Emban Amanah Baru, LPS Rancang Pembaruan

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) baru-baru ini mendapat peran yang lebih besar dalam upaya memelihara ketahanan sistem keuangan negara. Tanggung jawab tersebut berkaitan dengan tugas dan perannya dalam melakukan penanganan bank gagal dengan menggunakan metode Purchase and Assumption (PnA) dan Bridge Bank serta penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) dalam penanggulangan krisis.

Antisipasi terhadap goyahnya keuangan negara akan dilakukan LPS mengingat begitu tingginya dinamika situasi keuangan, seperti misalnya kelahiran dan pertumbuhan bisnis fintech yang sukses mengisi niche market tanpa sentuhan perbankan konvensional. Di samping itu, kita juga mungkin pernah mendengar bahwa peluang kolaborasi bisnis fintech Indonesia begitu tinggi meski tingkat akses lembaga keuangan formal masih rendah.

Dengan adanya peran yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) ini, LPS terus berusaha meningkatkan kemampuan baik secara organisasi maupun individual mereka.

Sebagai titik tolak pertama untuk melangkah maju, LPS menetapkan visi dan misi baru sebagai acuan pelaksanaan mandat UU PPKSK. LPS ingin menjadi lembaga yang terdepan, terpercaya dan diakui di tingkat nasional dan internasional dalam menjamin simpanan nasabah dan melaksanakan resolusi bank untuk mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan.

Guna melaksanakan amanah baru tersebut, LPS memperbarui visi dan misinya yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya ke depan. Empat misi baru utama telah dirumuskan LPS demi mencapai tujuan tersebut, antara lain adalah menyelenggarakan penjaminan simpanan yang efektif dalam rangka melindungi nasabah, melaksanakan resolusi bank yang efektif dan efisien, melaksanakan penanganan krisis melalui restrukturisasi bank yang efektif dan efisien, dan berperan aktif dalam mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan nasional melalui organisasi yang kompeten.

Selain itu, LPS juga mencanangkan 2017 sebagai tahun “transformasi”, di mana LPS akan melakukan seluruh upaya penyempurnaan kemampuan dalam melakukan fungsi dan tugasnya secara menyeluruh.

Sebagai catatan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah lembaga yang dibentuk pemerintah pada 22 September 2005 untuk menjamin simpanan nasabah di bank (umum atau BPR, konvensional maupun syariah) dan turut aktif memelihara stabilitas sistem keuangan.

Selama 11 tahun beroperasi (2005-2016), LPS telah melakukan pembayaran simpanan nasabah bank yang dicabut izin usahanya sebesar Rp1,176 triliun dari 152,8 ribu rekening dan telah melakukan penanganan (resolusi) bank sebanyak 77 bank (76 bank dilikuidasi dan satu diselamatkan).

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Lembaga Penjamin Simpanan

Bagaimana Menjamin Simpanan Uang di Bank?

Keuangan adalah urat nadi dari kehidupan; entah itu dalam skala negara, organisasi bisnis, bahkan individu. Hal ini menjadikan pengelolaan keuangan menjadi tinggi signifikansinya dan tak ubahnya kebutuhan utama. Sangat disayangkan, belum semua orang tertarik mengambil manfaat dari jasa dan inovasi di industri keuangan untuk menyimpan uangnya, khususnya di era financial technology ini.

Padahal, menyimpan uang sendiri justru memiliki risiko tinggi dan secara praktis kurang baik. Berbeda bila masyarakat memilih untuk memanfaatkan layanan dan atau teknologi keuangan yang sangat bisa dipertanggungjawabkan keamanannya.

Mari ambil contoh umum dalam penyimpanan uang yakni bank. Dengan layanan dari perbankan, nasabah dapat merasa tenang karena uangnya disimpan oleh lembaga yang bisa dipercaya dan memperoleh izin serta diawasi oleh pemerintah dalam pengelolaannya. Belum lagi, kalau pun bank tersebut pada akhirnya kolaps atau dicabut izin usahanya oleh otoritas, maka simpanan uang nasabah masih tetap dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Lembaga independen keuangan ini hadir untuk memberikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Saat ini, semua bank yang beroperasi di Indonesia telah menjadi peserta penjaminan LPS, baik bank konvensional maupun bank syariah.

Simpanan yang dijamin oleh LPS adalah tabungan, deposito, giro dan jenis simpanan lain yang dipersamakan dengan jenis-jenis simpanan yang disebutkan sebelumnya, termasuk juga untuk produk-produk simpanan dari bank syariah.

LPS menggunakan langkah-langkah yang praktis dan terintegrasi dengan teknologi yang dapat dilakukan masyarakat agar uangnya dijamin oleh LPS, antara lain sebagai berikut:

  1. Memeriksa saldo tabungan kita di bank (rekonsiliasi) dengan cara mencetak buku tabungan secara periodik (misal: sebulan sekali), hal tersebut juga dapat mengurangi kemungkinan ketidakcocokan catatan kita dengan bank.
  2. Cek bunga LPS di situs resmi LPS dan di bank, selanjutnya minta ke bank agar bunga yang diberikan adalah bunga LPS.
  3. Tidak punya kredit macet, dengan cara lunasilah kewajiban tepat waktu.

Bila ada bank gagal yang dicabut izin usahanya, LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi untuk menentukan simpanan yang layak dibayar dan simpanan tidak layak dibayar. Penetapan hasil rekonsiliasi dan verifikasi dilakukan secara bertahap dan paling lama 90 hari kerja sejak bank dicabut izin usahanya.

Pembayaran klaim penjaminan oleh LPS kepada nasabah juga dilakukan secara bertahap sesuai dengan penetapan hasil rekonsiliasi dan verifikasi. Pembayaran tahap pertama dilakukan lima hari kerja sejak rekonsiliasi dan verifikasi dimulai. LPS melakukan pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah melalui bank pembayar.

Nasabah diberikan waktu untuk mengajukan klaim penjaminan selama 5 tahun sejak bank dicabut izin usahanya. Untuk mengajukan/mencairkan klaim penjaminannya, nasabah harus membawa bukti kepemilikan simpanan (misalnya buku tabungan atau bilyet deposito) serta kartu identitas diri.


Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Lembaga Penjamin Simpanan