Yongnuo YN455, Kamera Mirrorless MFT 20MP Bersistem Operasi Android

Smartphone terus menggerogoti pasar kamera digital entry-level. Meski sensor gambar yang dipakai oleh produsen smartphone berukuran relatif kecil, namun kemampuan dalam mengambil foto dan video terus mengalami peningkatan berkat canggihnya pemrosesan gambar berbasis AI. Apakah memungkinkan produsen kamera mengadopsi sistem operasi mobile?

Yongnuo, produsen kamera dan aksesori fotografi asal Tiongkok ini telah mencoba beberapa kali merilis kamera mirrorless Micro Four Thirds (MFT) dengan sistem operasi Android. Upaya terbarunya, mereka telah mengumukan Yongnuo YN455 yang juga menggunakan sensor MFT dan OS Android.

Tak seperti pendahulunya yang punya bodi cukup ringkas, Yongnuo YN455 datang dengan grip yang besar sehingga lebih aman dan nyaman dalam cengkraman tangan dengan bobot 670 gram. Ukuran layarnya lumayan besar, 5 inci dan dapat flip ke atas 180 derajat yang berguna untuk nge-vlog, sayangnya Yongnuo tidak menyematkan hot shoe yang berguna untuk menempatkan mikforon eksternal.

Di dalam kamera terdapat sensor Micro Four Thirds beresolusi 20MP, namun Yongnuo masih belum mengungkap detail versi Android dan model chipset Qualcomm Snapdragon dengan CPU octa-core 2,2GHz yang digunakan. Performanya didukung oleh RAM 6GB dan penyimpanan internal 64GB yang bisa diperluas dengan menyisipkan microSD hingga 256GB, bukan SD Card.

Kemampuan perekam videonya mendukung hingga 4K 30fps. Fitur lain dari Yongnuo YN455 mencakup headphone dan microphone jack 3.5mm, port dual USB-C, konektivitas WiFi dan Bluetooth, GPS, serta baterai 4.400 mAh yang bisa dilepas pasang.

Harga Yongnuo YN455 dibanderol 3.888 Yuan China atau sekitar US$600. Belum diketahui apakah nantinya fotografer di seluruh dunia dapat membelinya seperti lensa Yongnuo yang tersedia cukup luas secara global. Sebagai tambahan, produsen lensa ZEISS juga memiliki kamera mirrorless dengan sistem operasi Android yakni ZEISS ZX1 yang dibanderol mencapai US$6.000 dengan sensor full frame beresolusi 37,4MP.

Sumber: PetaPixel

OM Digital Solutions Umumkan Kamera Mirrorless MFT Pertamanya, Olympus PEN E-P7 dan Lensa 8-25mm

OM Digital Solutions telah mengumumkan kamera mirrorless Micro Four Thirds (MFT) pertama mereka sejak mengakuisisi brand Olympus pada awal tahun, yaitu Olympus PEN E-P7. Bila dilihat dari nomor serinya, kamera ini merupakan penerus Olympus PEN E-P5 yang dirilis tahun 2013.

Meski begitu dari segi penampilan, Olympus PEN E-P7 mewarisi desain premium yang khas dari Olympus PEN-F. Bagian depan ada tombol switch color mode, tetapi tanpa dibekali elektronik viewfinder dan memiliki layar flip ke bawah untuk selfie atau vlog.

Bagian inti dari kamera mirrorless ini adalah Live MOS sensor beresolusi 20MP Micro Four Thirds dan prosesor gambar TruePic VIII. Sistem autofocus-nya mengandalkan 121 contrast AF point, lengkap dengan mode Super Spot, Face, Eye Priority.

Seperti kebanyakan kamera MFT, Olympus PEN E-P7 telah dilengkapi fitur 5-axis in-body image stabilization (IBIS) yang menurut rating dari CIPA dapat mengkompenasi goyangan hingga 4,5 stop. Sementara, kemampuan videonya mencapai resolusi 4K pada 24p, 25p, dan 30p dengan bitrate 102 Mbps atau 1080p hingga 60p.

Selain pengumuman PEN E-P7, OM Digital Solutions juga memperkenalkan lensa kelas atas terbarunya, M.Zuiko Digital ED 8-25mm F4 Pro. Lensa ini menawarkan bidang pandang setara ultra-wide angle 16mm yang dapat diperbesar hingga 50mm dan aperture F8 di kamera bersensor full frame.

Lensa ini terdiri dari 16 elemen dalam 10 grup, mencakup elemen khusus seperti Super ED, ED, dan EDA. Untuk menekan berbagai jenis aberasi termasuk aberasi kromatik guna menghasilkan foto beresolusi tinggi yang tajam di seluruh rentang zoom. Sementara, elemen DSA secara signifikan dapat mengurangi aberasi sagittal comatic.

Selain itu, ZERO Coating dan bentuk lensa yang dioptimalkan membantu menekan ghost dan flaring ketika memotret dalam kondisi backlit. Bodi lensa juga tahan percikan dan debu yang setara dengan sertifikasi IPX1 sehingga dapat digunakan di lingkungan berat seperti saat turun hujan.

Untuk ketersediannya, Olympus PEN E-P7 akan tersedia pada bulan Juni dalam kombinasi warna hitam perak dan putih perak. Harganya dibanderol 799€ (sekitar Rp13,7 jutaan) untuk body only dan 899€ (Rp15,4 jutaan) dengan lensa kit M.Zuiko Digital ED 14-42mm F3.5-5.6 EZ. Sementara, lensa M.Zuiko Digital ED 8-25mm F4 Pro dibanderol US$1.099 (Rp15,6 jutaan).

Sumber: DPreview

Alice Camera Adalah Kamera Mirrorless dengan Kemampuan Computational Photography ala Smartphone

Pesatnya perkembangan teknologi kamera smartphone membuat kita jadi semakin sering membandingkannya dengan kamera mirrorless. Padahal, kedua perangkat tentu punya kelebihan dan kekurangannya sendiri.

Untuk kamera smartphone, kelebihannya jelas terletak pada sederet teknik computational photography yang diterapkan, fitur Night Mode contohnya. Kendati demikian, kamera smartphone masih belum bisa menyaingi fleksibilitas yang ditawarkan mirrorless, terutama terkait kemudahan menggonta-ganti lensa sesuai kebutuhan.

Di luar sana, rupanya ada sebuah startup bernama Photogram yang sedang mencoba untuk menggabungkan kelebihan kedua perangkat tersebut. Buah pemikiran mereka adalah Alice Camera, sebuah kamera unik yang menawarkan keunggulan dari sisi software ala smartphone, sekaligus keunggulan dari sisi hardware ala kamera mirrorless.

Secara teknis, Alice merupakan sebuah kamera mirrorless dengan sensor Micro Four Thirds (MFT) beresolusi 10,7 megapixel. Penggunaan sensor MFT berarti ia kompatibel dengan lensa-lensa bikinan Panasonic, Olympus, Sigma, Voigtlander, maupun dari pabrikan-pabrikan lain yang memang menggunakan jenis dudukan MFT. Lensa dengan jenis dudukan lain pun juga bisa digunakan dengan bantuan adaptor.

Dimensi sensor MFT memang tidak sebesar sensor full-frame, tapi masih jauh lebih besar daripada sensor kamera smartphone pada umumnya. Sederhananya, dari segi hardware saja Alice sudah cukup unggul, tapi ternyata kamera ini turut mengandalkan algoritma-algoritma berbasis AI untuk mengoptimalkan hasil jepretannya lebih jauh lagi layaknya kamera smartphone.

Untuk mewujudkan teknik-teknik pemrosesan yang advanced itu, Alice mengandalkan Edge TPU, chip machine learning yang dirancang oleh Google. Mulai dari autofocus, white balance, dynamic range, sampai noise reduction, semuanya akan dioptimalkan menggunakan algoritma-algoritma berbasis AI tersebut.

Namun sebagai sebuah kamera mirrorless, Alice tentu masih menyediakan mode pemotretan manual bagi pengguna yang sudah berpengalaman. Yang mungkin terkesan agak aneh adalah, Alice tidak mempunyai layar sama sekali. Sebagai gantinya, pengguna dapat menjepitkan smartphone ke bagian belakangnya, dan itu juga berarti semua opsi pengaturannya harus diakses melalui aplikasi smartphone.

Berhubung Alice terhubung langsung dengan smartphone, kegiatan seperti live streaming pun bisa dilangsungkan semudah menggunakan smartphone itu sendiri. Menariknya, Photogram merancang software Alice dengan prinsip open-source, yang berarti siapapun bebas memodifikasi atau menambahkan fitur baru.

Secara fisik, Alice terlihat sangat minimalis dengan gaya desain industrialnya. Bodinya terbuat dari aluminium utuh, dengan hand grip yang menyatu secara seamless. Kendati demikian, bobotnya tergolong ringan di kisaran 350 – 375 gram, dan berhubung ia tidak punya LCD, tebal bodinya pun tidak lebih dari 35 mm.

Alice sejauh ini masih berstatus prototipe, akan tetapi pengembangnya sudah menerima pre-order melalui platform crowdfunding Indiegogo. Di sana, harga paling murahnya (early bird) dipatok £600 (± 11,6 jutaan rupiah). Kalau sesuai jadwal, konsumen bakal menerima pesanannya mulai Oktober 2021.

Sumber: DP Review.

Laowa 10mm F2 Zero-D MFT Adalah Lensa Ultra-Wide-Angle Compact untuk Kamera MFT Berbadan Kecil

Kamera mirrorless yang menggunakan sensor Micro Four Thirds (MFT) memiliki crop factor 2x dibanding full frame. Ini berarti bila pengguna ingin menangkap pemandangan yang lebar, maka membutuhkan lensa ultra-wide-angle.

Baru-baru ini, Venus Optics telah mengumumkan lensa ultra-wide-angle keduanya dengan teknologi Zero-Distortion untuk sistem Micro Four Thirds yakni Laowa 10mm F2 Zero-D MFT, sebelumnya sudah ada Laowa 7.5mm F2 MFT. Dimensi lensa ini sangat compact, sehingga cocok digunakan untuk kamera MFT berbadan kecil dan memiliki focal length setara 20mm di full frame.

Laowa 10mm F2 Zero-D MFT ini terdiri dari sebelas elemen dan dalam tujuh grup, termasuk tiga elemen extra-low dispersion. Ukuran panjangnya hanya 41mm, diameter 53mm, dan beratnya cukup ringan hanya 125 gram.

Seperti lensa Laowa lain dalam lini Zero-D, lensa ini dirancang khusus untuk meminimalkan distorsi untuk memberikan perpektif sudut lebar yang lebih natural. Ini berarti saat memotret arsitektur dan cityscape, hasilnya tidak akan tampak miring.

Lensa ini tidak memiliki fitur autofocus, kontrol fokus dilakukan secara manual. Namun Loawa memiliki contact yang memungkinkan mengatur aperture melalui kamera dan menyediakan data EXIF di dalam file foto.

Fitur lainnya termasuk diafragma aperture lima bilah, jarak fokus minimumnya 12cm, dan ulir filter depan berukuran 46mm. Untuk harganya, lensa ultra-wide-angle Laowa 10mm F2 Zero-D MFT ini dibanderol US$399 atau sekitar Rp5,6 jutaan. Berikut contoh foto yang diambil menggunakan lensa ini.

Sumber: DPreview

Panasonic Lumix BGH1 Mendapat Restu untuk Produksi Film Netflix Original

Pada bulan Oktober lalu Panasonic memperkenalkan kamera video dengan desain modular kotak, bernama Lumix DC-BGH1. Kamera ini mengemas sensor Micro Four Thirds (MFT) Live MOS 10,2MP, dengan teknologi Dual Native ISO, dan prosesor gambar Venus Engine.

Sekarang Lumix DC-BGH1 sudah mendapat restu dari Netflix dan bisa digunakan sebagai kamera utama untuk pembuatan film Netflix Original. Lumix BGH1 pun menjadi kamera dengan sensor Micro Four Thirds pertama dan satu-satunya yang disetujui oleh Netflix.

Netflix 1

Menurut standar Netflix, film Netflix Original harus direkam setidaknya 90% menggunakan salah satu kamera yang disetujui. Daftar ini mencakup kamera cinema mahal seperti ARRI Alexa LF, Canon C700, RED Komodo 6K, dan Sony FX9.

Untuk kamera kelas prosumer, sebelumnya juga sudah ada Panasonic Lumix SH1. Kamera mirrorless full frame yang dibanderol sekitar Rp60 juta untuk body only ini menjadi opsi terjangkau untuk pembuatan film Netflix Original. Namun Lumix DC-BGH1 lebih terjangkau lagi, harganya setengah dari Lumix SH1 yaitu US$1.999 atau sekitar Rp28 jutaan.

BGH1_Netflix

Pengaturan video yang disarankan oleh Netflix saat menggunakan Lumix DC-BGH1 ialah merekam dalam codec 4:2:2 10-bit All-i 400Mb/s, menggunakan V-Log L, dengan resolusi 4096×2160 piksel atau 3840×2160 piksel dalam format mov. Lumix DC-BGH1 juga disertifikasi untuk pengambilan gambar anamorphic di Academy Ratio 4:3.

Sumber: DPreview

Alice Adalah Konsep Kamera dengan Sensor MFT dan Menggabungkan Kekuatan AI Smartphone

Fotografi merupakan aspek penting dari sebuah smartphone. Setiap model smartphone baru dirilis, kamera selalu menjadi sorotan utama dan teknologinya terus menerus berkembang.

Kedepannya apakah mungkin kamera smartphone memiliki sistem lensa yang bisa diganti? Atau justru sebaliknya, pabrikan kamera mengadopsi sistem operasi Android dan menghadirkan fungsi smartphone di kamera mirrorless. Sayangnya saat ini belum kesana, tetapi konsep kamera bernama ‘Alice’ mendekatinya.

Alice adalah interchangeable lens camera dengan sensor Micro Four Thirds (MFT) yang terintegrasi dengan smartphone. Kamera ini memiliki chip AI khusus dengan machine learning untuk mendorong batasan dari apa yang dapat dilakukan oleh sebuah kamera.

Saat ini, kamera Alice masih dalam prototipe konsep dan akan tersedia di platform crowdfunding Indiegogo pada bulan Februari 2021 mendatang. Kamera ini dirancang oleh kolaborasi tim engineer, data scientist, dan content creator di Inggris sejak bulan November 2019 dan pada bulan Juli 2020 desain konsep ketiga Alice telah terbentuk berdasarkan umpan balik customer. Mereka juga telah mewawancari 1.000 fotografer dan videografer untuk mendengar keluh kesahnya dan menjawabnya lewat Alice.

5f17f3c4d278cc45971ffe32_website-3-gigapixel-scale-2_00x

Kamera ini tidak memiliki layar sendiri, jadi kita bisa memasangkan smartphone untuk mengendalikan pengaturan kamera, termasuk untuk melihat pratinjau dan meninjau foto. Kamera dan smartphone akan berkomunikasi menggunakan koneksi nirkabel 5GHz. Berkat chip AI yang dimilikinya, kamera akan menawarkan kemampuan dan teknik baru untuk autofocus, autoexposure, colour science, dan banyak lagi.

5f17f472a22e253e30dcc51d_iPhone-X-XS-11-Pro-–-8_2x_iphonexspacegrey_portrait-p-1080

Anda tentu setuju bahwa fitur-fitur berbasis AI di kamera smartphone selangkah lebih maju dibanding di kamera digital. Bayangkan semua kelebihan tersebut dikombinasikan dengan sensor sebesar Micro Four Thirds dan dukungan berbagai lensa berkualitas tinggi.

Untuk menjawab kebutuhan selfie dan vlogging, smartphone juga bisa dipasangkan secara terbalik dan kita bisa menggunakan sebagian layar smartphone untuk menyesuaikan komposisi. Penyimpanannya menggunakan Micro SD dan hasilnya bisa segera ditransfer untuk diedit dan dibagian ke media sosial.

5f17f4171e5dbcd12cb80393_transparent-1-gigapixel-scale-2_00x-p-500_copy

Alice dapat merekam video 4K pada 30p atau Full HD pada 60p dan kita bisa memanfaatkan Alice untuk melakukan live streaming. Ukuran piksel besar dan struktur Quad Bayer memberikan performa di kondisi pencahayaan rendah lebih baik dan dynamic range lebih luas.

Harga normal Alice Camera nantinya dibanderol £750 atau sekitar Rp14,3 juta. Namun untuk pengguna awal lewat pemesanan di Indiegogo harga £450 dan £550 dengan deposit sebesar £50, kemudian akan dikirim mulai bulan Maret 2021.

Sumber: DPreview

Olympus Umumkan Kamera Mirrorless E-M10 Mark IV dengan Sensor MFT 20MP

Bagi yang tertarik ingin mencoba kamera buatan Olympus, mereka memiliki lini mirrorless entry-level yaitu OM-D E-M10 series. Saat ini, E-M10 II (body only) dijual dengan harga Rp6.799.000 dan Rp10.999.000 untuk E-M10 III (body only) di Indonesia.

Kini Olympus telah memperkenalkan generasi keempatnya, yaitu OM-D E-M10 Mark IV. Perubahan penting yang berada di dalam antara lain sensor Micro Four Thirds baru beresolusi 20MP (generasi sebelumnya 16,1MP) dengan prosesor TruePic VIII.

Dari luar, kamera mirrorless bergaya SLR ini kini dibekali layar yang bisa di flip ke bawah untuk memudahkan aktivitas nge-vlog dan selfie. Olympus turut memperbarui sistem autofocus continuous agar fokus tidak berkeliaran ke subjek lain dan menambah dukungan pengisian daya lewat port USB.

Selain itu, E-M10 IV juga mewarisi fitur unggulan dari generasi sebelumnya. Sebut saja, 5-axis image stabilization, electronic viewfinder OLED 2,36 juta titik, dibekali sejumlah scene mode dan Art Filter, serta perekaman video 4K pada 30 fps.

Olympus OM-D E-M10 Mark IV akan tersedia dalam pilihan warna black dan silver. Untuk body only dibanderol US$699 atau sekitar Rp10 jutaan dan US$799 atau Rp11,6 jutaan dengan lensa kit 14-42mm F3.5-5.6 EZ.

Sumber: DPreview

Software Lumix Streaming Kini Tersedia untuk MacOS

Bulan Juni lalu, Panasonic telah meluncurkan software yang menambah fungsi kamera mirrorless Lumix menjadi webcam. Adalah Lumix Tether for Streaming (beta) atau Lumix Streaming yang saat dirilis hanya tersedia untuk platfrom Windows 10.

Kini software Tether for Streaming juga telah tersedia untuk pengguna komputer dengan sistem MacOS. Sayangnya, model kamera yang didukung masih sedikit yaitu Lumix GH5, G9, GH5S, S1, S1R, dan S1H.

Sebagai informasi, Lumix Tether for Streaming ini dikembangkan berdasarkan Lumix Tether (Versi 1.7) yang awalnya dirancang untuk tethered shooting. Sehingga menampilkan elemen-elemen UI seperti autofocus dan control panel pada monitor PC.

Saat sesi video conferensi, tentu hal itu cukup mengganggu dan solusinya Panasonic menambahkan mode live view pada Lumix Streaming. Hal ini memungkinkan pengguna memilih opsi ‘camera view only‘, di mana elemen-elemen UI tersebut bisa disembunyikan atau ditampilkan selama USB tethering sesuai kebutuhan.

Selain itu, Panasonic juga mengumumkan pengembangan software yang disebut ‘Lumix Webcam’ untuk Windows dan MacOS. Apa bedanya
Tether for Streaming dengan Lumix Webcam?

Tether for Streaming pada dasarnya program untuk tethered shooting. Pengguna perlu menginstall software broadcasting supaya komputer dapat mendeteksi output tampilannya, sebelum akhirnya bisa digunakan pada layanan video conference seperti Zoom, Google Meet, dan lain sebagainya.

Sementara, dengan Lumix Webcam bisa langsung bisa digunakan untuk live streaming dan layanan video conference. Lumix Webcam rencananya akan dirilis pada bulan September di platform Windows 10 dan Oktober untuk macOS.

Kemudian, Panasonic juga merilis update firmware untuk enam kameranya yaitu Lumix GH5, GH5S, G9, G95, G85, dan GX9. Update kali ini terkait peningkatan kompatibilitas dengan Tripod Grip DMW-SHGR1 terbaru dari Panasonic dan menambahkan ‘operational stability‘ dengan lensa Lumix G Vario 12–32mm / F3.5–5.6

Sumber: DPreview

Panasonic Umumkan Lumix G100, Kamera Vlog Saingan Sony ZV-1

Bulan lalu, Sony mengumumkan lini produk baru kamera compact yang dirancang untuk aktivitas vlogging yakni Sony ZV-1. Sekarang giliran Panasonic yang baru saja mengumumkan Lumix DC-G100 (selanjutnya disebut G100) yang juga ditujukan untuk para vlogger.

Berbeda dengan Sony ZV-1, Lumix G100 merupakan interchangeable lens camera dengan sensor Micro Four Thirds 20MP tanpa low pass filter. Desainnya menganut gaya SLR seperti versi mini dari Lumix G series, dengan punuk yang menampung hot shoe di bagian atasnya dan electronic viewfinder 3.68 juta titik di depan. Serta, sudah dilengkapi port mikrofon sehingga bisa dengan mudah menggunakan mikrofon eksternal.

Hadir dengan dimensi 116x83x54 mm dan bobot 352 gram, saat berpasangan dengan lensa 12-32mm F3.5-5.6, ukurannya memang terbilang ringkas. Untuk memudahkan saat merekam video, layar sentuh 3 inci beresolusi 1.84 juta titiknya memiliki mekanisme fully articulated, di mana bisa ditarik keluar dan diputar ke depan.

Perlu dicatat bahwa Lumix G100 ini tidak memiliki in-body image stabilization (IBIS), melainkan menggunakan 5-axis hybrid image stabilizer saat merekam video (4-axis untuk 4K). Perekam video 4K tersedia pada 24p/30p hingga 10 menit dengan crop yang akan bertambah saat menggunakan image stabilization.

Sementara, pada resolusi 1080p mendukung sampai 60p. Hal yang cukup unik adalah tersedia banyak pilihan aspek rasio untuk video, termasuk format Instagram 4:5, 4:5, dan 9:16. Lalu, disediakan pula flat color profile Panasonic V-LogL untuk kelelusaan color grading saat post processing.

Soal audio, Lumix G100 menggunakan ‘OZO’ directional audio system rancangan Nokia. Dengan tiga mikrofon array, dua di depan dan satu di belakang. Kita bisa mengatur untuk merekam audio tepat di depan kamera, belakang atau menggunakan ketiganya untuk mendapatkan suara surround. Mikrofon di bagian depan juga dapat melacak wajah dalam mode face tracking dan memastikan suara kita terdengar sama.

Bila tertarik, Lumix G100 dengan lensa kit 12-32mm F3.5-5.6 dibanderol dengan harga US$749 atau sekitar Rp10,6 jutaan. Guna memudahkan aktivitas vlogging, Panasonic juga menghadirkan mini tripod DMW-SHGR1 yang dibanderol US$99 atau sekitar Rp1,4 juta.

Sumber: DPreview

Olympus OM-D E-M1 Mark III Unggulkan Image Stabilizer yang Sangat Advanced

Olympus baru saja memperkenalkan OM-D E-M1 Mark III, suksesor dari OM-D E-M1 Mark II dan OM-D E-M1X sekaligus. Premis yang diangkat di sini adalah menghadirkan hampir semua keunggulan E-M1X – macam fitur Live ND misalnya – dalam wujud yang jauh lebih ringkas (tanpa vertical grip), serta tentu saja menyuguhkan sejumlah pembaruan.

Seperti yang bisa kita lihat, fisik kamera ini nyaris identik dengan E-M1 Mark II, dengan pengecualian pada joystick 8 arah dan sejumlah tombol lain. Juga semakin disempurnakan lagi adalah intensitas weather sealing-nya; kamera ini secara resmi telah mengantongi sertifikasi IPX1.

Olympus OM-D E-M1 Mark III

Untuk sensornya, E-M1 Mark III masih menggunakan sensor Four Thirds beresolusi 20,4 megapixel yang sama seperti sebelumnya. Kendati demikian, Olympus telah menyematkan image processor generasi terbarunya, TruePic IX, dan sistem stabilizer-nya turut di-upgrade sehingga mampu mengompensasi getaran sampai 7 stop exposure.

Perpaduan prosesor dan stabilizer baru ini juga mewujudkan fitur bernama 50MP Handheld High Res Shot. Sesuai namanya, pengguna dapat mengambil foto beresolusi luar biasa tinggi (hasil penggabungan beberapa foto sekaligus) tanpa harus mengandalkan tripod. Kalau ada tripod, resolusinya malah bisa ditingkatkan lagi menjadi 80 megapixel.

Olympus OM-D E-M1 Mark III

Perihal autofocus, E-M1 Mark III masih mengandalkan sistem yang sama yang terdiri dari 121 titik phase-detection berjenis cross-type. Yang berbeda, kamera ini mengemas satu fitur unik bernama Starry Sky AF, yang dirancang supaya penggiat astrofotografi tidak harus mengandalkan teknik focusing secara manual dalam berkarya.

Selebihnya, E-M1 Mark III masih merupakan kamera yang sama kapabelnya seperti pendahulunya, baik dari segi performa (burst shooting 18 fps dengan AF tracking) maupun videografi (4K dengan stabilizer 5-axis). Juga sangat berguna adalah kompatibilitas kamera ini dengan power bank USB-C PD (Power Delivery).

Di Amerika Serikat, Olympus OM-D E-M1 Mark III rencananya akan dipasarkan mulai 24 Februari mendatang seharga $1.800 (body only). Bundel bersama lensa M.Zuiko 12-40mm F2.8 Pro ditawarkan seharga $2.500, sedangkan yang bersama lensa M.Zuiko 12-100mm F4 Pro seharga $2.900.

Sumber: DPReview.