Mendorong Inklusi Keuangan Lewat Inovasi Credit Scoring

Proses credit scoring atau penilaian kelayakan kredit merupakan tahapan yang esensial dalam pengajuan kredit baik itu oleh individu atau UMKM. Proses ini dilakukan dengan memeriksa dan menganalisis berbagai berkas pendukung, seperti slip gaji, laporan pajak, bukti pembayaran, rekening koran, hingga verifikasi lapangan.

Pada umumnya, pengecekan skor kredit dapat dilakukan melalui BI Checking, yang sekarang sudah berubah menjadi Informasi Debitur (iDEB) atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Data tersebut biasanya menyangkut rekam jejak debitur dari ragam transaksi sebelumnya yang bersumber dari basis data bank atau lembaga finansial lainnya.

Berbekal informasi yang didapat, institusi finansial dapat menentukan apakah calon nasabah bisa mendapatkan layanan kredit yang dimiliki atau tidak. Bahkan secara lebih mendetail, penyedia layanan kredit juga bisa menentukan berapa besar nilai kredit maksimal yang akan diberikan didasarkan kemampuan dari calon nasabah tersebut.

Seiring berkembangnya inovasi digital, penyelenggara fintech melalui model bisnis Innovative Credit Scoring (ICS) mencoba menyediakan solusi serupa dengan memanfaatkan sumber data alternatif yang tidak terbatas pada rekening bank. Contohnya, data belanja daring, data telekomunikasi, juga rekam jejak di media sosial dapat menjadi sumber alternatif.

Berbagai data alternatif ini digunakan untuk meningkatkan akurasi penilaian kredit. Pasalnya, saat ini masih cukup banyak penduduk Indonesia yang membutuhkan layanan kredit namun belum memiliki data kredit yang layak. Industri perbankan juga mulai terbuka memanfaatkan sumber data alternatif demi memperluas jangkauannya ke segmen masyarakat unbankable dan UMKM.

Menjangkau segmen unbankable

Data Bank Dunia menunjukkan, ada 97,74 juta orang atau setara dengan 48% dari populasi dewasa di dalam negeri masuk kategori unbanked. Jumlah ini merupakan yang terbesar keempat di dunia, di bawah India, China, dan Pakistan. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki potensi yang sangat besar untuk bisa berkembang.

Salah satu agenda besar yang ingin dicapai oleh Pemerintah adalah meningkatkan indeks inklusi keuangan masyarakat sebesar 90% di tahun 2024. Kehadiran fintech Innovative Credit Scoring saat ini diharapkan dapat menjadi enabler yang memfasilitasi masyarakat, terutama yang belum tersentuh oleh layanan perbankan, untuk mendapatkan pendanaan bagi kegiatan usahanya.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Yohanes Arts Abimanyu selaku President Director dan CEO Pefindo Biro Kredit mengungkapkan, “Khususnya bagi masyarakat yang unbankable, alternative score menjadi solusi dalam hal tidak tidak tersedianya data kredit atau bisa juga digunakan untuk melengkapi scoring berbasis data kredit yang sudah ada,” lanjutnya.

Metodologinya pun terus berkembang, misalnya yang dilakukan Pefindo bersama XL Axiata dalam produk IdTelcoScore, mereka merilis produk penilaian alternatif memanfaatkan nomor seluler pengguna XL Axiata untuk menganalisis kelayakan kredit debitur.

Di Indonesia sendiri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuat klaster khusus bernama Innovative Credit Scoring (ICS) sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD). Per September 2022, sudah ada 19 perusahaan yang tercatat dalam klaster credit scoring.

PT Finantier Teknologi Indonesia menjadi yang terakhir mendapat lisensi ini pada 2021 silam. Platform ini menyediakan solusi open finance dengan infrastruktur teknologi berbasis API yang dapat dimanfaatkan fintech untuk menghadirkan layanan keuangan inklusif. Produknya adalah credit scoring teregulasi yang dapat dimanfaatkan institusi keuangan digital dalam menunjang layanan pinjaman dengan memastikan kelayakan calon nasabah.

Pemain lainnya yang lebih dulu terdaftar CredoLab beroperasi dengan membaca data di smartphone untuk menghasilkan skor perilaku pengguna. Selanjutnya data tersebut diolah untuk memperkirakan kemungkinan gagal bayar. Metadata di perangkat diakses secara anonim, dengan tetap menjamin privasi.

Salah satu pemain baru yang bergerak di sektor ini adalah SkorLife. Menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda, perusahaan memiliki posisi yang unik karena membangun apa yang disebut dengan pemangku kepentingan sebagai “pembangun kredit” di bidang kredit konsumer.

Mereka melihat di Indonesia, sebagian besar bank dan lembaga keuangan lainnya masih bertumpu pada “kelayakan pendapatan” daripada kelayakan kredit untuk memutuskan apakah mereka dapat menawarkan kredit kepada peminjam atau tidak.

Untuk mengatasi hal ini, SkorLife bertujuan memberikan kontrol kembali kepada konsumen dengan membuat mereka mengambil peran lebih aktif dalam membangun dan mempertahankan nilai kredit mereka.

CEO SkorLife, Ongki Kurniawan juga mengungkapkan, “Melalui layanan kami, calon kreditur akan dapat membangun dan meningkatkan profil kredit mereka dengan fitur-fitur seperti tip dan saran yang dipersonalisasi. Kami juga akan membantu membawa lebih banyak pengguna NTC (New to Credit),”

Mendukung bisnis fintech

Terkait pemanfaatan layanan credit scoring, fintech lending atau P2P lending adalah salah satu jenis fintech yang akan secara intensif memanfaatkan layanan ini. Dalam proses kerjanya, mereka membutuhkan proses penilaian kelayakan yang cepat untuk memberikan umpan balik sesegera mungkin setelah pengguna melakukan pengajuan.

Belum lama ini, layanan marketplace microfinance Amartha meluncurkan inisiatif terbarunya Ascore.ai, alternatif skoring kredit yang dibangun di atas lebih dari 1 juta database mitra pengusaha ultra mikro Amartha selama tujuh tahun terakhir. Solusi ini menargetkan pangsa pasar institusi dan individu.

Selain itu juga ada AIForesee yang belum lama ini diperkenalkan sebagai anak perusahaan baru dari Investree. Perusahaan menyediakan platform penilaian kredit alternatif untuk mendukung penyaluran pinjaman produktif ke UMKM. Platform ini beroperasi menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan data alternatif yang dimiliki oleh ekosistem.

Selain dapat dimanfaatkan UMKM untuk bisa mendapat akses kredit, dan P2P lending untuk mendukung bisnis pembiayaan, innovative credit scoring juga bisa dimanfaatkan untuk e-commerce dalam rangka mendorong digitalisasi UMKM dan jasa keuangan memberi proteksi asuransi, serta akses bagi perusahaan pembiayaan.

Salah satu contohnya adalah Tokoscore yang sudah terafiliasi dengan platform Tokopedia. Saat ini, pihaknya berupaya membantu menjawab masalah yang dihadapi pemberi pinjaman. Terutama, ketika mereka menerima pengajuan kredit dari tiga kelompok masyarakat unbankable, namun kesulitan menilai credit risk karena tidak menemukan data historis mereka di biro kredit.

Perusahaan baru saja meluncurkan produk terbaru, yaitu”Income Prediction” memungkinkan prediksi nilai pendapatan dari calon peminjam untuk membantu para mitra strategis di industri keuangan, seperti bank atau fintech, dengan menilai kapasitas dari para calon peminjam. Selain itu ada “Fraud Flags” yang memberikan informasi jika calon peminjam memiliki aktivitas atau perilaku mencurigakan di platform e-commerce.

Terkait isu keamanan data, penyelenggara fintech innovative credit scoring (Fintech ICS) pada tahun 2021 lalu telah meluncurkan kode etik (Code of conduct) yang disusun oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan Kelompok Kerja (Pokja). Kode etik ini diharapkan bisa mendorong penyelenggara lebih bertanggung jawab, meningkatkan kepercayaan konsumen, serta turut berkontribusi dalam inklusi keuangan di Indonesia.

Pefindo Biro Kredit Luncurkan MyIdScore, Bantu Individu Bangun Reputasi Keuangan

Reputasi keuangan menjadi aspek penting yang menjadi indikator setiap lembaga keuangan untuk menyalurkan kredit bagi individu. Maka dari itu, penting bagi setiap individu untuk menjaga reputasi kredit agar tetap positif untuk bisa digunakan sewaktu-waktu ketika membutuhkan. Salah satu upaya menjaga reputasi kredit adalah dengan menjaga kepatuhan membayar angsuran atau cicilan tepat waktu.

Namun, ada kalanya ketika kita sudah patuh, masih ada kemungkinan terjadinya ketidaksesuaian data. Maka dari itu, masyarakat dinilai perlu melakukan pengecekan secara berkala terkait informasi yang dilaporkan oleh lembaga jasa keuangan. Hal ini yang coba dimanfaatkan Pefindo Biro Kredit (PBK) dengan inovasi terbarunya MyIdScore. Platform yang menyajikan laporan kredit skoring untuk nasabah individu yang dapat diajukan dan diakses secara digital lengkap dengan laporan kredit historis.

Bertepatan dengan hari jadi PBK yang ke-7, Direktur Utama PEFINDO Biro Kredit Yohanes Abimanyu mengungkapkan, “Kehadiran produk ini bertujuan untuk membantu masyarakat mengetahui tingkat kelayakan kredit mereka baik sebelum melakukan pinjaman atau sebagai bahan evaluasi. Produk ini juga dapat digunakan untuk memeriksa keakuratan dan keterkinian data debitur.”

Solusi B2C

Sebelumnya, kredit skoring identik dengan BI Checking — sekarang menjadi SLIK di OJK. Individu harus mengaksesnya secara manual melalui regulator dengan proses yang cukup rumit dan memperoleh informasi laporan kredit historis standar, tanpa kredit skor. Melalui solusi terbaru ini, MyIdScore menawarkan laporan yang lebih lengkap dengan akses yang lebih mudah.

Laporan ini menyajikan profil debitur, daftar fasilitas kredit yang pernah dan masih dimiliki hingga saat ini, detail fasilitas yang dimiliki, riwayat fasilitas kredit, saldo terutang selama 24 bulan terakhir, dan status kredit (macet/lancar) hingga kemungkinan gagal bayar dan informasi lainnya.

Ada tiga paket yang disediakan untuk mengakses layanan MyIdScore, yaitu free report (gratis 1x / tahun pertama), Silver Report (Rp75.000 untuk 1x pengecekan), Gold Report (Rp125.000 untuk 3x pengecekan dalam tiga bulan), atau Platinum Report (Rp175.000 untuk 3x pengecekan dalam satu tahun).

Skoring yang digunakan berkisar antara 250 hingga 900, yang berbanding lurus dengan reputasi keuangan/tingkat kelayakan kredit dan berbanding terbalik dengan profil risiko kredit. Makin tinggi skor, maka makin rendah risiko kredit dan makin besar kemungkinan kredit disetujui. Saat ini, MyIdScore juga sudah terintegrasi dengan SLIK OJK, sehingga informasi yang disajikan akan lebih akurat dan relevan.

Informasi yang dikeluarkan oleh MyIdScore ini bisa digunakan terhadap berbagai lembaga keuangan. Namun, dengan skor kredit yang positif sekalipun, pada dasarnya setiap lembaga keuangan mempunyai risk apetite masing-masing. Terkait hal ini, pihaknya menyampaikan bahwa informasi yang disediakan hanya bertujuan untuk mempermudah lembaga keuangan dalam analisis credit scoring.

Salah satu segmen yang disinyalir akan sangat terbantu dengan solusi ini adalah pekerja kreatif/informal. Salah satu aktris ternama yang hadir dalam peluncuran MyIdScore, Dian Sastrowardoyo membagikan pengalaman di masa awal karirnya sebagai pekerja seni yang permohonan kreditnya ditolak karena tidak bisa melengkapi syarat dokumen seperti slip gaji serta penghasilan yang tidak tetap. “Dengan adanya kredit skor yang praktis, kita jadi tahu apa yang harus kita perbaiki supaya nggak berkali-kali ditolak pinjamannya oleh bank”, ujarnya.

“Dengan memeriksa credit score, calon peminjam bisa mengukur tingkat kelayakan kreditnya dan seberapa besar peluang pengajuan pinjaman disetujui. Angka score dan track record seseorang merupakan rujukan dalam proses analisa kredit. Kalau credit score bagus, persetujuan kredit akan semakin mudah diperoleh,” ujar Abimanyu.

Direktur PBK Wahyu Trenggono turut menambahkan bahwa informasi ini merupakan tahap pertama. Ke depannya, perusahaan melihat potensi pengembangan lebih lanjut untuk angle lain. Tidak hanya berdasarkan riwayat perbankan namun juga melalui informasi seluler. Sebelumnya, Pefindo sudah lebih dulu merilis IdTelcoScore untuk analisis skoring kredit dari nomor seluler.

Proyeksi pertumbuhan kredit di Indonesia

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2021 sebesar 4%-6% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6%-8%. Prakiraan kinerja penyaluran kredit tahun 2021 ini didukung oleh optimisme terhadap kondisi moneter dan ekonomi, serta relatif terjaganya risiko penyaluran kredit.

Berkaca pada tahun 2021, Yohanes menanggapi dengan adanya relaksasi atau pembukaan ekonomi, otomatis mendorong pertumbuhan aktivitas ekonomi dan kredit di Indonesia. Berdasarkan data dari OJK dan Bank Indonesia, proyeksi pertumbuhan kredit akan meningkat di angka 4%-7% di tahun 2022. “Melihat proyeksi pertumbuhan kredit yang semakin baik, kami berharap bisa membantu masyarakat menjaga reputasi keuangannya,” tambahnya.