BoomTV Dapat Investasi Senilai Rp141 Miliar

BoomTV baru saja mendapatkan investasi sebesar US$10 juta (sekitar Rp141 miliar). Pendanaan kali ini dipimpin oleh BITKRAFT Esports Ventures dan didukung oleh investor-investor lain seperti Crest Capital, Pole to Win, serta beberapa investor lama mereka. BoomTV menyediakan platform untuk memudahkan penyelenggara mengadakan turnamen esports, mulai dai mendaftarkan pemain, melacak skor, sampai menyiarkan pertandingan. Secara khusus, BoomTV menargetkan penyelenggara turnamen esports kecil, seperti grup komunitas dan klub sekolah.

BoomTV juga mengadakan turnamen Code Red setiap dua minggu sekali. Turnamen tersebut menjangkau jutaan orang setiap bulannya. Dalam 1 tahun terakhir, jumlah rata-rata unique viewers dari Code Red mencapai 2,7 juta orang. Sejak musim gugur 2018, BoomTV telah mengadakan 11 ribu turnamen dengan total hadiah mencapai US$3.9 juta (sekitar Rp55 miliar). Lebih dari 75.000 kreator konten dan 1.600 program universitas menggunakan BoomTV.

Dana investasi ini akan BoomTV gunakan untuk mengembangkan Code Red ProAm dengan menaikkan jumlah total hadiah yang ditawarkan, menjalin kerja sama dengan influencer baru, serta membuat program esports sendiri. Tak hanya itu, mereka juga akan menggunakan kucuran dana segar ini untuk membuat berbagai fitur baru di platform mereka.

investasi boomTV
Melalui investasi ini, BoomTV akan mengembangkan Code Red ProAm. | Sumber: Twitter

“BoomTV bertujuan untuk memudahkan proses penyelenggaraan turnamen esports, baik bagi para influencer, klub sekolah, kelompok di komunitas, warung internet, atau sekadar sekelompok teman yang ingin menggunakan BoomTV untuk membuat, menyiarkan, dan melacak hasil pertandingan esports yang mereka buat,” kata Managing Partner, BITKRAFT, Jens Hilgers, menurut laporan GamesIndustry. Belakangan, BITKRAFT memang sangat aktif dalam menanamkan investasi di perusahaan yang bergerak di bidang esports dan gaming, seperti Bazooka Tango, VERITAS Entertainment, Five Vectors, dan VENN.

Sementara itu, sebelum ini, BoomTV berusaha masuk ke pasar esports di tingkat universitas. Untuk melakukan itu, mereka mengakuisisi American Video Game League (AVGL), salah satu pembuat acara esports dan konten esports di tingkat universitas terbesar. Saat ini, setiap minggu, sejumlah influencer menggunakan platform BoomTV untuk mengadakan turnamen gaming di komunitas mereka.

“Dan semua itu bisa Anda lakukan secara virtual,” kata CEO BoomTV, Sumit Gupta dalam wawancara dengan GamesBeat. “Saat ini, belum ada pihak yang berusaha untuk membantu komunitas kecil. Jalan kami masih panjang, tapi pasar komunitas akar rumput memang sangat besar. Sekarang kami dapat membangun momentum berkat partisipasi dari para influencer.”

Antara Venture Capital dan Esports Asia Tenggara: Kemesraan di Masa Penjajakan

Perusahaan venture capital sekarang tidak hanya melirik startup untuk didanai, tapi juga organisasi esports. Memang, industri esports dunia ataupun Indonesia, berkembang dengan pesat belakangan ini. Pada Mei 2019, Skystar Capital mengaku mereka akan menanamkan investasi di salah satu tim esports lokal. Pada awal November 2019, EVOS Esports mengumumkan bahwa mereka baru saja mendapatkan pendanaan sebesar US4,4 juta atau sekitar Rp61 miliar. Insignia Venture Partners menyumbangkan US$3 juta dari total pendanaan Seri A ini.

Menurut CrunchBase, Insignia adalah perusahaan venture capital yang memfokuskan diri pada investasi startup. Sementara di situs resminya, Insignia mengklaim bahwa mereka mendedikasikan diri untuk mendukung perusahaan paling berpengaruh di Asia Tenggara. Dengan menanamkan investasi pada EVOS, secara tidak langsung, Insignia menyatakan bahwa EVOS merupakan perusahaan yang berpengaruh yang cukup besar di Asia Tenggara. Perusahaan VC itu mengatakan, mereka mencoba untuk berkontribusi dalam mengembangkan industri esports dan karir pemain profesional di Asia Tenggara dengan berinvestasi di EVOS. Sementara alasan mereka ingin mendukung esports adalah karena mereka merasa industri ini memiliki potensi besar dalam beberapa tahun ke depan. Menurut survei Goldman Sachs dan Newzoo, saat ini, valuasi industri esports telah mencapai US$1,1 miliar dan akan mencapai US$2,9 miliar pada 2022. Jadi, ya, esports telah menjadi industri yang besar dan tampaknya, masih akan terus tumbuh.

Proyeksi total pendapatan industri esports | Sumber: Goldman Sachs
Proyeksi total pendapatan industri esports | Sumber: Goldman Sachs

Lalu, kenapa harus EVOS? Oke, EVOS memang terbukti memiliki prestasi dan reputasi. Tapi, di Asia Tenggara, ada banyak organisasi esports yang tidak kalah pamor. Misalnya, RRQ dari Indonesia, ataupun Mineski, dan TNC dari Filipina.

“EVOS tidak hanya memiliki roadmap yang jelas, mereka juga memiliki kemampuan untuk mengeksekusi rencana tersebut dan membawa gamer di Asia Tenggara ke level berikutnya,” kata Insignia pada Hybrid. “Kami percaya dengan pendekatan yang mereka lakukan dan dengan pencapaian mereka sejauh ini dalam membuat ekosistem esports yang mandiri untuk mendukung para gamer di Asia Tenggara.” Lebih lanjut mereka mengatakan, EVOS berhasil menjalin kerja sama dengan sejumlah platform, publisher, dan merek ternama. Semua ini, ditambah dengan divisi entertainment EVOS, memungkinkan tim dengan logo harimau putih itu untuk menyokong tim esports mereka. “Divisi entertainment mereka dapat memanfaatkan influence mereka untuk menarik perhatian banyak gamer dan enthusiasts. Dari sini, mereka akan dapat menemukan talenta baru,” ujar Insignia.

Memang, investasi yang diberikan oleh Insignia justru akan digunakan untuk mengembangkan divisi entertainment EVOS dan bukannya tim esports mereka. Menurut Insignia, keputusan EVOS untuk mengembangkan divisi influencer mereka bukan berarti mereka menganaktirikan tim esports mereka. Ini justru dianggap sebagai cara EVOS untuk menyokong tim esports mereka. “Hubungan antara divisi EVOS layaknya anggota tim dalam game MOBA. Tim esports EVOS mengambil midlane sebagai carry atau tank, sementara divisi entertainment mereka merupakan jungler atau support, yang akan mendukung kesuksesan dari tim esports mereka. Lebih mudah bagi para pemain hebat untuk menjadi influencer dan dengan bantuan influencer, EVOS dapat menciptakan ruang untuk mencari talenta baru,” ungkap mereka.

Hanya karena EVOS memiliki divisi entertainment memang bukan berarti mereka tak lagi mendorong tim esports mereka untuk meraih kemenangan. Tahun ini, mereka telah memenangkan sejumlah turnamen besar termasuk Mobile Legends Professional League Season 4 (dengan hadiah sebesar US$150 ribu atau sekitar Rp2,1 miliar) dan Mobile Legends M1 World Championship 2019 (dengan hadiah US$80 ribu). Secara total, hadiah yang mereka menangkan sepanjang tahun 2019 telah mencapai sekitar Rp6 miliar.

Tren perusahaan venture capital mendukung organisasi esports tampaknya masih akan terus berlanjut. EVOS bukan satu-satunya organisasi esports asal Indonesia yang telah mendapatkan dukungan dari perusahaan venture capital. ONIC Esports, yang menjuarai Piala Presiden 2019 dan MPL Season 3, juga didukung oleh perusahaan venture capital, yaitu Agaeti Venture. Beberapa waktu lalu, venture partner, Agaeti Venture Carey Ticoalu mengatakan bahwa alasan mereka mendukung ONIC adalah karena tim esports tersebut dianggap memberikan dampak sosial yang besar, terutama pada generasi muda Indonesia.

Seberapa besar potensi esports di Asia Tenggara?

Saat ini, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menjadi investor pelaku esports. Hal ini dianggap sebagai salah satu bukti bahwa industri esports telah semakin matang. Satu hal yang membuat perusahaan — termasuk yang tidak ada kaitannya dengan dunia game atau esports — tertarik masuk adalah karena jumlah penonton esports yang terus naik. Menurut survei yang dilakukan oleh Goldman Sachs dan Newzoo, jumlah penonton esports pada 2022 akan naik menjadi 276 juta dari 194 juta pada 2019. Tak hanya itu, hampir 80 persen dari penonton esports memiliki umur di bawah 35 tahun, generasi milenial dan gen Z, yang memang dikenal sulit untuk ditargetkan pengiklan karena mereka sudah jarang menonton televisi dan menggunakan ad blocker saat menjelajah internet. Karena itulah, esports jadi salah satu jalan bagi perusahaan untuk mendekatkan diri dengan generasi milenial tersebut.

Sementara itu, menurut Niko Partners, industri game di kawasan Asia Tenggara dan Taiwan (Greater Southeast Asia) akan memiliki nilai US$8,3 miliar pada 2023, naik dari US$5 miliar pada tahun ini. Salah satu pendorongnya adalah bertambahnya jumlah gamer PC dan gamer mobile. Esports juga dianggap menjadi alasan lain industri game di kawasan GSEA akan berkembang pesat.

Pertumbuhan penonton esports. | Sumber: Goldman Sachs
Pertumbuhan penonton esports. | Sumber: Goldman Sachs

“Audiens esports untuk kawasan Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai 31,9 juta orang pada tahun ini. Dan esports juga akan masuk ke dalam cabang olahraga SEA Games pada akhir bulan November. Dua hal ini membuktikan bahwa esports telah menjadi semakin mainstream,” jawab Insignia ketika ditanya soal potensi pasar esports di Asia Tenggara. “Namun, masih banyak kesempatan untuk gamer yang belum direalisasikan, terutama dari segi karir jangka panjang. EVOS telah memanfaatkan kesempatan ini. Dan mereka akan terus merealisasikan potensi yang ada berkat jutaan follower dan subscriber, prestasi mereka di turnamen regional, dan ekosistem infrastruktur yang mendukung pertumbuhan komunitas di platform mereka.”

Insignia mengatakan, ke depan, tim-tim esports asal Asia Tenggara akan masuk ke kancah global. “Memasuki kompetisi global berarti, talenta esports harus diasah untuk dapat bertanding tidak hanya di kawasan Asia Tenggara. Ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan kesempatan yang ada di masing-masing negara,” kata Insignia. Mereka menambahkan, kemampuan EVOS untuk bekerja sama dengan platform, komunitas, dan perusahaan Indonesia membuka jalan bagi gamer Indonesia untuk bertanding di tingkat regional. “Tiongkok dan Korea Selatan memanfaatkan jaringan internet cepat dan jumlah gamer yang banyak. Sementara Asia Tenggara memiliki talenta yang bervariasi. Ini akan membuka kesempatan bagi industri esports untuk tumbuh di kawasan ini.”

EVOS adalah salah satu organisasi esports Indonesia yang tak hanya beroperasi di Indonesia. Dengan total pemain sebanyak 62 orang, EVOS terbagi ke dalam 13 tim yang berlaga di 6 game. EVOS memiliki tim di beberapa negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina. EVOS bukan satu-satunya organisasi esports yang telah merekrut pemain di negara tetangga. RRQ juga memiliki tim di luar Indonesia. Faktanya, RRQ Athena dari Thailand merupakan salah satu tim RRQ yang memberikan kontribusi besar pada total hadiah Sang Raja pada tahun 2019.

Sumber: Dokumentasi Hybrid
Co-founder EVOS dan CEO RRQ dalam panggung SMW | Sumber: Dokumentasi Hybrid

Dalam acara Social Media Week yang digelar pada minggu lalu, Andrian Pauline (AP), yang hadir sebagai Ketua Federasi Esports Indonesia (FEI), tapi juga merupakan CEO RRQ, mengatakan bahwa dia percaya, pada akhirnya esports akan menembus batas negara. “Esports sendiri kan medium yang universal. Semua orang bisa berpartisipasi, berkembang bareng,” katanya. Ke depan, dia merasa bahwa tim esports akan menyerupai tim sepak bolah Eropa. Anggota tim esports mungkin tak semua berasal dari Indonesia, tapi di bawah bendera tim asal Tanah Air, maka nama Indonesia yang akan dikenal. Dia memberikan contoh RRQ Athena, yang berisi pemain Thailand. “Itu mereknya adalah merek lokal. Ini menunjukkan bahwa tak hanya talenta Indonesia, tapi secara merek, kita diterima kok (di luar Indonesia),” ujarnya.

Pada akhirnya…

Semakin banyak organisasi esports yang mendapatkan dukungan dari perusahaan venture capital. Di Indonesia, ada EVOS Esports dan ONIC Esports. Secara global, sejumlah organisasi esports juga mendapatkan investasi dari berbagai pihak. Misalnya, pada November 2019, Gen.G mengumumkan bahwa mereka mendapatkan investasi dari akselerator asal New York. Sementara investor 100 Thieves menyiapkan US$100 juta sebagai dana investasi khusus untuk industri esports. Astralis bahkan tengah menyiapkan untuk melakukan penawaran saham perdana (IPO). Semakin banyak investor yang masuk ke ranah esports adalah kabar baik karena ini berarti ranah competitive gaming semakin matang.

Pada saat yang sama, masuknya perusahaan venture capital sebagai investor berarti pelaku industri esports akan dituntut untuk dapat bertanggung jawab atas modal yang mereka terima. Jadi, mereka harus bisa menghadapi berbagai masalah yang ada di dunia esports, seperti regenerasi dan ketiadaan regulasi, setidaknya di Indonesia. Masalah lain yang harus dihadapi di industri esports adalah kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang mumpuni jika dibandingkan dengan industri lain yang lebih tua. Tak aneh, karena biasanya, pelaku esports mulai membuat tim profesional karena mereka memang senang bermain game. Passion. Walau terdengar romantis, tapi passion saja tak lagi cukup. Para pelaku esports tak lagi bisa sekadar mengejar kesenangan mereka. Sekarang, mereka dituntut untuk menjadi businessman dan mulai memperhitungkan apakah bisnis esports memang akan mendapatkan untung.

After all, money makes the world go round…

Sumber header: Twitter