Hari ini merupakan momen penayangan episode terakhir season tujuh serial Game of Thrones. Bagi saya, kontennya cukup memuaskan, tapi tentu saja satu fakta pahit tak bisa dihindari: season delapan baru akan hadir di akhir 2018 atau awal 2019. Tapi ada satu berita gembira jika Anda masih ingin mendalami politik dan intrik yang mewarnai Westeros.
Ada beberapa alternatif untuk bertualang secara interaktif di sana. Hingga kini, ada dua permainan video yang diangkat dari kisah A Song of Ice and Fire, yaitu Game of Thrones: The Role-Playing Game (2012) dan Game of Thrones: A Telltale Games Series (2014). Sayang sekali, keduanya mendapatkan kritik cukup pedas dari pemain terkait buruknya gameplay hingga jalan cerita yang sama sekali tidak memuaskan.
Namun belum tentu seluruh upaya mengangkat Game of Thrones ke game berakhir mengecewakan. Usaha adaptasi ketiga kabarnya sedang dilakukan, tapi kali ini digarap oleh nama yang sangat berpengalaman di bidangnya. Berdasarkan laporan dari user forum NeoGAF, permainan Game of Thrones selanjutnya akan dikembangkan oleh tim pencipta seri The Elder Scrolls dan pemilik franchise Fallout, Bethesda.
Informasi diperoleh dari page yang belum jadi di situs Target. Belum ada info ataupun gambar di sana, dan belum diketahui juga apakah memang betul proses pengembangannya ditangani oleh Bethesda Game Studios atau mereka hanya berperan jadi publisher saja (Bethesda Softworks). Laman tersebut cuma menyebutkan judul (sementara) ‘Bethesda: Game of Thrones’.
Bethesda memang telah diketahui sedang mengerjakan setidaknya lima proyek baru. Di awal tahun ini, game director Todd Howard sempat berkomentar bahwa dua di antaranya merupakan proyek besar. Memang sudah saatnya Bethesda menyiapkan The Elder Scrolls VI, tapi kita juga tidak akan menolak kehadiran permainan Game of Thrones dari Bethesda
Developer sama sekali belum mengomentari rumor ini, tapi bayangkan saja seandainya ternyata info tersebut benar: sebuah permainan role-playing single-player open-world berskala masif yang menghidangkan gameplay berdurasi ratusan jam ala Skyrim. Tapi tentu saja ada PR yang harus Bethesda benahi. Narasi dan karakter bukanlah bagian terkuat di permainan mereka; sedangkan dua hal itu merupakan elemen paling menonjol di Game of Thrones.
Tapi sebelum Anda terlalu bergembira, ingat bahwa kemunculan ‘Bethesda: Game of Thrones’ di situs Target boleh jadi hanya merupakan kesalahan tak disengaja. Buat sekarang, kita hanya bisa memohon pada Lord of Light agar kabar ini benar adanya…
Musim ketujuh Game of Thrones sudah tinggal hitungan hari. Kepada para penggemar berat serial tayangan HBO ini, Duolingo punya kado unik buat Anda sekalian. Yup, Duolingo aplikasi untuk belajar bahasa itu, dan kadonya berupa kursus bahasa High Valyrian.
High Valyrian adalah dialek yang digunakan secara khusus oleh Daenerys Targaryen, yang diperankan oleh si cantik Emilia Clarke. Ibarat bahasa Jawa, High Valyrian adalah krama inggil-nya bahasa fiktif Valyrian yang digunakan di dunia Game of Thrones di samping Dothraki.
Materi pelajaran High Valyrian sebenarnya sudah dikembangkan selama beberapa bulan terakhir di ‘inkubator’ Duolingo, dengan tim yang dipimpin oleh David J. Peterson sendiri selaku pencipta bahasa Dothraki dan Valyrian untuk serial Game of Thrones di HBO. Tiga hari yang lalu, David memberikan update singkat berbunyi “Valyrio Māzis” yang terjemahan kasarnya adalah “Valyrian is coming” dalam bahasa Inggris.
Kepada The Verge, perwakilan Duolingo bilang kalau mata pelajaran High Valyrian ini bakal dirilis pada tanggal 13 Juli. Namun sampai artikel ini ditulis, statusnya baru memasuki fase kedua, yakni tahap peluncuran beta.
Kalau High Valyrian saja ternyata belum cukup memenuhi hasrat Anda mendalami dunia Game of Thrones, Living Language menawarkan kursus Dothraki online selama setahun yang harus ditebus seharga $30.
Battle of the Bastards boleh dibilang merupakan klimaks yang betul-betul memuaskan sebelum musim keenam Game of Thrones ditutup oleh twist canggih di episode The Winds of Winter. Begitu epiknya season ini, Game of Thrones mendominasi Emmy ke-68 dengan 23 nominasi dan memenangkan 12 penghargaan, termasuk Outstanding Drama Series dua tahun berturut-turut.
Cemerlangnya Game of Thrones adalah kerja keras dari seluruh aktor dan tim produksi. Dan sebagai salah satu serial TV modern terbesar sepanjang sejarah, penggunaan special effect dan animasi sudah pasti menjadi elemen penting. Dan dalam tiga episode terakhir, HBO menunjuk studio visual Rodeo FX untuk menanganinya. Dan dalam acara yang dilangsungkan Autodesk minggu ini, saya berkesempatan berbincang-bincang langsung dengan VP development & technology Rodeo FX, Jordan Soles.
Sebelum masuk lebih jauh ke sana, saya rasa Anda perlu mengenal Rodeo FX lebih dekat. Mereka adalah sebuah studio penyedia visual effect berbasis tiga kota – Montreal, Quebec dan Los Angeles – berkiprah selama kurang lebih satu dekade. Dahulu hanya beranggotakan 30 orang, kini Rodeo FX terdiri atas lebih dari 350 profesional, termasuk seniman, programmer dan manager. Mereka berjasa dalam terciptanya lebih dari 100 film, di antaranya Deadpool, Warcraft, Pacific Rim, sampai Star Trek: Beyond.
Alasan Autodesk mengundang perwakilan Rodeo FX tak lain ialah karena penggunaan sejumlah software milik perusahaan multinational Amerika itu. Dari penuturan Jordan Soles, setidaknya ada empat software yang mereka pakai dalam menggarap Game of Thrones season keenam, “Autodesk Maya untuk membangun segalanya, Arnold buat rendering, Flame untuk proses penyusunan, dan Arnold buat mengelola seluruh season.”
Soles menjelaskan mengapa mereka memilih software-software tersebut. Menurutnya, Redeo FX selalu menggunakan program-program terbaik buat berkarya. Maya tidak diragukan lagi merupakan pemimpin di ranah kreasi dan animasi, lalu Arnold juga dianggap sebagai software render nomor satu. Flame sendiri menawarkan kemampuan compositing unik, mampu mencakup adegan-adegan besar serta memberikan feedback dengan cepat. Lalu Shotgun memudahkan pengelolaan kru berisi 350 orang lebih untuk mengerjakan 10 sampai 12 proyek sekaligus.
Di industri ini, tantangan terbesar bagi Rodeo FX adalah mereka harus selalu up-to-date dan tidak gentar beralih ke software baru ketika diperlukan. Namun bagaimana mereka melakukannya serta memastikan tim bisa beradaptasi dengan cepat? Memang tidak mudah, tapi Rodeo FX menemukan solusinya. Pertama-tama mereka mencoba menemukan proyek kecil dan mulai menggunakan software baru buat merampungkannya sembari belajar.
Sudah pasti Rodeo FX harus terus membuka mata terhadap segala macam update dan mencoba hal-hal baru. Berpikir simpel tampaknya merupakan prinsip sang studio. Soles bilang, mereka tidak suka menghabiskan terlalu banyak waktu buat berpikir.
“Kami lebih memilih mengambil, membeli, serta mencoba sesuatu, dan berhadapan langsung dengan kegagalan. Tim kami merangkul budaya ‘gagal cepat’,” tutur Soles dengan jenaka. “Karena jika tidak begitu, kita tidak akan tahu apakah jalan tersebut ialah ide bagus atau tidak. Anda menghabiskan berminggu-minggu untuk melakukan analisis, tapi realitanya, khususnya di industri ini, cuma ada sedikit waktu buat mencoba-coba.”
Menjawab pertanyaan seorang jurnalis, bagi Soles, adegan yang paling sulit dibuat adalah momen ketika naga menyerang perahu-perahu – yang sedang mengepung kota Meereen. Untuk apinya saja, Rodeo FX telah melangsungkan riset sejak bulan Agustus tahun lalu, dan adegan tersebut baru rampung bulan April, dikerjakan oleh seluruh tim. Tentu adegan lain tidak kalah sulit, saat perang contohnya. Dalam Battle of the Bastards, ada dua sampai lima proses shooting dilakukan secara bersamaan di lokasi berbeda.
Keajaiban hasil karya Rodeo FX adalah banyak hal di dalam film yang Anda lihat ternyata tidak nyata: ratusan pasukan berkuda Dothraki, naga, api yang membakar tiang dan layar kapal, bahkan sampai piramid raksasa di kota Meereen. Semuanya berawal dari sketsa 2D para concept artist, selanjutnya gambar-gambar tersebut diberikan pada tim produksi. Mereka semua akan berdiskusi mengenai seperti apa penampilan naga dan kuda zombi, lalu bagaimana mereka bergerak, apakah harus berpedoman pada hukum fisika atau tidak.
“Saat bermain-main sebagai Tuhan, Anda harus mencari tahu cara melakukannya secara tepat,” kata Soles. “Rodeo FX adalah tim yang cukup muda di bidang creature work. Maka dari itu, kami mengambil pendekatan yang kami pahami karena hal tersebut efisien. Dari pada mengeluarkan banyak uang membangun makhluk 3D, lebih baik kami fokus pada menciptakannya secara 2D.”
Tapi ternyata bukan Siege of Meereen atau Battle of the Bastards yang jadi adegan favorit Soles. Baginya, momen paling berkesan adalah episode pertama di season keempat, Two Swords, saat pertama kali Rodeo FX bertanggung jawab mengerjakan visual effect Game of Thrones. Episode ini menandai dimulainya kiprah Rodeo FX di tingkatan lebih tinggi, menantang seluruh tim serta teknologi yang mereka miliki.
“Kami sangat beruntung bisa memperoleh kesempatan seperti itu,” ucap Soles. “Game of Thrones merupakan pekerjaan tersulit yang kami dapatkan. Apalagi ekspektasi terus meningkat tiap episode. Tapi hasilnya sungguh memuaskan, buktinya season enam sukses menghebohkan seisi internet.”
Menanti season tujuh? Kabarnya ia berisi tujuh episode, akan tayang pertengahan tahun depan. Detail tiap adegan Game of Thrones yang turut digarap Rodeo FX bisa Anda lihat di sini.
When people aren’t talking about Brexit or getting used to the fact that Trump isn’t some elaborate extra-terrestrial prank, they’re probably watching the Game of Thrones season finale on loop trying to wrap their minds around the sheer awesomeness of all the bloodshed and gore. If the ‘Battle of the Bastards’ made up for an otherwise underwhelming season, ‘Winds of Winter’ did all that and much more, a true return to the kind of intense storytelling the TV show has formed a cult around. Several seemingly muddled plot lines fell into place, setting up perfectly for the great war next season.
Walking into work on Tuesday morning, our mind was playing the episode over and over again so much that there was a metaphorical spilling over of sorts. We imagined dragons were delivering office memos, and there was something in the cafeteria kitchen that looked suspiciously like wildfire. Anyway, we decided to put this bizarre train of thoughts to productive use. Here’s a comparison of e-commerce app users to characters on our favorite show on HBO. After all, all men must buy!
Ned Stark:
Honest, righteous always stood up for what’s right.
The Ned Stark from the App world is a frequent app visitor, engages with your emails, clicks on your Push but never buys. What will it take to make Ned buy at least once?
Jon Snow:
He’s the braveheart! King of the North, he inspires others. Loved by all, just the thought of his death was heart breaking, wasn’t it?
Your Jon Snow user is extremely engaged and inspired his friends to get your app as well. How we wish he never uninstalled the app…
Petyr Baelish:
The ever-scheming, self-made Lord. He never does anything without hidden benefits and you couldn’t guess what’s on his mind.
Petyr Baelish is forever scouting for new offers. He downloads your app, avails the offer and then he hits the UNINSTALL button!
Can you identify your customer? Are most of them Ned Stark, Petyr Baelish, or Tyrion Lannister?
Arya Stark:
Confused and always on the run. The Starks, the Lannisters and many others have been trying to find her but in vain.
Arya downloads your app and visits so many different pages within an hour. Apparels, Networking Devices, Home Furnishings, Men’s Shoes, Books, Games, Mountain Climbing Gear and Fragrances! What does she want really? You’re confused, aren’t you?
Tyrion Lannister:
Clever, always vocal about his feelings and has as a fine taste for the pleasures of the world. But remember, he always pays his debts.
Your Tyrion Lannister is no less. From coolers to shirts, everything he buys is premium and just wow. He’s almost always loyal; but that one delayed delivery and you must face his Twitter-wrath.
Every user on your app is different and it takes a lot of personalization to connect with all of them. Tell us how you engage with these GoT characters that are using your app? Also, check out this story of a typical app user – everything that happens from the day a user installs an app till he hits the uninstall button.
– Disclosure: This is a guest post by Akshatha Kamath & Naren Madan, growth marketers at Vizury, the first multi-channel mobile marketing platform. They can be contacted at [email protected], LinkedIn, @Akshatha_K, @WaitroseEggs or VizuryBlog