinformasi yang dapat merugikan konsumen.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

IDDB Menjadi Proyek Tokenisasi Surat Utang Pertama di Indonesia

PT Sejahtera Bersama Nano (SBN), perusahaan yang menaungi Nanovest, secara resmi meluncurkan proyek tokenisasi surat utang pertama di Indonesia, ID Digital Bonds (IDDB). Proyek ini menandai langkah besar dalam adopsi teknologi blockchain di sektor keuangan Indonesia, khususnya pada obligasi pemerintah. Saat ini, IDDB telah memasuki tahap awal proses sebagai peserta Sandbox OJK dan segera akan diperdagangkan melalui platform Nanovest.

IDDB merupakan token yang mewakili obligasi pemerintah seri INDON 34, dan memberikan akses investasi dengan modal yang lebih rendah dibandingkan pembelian obligasi konvensional. Jika umumnya transaksi obligasi INDON 34 membutuhkan minimal $200.000, dengan IDDB, investor dapat mulai berinvestasi hanya dengan $1.000. Ini menjadi terobosan bagi pasar obligasi di Indonesia, membuatnya lebih inklusif dan mudah diakses.

Proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara SBN sebagai penerbit token, Nanovest sebagai crypto exchange yang memfasilitasi perdagangan token, STAR Asset Management sebagai mitra manajer investasi, dan Bank Sinarmas sebagai kustodian yang bertanggung jawab atas penyimpanan aset keuangan.

CEO IDDB Gumarus Dharmawan William menyatakan keyakinannya bahwa inovasi ini akan memberikan likuiditas, transparansi, dan aksesibilitas yang belum pernah terjadi sebelumnya di pasar obligasi Indonesia. “Melalui IDDB, kami berharap dapat meningkatkan capital inflow yang positif ke Indonesia dan turut berkontribusi dalam pembangunan negeri,” ujarnya.

Selain itu, Billy Surya Jaya, Direktur Utama Nanovest, menambahkan bahwa platform mereka sangat senang dapat menjadi fasilitator dalam memperkenalkan token IDDB kepada publik. “Kami berkomitmen untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi investor melalui produk ini,” kata Billy.

Dengan potensi pasar tokenisasi global yang terus berkembang, proyek IDDB diharapkan mampu memanfaatkan tren positif ini untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut laporan terbaru, pasar tokenisasi diperkirakan akan tumbuh dari USD 2,3 miliar pada 2021 menjadi USD 5,6 miliar pada 2025, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 19%.

IDDB diharapkan segera diperdagangkan di Nanovest, memberikan peluang bagi para investor untuk berpartisipasi dalam aset obligasi dengan risiko rendah namun berpotensi menguntungkan.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Luncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) untuk periode 2024-2028. Peluncuran ini dilakukan dalam acara Digital Financial Innovation Day atau OJK Digination Day 2024 di Jakarta.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan bahwa kehadiran bidang baru IAKD di OJK diharapkan mampu menjadi platform yang membawa manfaat besar bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan inklusi keuangan di seluruh Indonesia. “Industri IAKD memiliki kontribusi penting dalam pembangunan nasional,” ujarnya.

Fokus empat pilar strategis

Peta Jalan IAKD 2024-2028 ini disusun untuk mendukung pertumbuhan sektor IAKD yang kuat, seimbang, inklusif, dan berkelanjutan. Fokus utamanya mencakup empat pilar strategis, yaitu Pengaturan dan Pengembangan, Pengawasan dan Penegakan Hukum, Perizinan dan Informasi, serta Inovasi.

Kepala Eksekutif Pengawas IAKD OJK, Hasan Fawzi, menyatakan bahwa peta jalan ini akan diimplementasikan dalam tiga fase yang saling berkesinambungan hingga tahun 2028. “Sembilan program strategis telah kami rumuskan untuk mencapai tujuan tersebut,” ungkapnya. Program-program ini mencakup berbagai aspek penting, seperti pengembangan Regulatory Sandbox, peningkatan literasi keuangan digital, dan transformasi organisasi.

OJK juga menegaskan pentingnya sinergi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, kementerian, lembaga, pelaku industri, dan masyarakat. Kolaborasi ini dianggap sebagai kunci keberhasilan implementasi Peta Jalan IAKD.

Dalam acara peluncuran ini, OJK juga mengadakan talk show bertema “Arah Pengembangan dan Penguatan Industri IAKD ke Depan,” yang menghadirkan berbagai pembicara kunci dari internal OJK dan perwakilan asosiasi.

Rangkuman Peta Jalan IAKD 2024-2028

Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) 2024-2028 yang disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki beberapa poin utama sebagai berikut:

  1. Empat Pilar Strategis
  • Pengaturan dan Pengembangan: Membangun regulasi yang mendukung inovasi, sambil memastikan mitigasi risiko yang efektif.
  • Pengawasan dan Penegakan Hukum: Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk menjaga stabilitas dan integritas pasar.
  • Perizinan dan Informasi: Memperkuat proses perizinan dan meningkatkan transparansi informasi di sektor IAKD.
  • Inovasi: Mendorong pengembangan inovasi teknologi yang berkelanjutan di sektor keuangan.
  1. Tiga Fase Implementasi
  • Fase 1 (2024-2025): Penguatan Fondasi Pengaturan dan Pengawasan.
  • Fase 2 (2026-2027): Akselerasi Pengembangan dan Penguatan.
  • Fase 3 (2027-2028): Pendalaman dan Pertumbuhan Berkelanjutan.
  1. Sembilan Program Strategis
  • Regulatory Sandbox: Pengembangan klaster Regulatory Sandbox untuk pengujian inovasi keuangan.
  • Digital Innovation Center: Pembentukan pusat inovasi digital untuk mendukung ekosistem keuangan.
  • Standarisasi dan Pedoman Inovasi: Penyusunan standar dan pedoman untuk inovasi teknologi di sektor keuangan.
  • Suptech dan Regtech: Penggunaan teknologi untuk mendukung pengawasan dan regulasi.
  • Pilot Project: Implementasi proyek percontohan untuk pertumbuhan sektor jasa keuangan.
  • Literasi dan Inklusi Keuangan Digital: Peningkatan literasi dan inklusi digital di masyarakat.
  • Transformasi Organisasi dan SDM: Transformasi kelembagaan dan pengembangan sumber daya manusia.
  • Aliansi Strategis: Pembentukan aliansi strategis dengan berbagai pemangku kepentingan.
  1. Target Utama
  • Peningkatan Produk dan Layanan: Diharapkan jumlah produk dan layanan ITSK meningkat dari 5 menjadi 100.
  • Peningkatan Kemitraan: Jumlah kemitraan di sektor ITSK diproyeksikan meningkat dari 953 menjadi 5.000.
  • Pertumbuhan Pengguna ITSK: Keterlibatan pengguna ITSK diharapkan meningkat dari 277.887 menjadi 5 juta pengguna.
  • Nilai Transaksi Aset Kripto: Nilai transaksi aset kripto diproyeksikan mencapai Rp 1.000 triliun pada tahun 2028.
  1. Penguatan Keamanan Siber
  • Peningkatan keamanan siber untuk melindungi ekosistem keuangan digital dari ancaman serangan siber.
  1. Komitmen Terhadap Keberlanjutan
  • Integrasi prinsip keberlanjutan (Environmental, Social, and Governance/ESG) dalam setiap inisiatif dan inovasi di sektor IAKD.

Poin-poin ini mencerminkan fokus OJK dalam menciptakan ekosistem keuangan digital yang inovatif, berkelanjutan, dan inklusif, sekaligus menjaga stabilitas dan integritas pasar keuangan di Indonesia.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Berencana Naikkan Limit Fintech Lending Produktif, Ini Gambaran Sektornya

Pekan lalu, OJK menerbitkan pengumuman bahwasanya mereka tengah menyusun Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) atau fintech lending. Saat ini prosesnya telah mencapai penyusunan peraturan, termasuk menerima pandangan dan masukan dari pemangku kepentingan.

Ada beberapa aspek yang coba dirombak, antara lain kelembagaan, manajemen risiko, tata kelola dan pelindungan konsumen, serta penguatan dukungan terhadap sektor produktif. Fokus pada sektor produktif tersebut sejalan dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028 yang bertujuan agar mening​katkan kontribusi terhadap UMKM dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Salah satu pembaruan yang cukup mencolok adalah rencana OJK untuk meningkatkan batas maksimum pendanaan produktif lebih tinggi dibanding batas maksimum sebelumnya sebesar Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar.

Bukan tanpa syarat, pemain fintech lending yang dapat menyalurkan batas maksimal tersebut harus memenuhi kriteria tertentu antara lain memiliki rasio TWP90 maksimum sebesar 5%. Seperti diketahui, TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.

Penyaluran pendanaan produktif

Melihat statistik fintech yang dirilis OJK pada April 2024, total pembiayaan yang berhasil didistribusikan sekitar Rp6,9 triliun. Angka tersebut setara dengan 31,86% dari total pinjaman — yang artinya fintech lending masih didominasi untuk mengakomodasi kebutuhan konsumtif.

Jika dipetakan berdasarkan sektornya, sebagian besar pinjaman produktif masih berkuat di industri ritel dan F&B. Tidak dimungkiri sejumlah nama besar dalam fintech lending produktif memang memiliki produk andalan invoice financing untuk membantu pengadaan di kalangan peritel – sebut saja AwanTunai, Modalku, KoinWorks, dan beberapa lainnya.

Penyaluran sektor produktif oleh fintech lending / DailySocial.id
Penyaluran sektor produktif oleh fintech lending / DailySocial.id

Sementara sektor underserved lain seperti pertanian justru memiliki tantangan yang cukup rumit. Hal ini terbukti dengan sejumlah pemain besar di segmen ini memiliki operasional yang tidak stabil, bahkan sebagian menyerah. Sebut saja Tanihub yang akhirnya pailit akibat platform TaniFund untuk pinjaman produktif ke petani tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Investigasi OJK menemukan fakta bahwa TKB90 platform tersebut hanya 36%. Akibatnya banyak pemberi pinjaman yang mengalami kerugian akibat kredit macet yang sangat besar. Ada sekitar 128 investor yang dirugikan, dengan total nilai investasi gagal bayar sekitar Rp14 miliar.

Tidak hanya TaniFund, startup sejenis lain iGrow sempat mengalami masalah serupa. Namun dengan berada di bawah naungan LinkAja (diakuisisi), tampaknya  masalah tersebut lebih teratasi. Namun demikian faktanya mereka memiliki TKB90 hanya 53,44%. Idealnya persentase untuk bisnis yang sehat di atas 95%.

Masih banyak PR yang harus dikerjakan oleh para stakeholder untuk memaksimalkan penyaluran pinjaman produktif dari fintech lending.

Berdasarkan riset EY bertajuk “MSME Market Study and Policy Advocacy”, total kebutuhan pembiayaan UMKM pada tahun 2026 diproyeksikan mencapai Rp4.300 triliun dengan kemampuan suplai sebesar Rp1.900 triliun. Sehingga akan ada credit gap sebesar Rp2.400 triliun dari lembaga jasa keuangan konvensional, ini memang menjadi peluang bagi fintech lending untuk berkontribusi.

Sementara menurut data AFPI, per 2023 ada sekitar 46,6 juta UMKM yang belum tersentuh kredit perbankan, menyisakan credit gap Rp1.650 triliun.

OJK Terbitkan Regulasi Baru Atur Digitalisasi Asuransi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 8 Tahun 2024 yang mengatur tentang produk asuransi dan saluran pemasaran produk asuransi. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap perkembangan inovasi di sektor asuransi dan untuk menyederhanakan proses perizinan, dengan fokus utama pada digitalisasi layanan asuransi.

Peraturan baru ini muncul sebagai bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). UU ini menekankan perlunya penyesuaian terhadap regulasi sebelumnya, terutama dalam penggunaan polis asuransi secara elektronik atau digital dan tata kelola pengembangan produk asuransi​.

“Perkembangan inovasi produk asuransi yang semakin variatif dan dinamis menuntut adanya penyempurnaan regulasi,” ujar juru bicara OJK dalam konferensi pers. “Kami ingin memastikan bahwa proses perizinan tetap efektif dan efisien, serta memberikan perlindungan optimal bagi konsumen.”

Salah satu poin penting dari POJK ini adalah pengaturan penyelenggaraan produk asuransi secara digital. Perusahaan asuransi diwajibkan untuk memiliki tanda daftar sebagai penyelenggara sistem elektronik serta menerapkan prosedur manajemen risiko teknologi informasi. Selain itu, kerja sama dengan pihak ketiga untuk penyelenggaraan produk asuransi secara digital juga harus mendapatkan persetujuan dari OJK terlebih dahulu​.

Regulasi ini juga mengatur agar perusahaan asuransi yang mengembangkan produk asuransi digital harus mencantumkan rencana pengembangan dalam rencana bisnis mereka. Komite pengembangan produk asuransi kemudian akan meninjau dan memberikan rekomendasi atas rencana tersebut sebelum dapat dipasarkan.

POJK 8 Tahun 2024 menyederhanakan mekanisme persetujuan dan pelaporan produk asuransi. Produk asuransi baru dan produk dengan kriteria tertentu wajib mendapatkan persetujuan OJK sebelum dipasarkan. Namun, ada juga produk yang hanya perlu dilaporkan paling lambat lima hari kerja setelah dipasarkan, tanpa perlu persetujuan awal​.

Peraturan ini juga menegaskan penerapan prinsip syariah dalam setiap penyelenggaraan produk asuransi syariah. Perusahaan asuransi syariah harus mendapatkan fatwa atau pernyataan kesesuaian syariah dari lembaga yang berwenang dan opini dari dewan pengawas syariah​.

OJK juga menetapkan sanksi administratif bagi perusahaan asuransi yang melanggar ketentuan persetujuan dan pelaporan. Keterlambatan pelaporan bisa dikenai denda sebesar Rp500.000 per hari dengan maksimal denda Rp100.000.000​.

Peraturan ini akan mulai berlaku enam bulan sejak diundangkan, memberikan waktu transisi bagi perusahaan asuransi untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan baru. Selama masa transisi, perusahaan diharapkan dapat mengimplementasikan seluruh substansi pengaturan yang ada dalam POJK ini.

Dengan regulasi baru ini, OJK berharap dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan produk asuransi, sekaligus melindungi kepentingan konsumen di era digital yang semakin maju.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Cabut Izin Usaha Fintech Lending TaniFund

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT TaniFund Madani Indonesia akibat gagal memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak mengimplementasikan rekomendasi pengawasan dari otoritas. Keputusan ini diambil berdasarkan Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-19/D.06/2024 tanggal 3 Mei 2024.

Kepala Departemen Literasi Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa, menyatakan bahwa pencabutan izin ini merupakan langkah tegas OJK dalam memastikan kepatuhan regulasi di industri fintech.

“Pencabutan ini dilakukan setelah berbagai upaya pengawasan dan sanksi administratif yang kami berikan, namun TaniFund tetap tidak dapat menyelesaikan permasalahannya,” ujar Aman.

TaniFund, yang sebelumnya beroperasi di sektor pinjaman online untuk pertanian, mengalami peningkatan kredit macet yang signifikan. Menurut data dari OJK, tingkat kredit bermasalah di TaniFund mencapai 63,93%, jauh di atas ambang batas yang ditolelir.

Selain itu, TaniFund juga terlibat dalam beberapa kasus hukum terkait gagal bayar kepada para investor, yang menambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi.

“TaniFund harus segera menghentikan kegiatan usahanya dan melakukan likuidasi untuk memenuhi kewajiban kepada para pihak terkait,” tambah Aman.

Dalam rangka memberikan perlindungan kepada para investor dan pengguna, OJK juga telah melimpahkan kasus pidana terkait TaniFund kepada aparat penegak hukum untuk diproses lebih lanjut. Keputusan ini diharapkan akan menjadi pelajaran bagi industri fintech lainnya untuk lebih memperhatikan kepatuhan dan manajemen risiko dalam operasional mereka.

Dengan dicabutnya izin TaniFund, OJK berharap dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap industri fintech lending di Indonesia dan mempromosikan pertumbuhan yang sehat serta bertanggung jawab di sektor keuangan digital.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Gencar Dorong Penggunaan Tanda Tangan Elektronik untuk Keuangan Digital

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) gencar mendorong penggunaan tanda tangan elektronik untuk memastikan keamanan dan keabsahan transaksi digital di sektor jasa keuangan yang cenderung memiliki risiko penipuan tinggi.

Dalam keterangan resminya, Kepala Departemen Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Keuangan Khusus OJK Ahmad Nasrullah mengungkap tengah mengajak diskusi dengan Kominfo untuk membahas lebih lanjut penerapan Pasal 17 Ayat 2a UU ITE 2024 yang memuat penerapan tanda tangan elektronik.

Perlu diketahui, UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) memuat sejumlah pasal baru yang mengatur penggunaan tanda tangan elektronik.

Pasal 17 Ayat 2a memuat transaksi elektronik yang memiliki risiko tinggi bagi para pihak menggunakan tanda tangan elektronik yang diamankan dengan sertifikat elektronik. Salah satu transaksi elektronik berisiko tinggi adalah transaksi keuangan secara digital.

“Selanjutnya, OJK akan menindaklanjuti khususnya pengaturan P2P Lending. Dengan demikian, berkaitan dengan proses bisnis BNPL (Buy Now Pay Later) atau transaksi keuangan digital lain yang dilakukan tanpa tatap muka termasuk dalam kategori transaksi elektronik berisiko tinggi yang wajib menggunakan tanda tangan digital tersertifikasi,” tuturnya dalam Seminar Nasional Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) di Bali awal Maret ini.

Berdasarkan temuan Kominfo, terdapat 486.000 laporan masyarakat terkait tindak pidana informasi dan transaksi elektronik selama 2017–2022. Jumlah tersebut didominasi oleh transaksi daring dengan 405.000 laporan.

Sementara, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) menerima dan menangani 2.501 pengaduan pada 2023, juga didominasi laporan terkait penipuan.

Perkembangan ekosistem

Ekosistem penyedia tanda tangan elektronik tumbuh sejalan dengan berkembangnya layanan digital di Indonesia, dari layanan e-commerce, transportasi, hingga jasa keuangan. PrivyID adalah salah satu pemain awal yang menawarkan solusi tanda tangan digital.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id di 2016, Founder dan CEO PrivyID Marshal Pribadi mengungkap bahwa saat itu awareness dan edukasi masih menjadi ganjalan utama adopsi tanda tangan elektronik, khususnya bagi segmen perorangan.

Kini, tanda tangan elektronik tersertifikasi telah diakui kekuatan hukumnya seperti tanda tangan basah karena telah disertai jaminan keabsahan identitas dari para penandatangan dokumen elektronik

Salah satu kelebihannya adalah dapat direkam dan disimpan secara digital sehingga sulit untuk dipalsukan dan dimanipulasi untuk meminimalkan risiko pembuatan dokumen palsu. Tanda tangan elektronik juga punya tracking waktu pembubuhan akurat yang penting untuk proses transaksi, hukum, hingga investasi.

Beberapa penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) di Kominfo dan tercatat di OJK sebagai Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital klaster Regtech E-Sign adalah Privy, Tilaka, Xignature, dan Vida.

OJK Terbitkan Aturan Baru untuk Awasi Pelaku Fintech dan Kripto

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja menerbitkan Peraturan OJK Nomor 3 Tahun 2024 (POJK 3/2024) tentang Penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) yang memuat beberapa pasal pokok, yakni Regulatory Sandbox dan aset keuangan digital.

Aturan ini dibuat berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Melalui POJK 3/2024, pemerintah berupaya menciptakan ekosistem fintech yang terintegrasi dengan pendekatan berbasis aktivitas. Tujuannya untuk mendukung inovasi yang memastikan pelindungan konsumen dan mitigasi risiko.

DailySocial.id merangkum beberapa pasal pokok POJK /2024, di dalamnya terdapat penyempurnaan mekanisme Regulatory Sandbox atau fasilitas untuk menguji dan mengembangkan inovasi teknologi keuangan. Penyempurnaan ini meliputi sejumlah aspek, seperti penambahan kriteria kelayakan, persyaratan pengujian, hingga kebijakan keluar (exit policy).

Pasal 50 Ayat 1 menetapkan bahwa penyelenggara inovasi keuangan digital yang sedang dalam proses permohonan dan peserta yang masih dalam pelaksanaan Regulatory Sandbox seperti diatur dalam POJK 13/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital diberikan status:

  • Direkomendasikan dengan kewajiban melakukan pendaftaran atau izin usaha kepada OJK.
  • Direkomendasikan tanpa kewajiban melakukan pendaftaran atau izin usaha kepada OJK.
  • Tidak direkomendasikan, paling lambat enam bulan sejak berlakunya POJK 3/2024.

Kemudian, aset keuangan digital juga diatur dalam Pasal 2 POJK 3/2024 sebagaimana juga telah diatur dalam Pasal 6 UU P2SK. Adapun, ruang lingkup ITSK yang diatur dalam Pasal 2 meliputi:

  • Penyelesaian transaksi surat berharga.
  • Penghimpunan modal.
  • Pengelolaan investasi.
  • Pengelolaan risiko.
  • Penghimpunan dan/atau penyaluran dana.
  • Pendukung pasar.
  • Aktivitas terkait aset keuangan digital, termasuk aset kripto.

“POJK 3/2024 juga menetapkan kewajiban untuk memperoleh status izin bagi penyelenggara, meningkatkan koordinasi antarpengawas dalam pengaturan dan pengawasan, serta meningkatkan literasi keuangan dan pelindungan konsumen,” demikian tertulis dalam pernyataan resmi OJK beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, transisi pengawasan aset kripto dari Bappebti ke OJK diberikan masa waktu peralihan selama 2 tahun. Sementara, Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengawal transisi ini akan disusun dalam 6 bulan ke depan dengan mengacu pada beberapa langkah, termasuk mekanisme pengalihan.

Secara keseluruhan, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mencatat terdapat 336 perusahaan fintech terdaftar di Indonesia. Sementara, Bappebti mencatat ada 33 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) yang terdaftar dan teregulasi.

Empat Bulan Kegiatan Dibatasi OJK, Akulaku Finance Alami Penurunan Bisnis 30%

PT Akulaku Finance Indonesia, perusahaan pembiayaan di balik layanan paylater Akulaku, kini tidak lagi mendapatkan pembatasan usaha oleh OJK. Hal ini disampaikan langsung Presiden Direktur Akulaku Finance Efrinal Sinaga. Kini perusahaan siap kembali memperbaiki performa bisnis yang sempat turun sejak surat pembatasan turun di awal Oktober 2023.

Kepada DailySocial.id, Efrinal mengatakan bahwa transaksi bisnis Akulaku turun hampir 30% selama masa pembatasan tersebut. Agar tidak lagi tersandung masalah yang sama, ke depannya pihak Akulaku berkomitmen untuk menjalankan bisnis operasional sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

“Tahun ini ada beberapa program marketing yang akan kami luncurkan seperti co-branding, thematyc, juga  penambahan channel dan ekspansi coverage area [..] Sesuai rencana bisnis Akulaku Finance Indonesia juga akan meningkatkan pembiayaan di sektor produktif dan pengembangan area lain seperti pembiayaan otomotif,” ujarnya.

Di Indonesia, grup Akulaku menjalankan 3 perusahaan, yakni Asetku (PT Pintar Inovasi Digital) yang fokus ke cashloan, kemudian Akulaku (PT Silvrr Indonesia) sebagai platform marketplace, dan Akulaku Finance (PT Akulaku Finance Indonesia) yang menjalankan bisnis paylater.

Grup Akulaku juga menjadi pemegang saham kendali Bank Neo Commerce. Sejak 2022 perusahaan juga mulai merilis layanan OneAset sebagai layanan investasi untuk pengguna.

Akulaku Finance sendiri mengklaim sudah memiliki 11 juta pengguna terdaftar dengan 7 juta pengguna aktif bulanan. Ekosistem pengguna tersebut menghasilkan lebih dari 300 juta transaksi di platform mereka.

Di lini paylater, Akulaku bersaing langsung dengan sejumlah pemain kunci seperti Kredivo, Indodana, Shopee Paylater, Gopaylater, dan beberapa lainnya.

Akulaku saat ini telah menjadi salah satu unicorn yang beroperasi di Indonesia. Terakhir mereka mendapatkan pendanaan $200 juta dari Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) pada akhir 2023.

Sebelumnya, Akulaku memperoleh pendanaan sebesar $100 juta dari Siam Commercial Bank (SCB) pada awal 2022. Perolehan ini melanjutkan putaran investasi $125 juta di tahun sebelumnya dipimpin Silverhorn Group, yang sekaligus menjadi mitra pembiayaan (financing partner) sejak 2018

Application Information Will Show Up Here