10 Kamera untuk Video dengan Harga Kurang dari 10 Juta Rupiah yang Bisa Dibeli di Indonesia

Hampir semua kamera modern, termasuk halnya smartphone, bisa digunakan untuk menjepret foto dan merekam video sekaligus. Kendati demikian, tidak semuanya betul-betul didedikasikan untuk perekaman video.

Memilih kamera untuk video pada dasarnya lebih rumit ketimbang memilih kamera untuk foto, sebab yang perlu diperhatikan bukan cuma resolusi video yang dapat dihasilkan saja. Rekan saya, Lukman, sebelumnya sempat menuliskan sejumlah tips memilih kamera untuk video, dan di artikel ini, saya ingin memberikan rekomendasi langsung terkait kamera-kamera yang pantas dibeli, khususnya bagi yang memiliki bujet terbatas.

Tanpa basa-basi lebih jauh, berikut adalah 10 kamera untuk video yang bisa dibeli di Indonesia dengan dana kurang dari 10 juta rupiah.

1. Sony ZV-1

Dari perspektif sederhana, Sony ZV-1 pada dasarnya merupakan Sony RX100 yang sudah dioptimalkan untuk pengambilan video. Berbekal sensor 1 inci dan bodi yang ringkas, ia pantas dijadikan senjata andalan saat vlogging, apalagi jika melihat layarnya yang bisa dihadapkan ke depan. Keberadaan lensa 24-70mm f/1.8-2.8 juga membuatnya semakin fleksibel.

Kemampuan videonya pun tidak boleh diremehkan. Sony ZV-1 mampu merekam dalam resolusi maksimum 4K 30 fps dengan bitrate 100 Mbps dan tanpa pixel binning pada format XAVC S. Ia juga dibekali hot shoe dan colokan untuk mikrofon eksternal seandainya pengguna tidak puas dengan kualitas mikrofon bawaannya (yang sebenarnya sudah tergolong bagus).

Di Indonesia, kamera ini bisa dibeli dengan harga Rp9.499.000. Anda hanya perlu menyiapkan SD card, maka perangkat bisa langsung digunakan. Buat yang ingin tahu lebih detail mengenai kamera ini, Anda bisa membaca review lengkapnya di sini.

Link pembelian: Sony ZV-1

2. Sony RX0 II

Anda lebih suka dengan desain ala action cam? Coba lirik Sony RX0 II. Kamera ini betul-betul Sony rancang untuk videografer, baik yang masih amatir sampai yang sudah masuk kelas profesional. Para vlogger pun masuk sebagai target pasarnya, sebab layarnya memang bisa dilipat sampai menghadap ke depan.

Di balik ukurannya yang terbilang mungil, bernaung sensor 1 inci bertipe stacked dengan kemampuan merekam dalam resolusi 4K 30 fps, juga dengan bitrate 100 Mbps dan tanpa pixel binning pada format XAVC S. Seperti kebanyakan action cam, ia mengemas lensa fixed (24mm f/4.0). Input mikrofon pun juga tersedia bagi yang membutuhkan.

Dengan banderol Rp9.999.000, kamera ini bakal jadi upgrade yang sangat signifikan bagi mereka yang masih menggunakan smartphone untuk merekam video. Silakan baca artikel hands-on singkatnya seandainya masih penasaran.

Link pembelian: Sony RX0 II

3. Panasonic Lumix LX10

Alternatif lain buat para vlogger, kamera ini turut mengemas sensor 1 inci pada bodi mungilnya. Tipikal Panasonic, sensor tersebut ditandemkan dengan lensa Leica 24-72mm f/1.4-2.8. Sistem penstabil gambar 5-axis turut tersedia, tapi ini hanya bisa aktif ketika merekam video di resolusi 1080p ke bawah.

Namun tak usah khawatir, sebab kamera ini tetap mampu merekam dalam resolusi maksimum 4K 30 fps di bitrate 100 Mbps. Kekurangannya mungkin hanya satu: ia tidak punya port mikrofon. Oh dan satu lagi, ia merupakan produk keluaran tahun 2016. Terlepas dari itu, ia tetap sangat bisa diandalkan untuk keperluan merekam video, dengan catatan dana Anda tidak kurang dari Rp9.499.000.

Link pembelian: Panasonic Lumix LX10

4. Panasonic Lumix G85

Kalau yang diincar adalah fleksibilitas terbaik, maka Anda harus mempertimbangkan kategori mirrorless. Di rentang harga ini, ada Lumix G85. Ia dibekali sensor Micro Four Thirds dan sanggup merekam dalam resolusi 4K 30 fps dengan bitrate 100 Mbps. Ia bahkan punya port HDMI out untuk disambungkan ke external recorder.

Kamera ini memang bukan model yang paling baru, tapi harganya sudah tinggal Rp7.999.000, sehingga sisa dua jutanya bisa dibelikan lensa. Memangnya ada lensa semurah itu yang mendukung autofocus? Well, silakan tengok lensa 14-42mm f/3.5-5.6 milik Olympus, yang sepenuhnya kompatibel dan dijual seharga 1,3 juta saja. Atau kalau bujet Anda bisa melar sedikit, tersedia pula bundel G85 plus lensa 25mm f/1.7 seharga 10,5 juta.

Link pembelian: Panasonic Lumix G85 (body only)

5. Fujifilm X-T200

Mirrorless lain yang patut dilirik adalah Fujifilm X-T200, yang bisa didapat seharga Rp9.499.000, sudah termasuk lensa 15-45mm f/3.5-5.6. Ia mengemas sensor APS-C dan sanggup merekam video 4K secara proper di 30 fps, dengan bitrate maksimum 100 Mbps, tidak seperti pendahulunya yang terbatas di 4K 15 fps saja (alias tidak usable).

Seperti hampir semua kamera yang ada di artikel ini, layarnya juga bisa dihadapkan ke depan sehingga cocok untuk keperluan vlogging. Hot shoe dan colokan 3,5 mm juga tersedia sehingga pengguna bisa memasangkan mikrofon eksternal dengan mudah.

Link pembelian: Fujifilm X-T200

6. Canon PowerShot G7 X Mark III

Model compact premium dari Canon ini menawarkan peningkatan pesat dibanding generasi sebelumnya dalam bentuk sensor 1 inci bertipe stacked. Kemampuan videonya pun juga dirombak besar-besaran. 4K 30 fps dengan bitrate 120 Mbps adalah opsi tertinggi yang bisa dipakai, dan ia bahkan dibekali mode khusus untuk live streaming ke YouTube dalam resolusi 1080p 30 fps. Ya, langsung dari kamera dengan mengandalkan Wi-Fi.

Canon bahkan mengambil satu langkah ekstra dengan menyematkan mode perekaman video vertikal, sehingga hasilnya bisa langsung diedit di smartphone dan dibagikan ke media sosial. Ia memang tidak punya hot shoe, tapi setidaknya masih ada colokan 3,5 mm untuk mengakomodasi mikrofon eksternal.

Harganya? Rp9.499.000 saja. Simak juga ulasan lengkapnya untuk mendapatkan impresi yang lebih lengkap.

Link pembelian: Canon PowerShot G7 X Mark III

7. Insta360 One R 1-Inch Edition

Buat yang berniat membawa kameranya bertualang, Anda tentu butuh action cam dengan fisik yang tangguh. Salah satu kandidatnya adalah Insta360 One R 1-Inch Edition yang dijual seharga Rp8.749.000. Kamera ini tak hanya sekadar mengandalkan bodi yang kokoh saja (bisa menyelam sampai 5 meter tanpa bantuan casing tambahan), tetapi spesifikasinya pun sangat mumpuni berkat sensor 1 inci dan lensa 14,4mm f/3.2 yang dikembangkan bersama Leica.

Resolusi maksimum yang dapat direkam adalah 5,3K 30 fps dengan bitrate 100 Mbps. Namun hal menarik lain dari kamera ini adalah desain modularnya; sensor dan lensanya itu bisa dicopot dan diganti dengan modul yang lain. Insta360 bahkan punya modul berlensa ganda yang dapat dipakai untuk merekam video 360 derajat.

Link pembelian: Insta360 One R 1-Inch Edition

8. GoPro Max

Kalau memang yang diincar adalah perekaman video 360 derajat, maka GoPro Max bisa jadi salah satu alternatif yang menarik. Menarik karena selain bisa merekam video 360 derajat dalam resolusi 5,6K 30 fps, ia juga dapat berperan sebagai action cam biasa maupun kamera vlogging, meski di mode ini resolusinya cuma terbatas di 1440p 60 fps saja.

Seperti GoPro modern lain, Max turut dibekali sistem stabilisasi HyperSmooth yang sangat efektif dalam meredam guncangan. Total ada enam buah mikrofon yang tertanam di kamera ini, dan GoPro mengklaim kinerjanya tak kalah dari shotgun mic.

GoPro Max memang sudah tidak tergolong baru, tapi itu berarti harganya pun sudah turun menjadi Rp7.828.000. Namun kalau Anda menginginkan yang terbaik dari GoPro, masih ada kamera lain yang lebih oke.

Link pembelian: GoPro Max

9. GoPro Hero10 Black

Kamera lain yang saya maksud adalah GoPro Hero10 Black yang masih sangat gres. Dibandingkan versi sebelumnya, Hero10 mengemas sensor baru sekaligus prosesor baru. Alhasil, kemampuan perekaman videonya naik menjadi 5,3K 60 fps, atau 4K 120 fps. Ya, Anda bisa menciptakan adegan slow-motion di resolusi 4K menggunakan kamera ini.

Kinerja kamera secara keseluruhan juga lebih gegas daripada pendahulunya, sehingga semua pemrosesan bakal rampung dalam waktu yang lebih singkat. Pembaruan pada sistem penstabil gambarnya berarti ia dapat meredam guncangan yang lebih ekstrem daripada sebelumnya.

Di Indonesia, pre-order GoPro Hero10 Black saat ini sudah dibuka di harga Rp8.499.000, dengan estimasi kedatangan pada akhir Oktober 2021. Buat yang sebelumnya memiliki Hero9, semua aksesori untuk kamera tersebut kompatibel dengan Hero10.

Link pembelian: GoPro Hero10 Black

10. DJI Pocket 2

Untuk mendapatkan stabilisasi yang lebih baik, videografer biasanya memanfaatkan alat bantu bernama gimbal. Kalau tidak mau ribet, Anda juga bisa mencari kamera yang dari sananya memang sudah dibekali gimbal bawaan. Contohnya seperti DJI Pocket 2 ini.

Duduk manis di gimbal 3-axis miliknya adalah sensor 1/1,7 inci dan lensa 20mm f/1.8 yang siap digunakan untuk merekam video 4K 60 fps dengan bitrate 100 Mbps. Berkat keberadaan sebuah layar mungil, kamera ini tentu juga sangat ideal untuk vlogging.

Konsumen tanah air bisa membeli kamera ini seharga Rp5.999.000. Sederet aksesori opsional juga tersedia guna semakin menambah fleksibilitasnya.

Link pembelian: DJI Pocket 2

Camcorder Profesional Sony FS5 II Siap Hasilkan Video 4K HDR Tanpa Editing

Sony baru saja memperkenalkan kamera video kelas profesional terbarunya, FS5 II. Sesuai namanya, ia merupakan suksesor dari camcorder bernama sama yang dirilis di tahun 2015. Pembaruannya tergolong minor – dan sebenarnya sudah tersedia pada pendahulunya meski dalam wujud firmware update berbayar – akan tetapi cukup signifikan kalau mengikuti tren terkini.

Tren yang saya maksud adalah video HDR. Seperti yang kita tahu, video HDR memiliki keunggulan dalam hal kontras dan kekayaan warna. Namun proses pembuatannya sering kali tidak mudah, melibatkan proses pascaproduksi yang cukup panjang demi menghasilkan video yang memikat.

Sony FS5 II

Sony FS5 II mencoba menjegal problem ini lewat fitur Instant HDR. Fitur ini pada dasarnya bakal mengeliminasi tahap color grading yang biasa dilakukan selama proses penyuntingan video. Kendati demikian, mereka yang lebih memilih untuk mengaturnya secara manual masih memiliki opsi perekaman dalam format S-Log2 maupun S-Log 3.

Sony bilang bahwa pengolahan warna yang disajikan fitur ini berkaca pada kamera kelas atas mereka yang bernama Venice. Lewat FS5 II, Sony sejatinya mencoba mengaplikasikan color science yang terdapat pada kamera seharga $42.000 itu ke bodi kamera yang lebih kecil dan jauh lebih terjangkau.

Sony FS5 II

Selebihnya, FS5 II tidak berbeda dari pendahulunya. Perangkat masih mengandalkan sensor Super 35 Exmor yang sanggup merekam video 4K 30 fps atau 1080p 120 fps langsung ke dalam SD card. Kalau menggunakan external recorder, output-nya bisa didongkrak menjadi 4K 60 fps.

Kamera ini rencananya bakal memasuki pasaran mulai bulan Juni mendatang seharga $4.750 (body only). Kalau ini terlalu mahal dan HDR bukan prioritas buat Anda, mungkin persembahan terbaru Blackmagic bisa menjadi alternatif yang lebih menarik.

Sumber: DPReview.

BlackMagic Pocket Cinema Camera 4K Siap Tandingi Lumix GH5S Meski Hanya Berharga Separuhnya

Tidak setiap hari Anda mendengar nama Blackmagic disebut di dunia kamera. Namun ketika itu terjadi, bisa dipastikan topiknya tidak jauh dari kamera video kelas profesional, seperti ketika mereka merilis kamera bernama Pocket Cinema Camera di tahun 2013. Tepat lima tahun berselang, produsen asal Australia itu mengungkap suksesornya, Blackmagic Pocket Cinema Camera 4K.

Kamera ini membawa pembaruan yang amat signifikan dibanding pendahulunya. Yang paling utama bisa dilihat dari namanya, yakni perekaman dalam resolusi DCI 4K (4096 x 2160) dalam kecepatan 60 fps atau 1080p 120 fps, baik dalam format RAW 12-bit maupun ProRes 10-bit.

Kualitas gambarnya sendiri tidak perlu diragukan, mengingat Blackmagic telah menyematkan sensor Four Thirds. Lebih istimewa lagi, sensor ini mengusung teknologi Dual ISO (dengan ISO maksimum 25600) yang berguna untuk memaksimalkan kinerjanya di kondisi minim cahaya, kurang lebih mirip seperti yang ditawarkan Panasonic Lumix GH5S maupun RED Gemini 5K S35.

Blackmagic Pocket Cinema Camera 4K

Selain dari sisik teknis, desainnya juga jauh lebih baik ketimbang pendahulunya. Kini lebih menyerupai kamera mirrorless, perangkat mengemas hand grip yang jauh lebih besar dan nyaman di genggaman. Di saat mayoritas produsen kamera menggunakan bahan magnesium sebagai sasis kamera, Blackmagic memilih memakai material komposit yang terbuat dari polycarbonate dan serat karbon.

Juga tidak umum adalah layar sentuh berukuran masif yang mendominasi panel belakangnya, dengan bentang diagonal 5 inci dan resolusi 1920 x 1080 pixel. Hal lain yang tidak kalah menarik adalah, port USB-C miliknya bisa dimanfaatkan untuk merekam video secara eksternal, semisal dengan menyambungkan sebuah SSD.

Blackmagic Pocket Cinema Camera 4K

Konektivitas lainnya mencakup port HDMI yang mendukung output 10-bit, input mini XLR, 3,5 mm, dan sebuah jack headphone. Soal lensa, kamera ini secara default kompatibel dengan semua lensa Micro Four Thirds buatan Panasonic dan Olympus.

Desainnya premium, spesifikasinya cukup dewa, tentu saja harganya mahal, bukan? Tidak, kamera ini rencananya bakal dipasarkan seharga $1.295, meski pastinya kapan masih belum diketahui. Banderol tersebut sudah termasuk software DaVinci Resolve Studio, yang normalnya harus ditebus secara terpisah seharga $300.

Sumber: DPReview.

Foxconn dan RED Tertarik Mengembangkan Kamera 8K dengan Harga yang Lebih Terjangkau

Bagi sebagian besar orang, kamera mirrorless buatan Sony atau Panasonic sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan video dengan kualitas jauh di atas kamera smartphone. Namun kalau uang memang bukan masalah, saya yakin kamera-kamera buatan RED yang terkadang bisa seharga mobil mewah bakal menjadi pertimbangan.

Apakah situasinya harus selamanya demikian? Tidak, kalau menurut Foxconn. Baru-baru ini, perusahaan perakit perangkat elektronik itu mengungkap rencananya untuk bekerja sama dengan RED, dengan tujuan untuk menciptakan kamera yang sanggup merekam dalam resolusi 8K, tapi dengan dimensi dan banderol harga sepertiga dari yang ada sekarang.

Kalau kita lihat, kamera 8K ‘termurah’ RED sekarang adalah Epic-W yang mengemas sensor Helium 8K S35. Untuk bodinya saja, konsumen harus merogoh kocek sedalam $29.500. Kalau sepertiganya, berarti kamera baru hasil kolaborasi Foxconn dan RED ini nanti bakal dibanderol kurang lebih sekitar $10.000.

Angka itu memang masih sangat mahal kalau dibandingkan dengan kamera termahal Panasonic sekalipun, yakni Lumix GH5S yang dijual seharga $2.500 untuk bodinya saja. Namun perlu diingat, kemampuan merekam Lumix GH5S ‘hanya’ mentok di 4K, sedangkan yang Foxconn dan RED incar adalah kamera 8K.

Pertanyaan berikutnya, mengapa Foxconn? Jawabannya karena keduanya memang sudah punya hubungan baik selama ini. Foxconn selama ini sudah berjasa merakitkan komponen LSI circuit yang digunakan pada kamera-kamera besutan RED, dan rencana baru ini sejatinya bakal semakin memperdalam kemitraan mereka.

Tidak ada sama sekali yang menyinggung soal waktu maupun jadwal perilisan di sini. Realisasinya mungkin masih membutuhkan beberapa tahun, dan mungkin ketika sudah siap, Sony dan Panasonic juga sudah menyiapkan kamera mirrorless yang sanggup merekam video 8K.

Sumber: DPReview dan EOSHD. Gambar header: Jakob Owens via Unsplash.

Trio Camcorder Baru Sony Siap Merekam Video 4K HDR dan Dibekali Sistem AF Jagoan

Perkembangan pesat di industri kamera membuat pabrikan seakan-akan lupa terhadap kalangan videografer profesional yang lebih nyaman menggunakan camcorder ketimbang DSLR maupun kamera mirrorless. Namun tidak bagi Sony. Mereka baru saja memperkenalkan trio camcorder baru, yakni XDCAM PXW-Z90, NXCAM HXR-NX80 dan Handycam FDR-AX700.

Ketiganya sama-sama ditenagai oleh sensor Exmor RS berukuran 1 inci yang sudah tidak perlu diragukan lagi kualitasnya jika melihat reputasi seri kamera RX100 dan RX10. Ketiga camcorder ini tidak hanya mampu merekam video 4K, tapi juga dalam format HDR yang kian populer.

Hebatnya lagi, berkat fitur Instant HDR, video dengan tingkat kontras dan warna yang jauh lebih superior ketimbang format standar itu bisa dihasilkan tanpa perlu menjalani proses color grading pada tahap editing. Di saat yang sama, pengguna yang menginginkan kontrol lebih lengkap terhadap warna dapat memanfaatkan mode perekaman S-Log3 atau S-Gamut3.

Video direkam menggunakan codec XAVC yang terbukti lebih baik ketimbang codec lawas AVCHD. Prosesor Bionz X yang mendampingi memungkinkan mode perekaman slow-motion dalam kecepatan 960 fps jika perlu, sedangkan lensa 29mm buatan Zeiss memberikan fleksibilitas ekstra berkat optical zoom sejauh 12x.

Akan tetapi kualitas video baru sebagian cerita dari trio camcorder ini. Pasalnya, masing-masing juga dilengkapi sistem autofocus phase-detection 273 titik yang sangat cepat sekaligus akurat, bahkan untuk mengikuti objek bergerak sekalipun. Pada kenyataannya, sistem AF ini bahkan lebih superior ketimbang yang dimiliki RX10 IV karena dapat dikustomisasi lebih lanjut.

Pengoperasiannya mengandalkan viewfinder elektronik berpanel OLED, dengan resolusi 2,36 juta dot. Tak hanya itu, Sony turut membekali ketiganya dengan layar sentuh 3,5 inci beresolusi 1,55 juta dot. Menggunakan aksesori terpisah, ketiga camcorder dapat digunakan dalam setup multi-kamera dengan mudah.

Seperti yang saya bilang, ketiga camcorder ini ditujukan buat kalangan profesional, dan ini bisa dilihat dari harganya. FDR-AX700 di kasta terbawah dibanderol $1.900 dan akan dipasarkan mulai Oktober. HXR-NX80 yang mengemas sederet input mikrofon XLR dibanderol $2.300, sedangkan PXW-Z90 yang menyimpan sejumlah fitur khusus broadcasting dibanderol $2.800; keduanya menyusul pada bulan Desember.

Sumber: DPReview dan Sony.

Usung Sensor Full-Frame, Kamera Sinema Sony Venice Unggulkan Perekaman 6K dan Desain Modular

Sony punya persembahan baru untuk kalangan videografer profesional. Dijuluki Venice, ia merupakan generasi terbaru lini CineAlta yang untuk pertama kalinya mengusung sensor full-frame berukuran 36 x 24 mm. Sebagai bagian dari CineAlta, Venice sudah pasti menjanjikan reproduksi warna yang apik serta dynamic range yang luas (sampai 15-stop).

Dipadukan dengan lensa full-frame, Venice dapat merekam video dalam resolusi maksimum 6048 x 4032 pixel alias 6K. Kendati demikian, Venice rupanya juga kompatibel dengan lensa Anamorphic, Super 35, Spherical maupun lensa E-mount milik lini mirrorless Sony dengan modifikasi ekstra.

Sony membebaskan pengguna Venice untuk merekam dalam format XAVC 10-bit, atau RAW/X-OCN 16-bit dengan bantuan external recorder. Sistem manajemen warna yang canggih dan dukungan wide color gamut memungkinkan pengguna untuk melakukan editing dengan sangat leluasa.

Sony Venice

Namun hal lain yang tak kalah penting untuk disorot adalah desain modular yang diadopsi oleh Venice. Tujuannya bukan cuma untuk memasangkan berbagai macam aksesori dari lini CineAlta saja, bahkan sensor kamera ini pun juga modular, yang berarti pengguna dapat melepasnya dan menggantinya dengan yang baru ke depannya.

Aspek modular ini sejatinya merupakan salah satu alasan mengapa RED Camera yang tergolong pendatang baru pada akhirnya bisa menuai reputasi di industri perfilman. Sony sepertinya banyak belajar dari sini, dan dengan Venice mereka ingin memberikan kebebasan sekaligus fleksibilitas lebih terhadap konsumen.

Fitur lain yang tak kalah menarik dari Venice adalah integrasi ND filter 8 tahap. Bodi perangkat juga telah dirancang sedemikian rupa agar dapat beroperasi di lokasi dengan cuaca ekstrem sekalipun.

Sayang sekali sejauh ini belum ada informasi harga untuk Sony Venice. Sony berencana untuk membawa Venice ke pasaran mulai Februari tahun depan.

Sumber: DPReview.

5 Kamera Pilihan untuk Keperluan Vlogging

Sama seperti blogger, semua orang pada dasarnya bisa menjadi vlogger. Mengapa? Karena medium distribusinya adalah internet – biasanya YouTube – dan topik yang dijadikan fokus pun bisa bermacam-macam, bisa seputar teknologi, gadget seperti MKBHD atau SobatHape untuk yang lokal, kuliner, tips perawatan wajah sampai gaming macam PewDiePie.

Kalau senjata utama para blogger adalah laptop, vlogger tentu saja membutuhkan kamera untuk merekam video. Kamera apapun? Ya selama bisa merekam video, kamera itu bisa dipakai untuk vlogging. Pun begitu, untuk bisa menarik minat penonton, tentunya kita perlu menyediakan konten yang berkualitas. Untuk itu, kamera yang dipilih harus bisa menghasilkan video dengan mutu yang terjamin.

Apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam memilih kamera untuk vlogging? Utamanya adalah kualitas video dalam resolusi full-HD (1080p) atau lebih, tapi fitur ekstra seperti layar yang bisa diputar menghadap ke depan atau colokan mikrofon juga tidak kalah penting di mata seorang vlogger.

Dalam artikel ini, DS/lifestyle sudah menyiapkan 5 kamera pilihan yang bisa dijadikan senjata andalan saat vlogging. Kelimanya dipilih menyesuaikan budget dan berdasarkan keunggulannya masing-masing. Berikut daftar lengkapnya.

1. Canon PowerShot G7 X

Canon PowerShot G7 X

G7 X bukan sembarang kamera compact. Ia dibekali sensor 1 inci beresolusi 20,2 megapixel, dan yang terpenting, sanggup merekam video dalam resolusi 1080p 60 fps. Namun yang lebih krusial lagi, pengaturan exposure bisa dilakukan secara manual selagi video sedang direkam, mulai dari kecepatan shutter, aperture sampai tingkat sensitivitas ISO.

Anda bahkan juga bisa menetapkan titik fokus dengan menyentuh LCD-nya. LCD-nya sendiri bisa dimiringkan hingga menghadap ke depan sehingga Anda bisa melihat langsung apa yang sedang direkam oleh kamera. G7 X turut dibekali sistem image stabilization dan lensa jagoan, 24 – 100 mm f/1.8-2.8.

Harganya tidak terlalu mahal, sekitar Rp 6,5 juta. Namun kalau Anda mau bersabar, Anda bisa menanti kehadiran G7 X Mark II yang punya bodi lebih ergonomis dan performa lebih kencang.

2. GoPro Hero4 Silver

GoPro Hero4 Silver

Tidak cuma untuk mengabadikan aksi-aksi ekstrem, GoPro Hero4 Silver juga ideal bagi para vlogger. Kualitas hasil rekamannya tak perlu diragukan lagi. Ia bahkan siap merekam dalam resolusi 2,7K 30 fps dan dalam sudut pandang 170 derajat yang amat luas.

Keunggulan lain Hero4 Silver adalah kehadiran LCD di belakang untuk melakukan pengaturan dengan mudah, tidak ketinggalan pula dukungan aksesori mount yang begitu melimpah. Semisal Anda ingin vlogging sembari bersepeda, lakukan saja selagi Hero4 Silver menggantung di atas setang.

Harganya sepadan dengan fitur dan kualitas yang diberikan di kisaran Rp 5,5 juta.

3. Sony RX100 III

Sony RX100 III

Saya tahu, ini memang bukan model yang terbaru. Namun perbedaannya terbesarnya dengan RX100 IV hanyalah pada resolusi dan mode slow-motion, sedangkan harganya terpaut jauh. Kalau yang Anda cari sekedar video 1080p dalam sebuah paket yang begitu ringkas, RX100 III adalah pilihan yang tepat.

Fitur lain yang membuat kamera ini ideal bagi para vlogger adalah LCD yang bisa diputar menghadap ke depan, sama seperti milik G7 X tadi. Pengoperasian secara manual pun juga mungkin dilakukan. Minus terbesar dari kamera ini hanyalah, layarnya bukan layar sentuh.

Selebihnya, dengan modal Rp 11 juta Anda akan mendapat kamera jago foto sekaligus video yang bisa disimpan dengan mudah di dalam saku celana. Travelling sambil vlogging, silakan.

4. Panasonic Lumix G7

Panasonic Lumix G7

Bagi vlogger yang sudah cukup berpengalaman dan ingin meningkatkan kualitas produksinya, Lumix G7 adalah salah satu alternatif terbaik. Tak hanya mampu merekam video dalam resolusi 4K 30 fps, tapi ia juga akan menyimpannya langsung di memory card tanpa memerlukan bantuan perangkat eksternal.

Kualitas hasil rekamannya juga dapat lebih dimaksimalkan lagi dengan memasangkan lensa yang lebih oke, mengingat ia merupakan kamera mirrorless. LCD-nya yang berada di belakang bisa diputar ke depan, dan pengguna juga bebas menentukan titik fokus dengan menyentuh layar.

Selain itu, Lumix G7 turut mengemas colokan mikrofon. Seperti yang kita tahu, video itu bukan soal gambar bergerak saja, tetapi juga suara. Dengan G7, pengguna bisa menyambungkan mikrofon eksternal guna meningkatkan kualitas suara yang ditangkap selagi perekaman berlangsung.

Terkait harganya, ia dibanderol Rp 10,8 juta bersama lensa 14 – 42 mm f/3.5-5.6.

5. Sony A7S II

Sony A7S II

Kamera yang terakhir ini benar-benar ditujukan buat videografer maupun vlogger yang sudah masuk dalam taraf profesional. Kelebihan utamanya? Sensor full-frame dengan sensitivitas terhadap cahaya yang begitu tinggi. Saking tingginya, bahkan ia bisa melihat apa yang kita tidak bisa lihat di dalam kegelapan.

Kelebihan lain adalah sistem image stabilization 5-axis yang akan memastikan hasil rekaman benar-benar mulus meski pengguna tidak memakai tripod. Lebih lanjut, A7S II turut dibekali colokan mikrofon dan headphone sekaligus. Jadi selain dapat disambungkan dengan mikrofon eksternal, ia juga bisa ditancapi headphone – berguna untuk memonitor kualitas audio selama perekaman.

Tak ada gading yang tak retak. Kamera seharga Rp 45 juta (body only) ini punya satu kekurangan yang cukup krusial bagi para vlogger: layarnya tidak bisa dimiringkan sampai menghadap ke depan dan bukan merupakan layar sentuh. Kendati demikian, kalau mementingkan kualitas video di atas segalanya, sulit mencari lawan yang lebih unggul darinya.

Itu tadi daftar singkat yang DS/lifestyle susun, Anda punya usulan atau rekomendasi kamera lain yang pas untuk vlogging? Jangan lupa untuk menuliskannya di kolom komentar.

Gambar header: Marques Brownlee via YouTube.