[Review] Jones: Jomblo is Happiness – Kehidupan Sekolah ala Teenlit

Jones: Jomblo is Happiness adalah salah satu game karya Indonesia yang cukup mencuri perhatian dalam acara Google Indie Games Accelerator 2018 lalu. Pasalnya, buah karya Niji Games ini berhasil meraih penjualan yang sukses, bahkan sempat bertengger di jajaran Top Paid Games Google Play. Salah satu daya tariknya adalah harga jual yang sangat murah, hanya Rp9.000, sehingga para gamer tidak perlu berpikir panjang untuk membelinya.

Mengusung gaya permainan ala visual novel serta latar belakang kehidupan SMA, Jones: Jomblo is Happiness tampil menarik dan menjanjikan. Apalagi temanya yang seputar kehidupan jomblo pasti banyak membuat orang penasaran. Seperti apa sih isi game ini? Apakah harga yang begitu murah merupakan pertanda bahwa game ini punya kualitas rendah? Atau malah sebaliknya, murah tapi ternyata tidak murahan? Simak di bawah.

Cita rasa dating sim lokal

Sekilas lihat dari screenshot dan trailer, saya mengira bahwa Jones: Jomblo is Happiness adalah game bergenre visual novel dengan bumbu simulasi. Tapi setelah memainkannya ternyata game ini lebih cocok disebut simulasi saja. Itu karena gameplay di Jones: Jomblo is Happiness hanya punya sedikit sekali elemen cerita, dan lebih fokus pada strategi pengaturan stat karakter.

Jones: Jomblo is Happiness - Screenshot 1

Anda berperan sebagai seorang pria remaja yang baru saja masuk SMA. Sebagai pelajar, Anda harus menjalani pendidikan selama tiga tahun lamanya. Tujuan permainan ini sederhana: Anda harus lulus dari sekolah. Tapi lulus dengan hasil seperti apa, itulah yang jadi pertanyaan penting.

Terdapat lima stat yang harus Anda atur sedemikian rupa, yaitu Perasaan, Keuangan, Kesehatan, Akademis, dan Sosial. Untuk lulus dengan baik, Anda harus menjaga stat Akademis agar berada di atas 75 poin sehingga bisa mengerjakan ujian. Sementara itu, keempat stat lainnya tidak boleh sampai menyentuh angka 0 atau 100, karena itu berarti Anda memiliki kehidupan yang tidak seimbang.

Berbeda dengan visual novel, di mana sebagian besar waktu Anda habiskan untuk membaca cerita kemudian mengambil pilihan sesekali, justru dalam Jones: Jomblo is Happiness nyaris semua dialog memiliki pilihan. Setiap pilihan yang Anda ambil akan mempengaruhi stat, bisa positif atau negatif tergantung dari perilakunya. Berusaha menyeimbangkan berbagai stat tersebut hingga kelulusan rasanya cukup seru dan menghibur.

Jones: Jomblo is Happiness - Screenshot 2

Belajar nakal sedikit

Jones: Jomblo is Happiness akan membuat Anda yang gemar bermain dengan alignment Lawful Good merasa terusik. Ingat, misi utama game ini adalah sebuah kehidupan yang “seimbang”. Seimbang artinya kehidupan yang tidak buruk, tapi juga tidak sepenuhnya baik. Itu artinya Anda akan sering dipaksa mengambil keputusan yang jelek demi menjaga stat.

Sebagai contoh, misalkan Anda melihat stat Kesehatan sudah terlalu rendah, sementara stat Akademis sedang tinggi sekali. Anda mungkin akan memilih untuk bolos sekolah saja dan istirahat agar Kesehatan meningkat, karena poin Akademis masih aman walau turun sedikit. Di lain waktu mungkin Anda melihat poin Sosial terlalu tinggi, jadi Anda melakukan bullying terhadap teman sekelas agar nilai Sosial kembali normal.

Memang sih Jones: Jomblo is Happiness hanya sebuah game, dan mungkin banyak di antara kita yang berpikir bahwa wajar saja bila anak-anak SMA nakal sedikit. Tapi adanya perilaku-perilaku buruk seperti ini terkadang membuat saya merenung juga. Bila perilaku buruk yang muncul adalah kenakalan yang sifatnya lucu dan tidak merugikan orang sebetulnya tak masalah. Tapi ketika ada hal-hal seperti membohongi guru atau bullying, itu meninggalkan sedikit rasa yang kurang nyaman.

Jones: Jomblo is Happiness - Screenshot 3

Tentu saja Jones: Jomblo is Happiness bukan satu-satunya game yang memiliki pilihan perilaku negatif di dalamnya. Jauh dari itu bahkan. Bedanya adalah, biasanya, ketika kita dengan sengaja melakukan hal buruk, ada konsekuensi tertentu yang berlawanan dengan cerita ketika kita mengambil pilihan baik. Semacam bad ending misalnya.

Di sini, kita justru seolah tidak punya pilihan, karena untuk mendapatkan good ending pun kita harus mau (bahkan sering) mengambil pilihan-pilihan buruk. Hal buruk tersebut levelnya hanya “kenakalan remaja” saja sih, tapi saya tetap khawatir desain seperti ini akan menanamkan persepsi yang tidak-tidak pada pemainnya: bahwa kehidupan SMA yang “benar” itu harus ada perilaku nakalnya.

Romansa, imbalan paling terasa

Selain mempengaruhi stat, ada satu hal lagi yang juga dipengaruhi oleh pilihan yang Anda pilih, yaitu cerita. Tadi saya berkata bahwa Jones: Jomblo is Happiness hanya punya sedikit elemen cerita. Ini karena dialog yang muncul setiap hari umumnya tidak berhubungan satu sama lain, melainkan hanya berperan sebagai pertanyaan atau kondisi yang harus direspons. Namun sesekali akan muncul dialog penting yang menjadi pemicu suatu event.

Jones: Jomblo is Happiness - Screenshot 4

Ketika event itu berhasil Anda temukan, saat itulah muncul suatu drama. Kejadian-kejadian ini cukup berkesan, dan membuat saya teringat akan berbagai drama yang dulu ada di masa SMA saya sendiri. Apalagi didukung dengan ilustrasi-ilustrasi yang keren, saya rasa Niji Games berhasil menyajikan momen-momen penting dengan baik dan “anak SMA banget”.

Melihat judulnya, bisa ditebak bahwa game ini memiliki elemen percintaan di dalamnya, dan menurut saya inilah poin terkuat dalam Jones: Jomblo is Happiness. Di antara berbagai event yang ada, sebagiannya merupakan event yang mempengaruhi kedekatan Anda dengan salah satu dari empat gadis di sekolah. Aksi berbeda akan mempertemukan Anda dengan gadis berbeda pula, dan karena pilihan dalam game ini jumlahnya sangat banyak, berusaha mencari event yang tepat rasanya cukup menantang. Terutama bila Anda baru pertama kali main.

Saya suka sekali melihat bagaimana keempat gadis tersebut punya kepribadian, latar belakang, serta masalah yang jauh berbeda satu sama lain. Hasilnya, ketika sampai di titik kelulusan pun ending yang Anda dapatkan akan jauh berbeda. Tapi hati-hati, bila Anda tidak bermain dengan baik, bisa-bisa Anda lulus dalam keadaan menyandang status jomblo abadi.

Jones: Jomblo is Happiness - Screenshot 5

Oh iya, game ini tidak mempunya fitur Save dan Load seperti visual novel biasanya. Save terjadi secara otomatis, jadi Anda tidak bisa “save scumming” untuk mencoba-coba pilihan. Agak menyebalkan sih, tapi satu playthrough bisa diselesaikan dalam waktu beberapa menit saja kok, jadi itu bukan masalah besar.

Niji Games juga sepertinya berencana agar kelak ada Jones: Jomblo is Happiness versi cewek, karena ketika kita baru memulai permainan ada pilihan untuk bermain sebagai siswa putri namun tertulis “Coming Soon”. Memang beberapa karakter cowok dalam game ini terasa cocok untuk menjadi calon pasangan bila protagonisnya perempuan. Tapi entah kapan konten versi cewek itu akan dirilis. Saya sih cukup penasaran ingin mencobanya.

Teenlit bukan alasan

Sayangnya kualitas penulisan naskah dalam Jones: Jomblo is Happiness masih butuh banyak sekali peningkatan, setidaknya menurut saya. Game ini menggunakan gaya bahasa santai/gaul seperti dialog sehari-hari, dan hal itu sah-sah saja. Akan tetapi ketika muncul typo, penggunaan tanda baca yang tidak pas (atau malah tidak ada), dan teks yang keluar dari kotak dialognya, kenyamanan membaca pun jadi berkurang.

Jones: Jomblo is Happiness - Screenshot 6

Tak hanya soal tata penulisan, naskah dialog game ini sendiri pun saya rasa masih perlu ditingkatkan lagi. Sama seperti saya tidak setuju dengan pandangan bahwa fiksi remaja itu pasti tidak berkualitas, saya juga tidak ingin unsur cerita dalam video game dipandang sebelah mata. Arti kualitas di sini bukan berarti ceritanya harus serius. Banyak kok cerita berlatar sekolah yang santai dan jenaka, namun ditulis dengan sangat baik. Saya yakin Niji Games juga bisa melakukannya.

Di samping bahasa Indonesia sebagai default, Jones: Jomblo is Happiness juga menyediakan pilihan untuk bermain dalam bahasa Inggris. Nikko Soetjoeadi, co-founder Niji Games, memang pernah berkata bahwa mereka juga ingin menjamah pasar global. Dan saya terkejut karena terjemahan bahasa Inggris dalam game ini sangat menarik!

Menarik yang saya maksud adalah bahwa terjemahan itu bukan sekadar perubahan secara literal, tapi juga mengandung penyesuaian yang membuat dialog-dialognya terasa cukup natural dalam bahasa Inggris. Di beberapa tempat bahkan kalimatnya bisa berbeda sangat jauh, tapi konteks atau konsekuensi yang dihasilkannya tetap terjaga.

Jones: Jomblo is Happiness - Screenshot 7

Satu yang agak ekstrem, saya merasa sepertinya si tokoh utama memiliki kepribadian berbeda di versi bahasa Inggrisnya. Di versi Indonesia, ia terasa seperti anak yang ramah, santai, dan sedikit tengil. Sementara di versi Inggris, ia terkesan lebih gaul, malah mungkin mendekati jock. Penyesuaian semacam ini adalah tanda bahwa terjemahan game ini dilakukan dengan cukup serius, meski pada akhirnya saya pribadi lebih suka versi bahasa Indonesianya.

Kesimpulan: Kisah remaja banyak rasa

Jones: Jomblo is Happiness adalah game buatan Indonesia yang bagus, namun masih kurang polesan serta perhatian pada hal-hal detail. Cerita di dalamnya cukup menyenangkan untuk diikuti, dan romansa yang dihadirkan berhasil mencerminkan drama kehidupan SMA dengan manis. Tetapi butuh peningkatan lagi dari segi penulisan serta perbaikan hal-hal kecil agar bisa menjadi game yang benar-benar keren.

Game ini lebih tepat disebut simulasi daripada visual novel, jadi bila Anda berharap adanya cerita yang padat, Anda tidak akan menemukannya di sini. Tapi gameplay yang diberikan Jones: Jomblo is Happiness juga asyik dengan caranya sendiri. Dengan banderol harga yang hanya setara dengan sepiring nasi goreng, saya rasa Anda tidak akan rugi membeli game ini bila sedang butuh hiburan ringan.

Jones: Jomblo is Happiness - Screenshot 8

Sparks:

  • Ilustrasi beragam karakter dibuat dengan cukup keren
  • Lagu pembuka yang sangat cepat menjadi earworm
  • Beragam pilihan romansa dengan kepribadian pasangan berbeda-beda, seru untuk diikuti
  • Terjemahan bahasa Inggris digarap dengan baik
  • Harga banderol super murah

Slacks:

  • Tidak ada cara untuk menghindari pilihan buruk
  • Tidak ada fitur Save dan Load manual
  • Kualitas naskah masih perlu ditingkatkan

Wawancara Niji Games – Pelajaran yang Dipetik dari Indie Games Accelerator 2018

Indie Games Accelerator (IGA) adalah program baru Google yang baru dilaksanakan pertama kalinya mulai tahun 2018 ini. Setelah melalui seleksi yang ketat, 30 studio game dari India, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Filipina, Singapura, Thailand, serta Vietnam berkumpul untuk mendapat bimbingan dari para developer veteran mancanegara. Mereka juga mendapat berbagai fasilitas dari Google, seperti pelatihan leadership dan akses ke berbagai tools.

Salah satu developer peserta dalam program Indie Games Accelerator 2018 adalah Niji Games yang berasal dari Indonesia. Hybrid mendapat kesempatan untuk berbincang dengan Nikko Soetjoadi, co-founder sekaligus CEO Niji Games yang hadir di markas Google Asia Pacific di Singapura. Apa saja pelajaran yang didapat Niji Games dari Indie Games Accelerator 2018, dan bagaimana program tersebut mempengaruhi kesuksesan game buatan mereka?

Kata kuncinya adalah “akses”

Berbicara tentang bootcamp atau pelatihan, kita akan berpikir bahwa hasil terbesar yang bisa dibawa pulang adalah aneka ragam materi pembelajaran dari para pembicara. Hal itu tentu juga ada dalam IGA 2018, karena para peserta mendapat presentasi serta seminar yang bermanfaat. Tapi lebih dari itu, manfaat terbesar program ini adalah akses.

Akses yang dimaksud mencakup banyak hal. Setidaknya ada tiga jenis sumber daya yang didapat oleh para peserta dalam IGA 2018, yaitu:

  • Kesempatan bertemu para mentor yang berpengalaman dan dapat memberi feedback tepat sasaran
  • Akses berbagai tools dan data milik Google seputar pengembangan mobile game
  • Koneksi ke berbagai pelaku industri game—baik sesama developer, penerbit, hingga investor—yang berpotensi menjadi kerja sama jangka panjang

“Kita bisa cerita studio kita lagi gimana, game kita lagi gimana, challenge yang kita hadapi kayak gimana,” ujar Nikko. Berbeda dengan kelas workshop biasa di mana satu mentor menangani banyak peserta sekaligus, mentorship di IGA 2018 berjalan lebih intim. Peserta bisa bertatap muka dan berdiskusi empat mata dengan masing-masing mentor, sehingga masalah yang didiskusikan pun bisa sangat detail.

Nikko Soetjoadi
Nikko Soetjoadi, co-founder Niji Games | Sumber: Dokumentasi Hybrid

“Yang pasti nanti semua developer akan punya akses ke resource punya Google ini. Kita akan dikasih informasi-informasi yang lumayan sensitif, yang cuman mereka kasih buat partner-partner. Kedua, kita belajar dari pengalaman-pengalaman Google dan mentor. Gimana sih startup itu? Gimana cara bikin game yang bagus, begitu,” lanjut Nikko. Informasi yang didapat selama IGA 2018 adalah informasi yang sifatnya paten. Artinya manfaat informasi tersebut tidak hanya terasa beberapa waktu setelah bootcamp, tapi merupakan bekal yang bisa dimanfaatkan jauh di masa depan.

Menariknya, ketika dikonfirmasi kepada Marcus Foon (Program Manager Google), ia berkata bahwa sebenarnya data yang diberikan pada para peserta itu bukan termasuk data sensitif. Google memiliki data lengkap tentang performa seluruh game yang ada di Google Play, mulai dari error report, data monetisasi, dan sebagainya. Pada dasarnya yang diberikan pada para peserta adalah insight berkaitan dengan data tersebut. Dengan insight itu, harapannya para developer bisa merilis game dengan kondisi paling optimal.

Walau bukan data sensitif, tentu sulit bagi para developer untuk mendapatkan akses ke insight yang dimaksud dalam kondisi normal. Akses itulah yang difasilitasi Google melalui Indie Games Accelerator. Selain itu, networking yang terjadi di kalangan peserta dan mentor juga merupakan manfaat yang besar. Para peserta telah membentuk komunitas developer indie sendiri, dan beberapa di antaranya bahkan telah menjalin kerja sama. Salah satu peserta berhasil mendapat kontrak penerbitan game di tengah IGA 2018, sementara beberapa peserta lain berinisiatif untuk mendirikan asosiasi developer game indie di negara asalnya.

IGA 2018 - Indonesian Developers
Tiga perwakilan Indonesia: Gaco Games, Everidea, dan Niji Games | Sumber: Dokumentasi Google

Menunda perilisan demi feedback

Selama IGA 2018 berjalan, Niji Games sebenarnya tengah mengembangkan sebuah mobile game berjudul Jones: Jomblo is Happiness. Pada awalnya mereka berencana untuk merilis game tersebut di awal bulan November 2018, namun Niji Games memutuskan untuk menunda perilisannya. Alasannya, supaya mereka bisa membawa game tersebut ke IGA 2018 dan mendapatkan feedback dari para mentor.

“Sebenarnya kita mau launching, tapi ditahan. Tunjukin ke mentornya dulu, minta feedback, tunggu dapat ilmu dulu,” tutur Nikko. Benar saja, ternyata banyak hal yang berubah setelah game tersebut dibawa ke IGA 2018. “Beberapa bagian, terutama bagian depannya banyak yang kita ubah.”

Bagian depan yang dimaksud adalah pembukaan game dan bagian tutorial. Jones: Jomblo is Happiness sebenarnya bukan game dengan sistem permainan rumit, hanya berupa sejenis visual novel. Namun pemain akan dihadapkan pada banyak pilihan yang mempengaruhi ending. Tutorial yang baik dapat membantu pemain lebih mengerti aturan dalam game, sehingga mereka tidak melakukan kesalahan dan mendapat ending yang buruk.

Niko melanjutkan, “Mengubah itu juga makan waktu, hampir telat kita. Sampai hari ini kita kebut ya, dan baru selesai kemarin sebetulnya. Kita launching supaya available buat acara ini.” Jones: Jomblo is Happiness akhirnya dirilis pada tanggal 27 November 2018, hanya sehari sebelum acara puncak IGA 2018 yaitu upacara kelulusan di tanggal 28.

Perubahan tersebut membawa hasil sangat positif. Setelah perilisannya, Jones: Jomblo is Happiness berhasil menjadi salah satu game premium terlaris di Google Play, bahkan menduduki peringkat 6 daftar Top Paid Games. Menurut Nikko, 99% pembeli berasal dari Indonesia, tapi mereka tidak terpaku pada pasar lokal saja. “Kalau di Niji kita menjamah dua-duanya sih, lokal dan global,” katanya. “Kita sudah siapin localization ke bahasa Inggris, jadi orang luar juga bisa main.”

Lebih percaya diri menjalankan perusahaan

Indie Games Accelerator 2018 bukan hanya soal bagaimana cara membuat game yang bagus. Lebih dari itu, Google ingin program ini dapat menelurkan perusahaan-perusahaan game yang kokoh dan sustainable untuk jangka panjang. Karena itulah mereka juga memberikan pelatihan bisnis, motivasi, leadership, recruitment, dan sebagainya. Google juga memberikan materi manajemen berbasis OKR (Objective and Key Results) sebagai salah satu cara menjalankan perusahaan.

Namun itu bukan berarti Google mewajibkan semua peserta untuk menjalankannya. Niji Games termasuk perusahaan yang tidak melakukan perubahan sistem manajemen, namun ada juga developer negara lain yang melakukan perubahan drastis dan mengaku hasilnya sangat baik.

Nikko Soetjoadi - Developers Panel
Nikko bersama peserta-peserta IGA 2018 lainnya | Sumber: Dokumentasi Hybrid

Lalu apa perubahan yang dirasakan oleh Niji Games sendiri setelah IGA 2018? “Mungkin lebih pede ya,” jawab Nikko. “Punya confidence gitu. Kita ada ilmu baru, kita ada network, jadi kalau kita ngerjain produk, atau approaching investor, atau apa, gitu lebih bisa ngomong.” Niji Games memang tergolong perusahaan game yang sudah cukup lama berdiri di Indonesia. Mereka sudah beroperasi sejak tahun 2015 dan sejauh ini cukup stabil, jadi belum membutuhkan perubahan sistem manajemen yang drastis.

Nikko juga mengaku tidak begitu khawatir dengan persaingan di dunia mobile game yang kini semakin ketat. Memang banyak game besar meledak di pasaran, seperti Mobile Legends atau PUBG Mobile, tapi itu tidak begitu mempengaruhi Niji Games. “Indie punya market sendiri. Game yang kita bikin kan bukan Mobile Legends. Kita nggak nyaingin mereka, tapi lain.”

Ke depannya, Niji Games berencana untuk merekrut kru tambahan sebagai tenaga programmer. Mereka kini tengah mengembangkan lima game, dan salah satunya direncanakan untuk terbit di tahun 2019. Niji Games juga terbuka dengan kemungkinan pengembangan game di platform selain mobile, tapi itu semua tergantung kondisi. “Kalau ada ide produk yang tepat kita open sih untuk membuat game di console atau PC. Tergantung jenis game-nya, sama tergantung nanti timnya. Soalnya dunia itu kan dunia asing ya, kita belum punya pengalaman dan semua belajar dari nol,” demikian jelas Nikko.