Bisnis Cheat Game di Tiongkok Ciptakan Keuntungan Sampai 4,3 Triliun Rupiah

Pasar gaming di Tiongkok terbilang jadi salah raksasa dunia untuk saat ini. Sudah ada beberapa laporan yang membuktikan hal tersebut. Niko Partners memprediksi bahwa pasar game konsol di Tiongkok akan mencapai angka 2,15 miliar dollar pada tahun 2024 mendatang. Pada awal Agustus 2020 lalu, China Game Industry Research Institute melaporkan pemasukan industri game esports di Tiongkok mencapai angka 71,9 miliar yuan.

Besarnya pasar gaming di Tiongkok membuka peluang baru, yang sebenarnya merugikan sang pengembang game, yaitu pasar cheat game. South China Morning Post mengacu kepada informasi dari Tencent, baru-baru ini melaporkan bahwa cheat game online di Tiongkok sudah menjadi bisnis dengan nilai keuntungan mencapai lebih dari 2 miliar yuan (sekitar 4,3 triliun rupiah).

Sumber: Tencent
Besarnya Peacekeeper Elite tidak hanya membuka peluang bagi bisnis esports, tapi juga peluang bagi pembuat cheat game untuk mendulang keuntungan. Sumber: Tencent

Padahal, usaha untuk menanggulangi masalah cheat game di negeri tirai bambu sudah cukup getol, bahkan sampai melibatkan pihak pemerintah. Masih dari South China Morning Post, pemerintah Tiongkok dikabarkan memiliki sebuah operasi bernama Sword Net 2020, yang diluncurkan bulan Juni 2020 kemarin. Operasi tersebut menyasar para pedagang cheat game online, dan sempat membongkar oknum pedagang cheat game online yang sudah mendulang keuntungan sebesar 2 juta yuan dari 2 tahun ia beroperasi.

Tencent sendiri juga terbilang sudah cukup aktif menangani persoalan ini. Tencent pernah mengumumkan lewat sebuah twit, bahwa mereka telah melakukan ban terhadap 2.273.152 akun dan 1.424.854 device di game PUBG Mobile pada 29 Agustus 2020.

Laporan Tencent menyebutkan bahwa kebanyakan cheat berbentuk X-Ray Vision, yang memungkinkan pemain menemukan posisi musuh walau ada tembok/bangunan/pohon membatasi di hadapannya. Cheat kedua terbanyak digunakan adalah Auto-Aim, yang memungkinkan pemain dengan mudah menarget musuh, tanpa perlu banyak menggerakan kontrol.

Lebih lanjut laporan South China Morning Post mengatakan, kebanyakan cheat dijual untuk game online populer di Tiongkok, seperti League of Legends, Apex Legends, PUBG, dan Peacekeeper Elite (PUBG Mobile versi Tiongkok). Dikabarkan juga bahwa di Tiongkok, cheat game dijual pada laman e-commerce dengan menggunakan istilah khusus untuk menyamarkan produk, dan dijual dengan kisaran harga mulai dari 1 hingga 450 dollar AS.

Ekosistem digital yang memungkinkan orang-orang bertindak secara anonim, memang sangat rentan dengan tindak kejahatan. Cheat game, yang bisa dibilang sebagai salah satu bentuk kejahatan siber, bisa tumbuh subur salah satunya karena hal tersebut. Dengan cheat, pemain bisa menjadi hebat dalam game, tanpa harus usaha berlebih. Kalaupun ketahuan, konsekuensi bagi pelaku cheat biasanya cuma berupa ban akun, yang terbilang kurang memberi efek jera. Maka dari itu tidak heran jika usaha menjual cheat jadi sesuatu yang menguntungkan, bahkan di Tiongkok, negara yang terbilang satu tahap lebih maju untuk mengurusi masalah cheat game.

Singapura Bentuk Singapore Games Association Untuk Bantu Perkembangan Esports dan Game

Singapura dikabarkan akan membuat sebuah badan perniagaan untuk games dan esports yang memiliki nama Singapore Games Association (SGGA). Mengutip dari ZDnet, badan ini dibuat dengan tujuan untuk membangun dan mendorong keberlangsungan hidup ekosistem game dan esports di Negeri Singa. Masih dari ZDnet beberapa usaha yang dilakukan termasuk menyokong developer game lokal, dan mempromosikan game hasil kreasi lokal.

Bisnis gaming dan esports di Singapura menggeliat lincah belakangan. Beberapa waktu kita melihat ada beberapa pemberitaan terkait hal tersebut, seperti munculnya The Gym sebagai co-working space khusus esports, Esports Player League yang mendapat pendanaan sebesar 14 miliar rupiah, ataupun kehadiran turnamen esports eSPL yang muncul sebagai pengganti atas liga sepak bola Singapura yang sedang rehat.

Acara pembukaan The Gym. | Sumber: The Esports Observer
Acara pembukaan The Gym. | Sumber: The Esports Observer

Terkait esports, dikatakan bahwa SGGA ingin bisa mendorong agar Singapura menjadi hub atau pusat niaga dalam perkembangan bisnis esports Asia Tenggara, serta menjadikan sang Negara Singa sebagai negara pilihan untuk acara turnamen esports. Nantinya, usaha-usaha tersebut akan dilakukan sub-divisi SGGA yang bernama Singapore Esports initiative.

Jayf Soh sebagai salah satu anggota, yang merupakan CEO dan Founder Resurgence mengatakan. “Esports adalah industri baru yang sedang berkembang dengan potensi luar biasa besar. Tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang sejahtera, dan ekosistem yang sustainable di Singapura, baik untuk bisnis esports, juga untuk semua pemangku kepentingan yang turut berjuang. Inisiatif ini adalah langkah awal dengan fokus utama untuk membuat persepsi serta mengubah pola pikir masyarakat, sambil membangun fondasi agar industri ini dapat berdiri di atasnya nanti.”

Sumber: PONEesports
Resurgence, tim esports asal Singapura, yang musim lalu berhasil menjadi juara MPL MY/SG/ Sumber: ONEesports

Ketua untuk asosiasi ini adalah Gwen Guo, Co-Founder serta Creative Director dari sebuah studio audio game bernama Imba Interactive. Selain itu, asosiasi ini juga disokong oleh beberapa nama besar sebagai penasihat, seperti Je Alipio yang menjabat sebagai South Asia-Pacific and MENA Director and Head of Games untuk The Walt Disney Company, David Tse yang merupakan Esports Director Razer, dan Daryl Chow yang merupakan Board Game Designer untuk Origame.

SGGA akan berfungsi sebagai asosiasi yang bersifat non-profit dan berbasis pada membership. Nantinya, anggota terdaftar akan mendapat kesempatan untuk terhubung dengan ekosistem game dan esports, baik lokal ataupun internasional, serta menuntun agar pelaku bisnis bisa berkembang dengan menggunakan strategi terbaik, sambil mencari kesempatan bisnis leven internasional.

Rencana terdekat asosiasi ini termasuk berkolaborasi dengan penyelenggara acara GamesCom Asia yang akan diselenggarakan pada 14-17 Oktober 2021, untuk memamerkan game buatan lokal. SGGA juga berencana untuk membuat workshop serta program pengembangan untuk menyokong perkembangan untuk para gamers profesional serta para talent esports.

Garena Kolaborasi Dengan Netflix Untuk Hadirkan Konten Money Heist di Free Fire

Kolaborasi game dengan film untuk kepentingan konten, sepertinya kini sudah menjadi hal yang lumrah, apalagi pada genre Battle Royale. Fortnite mungkin bisa dibilang sebagai pelopor hal ini, yang beberapa waktu lalu sempat melakukan kolaborasi dengan Marvel Cinematic Universe untuk menghadirkan Thanos ke dalam game.

Seakan tak mau kalah, Free Fire juga melakukan strategi kolaborasi tersebut, dan melakukan kerja sama dengan Netflix. Dalam kerja sama ini, Free Fire akan menghadirkan konten bertemakan serial Money Heist, salah satunya adalah mode permainan yang diberi nama sama dengan salah satu serial Netflix terpopuler tersebut.

Tidak seperti biasanya, mode menyajikan pertarungan 4v4. Dalam mode ini, para pemain berlomba-lomba untuk mengumpulkan uang kertas sebanyak-banyaknya sebelum waktu habis. Untuk itu, pemain harus mengaktifkan Money Printer yang ditempatkan di lokasi yang sudah ditentukan. Pemain dapat mengaktifkan Money Printer dengan cara menduduki dan mempertahankan daerah sekitarnya. Tim pertama yang berhasil mencapai jumlah uang kertas yang ditargetkan akan menjadi pemenang.

Dalam mode ini, pemain akan ditemani oleh berbagai hal bernuansa Money Heist, mulai dari Money Printer, brankas di Spawn Island, hingga pesawat dan parasut Plan Bermuda. Pemain juga bisa mendapatkan kostum Eksklusif Free Fire x Money Heist yang berisikan jumpsuit berwarna merah dan topeng yang jadi ciri khas serial televisi Money Heist.

Terkait kerja sama ini, Christian Wihananto, Produser Garena Free Fire Indonesia mengatakan. “Kami tidak pernah berhenti untuk terus menyajikan pengalaman bermain terbaik melalui konten menarik yang tak terlupakan. Money Heist adalah salah satu series paling populer persembahan Netflix, yang kami yakini memiliki banyak unsur kemiripan dengan Free Fire, terutama dari segi karakter dan aksi yang disajikan. Lewat kolaborasi ini, kami berharap bisa bisa mempersembahkan event In-Game serta karakter yang lebih menarik lagi bagi seluruh pemain Free Fire.” Ucapnya.

Harold Teo selaku Produser Garena juga menambahkan. “Banyak dari kami di Garena sendiri merupakan penggemar serial Money Heist, begitu juga dengan jutaan pemain kami di seluruh dunia. Kami sangat senang dapat menghadirkan kerja sama ini bagi komunitas Free Fire, dan kami harap seluruh pemain juga sama senangnya.”

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Christian Wihananto, Produser Garena Free Fire Indonesia. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Ini bukan kali pertama bagi Free Fire melakukan kolaborasi konten. Sebelumnya salah satu Battle Royale tersukses ini juga sempat berkolaborasi dengan game RPG Ragnarok. “Sebelumnya kami juga pernah melakukan kolaborasi dengan DJ Alok dari Brazil, bahkan juga membuat karakter yang berasal dari insan kreatif lokal, Joe Taslim.” Christian menceritakan.

Lebih lanjut soal kolaborasi dengan insan kreatif lokal, Christian Wihananto mengatakan. “Tentu saja ke depannya, ini tidak menutup kemungkinan dan kesempatan untuk menjalankan kolaborasi dengan insan kreatif lokal lainnya.”

Free Fire sendiri bisa dibilang sebagai salah satu game esports sukses di tingkat internasional. Salah satu yang menikmati dampak kesuksesan ini adalah LOUD Esports, tim Free Fire Brazil yang berhasil menjadi tim esports pertama dengan 1 miliar Views di YouTube. Turnamen dunia Free Fire bahkan jadi salah satu turnamen populer tahun 2019, berdasarkan dari data Esports Charts. Kesuksesan ini bahkan sampai membuat pelaku dunia esports jadi penasaran, dan melakukan analisisnya tersendiri terhadap alasan kesuksesan game ini di negara berkembang.

Pendapatan Clash Royale Capai 3 Miliar Dollar AS Setelah 4 Tahun Rilis

Industri mobile game sedang berkembang pesat belakangan. Pada bulan Mei 2020 saja, total download mobile game dikabarkan meningkat sebanyak 35 persen, dengan total download mencapai 1,2 miliar kali per pekan. Melihat ini, tidak heran kalau game mobile jadi bisa meraup miliaran dollar AS. Clash Royale jadi salah satunya, yang sudah mengumpulkan pendapatan sebesar 3 miliar dollar AS, pada pertengahan Juli ini.

Laporan pendapatan tersebut dirilis oleh Sensor Tower, salah satu perusahaan pengumpul data download aplikasi dan game mobile. Angka tersebut merupakan total pendapatan Clash Royale secara keseluruhan, setelah 4 tahun ada di pasar game mobile. Menurut Sensor Tower, Amerika Serikat adalah penyumbang pendapatan terbesar untuk Clash Royale, yaitu sebesar 925,4 juta dollar AS, atau 30,8 persen dari keseluruhan pendapatan.

Jerman menjadi penyumbang pendapatan terbesar kedua dengan pendapatan sebesar 266,7 juta dollar AS, atau 9 persen dari keseluruhan pendapatan. Tiongkok berada di peringkat ketiga, dengan pendapatan sebesar 204 juta dollar AS atau 6,8 persen dari keseluruhan pendapatan.

Ini jadi menarik, karena Tiongkok hanya bertengger di peringkat 3 dari total keseluruhan pendapatan Clash Royale. Padahal, Tiongkok bisa dibilang sebagai salah satu pasar mobile games terbesar dunia. Terakhir kali, pasar mobile games Tiongkok mencapai angka 33,1 miliar dollar AS di tahun 2019 dan diharapkan bertumbuh jadi 46,7 miliar dollar AS pada tahun 2024, menurut laporan Niko Partners.

Lebih lanjut Sensor Tower menjelaskan bahwa Clash Royale kini sudah mencatatkan 468,8 juta download, dengan pemasukan rata-rata sekitar 6,4 dollar AS per-download, secara keseluruhan. Jika dibandingkan dengan game besutan Supercell lainnya, total pemasukan Clash Royale berada di posisi kedua. Clash of Clans masih berjaya di peringkat pertama dengan total pendapatan sebesar 7 miliar dollar AS.

Sumber: Sensor Tower
Sumber: Sensor Tower

Jika dibandingkan lagi dengan game mobile lain, pencapaian Clash Royale ini jadi terlihat biasa saja. Ini mengingat posisi PUBG Mobile, yang bisa mencapai total pendapatan yang hampir serupa, dalam waktu 2 tahun perilisan saja. Memang, pendapatan Clash Royale sendiri sudah menurun sejak 2017 lalu, walau masih bertahan sebagai game Top Gross di Juni 2020.

Indonesia sempat merasakan inisiatif lokal pada tahun 2019 lalu, ketika Supercell kerja sama dengan LINE untuk kembangkan komunitas. Buah dari inisiatif ini adalah Supercell Gamers Day, yang berisi turnamen dari game besutan Supercell seperti Clash of Clans, Clash Royale, dan Brawl Stars, yang diselenggarakan Oktober 2019. Sayangnya, inisiatif tersebut sepertinya terhenti sampai situ saja, dan belum ada kabar kelanjutannya di tahun 2020.