Peran Unreal Engine Dalam Serial Star Wars: The Mandalorian

The Rise of Skywalker rencananya akan jadi film Star Wars ‘terakhir’ sebelum Disney mengistirahatkan sementara franchise sci-fi raksasa ini. Sayang sekali, banyak fans skeptis pada Episode IX setelah dikecewakan oleh arahan sutradara Rian Johnson di The Last Jedi. Namun kabar baiknya, masih ada harapan bagi Star Wars. Perhatian para penggemar kini tertuju pada serial The Mandalorian yang tayang di layanan Disney+.

Jika Anda mengikuti The Mandalorian, mungkin Anda melihat sesuatu yang menarik ketika film ini usai dan bagian credit ditampilkan. Di sana, Lucasfilm/Disney mencantumkan nama yang tidak biasa di ranah perfilman: Epic Games, yaitu studio di belakang permainan Fortnite dan Unreal Tournament. Alasannya? Ternyata Jon Favreau selaku penulis sekaligus pencipta seri ini memanfaatkan teknologi Unreal Engine dalam pembuatan The Mandalorian.

Unreal sendiri ialah engine yang menjadi basis banyak permainan, baik blockbuster maupun independen: The Outer Worlds, We Happy Few, Street Fighter V, Sea of Thieves, hingga Star Wars Jedi: Fallen Order – ada deretan panjang game yang mengusungnya. Engine ini menjadi salah satu pilihan favorit developer karena ‘tingginya portabilitas tinggi’, fleksibilitas, serta kemudahan modifikasi. Pertanyaannya, apa yang dilakukan Unreal di film The Mandalorian?

Di sesi diskusi di konferensi SIGGRAPH 2019, Favreau menjelaskan bagaimana Unreal Engine betul-betul membantu proses previsualisasi. Mereka menggunakan sistem V-cam untuk membuat film dalam bentuk VR, mengirimkannya pada editor dan membiarkan mereka melakukan penyuntingan. Selain itu, kombinasi Unreal Engine serta sejumlah teknologi juga sangat berguna memuluskan alur produksi.

Satu contohnya: Unreal Engine bisa dimanfaatkan untuk membangun lingkungan virtual (computer-generated), kemudian pemandangan tersebut diproyeksikan ke dinding LED. Berdasarkan posisi kamera dan jenis lensa yang digunakan, perspektif pada hasil proyeksi dapat berubah secara natural dan otomatis. Dengan begini, teknologi Unreal dapat memberikan informasi visual langsung untuk para aktor, serta menyediakan sistem pencahayaan akurat bagi tim VFX.

Cara kerjanya seperti ini:

Pada pengambilan adegan tertentu, bergantung dari setting dan jenis lensa, kru dapat melihat jelas letak kamera, seperti apa pencahayaannya, interaksi cahaya terhadap objek/aktor, layout, latar belakang serta horizon. Mereka tidak perlu menyatukan bagian-bagian tersebut lagi karena engine sudah me-render lingkungan/pemandangan secara real-time.

Salah satu keuntungan utama dari metode visualisasi on-set berkat dukungan Unreal adalah, para aktor tak lagi mesti menebak-nebak. Seorang aktor mungkin dapat mendeteksi anomali saat melihat layar LED dari dekat, tapi dalam berakting ia bisa mengetahui jelas kondisi set, letak horison serta pencahayaan berkat pemakaian dinding LED – memastikan proses akting jadi lebih simpel.

Di luar akting, dukungan teknologi Unreal Engine menciptakan situasi yang memperkenankan lebih banyak kru di set memahami adegan yang sedang atau akan diambil. Itu berarti, tiap orang bisa lebih mudah berbagi ide dan saling memberikan masukan.

Peran Unreal Engine di serial The Mandalorian bisa Anda simak lebih lengkap di artikel Venturebeat ini.

Gambar header: StarWars.com.

Penulis Kawakan Chris Avellone Turut Menggarap Star Wars: Jedi Fallen Order

Disney terlihat berusaha agar film Star Wars tayang setidaknya setahun sekali, namun sejak akuisisi perusahaan hiburan itu terhadap Lucasfilm, kita belum mendapatkan permainan Star Wars yang betul-betul memuaskan. Gamer mengeluhkan reboot Battlefront karena kurangnya konten, lalu sekuelnya dikritisi akibat praktek loot box yang merusak keseimbangan gameplay.

Setelah pembatalan pengembangan Star Wars 1313, kini harapan berada di pundak Respawn Entertainment. Tim pencipta Titanfall dan Apex Legends itu saat ini tengah fokus menggarap permainan petualang third-person berjudul Star Wars Jedi: Fallen Order. Sejak resmi diumumkan oleh CEO Vince Zampella di E3 2018, detail mengenai permainan pelan-pelan terkuak. Rangkuman segala informasi terkait Fallen Order bisa Anda simak di artikel ini.

Mungkin Anda sudah tahu, pembuatan Star Wars Jedi: Fallen Order dipimpin oleh Stig Asmussen, mantan staf Sony Santa Monica yang turut bertanggung jawab menggarap trilogi God of War. Asmussen ialah seorang developer papan atas – pernah jadi lead environment artist, art director, hingga game director. Menariknya, Asmussen bukan satu-satunya talenta berpengalaman yang ikut mengembangkan Fallen Order. Via Twitter-nya, Chris Avellone membenarkan keikut-sertaan dirinya dalam proyek tersebut.

Chris Avellone adalah seorang desainer sekaligus penulis kawakan. Ia masuk ke industri ini lebih dari dua dekade silam, dan telah berpartisipasi dalam pengerjaan lusinan permainan dalam beragam genre – dari mulai shooter, action adventure sampai role-playing. Kreasi-kreasinya meliputi Star Trek: Starfleet Academy (1997), Fallout 2, seri Icewind Dale, Neverwinter Nights, hingga sejumlah game baru semisal Pillars of Eternity, Torment: Tides of Numenera, Prey (versi reboot), serta Divinity: Original Sin 2.

Avellone belum menjelaskan apa perannya di Fallen Order karena ada NDA yang harus dipenuhi. Namun melihat dari keterlibatannya di sejumlah permainan baru dan bagaimana ia bilang ‘telah merampungkan Fallen order’, ada dugaan kuat Avellone dipekerjakan Respawn sebagai penulis lepas. Sejak tahun 2015, ia memang sudah tak lagi bekerja untuk Obsidian Entertainment.

Game-game kreasi Avellone terkenal dengan cerita yang sulit diduga dan sering kali menggelitik nalar. Jedi: Fallen Order sendiri bukanlah proyek Star Wars pertama sang penulis. Sebelumnya, ia sempat menjadi lead designer serta writer Knights of the Old Republic II: The Sith Lords. Banyak orang setuju, dari sisi twist serta alur, The Sith Lords lebih superior dibandingkan game pertamanya.

Via GameSpot.

Star Wars: Project Porg Diumumkan untuk Magic Leap, Ibaratnya Tamagotchi tapi dalam Medium AR

AR headset Magic Leap One memang baru dipasarkan ke kalangan developer saja selagi ekosistem kontennya dibangun. Terkait konten ini, Magic Leap rupanya telah ‘mengamankan’ dua franchise dengan popularitas yang mendunia. Yang pertama adalah Angry Birds, dan yang kedua Star Wars.

Namun jangan keburu membayangkan Anda bisa menyulap sofa di ruang tamu menjadi kokpit pesawat X-wing Starfighter dengan Magic Leap. Konten bertema Star Wars ini lebih mengarah ke lucu-lucuan daripada keren. “Porg” adalah kata kuncinya.

Bagi yang tidak tahu, Porg adalah makhluk sejenis unggas berpenampilan imut-imut yang pertama muncul di film “Star Wars: Episode VII – The Force Awakens”. Dalam permainan berjudul “Star Wars: Project Porg” ini, pengguna Magic Leap diajak berinteraksi langsung dengan penghuni planet Ahch-To itu di kediamannya masing-masing.

Pemain pada dasarnya bakal memelihara sejumlah Porg, memberinya makan, mengajaknya bermain dan mengawasinya satu per satu. Konsepnya kurang lebih seperti Tamagotchi, akan tetapi dengan tema Star Wars dan dalam medium augmented reality. Di sepanjang permainan, pemain akan dipandu oleh robot C-3PO, lengkap dengan pengisi suara aslinya.

Yang unik dari Project Porg adalah kemampuan makhluk-makhluk tersebut untuk bereaksi terhadap objek fisik yang ada di sekitarnya. Ini dikarenakan ada aset AR yang ditambatkan pada masing-masing objek, sehingga kumpulan Porg itu dapat, misalnya, tertidur selagi menonton TV.

Star Wars: Project Porg dikembangkan oleh ILMxLAB, divisi hiburan immersive Lucasfilm. Rencananya, Project Porg bakal dirilis di bulan Desember mendatang secara cuma-cuma buat seluruh pengguna Magic Leap One.

Sumber: Variety dan ILMxLAB.

Perusahaan Gaming Gear Razer Mengakuisisi THX, Apa Motivasi Mereka?

Mereka yang gemar menikmati film layar lebar sudah pasti tidak asing dengan THX. Perusahaan Amerika ini merupakan spesialis audio, terkenal berkat pengembangan standar reproduksi audio/video hi-fi untuk bioskop, home theater, console sampai speaker. Tapi George Lucas mungkin tak pernah membayangkan THX akan jadi bagian dari perusahaan gaming gear ternama.

Betul sekali, THX dan Star Wars punya hubungan erat. THX yang saat ini kita kenal didirikan di tahun 2002 sebagai spin-off dari Lucasfilm. Namanya sendiri ada sejak tahun 1983, waktu itu dimanfaatkan untuk memastikan soundtrack Return of the Jedi tersaji sempurna. Dan di awal minggu ini, muncul sebuah berita mengejutkan. Mayoritas aset dan kekayaan intelektual THX kabarnya telah jadi milik Razer.

Sejauh ini belum diketahui seberapa besar uang yang dikeluarkan oleh Razer, namun beralihnya kepemilikan aset membuka probabilitas baru pemanfaatan sistem ‘quality assurance‘ THX. Secara tertulis CEO Min-Liang Tan menuturkan bahwa Razer mempunyai visi untuk menyajikan inovasi di berbagai level hiburan. Visi tersebut juga menjadi kebanggaan THX sejak didirikan. Akuisisi ini memungkinkan Razer menjaga kepemiminan mereka di ranah gaming gear serta segmen hiburan secara umum.

Kabar gembirannya, tim THX akan bekerja secara normal sebagai entitas independen dengan tim management-nya sendiri bersama para partner. Dari penjelasan mereka, Razer membeli THX tepat saat perkembangan bisnisnya menunjukkan kenaikan. Dalam beberapa bulan ke belakang, THX diketahui tengah memperluas program sertifikasi ke jenis hiburan live dan konser-konser musik.

Misi THX sendiri tidak berubah, yaitu menyediakan pengalaman hiburan berkualitas baik di bioskop, rumah atau on-the-go. Namun dengan kesempatan ini, THX percaya diri mereka dapat menggapai kategori-kategori baru, dibantu Razer dalam upaya mengoptimalkan mutu audio visual di semua segmen.

“Memastikan tiap orang memperoleh hiburan bermutu tetap menjadi fokus utama kami, terlepas dari apapun medium yang mereka gunakan,” tutur CEO THX Ty Ahmad-Taylor di press release. “Bersama Razer, kami bisa memperkuat lini bisnis utama sembari memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berubah.”

Saat ditanya oleh Venture Beat mengenai apa alasan Razer membeli THX, Tan bilang bahwa ia adalah penggemar berat THX. Brand ini menawarkan program sertifikasi audio video terbaik di kelasnya, didukung oleh teknisi-teknisi berbakat; lalu kekayaan intelektual dan teknologi THX juga relevan bagi konsumen utama Razer.

Dan Anda harus ingat, Razer bukan hanya fokus pada penyediaan gaming gear semata. Mereka juga merupakan salah satu ujung tombak dan penggagas proyek Open Source Virtual Reality (OSVR), jadi jangan kaget jika teknologi THX turut diterapkan ke ranah VR…

Rayakan Star Wars, Google Ajak Kita ‘Membangkitkan Force Dalam Diri’

Masih ada berapa minggu lagi sampai waktu penayangannya tiba, namun Star Wars episode VII dilaporkan berhasil memecahkan rekor. Berdasarkan laporan sumber internal, transaksi penjualan tiket The Force Awakens menghasilkan uang lebih dari US$ 50 juta. Jutaan penggemar mengantisipasinya, dan demi merayakannya, Google dan Disney melakukan sebuah kolaborasi.

Sang penyedia layanan internet terbesar di dunia dan perusahaan hiburan multinasional itu mengumumkan program kemitraan kreatif, mengangkat judul Awaken The Force Within, demi menyambut pemutaran film baru dalam franchise fiksi ilmiah ciptaan George Lucas tersebut. Karena diusung Google, tentu saja Awaken The Force Within hadir berupa ‘pengalaman berinternet’. Dan sebelum memulai, Google meminta Anda memilih: light side atau dark side.

Awaken The Force Within akan memberikan cita rasa Star Wars saat Anda mengakses aplikasi-aplikasi serta servis dari Google semisal Calendar, Chrome, Chromecast, Gmail, Inbox, Maps, Translate, Waze dan YouTube. Tampilan segera mengikuti ‘kecondongan moral’ Anda: light side tampak cerah (dan bagi saya sedikit membosankan); sedangkan seperti namanya, dark side didominasi latar belakang gelap dipadu warna lightsaber merah – cocok bagi para Anda pengikut setia Sith.

Fans trilogi orisinil boleh jadi sedikit kecewa karena kedua kubu diwakilkan oleh tokoh-tokoh baru, bukan nama-nama legendaris seperti Han Solo atau Darth Vader. Ada Rey di light side dan Kylo Ren di dark side. Hal itu menandakan bahwa The Force Awakens merupakan babak baru di saga Star Wars. Sedikit informasi latar belakang mengenai dua karakter ini, Rey ialah seorang gadis pemulung yang tinggal di planet Jakku, sedangkan Ren adalah komandan First Order dan anggota Knights of Ren.

Proyek ini adalah salah satu realisasi dari ide Google dalam memperingati peluncuran The Force Awakens. VP product management Clay Bavor mengaku ia dan timnya telah mengumpulkan begitu banyak ide. Akhirnya mereka mengubungi rekan di Lucasfilm dan Disney, dan mulai mengerjakan Awaken The Force Within. Baginya, kreasi tersebut didedikasikan untuk para fans, digarap oleh sesama penggemar.

Bavor tak lupa bilang, pengalaman Star Wars di Google hanyalah permulaan. Mereka sudah menyiapkan kejutan lain, memuncak di malam perilisan Star Wars: The Force Awakens. Salah satunya ialah ‘menggabungkan’ virtual reality dengan Millennium Falcon…

Silakan kunjungi Google.com/StarWars untuk segera menjajalnya.

5 Hal Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Star Wars: The Force Awakens

Satu hal yang paling dinanti jutaan fans di ajang Star Wars Celebration Anaheim 2015 adalah info dan bocoran mengenai Star Wars: The Force Awakens. Setelah sekian lama, serta periode peralihan kepemiliki Lucasfilm ke Disney di tahun 2012, akhirnya kita dipersilakan mengintip lebih jauh kisah penerus saga ciptaan George Lucas itu melalui teaser trailer kedua. Continue reading 5 Hal Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Star Wars: The Force Awakens

Bulan Depan Angry Birds Star Wars Hadir

Apa jadinya kalau Angry Birds bertemu dengan Darth Vader?? Angry Birds Star Wars! Ini bukan omong kosong karena tim Rovio bekerja sama dengan Lucasfilm menghadirkan Angry Birds Star Wars sebagai edisi baru permainan super populer ini. Diluncurkan tanggal 8 November, versi terbaru ini bakal hadir untuk iOS, Android (Google Play Store dan Amazon Appstore), Windows Phone dan Windows 8.

Continue reading Bulan Depan Angry Birds Star Wars Hadir