DPC 2021 Dota 2 di Mata Tokoh-Tokoh Dota Indonesia, dari Melon sampai IYD

Musim baru DPC 2021 Dota 2 hadir dengan beberapa perubahan yang terbilang sudah cukup lama diinginkan oleh komunitas profesional Dota 2. Apakah perubahan tersebut berarti akan berdampak baik? Atau mungkin punya potensi menghadirkan masalah di masa depan? Dalam artikel ini saya menanyakan pendapat dari 3 sosok shoutcaster Dota ternama di Indonesia, ada Gisma “Melon”, Yudi “JustInCase”, dan Dimas “Dejet” seputar DPC 2021. Selain itu, saya juga bertanya kepada Gary Ongko Putera selaku owner dari BOOM Esports untuk mendapatkan opini dari sudut pandang praktisi, serta Muhammad “InYourDream” Rizky sebagai perwakilan pemain. Seperti apa jawaban-jawaban mereka? Mari kita simak.

 

Dota 2 Pro Circuit 2021: Kompetisi Dota Ala Liga Sepak Bola Inggris

DPC 2021 menampilkan perubahan format. Perubahan tersebut adalah kehadiran pertandingan liga yang terstruktur dan berdurasi lebih panjang. Liga Dota kini jadi layaknya liga sepak bola inggris. Ada divisi atas dan divisi bawah. Apabila tim divisi atas turun ke peringkat paling bawah, maka ia akan turun kasta ke divisi bawah dan sebaliknya (tim terbaik dari divisi bawah akan naik kasta ke divisi atas).

Selain itu, kesempatan masuk liga juga terbuka bagi siapapun yang mau berjuang lewat babak Open Qualifier. Bagaimana pendapat dari narasumber terkait hal tersebut? Apakah perubahan tersebut memberi angin segar kepada tim kelas amatir/semi-pro?

Dimas Surya Rizky yang dikenal dengan nama panggung "Dejet". Sumber Gambar - Instagram @papadejet
Dimas Surya Rizky yang dikenal dengan nama panggung “Dejet”. Sumber Gambar – Instagram @papadejet

Dejet: Menurut gue bagus banget, tim kecil akhirnya punya wadah untuk berpartisipasi di turnamen resmi Valve. Kalaupun tidak mendapat kemenangan, minimal banget tim-tim tersebut bisa mendapat experience. Jadwal kompetisi pun lebih jelas. Semisal tidak dapat kesempatan di Season 1 masih ada kesempatan di season berikutnya.

Melon: Dengan sistem Open Qualifier, tentunya kesempatan akan terbuka bagi tim-tim yang baru merintis. Walaupun demikian, semakin tinggi divisi maka kompetisi akan menjadi layaknya neraka. Terlepas dari hal tersebut, saya merasa kesempatan yang diberikan Valve sudah cukup bagus. Walau begitu, saya merasa Valve agak kurang mengedukasi seputar sistem kualifikasi tersebut karena saya melihat jumlah pendaftar Open Qualifier cenderung lebih sedikit.

JustInCase: DPC 2021 adalah langkah yang baik dari Valve. Mereka akhirnya sadar bahwa regenerasi pemain kompetitif Dota 2 sudah semakin menurun belakangan. Apalagi mereka juga telah menerima sumber daya finansial yang besar lewat Battle Pass. Karena itu gue rasa memang sudah semestinya Valve memutar otak untuk mengembangkan skena kompetitifnya.

Bicara soal format, gue merasa tim grassroot akan punya kesempatan sangat besar pada musim 2021 ini. Hal tersebut karena Valve menyediakan 4 kali Open Qualifier di dalam satu musim DPC. Karena itu, pemain papan bawah tentunya akan punya semangat lebih untuk berjuang mendaki ke tingkat selanjutnya.

Gary Ongko: Kalau dari sudut pandang manajemen BOOM Esports sebagai pelaku bisnis, jujur sih agak sedih karena prizepool di DPC 2021 cenderung menurun karena cuma ada 2 major saja. Tapi selain itu belum tahu kira-kira bagaimana dampak perubahan format DPC 2021 ini terhadap side-tournament seperti ESL One dan lainnya.

Kalau ditanya soal liga atau turnamen, saya juga belum bisa banyak bicara. Tapi dari apa yang saya lihat, salah satu kelebihan format liga ini adalah kemungkinan tim seperti BOOM Esports bertanding di panggung Major jadi lebih besar. Dari segi bisnis, hal tersebut jadi penting karena akan membuka peluang sponsor untuk bisa masuk. Kalau dari segi challenge, mungkin dari segi visa atau travel. Kalau diperhatikan, jeda tanggal dari akhir liga ke major terbilang cukup pendek. Namun ada info bahwa lokasi pertandingan major sudah dipastikan untuk mempermudah hal tersebut.

InYourDream: DPC 2021 ini bagus menurut gue. Supaya pemain jadi lebih berusaha, punya lebih banyak pertandingan, dan jadi konsisten selama liga berlangsung. Tim rintisan juga punya kesempatan lolos yang besar karena mereka bisa langsung bersaing dengan tim-tim yang lebih jago.

Kalau bicara jadwal pertandingannya, jujur memang padat. Tapi ya beginilah esports. If you want to be a successful player, if you want to win big tournament, then you gotta work for it.

 

Perbaikan Nasib Pemain di DPC 2021?

Muhammad "InYourDream" Rizky yang kini bermain bersama Dreamocel untuk DPC 2021.
Muhammad “InYourDream” Rizky yang kini bermain bersama Dreamocel untuk DPC 2021.

Anda yang sudah sejak lama mengikuti kancah kompetitif Dota 2 mungkin sudah tahu betapa mudahnya nasib pemain profesional jadi terombang-ambing. Satu kali kegagalan saja, maka pemain akan mendapat risiko dipecat oleh organisasi esports terkait. Salah satu perubahan di DPC 2021 adalah sebuah hukuman (berupa potongan poin yang didapat) bagi organisasi apabila mereka bertindak seenaknya kepada pemain. Bagaimana pendapat para narasumber terkait hal tersebut?

Gary Ongko: Bagaimana pengaruh peraturan ini terhadap tim? Menurut gue sih tergantung. Bagi BOOM Esports hal tersebut tidak pengaruh karena mindset manajemen adalah kerja dan komitmen bareng selama satu tahun. Tapi memang tidak bisa dipungkiri juga bahwa ada organisasi lain yang menerapkan cara kerja “kalah ganti lineup”. Bagi manajemen hal tersebut bisa berdampak baik, terutama dari persaingan mendapatkan pemain yang terjadi antar manajemen tim. Dampaknya kami jadi lebih terlindungi dari tindakan poaching. Bisa mengurangi tawaran tiba-tiba dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang membuat pemain jadi tidak fokus.

Dejet: Gue setuju banget sama peraturan tersebut. Benar-benar menjadi usaha Valve untuk meminimalisir “cabut colok pemain”. Harapannya tentu adalah supaya pemain jadi lebih komitmen. Supaya scene internasional tidak seperti scene grassroot yang mana kalah satu turnamen langsung bubar.

JustInCase: Gue merasa peraturan tersebut adalah cara Valve untuk meyakinkan para organisasi untuk terjun. Valve hanya memberi jalan dan kesempatan bagi pemain. Namun pada intinya tetap organisasi esports yang membuat mereka (para pemain) bisa terus memiliki bahan bakar. Dari apa yang gue lihat, Valve memang berusaha memenuhi keinginan berbagai pihak di DPC 2021 ini.

Kebanyakan pemain diuntungkan dengan sistem liga yang baru. Valve juga membuat peraturan roster yang menguntungkan organisasi. Hal tersebut tentunya akan lebih diterima oleh komunitas Dota. Bagaimanapun kita harus sadar bahwa Valve juga berusaha melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan dunia kompetitif Dota. Kita sebagai komunitas, pemain, dan peaku bisnis harus menerima dan bersikap dinamis.

Melon: Gue setuju dengan peraturan dari Valve tersebut. Karena kita coba lihat saja kasus T1 kemarin. Pemain baru masuk beberapa bulan, lalu di-kick, diganti oleh pemain baru. Berkat peraturan tersebut, organisasi-organisasi jadi lebih perhatian dengan masalah tersebut. Jadi mereka setidaknya bisa komitmen mempertahankan kontrak, minimal sampai The International selesai.

InYourDream: Peraturan pemain ini juga salah satu yang bagus. Pemain juga bisa jadi lebih profesional. Contohnya begini misal ada tim menang Major, lalu ada pemain mau keluar karena masalah kecil. Karena peraturan tersebut, pemain jadi enggak bisa keluar dengan seenak hati.

 

Major Tetap Jadi Jalur Utama Menuju The International

Walaupun sudah menghadirkan liga yang terstruktur dengan durasi yang panjang, namun Valve sepertinya masih tetap mengutamakan Major sebagai jalan untuk menuju kompetisi Dota 2 terakbar di dunia, The International. Mengutip laman resmi DPC 2021, dikatakan bahwa Major memiliki total sebesar 2700 poin yang akan didistribusikan sementara Regional League hanya memiliki total sebesar 1150 poin untuk didistribusikan. Apakah pembagian tersebut sudah cukup adil?

Yudi Anggi yang lebih dikenal dengan nama panggung "JustInCase" sebagai shoutcasters Dota 2.
Yudi Anggi yang lebih dikenal dengan nama panggung “JustInCase” sebagai shoutcasters Dota 2.

JustInCase: Pembagian poin ini tujuannya adalah untuk menghibur tim-tim yang berada di papan atas. Kenapa? Karena posisi mereka cenderung jadi lebih sulit karena format liga ini. Mereka harus mempertahankan kursi Upper Division guna melaju ke Major. Apabila mereka gagal di Upper Division, maka mereka harus melangkah dari Lower Division yang bisa berarti kehancuran bagi karir mereka.

Dejet: Pembagian poin ini masih terasa wajar sih kalau menurut gue. Valve pasti sudah memiliki pertimbangannya tersendiri ketika merumuskan hal tersebut. Ibaratnya Regional League jadi seperti Minor di DPC terdahulu. Karena hal tersebut, wajar saja kalau pembagian poinnya adalah seperti demikian.

Melon: Bagus jika pembagian poinnya seperti itu. Pembagian poin tersebut berfungsi untuk menghindari tim-tim yang masuk The International dengan modal poin regional saja. Poin di major dibuat lebih besar supaya mereka yang menang bisa langsung berkesempatan masuk The International. Jadi ibaratnya mereka yang usaha lebih keras juga dapat kemungkinan masuk The International yang lebih besar.

Lalu apakah dengan format seperti ini membuat tim seperti BOOM Esports jadi lebih mudah lolos ke The International atau jadi lebih sulit?

Gary Ongko: Menurut gue sih sama saja, intinya tim dari top 3 akan lolos ke major lewat regional SEA. Tapi kalau bicara dari sisi manajemen sendiri, gue merasa kesempatan BOOM Esports lolos di musim ini lebih besar karena kami konsisten dan tidak banyak berganti roster.

InYourDream: Soal poin enggak terlalu masalah sih. Sedari dulu turnamen Major memang menjadi tolak ukur pemain/tim di dalam DPC ini dan seberapa pantas mereka untuk bisa bertanding di The Internatinal.

 

Aspek Bisnis, Persaingan, dan Potensi Investasi di DPC 2021

Perubahan format tersebut mungkin bisa berdampak baik bagi tim maupun pemain. Namun bagaimana nasib ekosistem esports Dota secara keseluruhan? Dengan jadwal turnamen DPC 2021 yang cukup padat, apakah masih ada ladang bagi penyelenggara pihak ketiga? Apakah ekosistem Dota 2 lokal Indonesia masih bisa tumbuh dan bersemi kembali seperti dahulu?

Sumber Gambar - Acer Predator Official Website.
Sumber Gambar – Acer Predator Official Website.

Melon: Ladang bagi penyelenggara pihak ketiga akan jadi lebih sempit karena DPC 2021 ini. Sistem DPC 2021 membuat jasa EO cenderung akan lebih kesulitan untuk membuat turnamen tingkat regional APAC/SEA. Kenapa? Karena tentu saja tim-tim kelas semi-pro akan lebih memilih untuk bertanding di DPC. Jadwal pertandingan DPC 2021 juga tidak pandang bulu. Kadang-kadang bisa berada di weekdays dan di tengah hari bolong pukul 12 siang waktu Indonesia.

Tapi kalau bicara scene lokal Indonesia, menurut gue perkembangannya akan tetap melibatkan warnet-warnet daerah. Gue merasa cuma dari situ jalan yang paling memungkinkan untuk mengembangkan Dota 2 di Indonesia. Mau tidak mau, prasarana warnet tetaplah dibutuhkan (kesediaan PC dll) baik untuk event ataupun mengembangkan talenta pemain baru.

Dejet: Kalau ditanya menghidupkan scene kompetitif lokal, menurut gue sih pasti lah! Tapi kalau bicara aspek bisnis dari segi penyelenggara pihak ketiga, gue merasa masih ada lahan yang bisa diharap. Jumlah slot DPC kan sangat terbatas. Sementara tim masih amatlah banyak tetrutama dari sisi grassroot entah itu tim amatir, icafe, atau semi-pro. Jadi menurut gue penyelenggara pihak ketiga masih bisa menggarap lahan tersebut dan dapat berperan dalam ekosistem Dota 2 secara keseluruhan.

JustInCase: Menghidupkan scene lokal di Indonesia? Sepertinya cenderung tidak mungkin. Gue mengembangkan WxC Indonesia, memang bisa konstan mendapat pentonton sejumlah belasan sampai puluhan ribu di YouTube. Hal tersebut bisa terjadi karena kami selalu menyiarkan turnamen skala internasional, bukan nasional. Kalau turnamen lokal, viewership-nya jelas akan lebih sedikit. Mungkin maksimum 5 ribu penonton saja.

Jumlah tersebut tentu terhitung rendah apabila dibanding dengan penonton game mobile di scene lokal. Pada sisi lain, sponsor juga lebih tertarik berinvestasi ke game mobile karena melihat angka tersebut. Jadi kalau organizer lokal ingin mendapat jumlah viewership yang besar untuk Dota, mereka harus menyelenggarakan turnamen skala internasional seperti ONE Esports. Pokoknya go big or go home.

InYourDream: Bicara aspek ini sih gue enggak bisa ngomong banyak. Tapi harapan gue sih semoga bisa hidup lagi. Karena menurut gue sebenarnya masih banyak player dota 2 Indonesia yang punya potensi untuk menjadi seorang profesional.

Setelah bicara soal investasi pihak penyelenggara lokal, bagiamana dengan investasi bagi organisasi esports lokal terhadap ekosistem Dota 2? Apakah perubahan format membuat berinvestasi tim Dota 2 di DPC 2021 jadi memiliki potensi keuntungan?

Gary Ongko Putera, Owner dan CEO dari BOOM Esports. Sumber Gambar - YouTube Channel HybridIDN.
Gary Ongko Putera, Owner dan CEO dari BOOM Esports. Sumber Gambar – YouTube Channel HybridIDN.

Gary Ongko: Jujur saja, seperti yang gue bilang dari awal bahwa visi misi BOOM Esports sebagai sebuah tim adalah menembus kancah dunia. Kalau ditanya apakah kepingin ada tim lokal terjun lagi di Dota dan bertanding sama kita? It will be fun menurut gue. Mungkin seru juga kalau ada pertandingan derby lokal di DPC 2021 ini. Tapi balik lagi, organisasi lokal pasti ketinggalan kalau ibaratnya impian mereka cuma untuk kancah lokal saja. Karena apabilanya visi misinya beda, maka investasinya pun jadi berbeda.

Gue sampai akhir dunia akan berusaha mengejar kesuksesan tim-tim seperti Cloud 9, Team Secret, Team Liquid dan sebagainya. Bakal seru tentunya kalau ada kawan se-negara. Tapi jujur ya kita juga sudah biasa juga sih berjuang sendirian… Haha.

JustInCase: Liga yang diberikan Valve tidak seperti liga dari Riot Games atau Moonton yang punya sistem revenue sharing. Karena hal tersebut, sustainability mengikuti liga tersebut tentu menjadi tanda tanya tersendiri bagi organisasi esports. Kalau bicara organisasi lokal, kebanyakan mereka telah nyaman berada di dalam ekosistem Mobile Legends yang memang lebih menguntungkan secara finansial. Menurut gue mereka tidak akan berpikir untuk kembali terjun ke Dota 2 melihat kondisi liga yang disediakan oleh Valve, kecuali liga diubah untuk dapat lebih menguntungkan organisasi esports. Soalnya liga DPC sekarang cenderung lebih menguntungkan bagi pemain dibanding organisasi kalau menurut gue.

Dejet: Menurut gue tahun ini memang tahun yang tepat untuk kembali terjun ke Dota 2 bagi organisasi esports Indonesia. Tapi yang penting organisasi esports lebih jeli dalam mengambil tim dengan mengambil tim-tim yang jelas masuk DPC. Organisasi esports pasti ingin mendapat sorotan terbesar, jadi menurut gue ikut Regional League, Major, dan The International adalah tujuan besar yang perlu dikejar.

Melon: Balik lagi dari sisi edukasi informasinya sih. Kalau seandainya organisasi esports Indonesia tahu bahwa hadiah DPC 2021 ini cukup besar, mereka mungkin akan mempertimbangkan untuk investasi dan konsisten mengikuti Open Qualifier, Stage 1-2, Upper Division, dsb. Karena bagaimanapun hadiah kemenangan adalah salah satu sumber pemasukan bagi organisasi esports.

InYourDream: Yes, menurut gue tahun ini adalah tahun yang tepat. Beberapa alasannya adalah karena sistem DPC sekarang menjadi liga dan prizepool juga di-split dengan sedemikian rupa.

 

Mengharapkan Ekosistem Esports Dota 2 di Masa Depan

Menutup perbincangan ini, apa saja yang jadi harapan dari sosok-sosok tersebut terhadap ekosistem esports Dota 2?

Gary Ongko: Semoga pemain-pemain lokal yang berhasil lolos bisa diakuisisi sama organisasi. Semoga juga semakin banyak yang mau menghidupkan Dota di kancah lokal.

Menurut gue sayang sekali karena talenta Dota 2 Indonesia sebetulnya banyak, tapi malah jadi pemain untuk tim negara sebelah. Kalau secara internasional, semoga liga ini bisa berdampak baik bagi pemain dan tim. Again, format seperti ini sebetulnya perdana di DPC 2021, jadi ya kita lihat saja bakal bagaimana ke depannya. Harapan lain, semoga compendium The International ada lagi dan lebih banyak kosmetik lagi… Haha.

JustInCase: Gue berharap pemain Indonesia yang sebelumnya tidak bersinar bisa mendapatkan kesempatan mereka untuk bermain di kancah internasional lewat DPC 2021 ini. Bukan hanya di Open Qualifier saja, tapi semoga bisa lihat lebih banyak pemain/tim indonesia di Lower ataupun Upper Division. Harapan akhirnya tentu agar bisa melihat pemain Indonesia bermain di panggung The International tahun ini.

Melon: Dampak yang diharapkan tentunya livestream jadi makin meriah dan perhatian orang tentunya jadi tidak lagi hanya terpusat pada BOOM Esports saja. Harapan lainnya adalah semoga tim-tim Indonesia semoga semakin solid dan semakin tambah konsisten.

Dejet: Kalau gue harapannya sih semoga semakin banyak organisasi esports lokal mau terjun ke Dota 2 lagi. Ibaratnya seperti “nagih janji”. Dulu organisasi esports lokal enggak mau turun di Dota kan karena kompetisinya kurang jelas. Sekarang sudah jelas, jadi ayo dibikin timnya.

InYourDream: Kalau harapan gue buat scene Dota lokal indonesia adalah semoga pemain-pemain Indonesia lebih termotivasi lagi buat bersaing and play more Dota 2, that’s all. Buat scene internasional pun juga sama.

Fnatic Rombak Roster Dota 2, Lepas Iceiceice dan Eyyou

Divisi Dota 2 Fnatic melakukan perombakan terhadap roster mereka, melepas Daryl Koh atau Iceiceice, dan Nico Barcelon atau Eyyou. Iceiceice sudah bersama Fnatic Dota 2 sejak tahun 2018 lalu, dan membawa beberapa prestasi kepada tim. Sementara Eyyou jadi kabar yang cukup mengejutkan mengingat dia baru bergabung dengan Fnatic pada 9 September 2020 lalu.

Lewat sebuah post panjang yang diterbitkan oleh  di page Facebook resmi Fnatic Dota, dikatakan bahwa kepergian Iceiceice adalah dari keputusan yang dibuat sendiri oleh dirinya. “Kontrak Daryl Koh atau Iceiceice bersama Fnatic sudah habis, dan dia (iceiceice) telah memilih tidak memperpanjang kontrak untuk tahun berikutnya. Keputusan tersebut diambil oleh Daryl karena ia memiliki ketertarikan untuk berkompetisi di kawasan lain, seraya memperpanjang durasi rehatnya.” Fnatic menjelaskan lewat post di official facebook page Fnatic Dota.

Sementara itu kepergian Eyyou dikatakan karena ia tidak cocok dengan roster yang sudah ada, dan kepergiannya dilakukan berdasarkan keputusan bersama. “Setelah melakukan trial bersama Eyyou selama satu pekan sebagai kapten, kami (Fnatic dan Eyyou) akhirnya melakukan kesepakatan bersama untuk berpisah jalan.” Lanjut post tersebut.

Selama kurang lebih 2 tahun bersama Fnatic, Iceiceice bisa dibilang telah menjadi ikon dari organisasi esports asal Swedia tersebut. Tak hanya karena personalita Daryl yang kadang konyol, tapi juga karena profesionalitas serta kemampuannya sebagai pemain yang begitu tajam di dalam pertandingan.

Iceiceice bersama Fnatic sudah berhasil menuai beberapa prestasi, memenangkan Dota Summit 12 misalnya. Tak hanya itu, Iceiceice juga sempat menelurkan kemenangan beruntun pada rangkaian kompetisi yang diadakan selama situasi pandemi, seperti ESL One Los Angeles 2020 – Online: SEA, BTS Pro Series: SEA, ESL One Brimingham 2020 – Online: SEA, dan World E-Sports Legendary League.

Lebih lanjut Fnatic Dota lalu menjelaskan bahwa mereka akan memainkan Sangdon Lee atau Forev, dan Kenny Deo atau Xepher sebagai standin sementara, untuk melanjutkan sisa kompetisi di dalam turnamen BTS Pro Series Season 3.

Sumber: Fnatic Dota
Sumber: Fnatic Dota

Menutup pernyataan tersebut, Fnatic lalu menjelaskan. “Kami sadar bahwa masa depan Fnatic Dota cerah. Misi kami tetaplah untuk menjadi sebuah tim yang kuat dalam panggung kompetisi internasional. Untuk saat ini, kami memiliki tiga pemain inti yang berdedikasi yaitu MooN, DJ, dan Raven. Karena itu, kami percaya diri bisa membuat roster kompetitif yang berpusat kepada tiga pemain tersebut. Maka dari itu kami akan melakukan trial pemain baru untuk mengisi posisi offlane dan hard support, sampai bisa menemukan sosok yang kompetitif serta menyatu dengan chemistry tim.”

Untuk saat ini, kompetisi yang sedang diikuti oleh tim Fnatic adalah BTS Pro Series Season 3. Karena masalah roster ini, performa Fnatic jadi tak sebegitu bagi, berada di peringkat 10 dalam pertandingan babak grup BTS Pro Series Season 3: SEA dengan catatan menang-seri-kalah 0-0-3. Apakah kehadiran Xepher dan Forev bisa membantu mendongkrak permainan dari Fnatic di masa depan nantinya?

Cerita Team Aquila Atas Pencapaiannya di FSL Dota 2 Open II

Team Aquila, yang berisikan srikandi esports asal Indonesia, berhasil mendapat pencapaian yang baik dalam gelaran Female Esports League (FSL) Dota 2 Open II. Digelar tanggal 29 – 30 Agustus 2020 lalu, turnamen ini mempertandingkan 16 tim Dota 2 se-Asia Tenggara dengan roster yang berisi pemain perempuan saja.

Dalam turnamen ini, lawan dari Team Aquila juga tidak sembarangan. Salah satu tim bahkan sudah dinaungi oleh organisasi esports asal Filipina yaitu Bren Esports. Turnamen terdiri dari dua babak, babak grup, babak Playoff. Berhasil lolos dari babak grup, Team Aquila akhirnya harus terhenti di babak Semi-Final oleh Bren Esports. Sebelum membahas lebih lanjut cerita Team Aquila di turnamen tersebut, berikut daftar pemain Team Aquilla yang bertanding di gelaran FSL Dota 2 Open II.

  • Lanni Padmanegara (Skymeo) – Kapten
  • Dea Aliya Azhar (Catstreak!!!!!)
  • Felicia Elvina (Kael)
  • Elvarica N. (Evy Ivory)
  • Amadea Rista (Shyshyshy)

Tim redaksi Hybrid mewawancarai Lanni Padmanegara, kapten Team Aquila yang juga dikenal sebagai Skymeo. Lanni menceritakan bahwa dirinya memang sudah terjun dunia kompetitif Dota 2 sejak tahun 2016 lalu, lewat liga FSL. “Dulu pertama kali ikut bareng tim NXA Ladies, dan di sana kami berhasil mendapat prestasi. Kalau ditanya bagaimana ceritanya ikut turnamen FSL, ceritanya mungkin bakal panjang, karena aku selalu ikut bertanding di ajang turnamen khusus perempuan yang diadakan secara tahunan tersebut.”

Lanni Padmanegara atau Skymeo, kapten Team Aquila. Sumber: dokumentasi Lanni
Lanni Padmanegara atau Skymeo, kapten Team Aquila – Sumber: dokumentasi pribadi Lanni.

Lanni lalu menceritakan pengalaman mereka selama bertanding di FSL Dota 2 Open II yang diselenggarakan pada akhir pekan lalu tersebut. “Waktu babak grup, kami kesulitan melawan Pacific Pink. Tim tersebut memang konsisten dan hampir enggak pernah ganti roster, jam terbang mereka juga tinggi. Jadi sulit untuk mengimbangi skill dan mekanik mereka. Tapi akhirnya kami lolos babak grup dengan perolehan menang-kalah 2-1.”

“Babak Playoff juga terasa cukup berat sejak pertandingan pertama karena kami sempat kalah di early. Tapi tim kami punya satu tekad untuk tidak mudah menyerah, sehingga akhirnya kami bisa membalikkan kedudukan. Sayangnya kami harus kalah melawan Bren Esports di babak Semi-Final, lagi-lagi karena perbedaan kemampuan individu.” cerita Lanni.

Farand "Koala" Kowara | Sumber: ggScore
Farand Kowara atau Koala, sosok pemain Dota 2 berpengalaman yang dahulu pernah membela tim Rex Regum Qeon | Sumber: ggScore

Dalam menghadapi turnamen FSL Dota 2 Open II, Team Aquila diasuh oleh salah satu sosok ternama dari dunia kompetitif Dota 2 Indonesia, yaitu Farand Kowara atau Koala. Tim redaksi Hybrid juga menanyakan komentar dari Koala terkait pendapat, serta pengalamannya melatih Team Aquila. “Sejauh yang gue ketahui, pemain Team Aquila kebanyakan cuma main biasa, bukan main secara kompetitif. Tapi menurut gue, beberapa dari mereka ada yang memang punya potensi bagus, walau belum paham seluk beluk gameplay Dota 2 secara lebih dalam.” Farand memberi pendapatnya soal Team Aquila.

“Melatih mereka sih bisa dibilang gampang-gampang-susah, kurang lebih mirip-mirip seperti melatih pemain pro. Cuma menurut gue, karena mereka bukan pemain dengan jam terbang tinggi, mereka cenderung lebih mudah menerima masukan, sehingga bisa lebih mudah untuk dibentuk. Pada pertandingan kemarin, gue juga merasa mereka kalah dari Bren Esports cuma karena beda jam terbang aja kok.” Cerita Farand melatih Team Aquila

Lanni lalu menceritakan sedikit pengalamannya bertanding di FSL. “Pengalaman selama bertahun-tahun main di FSL sih banyak sekali suka dan duka. Tapi aku senang sekali jadi punya banyak teman dari sana, terutama sesama perempuan yang ternyata suka kompetisi juga. Dari sana aku juga ketemu sama Dea Aliya Adzar, yang sudah jadi berteman selama 5 tahun, dan selalu satu tim denganku.

Menutup perbincangan, Lanni mengutarakan harapannya. “Pengennya sih terus bertanding di dunia kompetitif Dota kalau memang masih ada kesempatan. Keinginan kompetisi tersebut mungkin jadi semacam ambisi pribadi, soalnya aku masih penasaran ingin mencicipi rasanya jadi juara satu… Hihi. Selain itu aku juga berharap cerita dan pencapaianku bisa menjadi inspirasi untuk female gamers lain, terutama yang punya ambisi di dunia kompetitif. Satu hal yang pasti, jangan cepat menyerah ya!”

Sekali lagi selamat untuk Team Aquilla atas pencapaian yang berhasil diraih dalam turnamen FSL Dota 2 Open II!

Team Secret Juarai Major Kedua di MDL Disneyland Paris Major 2019!

Setelah perjalanan panjang selama kurang lebih satu pekan, 12 Mei 2019 kemarin menjadi puncak gelaran MDL Disneyland Paris Major 2019. Penuh dengan berbagai pertarungan sengit, babak Grand Final akhirnya mempertemukan dua legenda Dota, Clement “Puppey” Ivanov dari Team Secret melawan Kuro “Kuroky” Salehi dari Team Liquid.

Pertandingan antar keduanya berlangsung dengan cukup sengit. Pertandingan dibuka dengan permainan Dark Seer yang sangat brilian dari Ivan “Mind_Control” Borislavov. Berkali kali berhasil membuat Secret kelimpungan, bahkan juga berhasil mendaratkan Vacuum yang membuat Secret berada dalam posisi yang buruk. Morphling Amer “Miracle-” Al-Barkawi berhasil melakukan tugasnya sebagai carry pembersih dengan sangat baik, bahkan sampai mendapat quad-rampage ketika sedang berusaha meruntuhkan pertahanan Team Liquid.

Sumber: Twitter @MarsMedia
Sumber: Twitter @MarsMedia

Tetapi kemenangan game pembuka bukan jaminan kemenangan bagi Team Liquid. Michat “Nisha” Jankowski dan kawan-kawan justru mengamuk di game-game selanjutnya. Pada game-game selanjutnya Liquid jadi semakin kesulitan. Akhirnya Secret melakukan reverse sweep, menjadi juara MDL Disneyland setelah kalahkan Liquid 3-1.

Membahas soal kemenangan Team Secret dalam pertandingan ini, kami berdiskusi dengan salah satu sosok shoutcaster tersohor di kancah Dota Indonesia, Gisma “Melondoto” Priayudha. Menurut sosok yang kerap disapa Melon ini, kunci kemenangan Secret sebenarnya terletak pada permainan mereka di early game.

“Mereka rotasi 3 orang bersama-sama untuk culik musuh di berbagai tempat. Lalu sampai menit 15an mereka baru mulai coba menyebar membantu atau menjaga Nisha. Alhasil networth Nisha sama Midone jadi tak beda jauh. Dua carry jadi, kemenangan jadi cukup  mudah bagi Team Secret” jawab Melon mengomentari match antara Secret melawan Liquid di Grand Final MDL Disneyland Paris Major 2019.

Lebih lanjut bicara soal game terakhir, kami membicarakan soal draft Team Liquid yang cukup bisa dipertanyakan. “Salahnya Liquid mengira bisa menghentikan Sven dan Templar Assassin cuma dengan bermodal Earthshaker saja. Nyatanya, butuh timing yang tepat agar strategi ini berhasil. Pada prakteknya, Secret main berani di game ini, terutama Nisha. Liquid kaget merespon hal ini, akhirnya mereka tidak sempat bereaksi, sehingga membuat permainan bisa selesai dengan cukup cepat.” jawab Melondoto.

Kemenangan ini memberikan Team Secret total hadiah sebesar US$350 ribu atau sekitar Rp5 miliar dan juga Poin DPC sebesar 4950 poin. Dengan ini maka Team Secret masih tetap menjadi pemuncak klasemen di Dota 2 Pro Circuit musim 2018-2019 dengan perolehan sebesar 14250 poin.