Dibanderol $3.999, Fujifilm GFX 50S II Adalah Kamera Mirrorless Medium Format Termurah Fujifilm Sejauh Ini

Dengan ukuran sensor yang lebih besar dari kamera mirrorless full-frame, wajar apabila kamera mirrorless medium format seperti Fujifilm GFX 100S dijual dengan harga selangit. Namun tidak selamanya harus seperti itu, sebab seiring waktu ongkos pengembangan suatu teknologi pasti akan terus menurun, sehingga pada akhirnya pabrikan bisa menjual produk dengan harga yang lebih murah.

Kira-kira begitulah sentimen yang saya dapat setelah mendengar kabar tentang perilisan Fujifilm GFX 50S II. Dibanderol $3.999, atau kurang lebih sekitar 57 jutaan rupiah, ia merupakan kamera medium format paling terjangkau yang pernah Fujifilm luncurkan. Memang belum bisa dikatakan murah, tapi setidaknya bisa membantu konsumen mengalokasikan sisa dana yang ada ke lensa.

GFX 50S II mengemas sensor medium format beresolusi 51,4 megapixel, sementara kemampuan merekam videonya terbatas di resolusi 1080p. Tidak seperti GFX 100S yang dibekali sistem phase-detect autofocus, GFX 50S II masih mengandalkan sistem contras-detect. Meski demikian, Fujifilm mengklaim GFX 50S II punya kemampuan Face / Eye Detection AF yang lebih akurat daripada generasi pertamanya.

Ini dimungkinkan berkat penggunaan chip X-Processor 4 seperti yang terdapat pada GFX 100S. Singkat cerita, bila dibandingkan dengan pendahulunya, GFX 50S II punya sensor yang sama, tapi prosesornya lebih baru.

Yang cukup istimewa dari GFX 50S II adalah sistem IBIS (in-body image stabilization) lima porosnya, yang diklaim mampu mengompensasi guncangan hingga 6,5 stop, paling baik di antara semua kamera dari lini Fujifilm GFX. Berkat sistem IBIS yang efektif, GFX 50S II jadi bisa menawarkan Pixel Shift Multi-Shot, yakni fitur untuk menghasilkan foto beresolusi 200 megapixel dengan cara menjepret dan menggabungkan 16 gambar dalam format RAW.

Dari segi fisik, GFX 50S II mengemas bodi yang identik dengan GFX 100S, bahkan bobotnya pun sama-sama 900 gram. Pengguna dapat menjumpai layar kecil (1,8 inci) di pelat atasnya yang berfungsi sebagai indikator parameter exposure, sementara sisi belakangnya dihuni oleh LCD 3,2 inci yang dapat dimiringkan ke tiga arah yang berbeda, plus viewfinder elektronik dengan panel OLED beresolusi 3,69 juta dot.

Seperti yang sudah disebutkan, Fujifilm GFX 50S II akan dijual dengan harga $3.999 (body only), jauh lebih murah daripada GFX 50S orisinal yang dihargai $6.499 ketika pertama diluncurkan di tahun 2017.

Fujifilm juga akan menjual GFX 50S II bersama lensa baru GF 35-70mm f/4.5-5.6 WR dengan harga $4.499. Di Amerika Serikat, pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai akhir bulan Oktober 2021.

Sumber: DPReview.

Fujifilm GFX 100S, X-E4, dan 3 Lensa Terbarunya Resmi Hadir di Indonesia

Fujifilm akhirnya secara resmi meluncurkan lima produk terbarunya di Indonesia, yang pertama kali diperkenalkan di acara Summit Global 2021 pada 27 Januari 2021. Terdiri dari dua kamera baru, Fujifilm GFX 100S dan X-E4. Serta, tiga lensa meliputi GF 80mm F1.7 R WR, XF 27mm F2.8 R WR, dan XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR.

Fujifilm GFX 100S Rp92.999.000

Lewat GFX 100S, babak baru kamera large format Fujifilm dimulai. Karena dibanding pendahulunya GFX 100, GFX 100S dikemas dalam bodi lebih ringkas dan dibanderol lebih terjangkau.

Takashi Miyako, GM Strategi Planner FFID menjelaskan bahwa kamera medium format sistem GFX keempat Fujifilm ini dirancang untuk memberikan mobilitas dan portabilitas dengan. Ukurannya mirip dengan kebanyakan kamera full frame.

Sebagai informasi, GFX 100 memiliki dimensi 156x144x75 mm dengan bobot 1.320 gram. Sedangkan, bodi Fujifilm GFX 100S berukuran lebih ringkas dan ringan, 150x104x87 mm dengan bobot 900 gram.

Meski lebih kecil, GFX 100S tetap mewarisi sensor BSI CMOS berukuran medium format 44×33 mm dengan resolusi 102MP yang sama. Serta, sudah ditenagai prosesor gambar terbaru CPU quad-core X-processor 4.

Sensor medium format sendiri berukuran 1,7 kali lebih besar dari full frame. Artinya lebih peka terhadap cahaya, depth of field lebih dangkal, dynamic range lebih lebar, dan reproduksi warna lebih sesuai dengan dukungan true colors 16 bit untuk warna yang kaya dan gradasi yang halus.

Fitur eksklusif yang saat ini hanya tersedia di GFX 100S adalah memiliki mode film simulation baru bernama Nostalgic Neg. Film simulation ini mengingatkan pada era fotografi warna baru Amerika yang populer di tahun 1970-an, dengan karakteristik menambahkan warna kuning di bagian highlight, warna merahnya cenderung ke orange (vermillion red), warna biru cenderung ke arah kehijauan, serta menambahkan saturasi dan detail di bagian shadow.

Di Indonesia, harga Fujifilm GFX 100S body only dibanderol Rp92.999.000 dan dapat dipesan secara pre-order dari tanggal 25 Februari – 31 Maret 2021 dengan free gift senilai Rp3 juta. Juga ada program trade-in bonus Rp5 juta rupiah. Sementara, lensa Fujifilm GF 80mm F1.7 R WR yang menawarkan focal lenght setara dengan 63mm di full frame ini dibanderol Rp35.999.000.

GFX-100S

Fujifilm X-E4 Rp13.499.000

Fujifilm X-E4 merupakan generasi keempat dari X-E series yang menghadirkan desain klasik bergaya rangefinder dalam bodi yang ringkas. Berdimensi 121x73x33 mm dan bobot hanya 364 gram, kamera ini dirancang serata mungkin agar lebih mudah masuk ke dalam saku jaket dan tas kecil.

Dibanding pendahulunya, X-E4 tampil lebih stylish dan tidak lagi kaku seperti X-E3, sekilas desainnya cukup mirip dengan X100V. Di pelat atas, masih terdapat dial shutter speed, exposure compensation, tombol shutter beserta tuas on/off, dan tombol Q.

Bila dipasang dengan lensa XF 27mm F2.8 R WR yang baru, ukuran X-E4 masih sangat ringkas dan menawarkan focal length ekuivalen 40,5mm. LCD layar sentuh 3 inci yang beresolusi 1,63 juta dot-nya kini bisa ditarik dan ditekuk hingga 180 derajat ke depan untuk kemudahaan pengambilan foto maupun video dari berbagai macam sudut. Jendela bidik elektronik-nya punya cup bulat dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot dengan magnification 0.62x.

Bagian dalam, Fujifilm X-E4 mengemas sensor BSI-CMOS 4 26MP tanpa IBIS dan digerakkan prosesor gambar quad-core X-Processor 4 yang menyuguhkan performa autofocus yang sama dengan flagship X-T4. Kamera dapat memotret beruntung 20fps dengan electronic shutter dan 8fps dengan mechanical shutter. Dilengkapi 18 film simulation, termasuk yang terbaru ETERNA Bleach Bypass dan Classic Negative.

Untuk perekam videonya, X-E4 sanggup menangkap footage 4K DCI atau 4K UHD hingga 30fps 4: 2: 0 8-bit dan juga mendukung 4K 30P 4:2:2 10-bit melalui port HDMI-nya. Selain itu, pada resolusi 1080p kamera dapat merekam video frame rate tinggi hingga 240fps.

Fuji-X-E4

Harga Fujifilm X-E4 body only di Indonesia dibanderol Rp13.499.000 dan Rp16.499.000 dengan 16.499.000. Pemesanan pre-order dibuka sejak 25 Februari sampai 7 Maret dengan bonus Rp2,5 juta. Lensa XF 27mm F2.8 R WR juga dijual terpisah dengan harga Rp6.199.000 dan Rp12.499.000 untuk lensa XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR.

Fujifilm GFX 100S Ialah Kamera Large Format, Lebih Ringkas dengan Film Simulation Baru Nostalgic Neg

Selain merilis Fujifilm X-E4, Fuji juga memperkenalkan kamera mirrorless dengan sensor medium format Fujifilm GFX 100S dan lensa GF 80mm F1.7 R WR. Dibanding pendahulunya (GFX 100), kamera large format sistem GFX keempat Fujifilm ini dikemas dalam bodi lebih ringkas.

Sebagai perbandingan, Fujifilm GFX 100 memiliki dimensi 156x144x75 mm dan bobot 1.320 gram. Sementara, bodi Fujifilm GFX 100S berukuran lebih ringkas dan ringan, berdimensi 150x104x87 mm dengan bobot 900 gram. Fujifilm GFX 100S pun mewarisi sensor BSI CMOS berukuran medium format 44×33 mm dengan resolusi 102MP yang sama.

Hadir dengan bodi lebih ringkas, Fujifilm juga menggunakan sistem 5-axis in-body image stabilization (IBIS) rancangan baru yang ukurannya 20% lebih kecil dan 10% lebih ringan dibanding GFX 100. Meski lebih kecil, performanya justru meningkat 0,5 stop dari GFX 100 dan menawarkan stabilisasi hingga 6 stop.

Lebih lanjut, GFX 100S menggunakan prosesor gambar X-Processor 4 dan memiliki sistem AF phase detection pixel yang mencakup hampir 100% area. Fuji mengklaim GFX 100S dapat menangkap fokus hanya dalam 0,16 detik dan AF dapat bekerja meski di kondisi cahaya rendah -5,5 EV.

Fujifilm merancang GFX 100S agar tetap dapat beroperasi pada suhu serendah 14°F (-10°C), bodinya juga sudah tahan debu dan kelembaban. Casing yang digunakan terbuat dari magnesium alloy yang sengaja didesain 1mm lebih padat di sekitar dudukan lensa dibanding GFX 100.

Kemudian pada bagian belakang terdapat LCD monitor 3,2 inci beresolusi 2,36 juta dot dengan mekanisme tilting yang dapat dimiringkan ke tiga arah, 90° ke atas, 45° ke bawah, dan 60° ke kanan. Juga ada LCD monitor 1,8 inci di pelat atas yang dapat menampilkan sejumlah parameter seperti shutter speed, aperture, ISO, dan exposure compensation. Lalu, ada jendela bidik elekronik dengan panel OLED 3,68 juta dot, tetapi posisinya tetap.

Keistimewaan lainnya ialah kamera ini memiliki mode film simulation baru yang saat ini tersedia secara eksklusif untuk GFX 100S dan totalnya menjadi 19 film simulation. Bernama Nostalgic Neg dengan warna dan nada yang mengingatkan pada “American New Color” yang muncul di tahun 1970-an.

Terkait videografi, GFX 100S dapat merekam video 4K pada 30fps dengan bit rate hingga 400Mbps dalam 10-bit 4:2:0 F-log secara internal. Juga mendukung 10-bit 4:2:2 F-Log atau 12-bit RAW lewat port HDMI.

Soal harga juga sangat menarik, pasalnya Fujifilm GFX 100S dibanderol lebih murah dibanding GFX 100 yakni US$5.999 atau sekitar Rp84,6 jutaan dan akan dipasarkan mulai bulan Maret. Bersama GFX 100S, Fuji juga meluncurkan lensa baru GF 80mm F1.7 R WR seharga US$2.299 atau Rp32,4 jutaan.

Lensa Fujifilm GF 80mm F1.7 R WR ini menawarkan focal lenght setara dengan 63mm di full frame. Lensa GFX ini memiliki 12 elemen yang mencakup satu elemen aspherical dan dua Super ED. Jarak fokus minimumnya 70cm dengan perbesaran maksimum 0,15x, beratnya 795 gram dan filternya berdiameter 77mm.

Sumber: DPreview

Fujifilm GFX100 Resmi Hadir di Indonesia, Mirrorless Large Format 102-Megapixel

Pada tahun 2016, Fujifilm mengumumkan kamera mirrorless dengan sensor berukuran medium format pertamanya; disebut GFX 50S. Penerusnya lahir pada tahun 2018, GFX 50R yang juga mengusung resolusi 51MP.

Kini Fujifilm telah resmi menghadirkan kamera mirrorless medium format ketiganya ke Indonesia, GFX100. Dari namanya Anda harusnya sudah menduga bahwa kamera ini mengusung resolusi sangat tinggi, dilipatgandakan dari 51MP menjadi 102MP.

Itu berarti, GFX100 merupakan kamera mirrorless dengan resolusi tertinggi saat ini. Menurut kalian overkill banget nggak sih? Buat apa resolusi setinggi ini? Selain pastinya memberi keleluasaan cropping, ini jawaban dari Fujifilm.

Fujifilm-GFX-100-3

“Kita develop 102MP untuk kepentingan preserving for the future, melestarikan untuk generasi di masa depan,” ujar Anggiawan Pratama – Marketing Manager Electronic Imaging Division PT FUJIFILM Indonesia.

Sesuai dengan tagline dari kamera GFX, “the camera to preserve for the future“. Singkatnya, untuk melestarikan hal-hal yang sudah terjadi sebaik mungkin dengan kualitas 102MP untuk masa depan.

Penamaan Medium Format Berubah

Fujifilm-GFX-100-4

Bicara soal image quality, tentunya tak lepas dari ukuran sensor. Fujifilm GFX100 ini menggunakan GFX sensor berukuran medium format. Bila dibandingkan dengan sensor full-frame 35mm, medium format ini 12mm lebih lebar dan 70 persen lebih besar.

Fujifilm menekankan bahwa GFX100 bukan hanya merupakan still camera, tapi juga dirancang untuk videografi dengan kemampuan merekam video 4K 4:2:2 10 bit lewat external recording tanpa crop. Maka dari itu Fujifilm mengklaim dan me-rename sensor medium format menjadi large format.

Menurut Anggiawan Pratama, di dunia movie/sinematografi, sensor yang lebih besar dari 35mm disebut large format. Alasan lainnya juga terkait terkait strategi marketing, medium format dinilai kurang familier.

Fitur & Spesifikasi Fujifilm GFX100

Fujifilm pertama mengungkap pengembangan GFX100 ini pada ajang Photokina 2018 di Jerman, kemudian dirilis resmi dalam acara Fujikina 2019 di Tokyo – Jepang pada bulan Mei 2019. Kini akhirnya GFX100 telah resmi dijual di Indonesia dengan harga Rp154.999.000.

Sensor 102MP-nya sudah mengunakan teknologi BSI (Back side Illuminated). Fujifilm juga mengganti struktur aluminum wiring menjadi copper wiring yang memiliki kapasitas untuk menghantarkan data lebih cepat daripada aluminum wiring.

Kamera ini mengusung sistem phase-detection autofocus (PDAF) yang cakupannya hampir menutupi seluruh penampang sensor, dengan total 3,76 juta pixel phase-detection. Serta, memiliki in body image stabilizer (IBIS) 5-axis 5,5 stops. Mampu menghasilkan foto RAW 16 bit dengan dynamic range 14 stops dan level ISO bisa di-push sampai 102.400.

GFX100 memiliki vertical grip dan body kameranya dilengkapi dengan weather-sealing di 95 titik yang membuatnya sangat tahan terhadap debu, kelembaban dan suhu rendah. Didukung viewfinder dengan kualitas terbaik saat ini, beresolusi 5,76 juta titik dan pembesaran 0,86x. Di samping jendela bidik, tentunya pengguna juga bisa memanfaatkan layar sentuh 3,2 inci beresolusi 2,36 juta titik yang bisa di-tilt.

Berikut beberapa fitur unggulan dari Fujifilm GFX100:

  • Shutter actuation 150.000 times
  • Face select function
  • Smooth skin effect
  • Continuous shooting up to 5.0 fps
  • Battery life 800 frames
  • Non-crop 4K/30p video
  • 0.86x 5.7M-dot interchangeable EVF
  • New drive mode dial operations
  • 100% coverage PDAF on chip
  • New rear sub monitor
  • Face, Eye Detection

Produk Lain yang Dirilis

Fujifilm GFX100 akan dilepas di pasaran dengan harga Rp159.499.000 dan Fujifilm menawarkan promo khusus yaitu gratis license Capture One Pro Fujifilm untuk pembelian GFX100. Sebagai bagian dari peluncuran kamera GFX100 di Indonesia, mereka juga menggelar pameran dan workshop fotografi di Grand Indonesia, West Mall Lantai 5, pada tanggal 24-28 Juli 2019.

Pameran ini yang dibuka untuk umum ini mengajak para pengunjungnya menyusuri dan melihat karya-karya fotografi yang diambil menggunakan jajaran kamera medium-format Fujifilm. Fujifim juga mengundang beberapa foto dan cinematografer ternama seperti Tompi, Wirawan Sanjaya, Dewandra Djelantik, Govinda Rumi dan Jan Gonzales – X Photographer asal Filipina untuk menjadi pembicara dalam workshop ini.

Dalam kesempatan yang sama, Fujifilm melalui Wonder Photo Shop (WPS) kini juga menghadirkan layanan cetak profesional atau Professional Printing Services. Fujifilm menawarkan dua kertas foto profesional yaitu Fujicolor Crystal Archive Maxima dan Fujifcolor Crystal Archive Pearl.

Para profesional dapat mencetak dengan berbagai ukuran yang disediakan, mulai dari 40cmx50cm hingga 120cmx200cm. Layanan professional printing ini bisa diperoleh di Wonder Photo Shop Central Park Mall dan Fujifilm Showroom Grand Indonesia mulai pertengahan Agustus mendatang.

Selain itu, Fujifilm juga mengumumkan lensa GF 50mm F3.5 R LM WR seharga Rp15.999.000 serta lensa XF 16-80mm F4 R OIS WR seharga Rp12.999.000 dan akan tersedia pada bulan September.

Hasselblad Luncurkan Penerus Kamera Mirrorless Medium Format-nya, X1D II 50C

Tiga tahun lalu, Hasselblad menyingkap X1D, kamera mirrorless pertama di dunia yang mengemas sensor medium format, yang ukuran penampangnya jauh lebih besar ketimbang sensor full-frame. Kini giliran penerusnya yang unjuk gigi; X1D II 50C menghadirkan sejumlah penyempurnaan dari segi performa maupun pengoperasian.

X1D II masih menggunakan sensor medium format beresolusi 50 megapixel yang sama seperti pendahulunya. Namun kelemahan X1D generasi pertama bukanlah kualitas gambar, melainkan performanya. Itulah mengapa Hasselblad menyematkan prosesor baru pada X1D II, yang pada akhirnya sanggup memangkas waktu booting kamera hingga 46%, serta meningkatkan performanya secara keseluruhan.

Kemampuan burst shooting-nya naik sedikit menjadi 2,7 fps. Di samping itu, kehadiran prosesor baru ini juga berhasil mendongkrak refresh rate dari viewfinder elektronik (EVF) milik X1D II, yang kini berada di angka 60 fps. Tidak ketinggalan juga adalah peningkatan resolusi EVF menjadi 3,69 juta dot, serta tingkat perbesaran yang naik menjadi 0,87x.

Hasselblad X1D II 50C

Terkait pengoperasian, X1D II mengandalkan layar sentuh yang berukuran lebih besar, tepatnya 3,6 inci, dengan resolusi yang lebih tinggi pula di angka 2,36 juta dot. Tak hanya itu, tampilan menunya juga sudah disempurnakan agar lebih mudah dikuasai, dan menu-menunya pun kini juga dapat diakses lewat EVF.

Perubahan lain yang sepele namun tetap menarik adalah mode pemotretan JPEG-only. Sebelum ini, X1D orisinal hanya bisa memotret dalam format RAW atau JPEG+RAW saja. Juga menarik adalah bagaimana baterai 24,7 Wh miliknya kini dapat di-charge menggunakan adaptor atau langsung via colokan USB kamera, yang berarti X1D II dapat menerima suplai daya dari power bank di saat darurat.

Hasselblad X1D II 50C

Masih seputar USB, Hasselblad juga telah meng-update aplikasi pendamping X1D II yang bernama Phocus Mobile 2 agar dapat menyambung langsung ke iPad Pro generasi ketiga via kabel USB-C. Terakhir, X1D II juga telah mengemas GPS terintegrasi, tidak seperti pendahulunya yang memerlukan aksesori terpisah.

Bagian terbaiknya, Hasselblad X1D II juga dibanderol jauh lebih terjangkau daripada pendahulunya – meski tetap saja mahal – di angka $5.750 (body only), lebih mendekati harga Fujifilm GFX 50R yang bermain di segmen yang sama. Pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai bulan Juli mendatang.

Sumber: DPReview.

Fujifilm GFX100 Resmi Diluncurkan, Mirrorless dengan Sensor Medium Format Beresolusi 102 Megapixel

Resmi sudah, Fujifilm akhirnya meluncurkan kamera monster yang mereka pamerkan prototipenya pada ajang Photokina tahun lalu, yaitu GFX 100. Kamera ini bisa dianggap sebagai pembuktian terhadap anggapan Fujifilm bahwa kamera mirrorless bersensor full-frame terkesan tanggung.

Hal paling utama yang harus disoroti dari GFX 100 tentu saja adalah sensornya. Kamera ini mengemas sensor medium format yang sama seperti milik GFX 50S maupun GFX 50R, tapi di sini resolusinya telah dilipatgandakan menjadi 102 megapixel. Secara otomatis ini menjadikannya sebagai kamera mirrorless dengan resolusi tertinggi yang ada saat ini.

Fujifilm GFX100

Namun GFX 100 bukan sebatas mengunggulkan resolusi begitu saja. Kecanggihannya juga meliputi sistem image stabilization internal 5-axis, serta sistem phase-detection autofocus (PDAF) yang cakupannya hampir menutupi seluruh penampang sensor, dengan total 3,76 juta pixel phase-detection yang tersebar.

Sistem autofocus-nya ini merupakan peningkatan pesat dibanding yang terdapat pada GFX 50S maupun GFX 50R. Fuji mengklaim GFX100 mampu mengunci fokus 210% lebih cepat ketimbang GFX 50R yang masih ditenagai oleh sistem contrast-detection autofocus konvensional. Jadi untuk fotografer olahraga atau fotografer satwa liar, mereka jelas akan lebih memilih GFX 100.

Juga patut diapresiasi adalah kemampuan GFX100 merekam video 4K 30 fps, pertama kalinya bagi kamera mirrorless dengan sensor sebesar ini. Lebih lanjut, jika bicara dalam konteks profesional, GFX 100 juga menyediakan opsi perekaman berformat uncompressed 4:2:2 10-bit via port HDMI miliknya.

Fujifilm GFX100

Semua itu berhasil dikemas dalam bodi yang dimensinya tidak lebih besar dari kamera DSLR full-frame kelas flagship, macam Canon 1D X Mark II, misalnya. Bobotnya pun hanya berkisar 1,36 kilogram, dan itu sudah mencakup sepasang baterai, sebuah memory card (slot-nya sendiri ada dua), serta viewfinder elektronik (EVF).

Apa hubungan EVF dengan bobot perangkat? Well, rupanya GFX100 mempunyai EVF yang dapat dilepas-pasang. Untuk apa harus dilepas? Supaya pengguna dapat menggantinya dengan aksesori opsional berupa EVF yang dapat diputar (swivel) sekaligus dinaik-turunkan sudutnya (tilt) demi fleksibilitas ekstra selagi memotret.

Fujifilm GFX100

Di samping jendela bidik, tentunya pengguna juga bisa memanfaatkan layar sentuh 3,2 inci miliknya. Layar beresolusi 2,36 juta dot ini juga bisa di-tilt, malahan secara total ke 3 arah, sehingga tetap terasa ideal dalam orientasi landscape maupun portrait.

Tertarik? Siapkan saja dana sebesar $10.000 untuk meminang Fujifilm GFX100 (body only tentu saja) saat mulai dipasarkan pada 27 Juni mendatang.

Sumber: PetaPixel.

[Hands-On] Fujifilm GFX 50R, Kamera Mirrorless Medium Format Rp69.999.000

Di industri kamera, mirrorless dengan sensor berukuran full frame tengah menjadi topik terhangat. Pasar mirrorless full frame semakin berkembang, tetapi persaingan sesungguhnya baru saja dimulai.

Sony yang sudah matang dengan A7 series, Leica dengan sistem L-Mount yang juga akan digunakan oleh Panasonic Lumix S series dan didukung oleh Sigma. Kemudian Nikon dengan Z 6 dan Z 7, serta Canon dengan EOS R, keduanya menggunakan dudukan lensa baru.

Fujifilm-GFX-50R

Bagaimana dengan Fujifilm? GFX series adalah jawabannya, alih-alih mengembangkan full frame – Fujifilm memilih langsung lompat lebih tinggi ke medium format.

Tanpa berlama-lama, setelah diumumkan di Photokina 2018 pada bulan September lalu, kamera mirrorless medium format kedua dari Fujifilm yakni GFX 50R pun resmi dihadirkan ke Indonesia dengan harga Rp69.999.000 untuk body only.

Fujifilm-GFX-50R

Fujifilm GFX 50R sendiri menggunakan sensor gambar Fujifilm G, CMOS dengan ukuran medium format (43,8×32,9mm). Dibanding dengan full frame, ukuran medium format 1,7 kali lebih besar.

Resolusi gambarnya mencapai 51,4-megapixel dengan chip X-Processor Pro Image. Lebih tinggi dibanding mirrorless full frame seperti Nikon Z 7 dengan 45,7-megapixel dan Sony Alpha A7R III dengan 42-megapixel.

Fujifilm-GFX-50R

Dari segi spesifikasi, GFX 50R masih identik dengan seri sebelumnya yakni GFX 50S. Body GFX 50R ini masih mempertahankan sasis weather and dust resistant seperti milik kakaknya.

Bedanya adalah ukuran body-nya yang lebih ringkas dan ringan. Datang bergaya rangefinder dengan bentuk persegi panjang dan posisi viewfinder elektroniknya telah beralih ke samping kiri atas kamera.

Fujifilm-GFX-50R

Bentuk EVF-nya lebih kecil dengan resolusi 3,69 juta dot dan tingkat perbesaran 0,77x. Di bawah jendela bidik, terdapat layar sentuh 3,2 inci beresolusi 2,36 juta dot dengan mekanisme tilting – hanya bisa dimiringkan ke atas atau bawah.

Untuk kontrol kamera, Fujifilm menyematkan dial shutter speed dan kompensasi eksposur. Terdapat juga joystick dan sejumlah tombol function yang bisa dikustomisasi sesuai kebutuhan.

Fujifilm-GFX-50R

Meski diklaim cukup kecil untuk sebuah mirrorless medium format dengan dimensi 161x97x66 mm dan bobot 775 gram. Namun bila dibandingkan dengan mirrorless full frame, dimensi GFX 50R masih cukup besar. Pun demikian dengan ukuran lensa-lensanya. Bagaimana dengan ekosistem lensanya? Saat ini lensa native GFX ada 6, rencananya Fujifilm akan merilis lensa 50mm f/3.5 pada tahun 2019.

Dari pengalaman saya mencoba GFX 50 R, performa autofocus dari kamera ini masih terasa kurang cepat karena masih mengandalkan deteksi kontras (contrast detect AF). Continuous drive juga pelan, hanya 3 foto per detik. Berbeda kalau bicara hasil fotonya, sangat detail dan tajam, dynamic range yang luas.

Hasil foto dari Fujifilm GFX 50R
Hasil foto dari Fujifilm GFX 50R

Untuk mengedit hasil fotonya, GFX 50 R ini telah didukung software Capture One. Ada tiga pilihan, yaitu Capture One Pro, Capture One Pro Fujifilm, dan Capture One Express (gratis).

Selain merilis GFX 50R, Fujifilm juga mengumumkan pengembangan mirrorless medium format GFX 102MP dengan sensor BSI CMOS baru dan X Processor 4. Mengusung teknologi autofocus phase detection Hybrid AF dengan cakupan 100% frame, punya body image stabilization, dan mampu merekam video 4K 30fps.

Untuk harganya, Fujifilm GFX 50R dibanderol Rp69.999.000 untuk body only. Lensa XF8-16mm F2.8 dibanderol Rp26.999.000 dan lensa XF200mm seharga Rp82.999.000.

Leica S3 Sapa Penggemar DSLR Medium Format Tahun Depan

Photokina 2018 dimanfaatkan Leica untuk merayakan ulang tahun ke-10 DSLR medium format-nya, Leica S2. Pabrikan asal Jerman itu juga mengumumkan suksesornya, Leica S3, yang membawa sejumlah penyempurnaan dalam wujud yang tidak jauh berbeda.

Peningkatan yang paling signifikan, seperti yang sudah bisa kita duga, adalah di sektor resolusi. Sensor ProFormat (45 x 30 mm) yang digunakan S3 menawarkan resolusi 64 megapixel, naik hampir dua kali lipat dibanding sensor tipe CCD yang tertanam pada Leica S2.

S3 tidak lupa menjanjikan kemampuan merekam video 4K, dengan jaminan hasil yang berkualitas berkat pemanfaatan seluruh penampang sensor, serta tampilan khas medium format. Urusan continuous shooting, Leica S3 sanggup menjepret dalam kecepatan 3 fps.

Leica S3

Selebihnya, detail mengenai S3 masih minim. Leica cuma bilang bahwa sistem autofocus-nya dipastikan cepat sekaligus akurat, dan kamera akan dibekali viewfinder optik yang besar dan terang – S3 termasuk kategori DSLR, sehingga wajar apabila yang digunakan bukanlah viewfinder elektronik.

Rencananya, Leica S3 akan dipasarkan mulai musim semi tahun 2019. Harganya belum diungkap, tapi sudah pasti mahal. Buktinya, Leica S (Typ 007) (yang menggantikan sensor tipe CCD milik S2 dengan sensor CMOS di tahun 2014) masih bisa dibeli seharga $20.000.

Sumber: PetaPixel dan DPReview.

Fujifilm Siapkan Kamera Mirrorless Medium Format Ketiga dengan Resolusi 102 Megapixel

Fujifilm GFX 50R bukan satu-satunya kamera mirrorless medium format yang diumumkan Fuji di ajang Photokina 2018. Mereka rupanya juga tengah menyiapkan kamera GFX yang ketiga. Kamera ini belum bernama, tapi saya yakin nantinya bakal ada label angka “100” pada namanya sebagai penanda resolusi sensornya yang mencapai 102 megapixel (dengan dimensi fisik sensor yang sama: 43,8 x 32,9 mm).

Resolusi setinggi itu sebenarnya bukanlah hal baru di industri fotografi digital. Hasselblad H6D yang dirilis di tahun 2016 juga mengemas sensor medium format semasif itu, akan tetapi ia tidak masuk kategori mirrorless. Fujifilm GFX 100 (sementara kita juluki itu dulu supaya gampang) di sisi lain merupakan kamera mirrorless.

Dimensinya memang lebih besar daripada GFX 50S yang sudah termasuk bongsor. Ini dikarenakan ada battery grip yang tertanam langsung ke bodi GFX 100. Kalau dilihat sepintas, wujudnya memang mirip GFX 50S yang sedang dipasangi aksesori battery grip.

Fujifilm GFX lineup

Namun resolusi tinggi rupanya belum menceritakan kapabilitas GFX 100 selengkapnya. Kamera ini turut membawa sejumlah peningkatan signifikan dibanding dua pendahulunya. Utamanya adalah sistem phase-detection autofocus (PDAF), dengan PDAF pixel yang tersebar di seluruh penampang sensor, menjadikannya lebih cekatan mengunci fokus pada subjek bergerak, sekaligus lebih akurat dalam mode continuous autofocus.

GFX 100 juga bakal menjadi kamera medium format pertama yang dilengkapi sistem image stabilization internal, sehingga penggunanya nanti tidak harus selalu bergantung pada tripod. Juga baru pada GFX 100 adalah kemampuan merekam video dalam resolusi 4K 30 fps – baik GFX 50S maupun GFX 50R hanya bisa 1080p 30 fps.

Keluarga kamera dan lensa GFX / Fujifilm
Keluarga kamera dan lensa GFX / Fujifilm

Fuji bilang bahwa kemampuan 4K ini dimungkinkan berkat penggunaan chip quad-core X Processor 4, seperti yang ada pada Fujifilm X-T3. Selain itu, chip yang sama rupanya juga berjasa menghadirkan fitur Film Simulation pada GFX 100, yang sudah menjadi ciri khas lini X-Series sejak lama.

Kamera ini baru akan diresmikan dan dipasarkan tahun depan. Pastinya kapan tidak diketahui, akan tetapi harganya diestimasikan berada di kisaran $10.000. Kalau saya boleh menyimpulkan, pengumuman kamera GFX yang ketiga ini semakin memperkuat anggapan bahwa Fuji memang tidak tertarik dengan mirrorless full-frame.

Sumber: PetaPixel.

Kamera Medium Format Terbaru Hasselblad Dapat Menjepret Foto Beresolusi 400 Megapixel

Dalam dua tahun terakhir ini, salah satu tren yang cukup marak di industri kamera adalah mode pemotretan beresolusi tinggi, jauh melebihi resolusi milik sensor kameranya sendiri. Salah satu contohnya adalah Olympus OM-D E-M1 Mark II, yang menyimpan mode khusus untuk menghasilkan foto sebesar 50 megapixel, meski sensornya cuma beresolusi 20,4 megapixel.

Rahasianya terletak pada kemampuan kamera untuk menggeser posisi sensornya sedikit demi sedikit selagi mengambil gambar. Gambar-gambar tersebut kemudian disatukan menjadi satu gambar beresolusi tinggi, dengan detail yang amat mengesankan. Melihat cara kerjanya, jelas mode ini lebih ideal untuk foto-foto pemandangan ketimbang foto portrait atau yang lainnya.

50 megapixel mungkin terdengar kecil, apalagi kalau Anda sudah terbiasa membawa kamera medium format seperti Hasselblad X1D, yang dari sananya sudah mengemas sensor beresolusi 50 megapixel. Untuk itu, Hasselblad sudah menyiapkan kamera baru yang secara spesifik dirancang untuk menjepret dalam resolusi masif, semasif 400 megapixel tepatnya.

Hasil foto Hasselblad H6D-400c MS / Hasselblad
Hasil foto Hasselblad H6D-400c MS / Hasselblad

Kamera bernama Hasselblad H6D-400c MS ini secara teknis tidak mengemas sensor beresolusi 400 megapixel, melainkan ‘hanya’ 100 megapixel. Label “MS” pada namanya adalah singkatan dari “Multi Shot”, mengindikasikan metode pengambilan beberapa gambar sekaligus. Pada kenyataannya, kamera ini akan menjepret enam gambar sebelum menyatukannya menjadi satu gambar beresolusi 23.200 x 17.400 pixel.

Kalau itu masih kedengaran kurang besar, coba ini: ukuran satu file yang dihasilkannya berkisar 2,3 GB, disimpan dalam format TIFF 16-bit. Kamera ini jelas bukan untuk semua orang, melainkan untuk mereka yang hasil kerjanya melibatkan baliho berukuran raksasa.

Gambar yang berasal dari penyatuan enam gambar tampak luar biasa tajam meski sudah di-zoom sampai cukup dekat / Hasselblad
Gambar yang berasal dari penyatuan enam gambar (kanan) tampak luar biasa tajam meski sudah di-zoom sampai cukup dekat / Hasselblad

Hasselblad mengklaim sistem yang mereka terapkan lebih presisi ketimbang penawaran Olympus dan lainnya yang memanfaatkan sistem image stabilization bawaan kamera. Saat digunakan dalam mode pemotretan normal, kamera ini identik dengan Hasselblad H6D-100c. Desainnya pun sama persis, hanya saja di bagian dalam H6D-400c ada semacam jalur khusus tempat sensornya bergeser.

Hasselblad berencana memasarkannya mulai bulan Maret mendatang seharga $47.995, nyaris 1,5x lipat harga varian standarnya yang tidak dilengkapi embel-embel “MS”. Skenario yang lebih masuk akal mungkin adalah menyewanya, dan Anda bisa meminjamnya langsung dari Hasselblad seharga $480 per hari.

Sumber: DPReview.